Universitas Sumatera Utara
favoritnya. Setelah beliau memastikan bahwa tayangan tersebut tidak berbahaya, beliau lalu melepaskan anaknya menonton televisi tanpa pantauan kembali
darinya. Ibu Sri Bulanna memiliki hak untuk memantau bagaimana pembantu rumah tangganya merawat anak laki-lakinya tersebut, apakah pembantu rumah
tangganya telah bertindak hal yang sama dengan Ibu Sri Bulanna atau tidak.
4.1.3.3 Informan III
Peneliti menjadikan Ibu Sri Bulanna sebagai informan kedua menjadi informan terakhir pada hari itu. Karena keterbatasan waktu dan selama melakukan
wawancara, peneliti membutuhkan waktu yang cukup lama namun bersifat santai sehingga sudah waktunya anak-anak TK menemui para orang tuanya dan pulang
kerumah. Pencarian informan selanjutnya adalah keesokan harinya, peneliti tiba di sekolah pada pukul 11.35 WIB. Namun ketika peneliti duduk di kantin yang
merupakan tempat dimana para orang tua siswa-siswi Permata Bangsa menunggu anak-anaknya, peneliti tidak banyak menemukan orang tua yang menunggu
anaknya tidak seperti biasanya, hanya ramai diisi oleh penjaga kantin dan guru- guru. Cuaca pada hari itu memang sedang tidak mendukung, hujan baru saja
mengguyur sekolah itu. Menurut penjaga sekolah, orang tua yang datang menjemput anak-anaknya hanya menunggu di mobil hingga anaknya keluar kelas.
Setelah berkeliling sambil menunggu, peneliti ternyata mendapati seorang pria yang tengah berdiri di depan kelas anak-anak SD. Pria tersebut tidak lain
adalah pemilik yayasan tersebut. Suatu kehormatan tersendiri bagi peneliti untuk bertemu dengan pemilik yayasan itu yang kebetulan sedang memantau yayasan
miliknya. Beliau adalah Bapak Hendra Sucitra yang akrab disapa Sir Ghuan di
Perguruan Permata Bangsa ini bukanlah seorang yang asing bagi guru-guru, orang tua murid, dan siswa-siswi Taman Kanak-Kanak hingga Sekolah Dasar. Sir
Ghuan merupakan pemilik dari Yayasan Perguruan Permata Bangsa tersebut. Anaknya yang berusia 4 tahun juga merupakan murid dari sekolah miliknya di
kelas TK A. Peneliti pun tertarik untuk menjadikan Sir Ghuan sebagai salah satu informan, karena peneliti yakin akan mendapatkan informasi yang baik dan kritis
dalam menanggapi penelitian yang dilakukan. Salah satu kehormatan bagi peneliti
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
bisa bertemu langsung Sir Ghuan yang kebetulan mendatangi yayasan miliknya tersebut. Dengan tidak membuang waktu yang lama, peneliti langsung
mendatangi pria yang akrab disapa Sir Ghuan tersebut dan menyatakan maksud dari peneliti yaitu ingin mewawancara beliau dan menjadikannya sebagai salah
satu informan. Tidak lupa peneliti meminta izin terlebih dahulu ingin merekam pembicaraan mereka.
Nama :
Hendra Sucitra
TTL : Bekasi, 21 Januari 1969
Usia :
46 Tahun
Agama :
Buddha Pendidikan
: S2 Tempat Tinggal
: Kompleks Taman Binjai Indah blok D no. 89 Status
: Menikah
Jumlah Anak : 5 Orang 3 Laki-laki, 2 Perempuan
Nama Anak : Chintya Faradita
Pekerjaan : WiraswastaKepala Sekolah
Tanggal Wawancara : 4 Februari 2015 Tempat
: Kantor Kepala Sekolah Permata Bangsa Pukul
: 13.05
WIB No
Hp :
08126016755
Sir Ghuan sangat sensitif jika ditanya soal tayangan televisi yang ada pada saat ini. Terutama sinetron-sinetron, reality show dan program-program lain yang
bukan mendidik anak-anak malah justru dapat merusak imajinasinya. “Ketika yang tidak mungkin dapat terjadi malah bisa terjadi padahal
dibuat melalui setting dan efek-efek aja, tak ada yang real. Itu kan tak dapat dijangkau pemikirannya oleh anak-anak. Masa ada manusia
berubah jadi binatang, masa ada tuyul-tuyul bertingkah lucu” Tayangan-tayangan tidak mendidik tersebut justru tayang pada jam-jam
dimana anak dapat dengan mudahnya menonton televisi. Sir Ghuan hanya mengajukan tayangan kartun saja untuk konsumsi anak bungsunya tersebut.
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
Menurut pemantauannya, Chintya sangat menyukai kartun Spongebob Squarepants karena beliau cukup sering memperhatikan anaknya menonton
kartun tersebut dan malah suka dengan tokoh kartun itu yang terlihat dari kebiasaannya membeli barang-barang seperti tas, kotak pensil, dan peralatan tulis
lainnya yang bergambarkan tokoh kartun yang berwarna kuning tersebut. Sir Ghuan menyetujui dan mendukung anaknya menonton kartun itu, karena
menurutnya hanya bercerita tentang cerita-cerita sederhana yang berbalut lelucon sehingga tidak membahayakan bagi anaknya. Sir Ghuan juga tidak jarang
menemani anak perempuannya menonton kartun tersebut, baik itu melalui televisi ataupun smartphone milik beliau.
Pemilik yayasan ini juga mengatakan bahwa beliau memahami betul mengenai simbol-simbol di televisi yang merupakan panduan dalam menonton,
untuk siapa tayangan tersebut ditujukan, yaitu BO, RBO, R dan lain sebagainya. Namun menurutnya pula, tidak semua tayangan televisi memberikan
simbol demikian padahal tayangan tersebut perlu diberi petunjuk melalui simbol tersebut. Beliau mencontohkan sinetron Tuyul di salah satu stasiun televisi.
Sinetron tersebut juga termasuk tayangan yang tidak mendidik menurut beliau. Karena menurutnya, anak-anak akan berimajinasi berlebihan.
Ketika peneliti bertanya mengenai wacana KPI yang ingin menghapus beberapa tayangan kartun di Indonesia, Sir Ghuan dengan cepat menjawab tahu.
Beliau telah lama membaca wacana yang sama seperti sepengetahuan peneliti dari website resmi KPI. Semenjak mengetahui wacana tersebut, Sir Ghuan sebagai
orang tua tidak tinggal diam menyikapinya. Beliau lalu menyediakan ruang menonton televisi dirumahnya untuk anak perempuannya agar dapat bebas
menonton televisi dengan channel yang hanya dapat diubah-ubah oleh beliau sendiri dikamar beliau dengan istrinya.
“TV dirumah saya hanya ada 3, di kamar saya dan istri, di kamar anak sulung saya dan di ruang televisi. Jadi tiap kali nonton tv, anak-anak saya
yang lain yang masih kecil-kecil itu nonton tv nya ya disitu. Tapi, yang membedakan itu channel nya hanya saya dan istri yang bisa
menggantinya. Alias saya paralel kan tv itu ke kamar saya. Itu ya supaya anak-anak saya tidak menonton yang aneh-aneh, terutama Chintya anak
bungsu saya.”
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
Mengenai wacana KPI yang telah diketahuinya sejak lama tersebut, Sir Ghuan menyatakan bahwa bukan kartun yang selayaknya dihapus, itu merupakan
konsumsi anak-anak dibawah umur seperti anaknya. Meski hanya beberapa, setidaknya anak-anak kehilangan serial favoritnya. Oleh karena itulah beliau
betul-betul menyaring tontonan televisi anaknya dengan memparalelkan televisi di ruang televisi dengan kamarnya. Beliau melakukan juga dikarenakan beliau
sangat tidak ingin anaknya sudah berimajinasi yang tidak sewajarnya pada usianya yang masih sangat dibawah umur. Tindakan lain yang menurut beliau
efektif untuk terbatasnya tayangan televisi anak yaitu dengan memasang televisi berlangganan khusus anak-anak. Beliau juga mengharuskan putrinya tersebut
untuk tidur di jam 8 malam karena Sir Ghuan adalah seorang kepala sekolah yang mencintai kedisiplinan. Sangat terlihat dari kebiasaan-kebiasaan beliau dalam
mendidik anak-anaknya.
Kesimpulan Kasus
Sir Ghuan telah berlaku benar sebagai orang tua karena telah bertindak disiplin pada anak-anaknya. Begitupun ketika menonton televisi, beliau sangat
sensitif ketika ditanya soal tayangan televisi yang ada saat ini, tidak jauh berbeda dengan informan lainnya bahwa beliau sangat tidak menyetujui tayangan-
tayangan yang tidak masuk akal untuk dicerna terutama pada anak dibawah umur. Sir Ghuan adalah orang tua yang cukup peka dan perhatian akan segala macam
isu-isu yang berkembang dalam masyarakat, termasuk diantaranya wacana KPI yang menjadi acuan dalam penelitian ini. Sehingga setelah mengetahui tentang
wacana tersebut, beliau tidak tinggal diam dan menjadi orang tua yang lebih selektif dan disiplin lagi bagi anak-anaknya dengan memasang channel televisi
yang paralel langsung ke kamarnya, atau dengan memasang televisi berlangganan sama seperti Ibu Winda.
Sir Ghuan dianggap kritis menanggapi segala pertanyaan yang diajukan, beliau nampak antusias mendengar pertanyaan-pertanyaan mengenai televisi,
wacana KPI dan lain sebagainya. Upayanya dalam menyaring tontonan televisi untuk anaknya terbilang sangat terlalu disiplin namun lebih dibutuhkan lagi
kesenggangan terhadap upayanya tersebut agar sang anak nantinya tidak mengerti
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
bergaul dengan teman-temannya yang masih dalam batas wajar diluar sekolah yang sekarang ini dianggap penting.
Namun menurut
beliau, kedisiplinan
yang dilakukan oleh Sir Ghuan tentu nantinya akan menciptakan suatu kedisiplinan pula seiring dengan tumbuh
kembang anak bungsunya tersebut. Tak hanya disiplin dalam menonton televisi, beliau juga menerapkan kedisiplinan dirumahnya dengan membatasi jam-jam
tertentu untuk tidur, menyelesaikan Pekerjaan Rumah PR, bermain dan lain sebagainya. Hal tersebut selayaknya dilakukan kepada para orang tua agar
anaknya dapat terbiasa untuk berperilaku disiplin.
4.1.3.4 Informan IV