Dimana e mempresentasikan bilangan dasar logaritma natural e=2.718..... Dengan aljabar biasa, persamaan dapat di tunjukkan menjadi :
……………………………………………………..…………..4.4
Peubah P
i
1 - P
i
dalam persamaan 4.4 diatas disebut sebagai odds, yaitu rasio peluang terjadinya pilihan 1 terhadap peluang terjadinya pilihan 0 alternatif.
Parameter model estimasi logit harus diestimasi dengan metode maximum likelihood ML. Dengan persamaan logaritma natural, maka :
…………………………………………..4.5 Persamaan model regresi logistik untuk mengetahui faktor yang
mempengaruhi alih fungsi lahan adalah sebagai berikut : …………….4.6
Dimana: Z
= Peluang tidak konversi lahan 0 dan konversi lahan 1 α
= Intersep X
i
= Faktor –faktor yang diduga mempengaruhi keputusan alih fungsi lahan β
i
= Koefisien regresi ε
= Error Term Faktor – faktor yang mempengaruhi petani untuk mengkonversi lahan
adalah: 1.
Luas Lahan ha Luas lahan mempengaruhi jumlah produksi yang dihasilkan oleh petani. Hal
ini akan mempengaruhi penghasilan petani dan berpengaruh dalam mengambil keputusan untuk melakukan alih fungsi atau tidak terhadap lahan
sawahnya. Semakin luas lahan yang dimiliki petani, diduga petani cenderung menjual lahannya.
2. Lama Bertani tahun
Semakin lama pengalaman bertani pada seorang petani, maka keahlian dalam bertani akan semakin tinggi. Hal tersebut akan mempengaruhi petani
dengan cenderung mempertahankan lahannya.
3. Hasil Panen tonha
Semakin tinggi hasil panen akan memberikan tingkat pengembalian yang besar, sehingga akan mendorong petani untuk mempertahankan lahannya.
Dengan mempertahankan lahannya, diharapkan petani akan mendapat pengasilan yang besar sehingga terjadi penurunan alih fungsi lahan.
4. Lama Menetap tahun
Semakin lama petani tinggal di suatu wilayah, maka petani akan cenderung mempertahankan lahannya.
5. Jumlah Tanggungan Jiwa
Semakin banyak jumlah tanggungan anggota keluarga petani, maka akan semakin banyak pula kebutuhan yang harus ditanggapi. Hal ini
mempengaruhi petani dalam membuat keputusan sehingga tekanan untuk melakukan alih fungsi lahan akan meningkat. Petani cenderung melakukan
alih fungsi lahan untuk mencukupi kebutuhannya. Agar diperoleh hasil analisis regresi logit yang baik perlu dilakukan
pengujian untuk melihat model logit yang dihasilkan keseluruhan dapat menjelaskan keputusan pilihan secara kualitatif. Pengujian parameter yang
dilakukan dengan menguji semua secara keseluruhan dan menguji masing – masing parameter secara terpisah. Statistik uji yang digunakan adalah sebagai
berikut : 1.
Odds Ratio Odds merupakan rasio peluang kejadian terjadinya sukses y=1 terhadap
peluang kejadian terjadinya gagal y=0 Nachrowi et all ,2002. Pada dasarnya odds ratio digunakan untuk melihat hubungan antara peubah bebas
dan peubah terikat dalam model logit. Odds ratio dapat didefinisikan sebagai berikut :
dimana P menyatakan peluang terjadinya peristiwa Z=1 dan 1-P menyatakan peluang tidak terjadinya peristiwa.
2. Likelihood Ratio
Likelihood Ratio merupakan rasio kemungkinan maksimum yang digunakan untuk menguji peranan variabel secara serentak Hosmer dan Lemeshow
2002. Statistik uji yang dapat menunjukkan nilai Likelihood Ratio adalah Uji G dengan rumus seperti:
……………………………….………………………….4.7
Dimana l merupakan nilai likelihood tanpa variabel penjelas dan l
i
merupakan nilai likelihood model penuh. Statistik uji G akan mengikuti sebaran chi-square dengan derajat bebas
α. Kriteria keputusan yang diambil adalah jika G chi-square maka H
ditolak. Jika H ditolak maka dapat disimpulkan bahwa
minimal ada β
j
≠ 0, dengan pengertian lain, model regresi logistik dapat menjelaskan atau memprediksi pilihan individu pengamatan.
4.4.4 Analisis Estimasi Dampak Produksi
Kerugian yang timbul dari alih fungsi lahan pertanian diantaranya berupa hilangnya peluang memproduksi dan pendapatan usaha tani yang seharusnya
dapat tercipta dari lahan sawah yang hilang. Dalam penelitian ini, diasumsikan satu tahun produksi mempunyai pola tanam dua kali dan asumsi selanjutnya
adalah produktivitas seluruh jenis irigasi dan masa tanam yang sama dalam satu tahun. Menurut Utama 2006, nilai produksi sawah yang hilang dapat
dirumuskan secara matematis sebagai berikut:
dimana: NQ
= Nilai produksi padi sawah yang hilang Rpton P
t
= Harga komoditi padi sawah yang ditanam Rp Q
t
= Produksi padi sawah yang hilang per tahun tontahun t
= Tahun data tahun
dimana: Q
i
= Produksi padi sawah yang hilang per tahun tontahun
dimana: S
i
= Luas lahan sawah yang terkonversi ha H
i
= Produktifitas usaha tani padi sawah per tahun tonha .
V. GAMBARAN UMUM PENELITIAN 5.1 Gambaran Umum Wilayah Kota Depok
Secara geografis Kota Depok terletak pada koordinat 6º 19’00’’-6º 28’00’’ Lintang Selatan dan 106º43’00’’ - 106º55’30’’ Bujur Timur. Bentang alam Depok
dari selatan ke utara merupakan daerah dataran rendah-perbukitan bergelombang lemah, dengan elevasi antara 50–140 meter diatas permukaan laut dan kemiringan
lerengnya yang landai kurang dari 15 persen dengan ketinggian 717 m dpl. Kondisi geologi Kota Depok termasuk dalam sistem geologi cekungan Botabek
yang dibentuk oleh endapan kuarter yang berupa rombakan gunung api muda dan endapan sungai. Secara umum jenis tanah yang terdapat di Kota Depok berupa
tanah alluvial dan latosol. Temperatur suhu wilayah rata-rata 24.3° C - 33° C dan kelembaban udara rata-rata 82 .
Menurut Badan Pusat Statistik Kota Depok, wilayah ini termasuk daerah beriklim tropis yang dipengaruhi oleh iklim muson, musim kemarau bulan April –
September dan musim penghujan antara bulan Oktober – Maret. Kondisi iklim di daerah Depok relatif sama yang ditandai oleh perbedaan curah hujan yang cukup
kecil. Curah hujan di Kota Depok terdiri dari: 1.
1500 – 2000 mmthn, terjadi di bagian utara wilayah Kota Depok 2.
2000 – 2500 mmthn, terjadi di bagian utara wilayah Kota Depok 3.
2500 – 3000 mmthn, terjadi di bagian tengah wilayah Kota Depok 4.
3000 – 3500 mmthn, terjadi di wilayah selatan – timur Kota Depok Wilayah Kota Depok berbatasan dengan tiga Kabupaten dan satu Propinsi.
Secara lengkap wilayah ini mempunyai batas-batas sebagai berikut : •
Sebelah Utara berbatasan dengan Kecamatan Ciputat Kabupaten Tangerang dan Wilayah Daerah Khusus Ibukota Jakarta.
• Sebelah Timur berbatasan dengan Kecamatan Pondok gede Kota Bekasi
dan Kecamatan Gunung Putri Kabupaten Bogor. •
Sebelah Selatan berbatasan dengan Kecamatan Cibinong dan Kecamatan Bojong gede Kabupaten Bogor.
• Sebelah Barat berbatasan dengan Kecamatan Parung dan Kecamatan
Gunung sindur Kabupaten Bogor.
Sebagai salah satu wilayah termuda di Jawa Barat, Kota Depok mempunyai luas wilayah sekitar 200.29 km² yang di sekitarnya dialiri oleh sungai-sungai
besar yaitu Sungai Ciliwung dan Cisadane serta 13 sub Satuan Wilayah Aliran Sungai. Disamping itu terdapat pula 25 situ. Data luas situ pada tahun 2005
sebesar 169.68 Ha, dengan kualitas air rata-rata buruk akibat tercemar. Tabel 4 Data Penggunaan Lahan di Kota Depok Tahun 2009
No Jenis Penggunaan Lahan
Luas ha 1
Industri 514.79
2 Instalasi Pemerintah
236.84 3 Kawasan
Militer 159.52
4 Kebun Campuran
7312.20 5 Kolam
276.45 6 Kuburan
104.30 7
Lapangan 1705.82
8 Pendidikan Tinggi
198.06 9
Perdagangan dan Jasa 201.56
10 Perkantoran dan
Jasa 11.32
11 Permukiman Swadaya
5375.56 12 Permukiman
Terstruktur 1833.58
13 Sawah 19617.59
14 Lain-lain 411.41
Jumlah 20.029,00
Sumber : Dinas Tata Ruang dan Pemukiman Kota Depok 2009
Berdasarkan data penggunaan lahan tersebut dapat dilihat bahwa Kota Depok didominasi oleh penggunaan sawah seluas 19 617.59 Ha atau sekitar
97.95 dari total luas wilayah, selan itu juga masih banyak terdapat kebun campuran yang luasannya mencapai 7312.20 Ha atau sekitar 36.51 dari total
luas wilayah. Permukiman swadaya juga cukup berkembang hasil analisis dan perhitungan, maka dapat disimpulkan bahwa pemanfaatan dominan ruang di Kota
Depok di dominasi oleh lahan terbangun yaitu sebesar 10461.99 ha atau sekitar 52.30 dari luas wilayah Kota Depok. Dari penggunaan lahan terbangun yang
paling besar digunakan untuk pemanfaatan lahan permukiman dengan nilai luas lahan sebesar 9540.64 ha atau sebesar 48.57 dari luas lahan Kota Depok.
Kawasan Permukiman yang terdapat di Kota Depok meliputi kawasan permukiman terstrukturteratur yang biasa di bangun oleh pengembang atau
deplover dan kawasan perumahan non struktur atau disebut juga kawasan permukiman perkampungan dan umumnya di bangun secara perorangan.
Menurut Surat Keputusan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Daerah Tingkat II Bogor tanggal 16 Mei 1994 Nomor 135SK.DPRD031994
tentang Persetujuan Pembentukan Kotamadya Daerah Tingkat II Depok dan Keputusan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Propinsi Daerah Tingkat I Jawa
Barat tanggal 7 Juli 1997 Nomor 135Kep.Dewan 06DPRD1997 tentang Persetujuan Atas Pembentukan Kotamadya Dati II Depok dan untuk lebih
meningkatkan daya guna dan hasil guna penyelenggaraan pemerintah, pelaksanaan pembangunan, dan pelayanan kepada masyarakat serta untuk lebih
meningkatkan peran aktif masyarakat, maka pembentukan Kota Depok sebagai wilayah administratif baru di Propinsi Jawa Barat ditetapkan dengan Undang-
Undang Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 1999. Berdasarkan Undang-undang tersebut, dalam rangka pengembangan fungsi
kotanya sesuai dengan potensinya dan guna memenuhi kebutuhan pada masa mendatang, terutama untuk sarana dan prasarana fisik kota, serta untuk kesatuan
perencanaan, pembinaan wilayah, dan penduduk yang berbatasan dengan wilayah Kota Administratif Depok, maka wilayah Kota Depok tidak hanya terdiri dari
wilayah Kota Administratif Depok, tetapi juga meliputi sebagian wilayah Kabupaten Bogor lainnya sehingga wilayah Kota Depok terdiri dari 6 Kecamatan.
Dengan semakin meningkatnya jumlah penduduk, tuntutan masyarakat akan pelayanan prima dari pemerintah dan volume kegiatan penyelenggaraan
pemerintahan pada akhir tahun 2009 Kota Depok pemekaran wilayah kecamatan yang semula 6 kecamatan menjadi 11 kecamatan. Adapun pemekaran ini
dituangkan dalam Perda Kota depok No. 8 Tahun 2007 dengan implementasi mulai dilaksanakan tahun 2009. Wilayah yang mengalami pemekaran ada 5
kecamatan terdiri atas Kecamatan Tapos merupakan pemekaran dari Kecamatan Cimanggis, Kecamatan Bojongsari pemekaran dari Kecamatan Sawangan,
Kecamatan Cilodong pemekaran dari Kecamatan Sukmajaya, Kecamatan Cipayung pemekaran dari kecamatan Pancoranmas dan Kecamatan Cinere
pemekaran dari kecamatan Limo. Dengan demikian Kota Depok memiliki 11 kecamatan, 63 kelurahan, 871 Rukun warga RW dan 4856 Rukun Tetangga
RT.
Jumlah Penduduk di Kota Depok tahun 2012 mencapai 1 898 567 jiwa, yang terdiri dari penduduk laki-laki 961 876 jiwa dan penduduk perempuan 936
691 jiwa. Saat ini sebagian besar penduduk bekerja di sektor perdagangan dan jasa. Mata pencaharian penduduk Kota Depok dapat dilihat pada tabel 5 berikut
ini: Tabel 5 Mata Pencaharian Penduduk Kota Depok tahun 2011
No Lapangan Pekerjaan Utama
Jumlah jiwa
Presentase 1
Pertanian, Perkebunan, Kehutanan, Perikanan, Perburuan
32 020 1.90
2 Pertambangan dan Penggalian
6 381 0.38
3 Industri
211 370 12.54
4 Listrik, Gas, dan Air Minum
8 446 0.50
5 Konstruksi
105 846 6.28
6 Perdagangan, Rumah Makan, dan Jasa Akomodasi
602 693 35.75
7 Transportasi, Pergudangan, dan Komunikasi
116 118 6.89
8 Lembaga keuangan, Real Estate, Usaha
Persewaan, dan Jasa Perusahaan 123 577
7.33 9
Jasa Kemasyarakatan, Sosial, dan Perorangan 479 567
28.44 Total
1 686 018 100.00
Sumber: Sakernas 2011
5.2 Gambaran Umum Kecamatan Limo
Kecamatan Limo merupakan salah satu kecamatan dari 11 kecamatan yang ada di Kota Depok. Secara umum topografi wilayah Kecamatan Limo Kota
Depok merupakan dataran rendah dengan elevansi sekitar 50 mdpl. Kemiringan lereng antara 8-15 lereng landai yang sesuai untuk pengembangan perkotaan
dan pertanian. Suhu rata-rata di Kecamatan Limo berkisar antara 28-30 derajat celcius dengan curah hujan rata-rata 225 mmth.
Letak geografis wilayah Kecamatan Limo berada di sebelah utara Kota Depok dengan batas-batas sebagai berikut:
• Sebelah Utara
: Kecamatan Cinere •
Sebelah Selatan : Kecamatan Pancoran Mas
• Sebelah Timur
: Daerah Khusus Ibu kota Jakarta dan Kecamatan Beji •
Sebelah Barat : Kabupaten Tangerang dan Kecamatan Sawangan
Luas wilayah Kecamatan Limo adalah sebesar 1448 hektar yang terdiri dari lahan sawah seluas 100.2 hektar sawah irigasi teknis sebesar 31 ha, sawah irigasi
setengah teknis sebesar 46 ha, dan sawah irigasi sederhana sebesar 23.2 ha dan lahan kering seluas 1314.4 hektar. Luas lahan kering terdiri dari
pekaranganbangunan seluas 1305.6 hektar, ladang seluas 8.8 hektar, tanah basahempangkolam seluas 16.4 hektar, serta tanah untuk fasilitas umum berupa
kuburan seluas 17 hektar. Berdasarkan pemekaran wilayah Kecamatan di Kota Depok yang
dituangkan dalam Perda Kota Depok No.8 Tahun 2007 dengan implementasi mulai dilaksanakan tahun 2009, Kecamatan Limo yang semula memiliki 8
Kelurahan kini menjadi empat Kelurahan yakni Kelurahan Limo, Kelurahan Meruyung, Kelurahan Grogol, dan Kelurahan Krukut. Kelurahan Cinere, Gandul,
Pangkalanjati baru, serta Pangkalanjati lama bergabung kedalam Kecamatan Cinere. Jumlah penduduk keseluruhan yang berada di 85 Rukun Warga RW dan
404 Rukun Tetangga RT yang ada di Kecamatan Limo sebesar 126 490 jiwa dengan kepadatan penduduk sebesar 48 jiwakm². Jumlah penduduk, luas wilayah
masing-masing kelurahan dapat dilihat dalam tabel 6 berikut ini: Tabel 6 Jumlah Penduduk, Luas Kelurahan dan Kepadatannya di Kecamatan
Limo Tahun 2009 No Kelurahan
Jumlah Penduduk jiwa
Luas km2
Kepadatan jiwakm2
1 Meruyung 11
724 288
41 2 Grogol
15 617
450 35
3 Krukut 13
341 265
50 4 Limo
17 810
526 34
5 Cinere 23
582 359
66 6 Gandul
20 967
289 73
7 Pangkalanjati
baru 7 027
150 47
8 Pangkalanjati
lama 16 422
286 57
Jumlah 126 490
2 613 48
Sumber: Kecamatan limo dalam angka 2009
Mata Pencaharian Penduduk di Kecamatan Limo sebagian besar bergerak pada sektor perdagangan. Hal tersebut dapat dilihat pada tabel 7 berikut ini:
Tabel 7 Keadaan Penduduk di Kecamatan Limo Berdasarkan Mata Pencaharian Tahun 2012
No Jenis mata pencaharian
Jumlah jiwa 1
Petani Pemilik tanah 5899
2 Buruh Tani
5901 3
Pengusaha besar 9552
4 Pengrajin Industri
2448 5
Buruh Industri 8116
6 Buruh Bangunan
506 7
Buruh Pertambangan 2662
8 Pedagang 9153
9 Angkutan 6013
10 Pegawai NSTNIPOLRI
4333 11
Pensiun PNSABRI 1182
Sumber : Kecamatan Limo
Mata pencaharian penduduk yang bergerak pada sektor pertanian cukup banyak di wilayah Kecamatan Limo dengan jumlah petani pemilik tanah sebesar
5899 jiwa dan buruh tani dengan jumlahnya lebih banyak daripada petani pemilik lahan sebesar 5901 jiwa. Hal ini mengindikasikan bahwa kepemilikan lahan di
Kecamatan Limo sebagian besar dimiliki oleh warga diluar Kecamatan Limo bahkan diluar Depok yakni pemilik yang berasal dari wilayah Bogor maupun
Jakarta. Namun jumlah penduduk dengan mata pencaharian di bidang pertanian ini semakin menurun setiap tahunnya akibat jumlah lahan pertanian terutama
lahan sawah terus berkurang sehingga banyak penduduk yang beralih profesi. Kecamatan Limo termasuk salah satu wilayah yang terus menerus
mengalami alih fungsi lahan termasuk alih fungsi lahan pertanian menjadi non pertanian. Adanya peningkatan pembangunan wilayah setiap tahunnya
menyebabkan maraknya alih fungsi lahan di Kecamatan Limo. Bertambahnya pemukiman penduduk serta pembangunan tol cinere-jagorawi menyebabkan
peningkatan alih fungsi lahan pertanian. Sebagian besar alih fungsi lahan sawah menjadi tol yang akan dibangun berada pada Kelurahan Krukut dan Kelurahan
Grogol di Kecamatan Limo.
5.3 Karakteristik Umum Responden Karakteristik responden pada penelitian ini diperoleh berdasarkan survei
yang dilakukan pada 35 orang yang termasuk dalam petani yang melakukan alih fungsi lahan sawah dan tidak melakukan alih fungsi lahan sawah. Karakteristik
umum tersebut terdiri dari tingkat usia, tingkat pendidikan, jumlah tanggungan, lama bertani, dan luas lahan yang dimiliki.
5.3.1 Tingkat Usia
Tingkat usia menggambarkan perilaku kemampuan bekerja dan pengalaman dalam menentukan keputusan. Semakin tua seseorang
menggambarkan kemampuan tubuhnya semakin melemah dan tidak produktif lagi dalam bekerja. Tingkat usia responden yang melakukan alih fungsi lahan sawah
dan yang tidak melakukan alih fungsi sawah dalam penelitian ini dapat dilihat pada gambar berikut:
Sumber: Data Primer diolah Gambar 3. Tingkat Usia Responden
Berdasarkan gambar diatas diperoleh bahwa sebagian besar responden yang melakukan alih fungsi lahan adalah petani dengan sebaran usia lebih dari 61 tahun
sebesar 42 persen dan pada usia antara 51 – 60 tahun sebesar 38 persen. Sisanya adalah responden yang memiliki usia 50 tahun ke bawah. Sedangkan petani yang
tidak melakukan alih fungsi lahan sebagian besar berusia 30 – 40 tahun dengan persentase sebesar 37 persen.dan sebaran usia 51 – 60 tahun sebesar 27 persen.
Hal ini menunjukkan sebagian besar petani yang melakukan alih fungsi lahan sawah memiliki usia cukup tua jika dibandingkan dengan besarnya petani yang
tidak melakukan alih fungsi lahan sawah. Dengan demikian kegiatan bertani akan berkurang sehingga mempengaruhi petani untuk menjual lahannya dan melakukan
alih fungsi lahan sawah.
5.3.2 Tingkat Pendidikan Tingkat pendidikan menentukan cara berpikir seseorang dalam
menentukan keputusan dan dalam bertindak. Semakin tinggi tingkat pendidikan