B. Rumusan Masalah
Dengan melihat latar belakang permasalahan tersebut di atas, penelitian ini dimaksudkan untuk melihat : “ Apakah ada hubungan antara iklan produk pasta
gigi Pepsodent di televisi dengan loyalitas merek produk pasta gigi Pepsodent pada konsumen?.”
C. Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui ada tidaknya hubungan antara iklan produk pasta gigi pepsodent di televisi terhadap loyalitas merek pada
konsumen.
D. Manfaat Penelitian
Dengan tercapainya tujuan penelitian diatas, maka hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut.
• Manfaat Teoritis Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah pemahaman dan
sumbangan toritis bagi ilmu psikologi industri, khususnya yang berhubungan dengan periklanan dan loyalitas konsumen.
• Manfaat Praktis Penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan dan informasi bagi
perusahaan khususnya yang terkait dengan strategi periklanan. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
BAB II DASAR TEORI
A. Loyalitas Merek 1. Pengertian Loyalitas Merek
Perilaku konsumen yang loyal terhadap suatu produk barang maupun jasa bukanlah perkara yang kecil karena perilaku tersebut sangat berpengaruh terhadap
kelangsungan hidup perusahaan selaku lembaga yang berusaha memenuhi kebutuhan konsumen. Tiap perusahaan dituntut untuk menciptakan strategi
pemasaran yang berkualitas dan memberikan kepuasan sehingga memotivasi konsumen menyukai merek suatu produk yang dipasarkan pemasar dan
memunculkan loyalitas terhadap merek tersebut Handoyo, 2004. Loyalitas konsumen terhadap merek sering diistilahkan sebagai loyalitas
merek karena konsumen akan selalu mengaitkan dirinya pada merek tertentu supaya mempermudah mencari produk yang pernah dibelinya. Loyalitas merek
dapat diartikan sebagai ukuran keterkaitan pelanggan kepada sebuah merek. Ukuran ini mampu memberikan gambaran tentang mungkin tidaknya seseorang
pelanggan beralih ke merek produk yang lain, terutama jika pada merek tersebut didapati adanya perubahan, baik menyangkut harga ataupun atribut lainnya
Durinto dkk, 2001 Dalam kehidupan sehari-hari, loyalitas mempunyai banyak arti. Secara
khusus, individu yang loyal adalah:
9 PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
a. Orang memiliki sikap positif kepada suatu merek sikap terhadap merek. b. Membeli merek lebih sering dibandingkan dengan dengan merek lain dalam
kategori yang sama. Ini adalah pengukuran proporsi pembelian. c. Terus membeli merek itu dalam jangka waktu yang lama atau disebut juga
kesetian East, 1997. Untuk mempelajari definisi loyalitas merek secara lebih mendalam
terdapat terdapat dua pendekatan yang harus di perhatikan yaitu: 1. Pendekatan Behavioral
Pendekatan behavioral menekankan bahwa bahwa loyalitas merek dibentuk oleh perilaku, dan oleh karena itu perilaku pembelian berulang didefinisikan
sebagai loyalitas. 2. Pendekatan Kognitif
Pendekatan ini menekankan bahwa loyalitas merupakan fungsi dari proses psikologis decision making.
Para ilmuwan behavioral meyakini bahwa loyalitas merek timbul karena percobaan mula-mula yang diperkuat oleh rasa puas dan kemudian menimbulkan
pembelian yang berulang kali. Sebaliknya, para peneliti kognitif menekankan peran proses mental dalam membangun kesetiaan merek. Mereka yakin bahwa
para konsumen terlibat dalam perilaku pemecahan masalah yang mendalam mencakup perbandingan merek dan sifat, yang terakhir pada pilihan merek yang
kuat dan perilaku pembelian berulang Schifman dan Kanuk, 2004. Peter dan Olson 1996 mengunakan pendekatan behavioral dan kognitif
dalam mempelajari loyalitas terhadap merek. Loyalitas didefinisikan sebagai PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
keinginan melakukan dan perilaku pembelian berulang. Selain memfokuskan pada perilaku, maka proses kognitif juga harus diperhatikan sebagai suatu hal yang
sangat berpengaruh terhadap pembentukan perilaku tersebut. Dalam beberapa hal, loyalitas merek mungkin merupakan hasil dari aktivitas kognitif dan pengambilan
keputusan yang ekstensif. Sejalan dengan definisi di atas, Jacoby dalam Engel dan Blackwell, 1982
mengatakan bahwa loyalitas merek pada dasarnya terdiri dari dua hal yaitu perilaku loyal dan sikap loyal. Loyalitas merupakan tindakan membeli berulang
yang selektif, didasarkan pada proses pengambilan keputusan psikologik yang evaluatif. Hal ini senada dengan pandangan Dharmmesta 1996 yang mengatakan
bahwa loyalitas merek merupakan Attitudinal yang berkolerasi dengan perilaku, atau merupakan fungsi dari psikologis.
Jacoby dan Chestnut dalam Hawkins, Best dan Coney, 1998 mengklarifikasikan istilah loyalitas merek secara konseptual yaitu mencakup
enam kondisi sebagai berikut: Loyalitas merek adalah 1 prasangka 2 respon perilaku 3 terlihat setiap waktu 4 oleh unit pembuatan keputusan, dalam hal ini
konsumen 5 tetapi tetap menghormati merek lain 6 yang merupakan fungsi dari proses psikologis.
Proses psikologis menjadi proses yang penting dalam pembentukan loyalitas merek karena pembelian ulang terhadap merek terjadi jika konsumen
tersebut mengadopsi merek tersebut di dalam dirinya. Dalam hal ini, rasa senang dan tidak senang serta kepuasan konsumen menjadi hal yang menentukan dalam
membentuk loyalitas konsumen. Selain itu proses belajar dan pengalaman juga berpengaruh terhadap pembentukan loyalitas tersebut Handoyo, 2004.
Mowen dalam Dharmmesta, 1996 menggunakan definisi loyalitas merek dalam arti kondisi dimana konsumen mempunyai sikap positif terhadap merek,
mempunyai komitmen pada merek tersebut, dan bermaksud meneruskan pembelian dimasa mendatang. Terjadinya loyalitas merek pada konsumen tersebut
disebabkan oleh adanya pengaruh kepuasan atau ketidakpuasan dengan merek tersebut yang terakumulasi secara terus menerus di samping adanya persepsi
tentang kualitas produk. Peter dan Olson 1996 mendefinisikan loyalitas merek sebagai minat
membeli berulang dan perilaku membeli berulang. Upaya untuk menumbuhkan serta mempertahankan perilaku loyal tersebut sangat dipengaruhi proses kognitif.
Dalam proses tersebut, beberapa pengatahuan mengenai produk harus dimiliki dan upaya untuk mendapatkan produk ini harus mengaktifkan ingatan, ada keinginan
untuk membeli serta ada kepuasan yang mempengaruhi perilaku membeli. Loyalitas identik dengan perilaku membeli berulang meskipun tidak
semua perilaku membeli berulang adalah loyalitas Peter dan Olson, 1996. Didalam perilaku membeli berulang harus terdapat terdapat komitmen. Engel dkk
1982 menyebutkan bahwa definisi kognitif dari Loyalitas merek berarti bahwa loyalitas harus mewakili komitmen. Kebiasaan pembelian berulang tanpa
komitmen yang kuat akan rentan terhadap perubahan. Dalam loyalitas konsumen, perilaku membeli berulang harus muncul
sebagai suatu kebiasaan yang disadari dengan pertimbangan-pertimbangan PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
pribadi, baik secara emosional maupun rasional sehingga sulit untuk berubah. Loyalitas ini harus berasasaskan minat yang kuat, sikap yang baik, fanatisme dan
adanya konsistensi Hadipranata, 1997. Sebaliknya, apabila pengambilan keputusan membeli bukan atas dasar pertimbangan pribadi seperti pertimbangan
rasional maupun emosional maka disebut loyalitas semu Engel dan kawan- kawan, 1994. Loyalitas semu ini mudah dipengaruhi untuk berpindah kemerek
lain terlebih jika merek tersebut menawarkan diskon atau hadiah. Dari berbagai definisi oleh berbagai ahli di atas, dapat disimpulkan bahwa
loyalitas merek harus dilihat dari dua hal yaitu perilaku dan sikap konsumen terhadap merek. Loyalitas merek merupakan perilaku pembelian berulang secara
konsisten, sikap positif dan komitmen terhadap merek yang direncanakan dengan pertimbangan rasional maupun emosional serta sulit berubah. Loyalitas ini harus
berasasaskan minat yang kuat, sikap yang baik, fanatisme dan adanya konsistensi.
2. Pengukuran Loyalitas Merek
Pengukuran loyalitas merek merupakan hal yang tidak mudah. Hal ini karena loyalitas merek menyangkut masalah psikologis Handoyo, 2004.
Pengukuran loyalitas merek untuk keperluan penelitian pada awalnya menggunakan definisi operasional yang disebut definisi tradisional Engel dan
Blackwell, 1982 meliputi:
a. Brand choice atau tahapan pilihan merek
Loyalitas merek diukur melalui beberapa tahapan merek produk yang dibeli oleh konsumen, kemudian diklasifikasikan ke dalam beberapa kategori
loyalitas merek. Misalnya : A,B,C,D,E,F adalah aneka merek produk yang dibeli oleh konsumen, maka konsumen yang membeli produk itu akan
ditempatkan pada empat kategori loyalitas merek yang sudah ditetapkan yaitu:
1 Undiveded loyalty atau loyalitas mutlak dengan pola A,A,A,A,A
Konsumen hanya membeli merek tunggal dan tidak jadi membeli jika merek tersebut tidak tersedia, merupakan tahap yang tidak putus-putus.
2 Devided loyalty atau loyalitas terpencar dengan pola A,B,A,B,A,B
Pembelian yang konsisten dari dua merek atau lebih.
3 Unstable loyalty atau loyalitas tidak menetap dengan pola A,A,A,B,B,B
Konsumen berpindah dari satu merek, tetapi masih dalam satu perusahaan.
4 No loyalty atau tidak ada loyalitas dengan pola A,B,C,D,E,F
Konsumen tidak mempunyai kejelasan pembelian berulang
b. Proportion of purchases atau proporsi pembelian.
Loyalitas merek diukur berdasarkan cara melihat proporsi pembelian total dari kelompok produk tertentu yang terkait dengan merek atau kombinasi aneka
merek.
c. Preference over time atau kesukaan terhadap merek-merek tertentu.
Loyalitas merek diukur berdasarkan seberapa besar kesukaan seseorang terhadap suatu merek, sehingga konsumen benar-benar mempunyai kesukaan
terhadap merek tertentu akan tetap membeli sekalipun harga barang dinaikan lebih tinggi dibandingkan harga merek lain.
d. Other measurement loyalty atau pengukuran lain
Misalnya menggunakan frekuensi pembelian dan pola pembelian ataupun menggunakan frekuensi dan pola pembelian ataupun kombinasi pengukuran
diatas. Pengukuran
menggunakan definisi-definisi operasional di atas ternyata
menimbulkan pertentangan diantara peneliti karena memiliki kelemahan seperti sulit membedakan antara loyalitas asli dengan loyalitas semu. Day dalam Engel
dan Blackwell, 1982 mengatakan alat ukur Brand Choice loyalty atau tahap pemilihan merek terbukti sulit membedakan apakah konsumen menggunakan
suatu produk karena keinginan membeli, ataukah karena dipengaruhi pasar yang memang hanya menyediakan produk tersebut. Alat ukur Proportion Purchases
atau proporsi pembelian juga terbukti menyulitkan peneliti mengadakan pengukuran tingkat loyalitas karena ketidakjelasan dalam menentukan batas
proporsi loyalitas merek Engel dan Blackwell, 1982. Persoalan dasar diantara peneliti adalah apakah untuk mengukur loyalitas
merek dilakukan dari sudut perilaku konsumen ataukah dari sudut sikap konsumen Schifman dan Kanuk, 2004. Para pakar behavioristik menekankan
bahwa pengukuran loyalitas merek adalah dengan mengukur perilaku yang tampak melalui pembelian aktual. Sebaliknya para pakar kognitif lebih
menekankan pada teori kognitif dan pentingnya fungsi dari proses psikologis sehingga mengabaikan permintaan pembelian aktual.
Dalam pendekatan behavioral pengukuran loyalitas merek adalah melalui perilaku pembelian aktual yang konsisten. Brown mendefinisikan perilaku loyal
sebagai lima kali pembelian berturut-turut pada merek yang sama. Sedangkan menurut Tucker, konsumen dianggap loyal jika konsumen tersebut melakukan
tiga kali pembelian secara berturut-turut pada merek yang sama Assael, 1992 Bagi para pakar teori kognitif, berbagai definisi perilaku seperti
keseringan membeli atau bagian dari pembelian total kurang tepat, karena tidak membedakan antara pembeli yang “benar-benar” loyal terhadap merek yang
dengan sengaja untuk loyal, dan pembeli yang tidak sungguh-sungguh loyal terhadap merek yaitu mengulang pembelian suatu merek karena itulah satu-
satunya merek yang tersedia di toko. Para pakar teori tersebut mengatakan bahwa loyalitas terhadap merek harus diukur berdasarkan sikap terhadap merek, dan
bukan berdasarkan konsistensi pembelian Schifman dan Kanuk, 2004. Jacoby dalam Engel dan Blackwell, 1982 menggabungkan pendekatan
behavioral dan kognitif dalam melihat perilaku loyalitas merek mengatakan bahwa pada dasarnya loyalitas terdiri dari dua hal penting yaitu perilaku loyal dan
sikap loyal. Loyalitas tidak hanya befokus pada perilaku saja, tetapi juga pada proses kognitif yang mengikutinya.
Sejalalan dengan pandangan tersebut, Schifman dan Kanuk dalam Handoyo, 2004 mengatakan bahwa pengukuran loyalitas merek harus mencakup
perilaku dan sikap konsumen. Loyalitas merek dapat diukur melalui berbagai cara antara lain:
a. Konsumen dianggap loyal jika konsumen tersebut melakukan tiga kali pembelian secara berturut-turut pada merek yang sama.
b. Loyalitas merek diukur dengan proporsi dari total pembelian produk dimana suatu keluarga setia pada merek yang paling sering dibeli.
c. Loyalitas diukur berdasarkan sikap positif terhadap merek. d. Loyalitas diukur dari tingkat keterlibatan konsumen.
Salah satu studi mengukur loyalitas terhadap merek dengan tiga cara yang berbeda yaitu: pangsa pasar merek, jumlah pembelian merek tersebut selama
enam bulan, dan jumlah rata-rata merek yang dibeli per pembeli. Berbagai temuan mengemukakan bahwa para konsumen membeli berbagai macam merek campuran
dalam suatu rentang merek yang dapat mereka terima yaitu rangkaian merek merek yang menggairahkan mereka. Hasilnya menunjukan produk-produk yang
mempunyai pesaing sedikit, maupun produk-produk yang sering sekali dibeli, berkemungkinan memperoleh loyalitas merek yang lebih besar. Jadi sikap yang
menyenangi suatu merek, barang dan jasa atau toko dibandingkan dengan berbagai alternatif yang potensial, yang disertai oleh perilaku berlangganan yang
berulang dipandang sebagai aspek-aspek loyalitas yang harus ada. Schifman dan Kanuk, 2004.
Dalam penelitian ini, pengukuran loyalitas akan menggunakan pendekatan behavioristik dan kognitif, yaitu diukur melalui perilaku dan sikap konsumen
terhadap merek. Subjek penelitian yang akan digunakan adalah konsumen yang loyal terhadap produk pasta gigi Pepsodent yaitu telah mengunakan produk pasta
gigi tersebut minimal 5 kali secara berturut-turut. Hal ini didasarkan pada pandangan Brown dalam Assael, 1992 yang mengatakan bahwa konsumen
akan dianggap loyal jika melakukan lima kali pembelian secara berturut-turut PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
pada merek yang sama. Peneliti juga menganggap bahwa produk pasta gigi Pepsodent sangat mudah dibeli dan harganya sangat terjangkau sehingga
memungkinkan untuk lebih sering digunakan bahkan lebih dari tiga kali pemakaian berturut-turut.
Dari berbagai definisi dan pengukuran loyalitas merek diatas, peneliti menarik kesimpulan mengenai aspek-aspek yang mencakup pengukuran sikap
dan perilaku loyal pada konsumen. Adapun aspek-aspek dalam penelitian ini antara lain meliputi:
1. Pembelian berulang
Merupakan kebiasaan untuk berlangganan berulang terhadap merek.
2. Komitmen terhadap merek
Merupakan kecenderungan bagi konsumen untuk tidak bepindah merek yang lain.
3. Minat
Merupakan sikap positif untuk memberikan perhatian, dan menyenangi produk suatu merek.
3. Faktor –Faktor Yang Mempengaruhi Loyalitas Merek
Menurut Sheet, Mital dan Newman 1999 Loyalitas merek dapat di pengaruhi oleh tiga faktor penting yaitu meliputi:
a. Kinerja merek yang sesuai dan hasil yang dirasakan konsumen
Konsumen yang memiliki pengalaman yang positif terhadap kinerja suatu produk, cenderung akan melakukan pembelian ulang pada produk yang sama.
Faktor penting yang menentukan kinerja merek tersebut adalah kualitas produknya. Jika pemasar memperhatikan kualitas dan diperkuat dengan
periklanan yang intensif, loyalitas konsumen pada merek yang ditawarkan akan lebih mudah diperoleh Handoyo, 2004.
b. Identifikasi sosial dan emosional pada merek tersebut
Merek-merek akan merefleksikan konsep diri seseorang secara sosial sehingga dapat memperoleh gambaran sosial tertentu. Misalnya membeli mobil atau
pakaiaan yang bermerek terkenal dapat merefleksikan kepribadian bahkan status seseorang. Jenis orang yang ingin tampil dan menjadi perhatian dapat
jadi konsumen yang loyal terhadap suatu merek. Selain itu, ada hubungan antara emosi dengan merek. Konsumen yang terus
menerus menikmati produk secara psikologis akan mengidentifikasi merek sebagai bagian dari diri mereka. Hal ini cenderung membuat konsumen tidak
mau berpindah kemerek lain jika merek tersebut tidak ada.
c. Sejarah dan kebiasaan
Loyalitas dapat terbangun dari kebiasaan dan sejarah yang panjang terhadap penggunaan suatu produk. Konsumen belajar beberapa preferensi sederhana
dari penggunan yang berulang. Hal ini dapat terjadi karena tiga alasan:
a. Konsumen merasa kenal dekat dengan merek tersebut sehingga merasa nyaman dan menghindari sesuatu yang tidak ia kenal. Misalnya menyukai
rumah makan yang sama, dokter yang sama, salon yang sama dan lain-lain karena merasa nyaman dan telah kenal secara dekat.
b. Konsumen dapat mengembangkan nilai rasa terhadap merek lewat proses pengkondisian. Misalnya seseorang yang pada awalnya tidak menyukai
suatu merek seperti parfum, anggur, makanan bahkan jenis musik tertentu tetapi tetap mengkonsumsinya secara terus menerus akan belajar untuk
menyukainya bahkan bisa saja menjadi kecanduan. c. Pengaruh inter-generasi dari keluarga, yaitu konsumen memperhatikan
sejarah panjang produk yang dipakai dalam keluargnya.
Selain ketiga faktor tersebut, Sheet, Mital dan Newman 1999 juga menyatakan bahwa Loyalitas merek dapat di pengaruhi oleh dua faktor penting,
meliputi:
1. Faktor dari pasar
a. Kesamaankeseimbangan Merek Menunjukan apakah semakin sama kategori produknya dengan fakta-fakta
tentang merek ketika dicocokan oleh konsumen. Apabila persepsi konsumen kurang baik tentang kesamaan merek tersebut, konsumen mungkin akan
mengevaluasi dalam lingkup kinerja atau kegunaan produk tersebut atau mengaitkannya dengan identitas sosial dan emosional.
b. Aktivitas Promosi yang Kompetitif. Aktivitas promosi yang kompetitif di pasar dapat mempengaruhi perilaku
loyal seseorang. Misalnya dengan adanya informasi-informasi mengenai merek yang dipromosikan secara berkualitas maupun strategi pemberian harga
khusus merek-merek pesaing bisa saja memotivasi konsumen untuk beralih merek.
Penelitian ini akan melihat bagaiman promosi yang diadakan oleh pasar mempengaruhi persepsi konsumen. Hal ini didasarkan pada pandangan bahwa
proses promosi misalnya periklanan, akan bermanfaat dalam menginformasikan produk dan menciptakan struktur mental yang positif
tentang perusahaan dan produk yang bersangkutan disamping juga menarik calon konsumen yang loyal dalam jangka waktu tertentu Kasali, 1995
2. Faktor dari konsumen
a. Mencari keragaman Beberapa konsumen mungkin suka mencari variasi dalam pengalaman
mereka. Kelompok konsumen yang menyukai keragaman ini mungkin mulai bosan dengan produk yang sama atau pengalaman hidup yang sama.
kelompok ini dapat beralih dari satu mereka ke merek lain, bukan karena mereka tidak puas dengan kinerja dan nilai-nilai lainnya, tetapi dilakukan
demi perubahan dan variasi. Semakin sering konsumen mencari variasi, maka semakin kurang kesetiaan konsumen terhadap merek.
b. Persepsi atau Keterlibatan Keterlibatan didefinisikan sebagai persepsi seseorang yang berhubungan
dengan objek, didasarkan pada sesuatu yang melekat pada diri seseorang seperti kebutuhan, nilai dan ketertarikan Konsumen yang melihat bahwa
produk memiliki konsekuensi relevan secara pribadi dikatakan terlibat dengan produk dan memiliki hubungan dengan produk tersebut.
Dengan kata lain, konsumen dapat terlibat dan mementingkan suatu merek dari pada merek yang lain sehingga mengembangkan merek favorit didalam
dirinya. Sebaliknya konsumen bisa juga menganggap suatu merek kurang penting atau keterlibatan rendah, sehingga loyalitas merek menjadi rendah.
Krugmen, dalam Utama dan Purwanto, 2006 menambahkan bahwa selain dengan produk, seseorang bisa terlibat dengan iklan. Keterlibatan melalui
iklan dapat muncul karena informasi iklan dapat memunculkan proses perbandingan merek dan persepsi terhadap resiko. Informasi periklanan juga
dapat memunculkan keterlibatan personal yaitu mengacu pada ketertarikan seseorang yang dimotivasi oleh adanya nilai dan kebutuhan Marshal dalam
Utama dan Purwanto 2006. Pada penelitian ini, juga akan melihat bagaimana proses persepsi konsumen dapat terpengaruh oleh pesan-pesan iklan sehingga
memunculkan perilku loyal. c. Sensitivitas Harga
Para konsumen memiliki perbedaan sensitivitas harga dalam diri mereka. Beberapa konsumen mungkin saja selalu mengecek harga bahkan meributkan
perbedaan harga yang sedikit. Sejumlah penelitian tentang pemasaran telah menemukan sensitivitas harga konsumen terkait secara negatif dengan
loyalitas merek dan secara positif dengan penggunaan kupon. Tentu saja, tidak semua konsumen sensitif terhadap harga. Dengan demikian, konsumen akan
berbeda-beda dalam perilaku loyalitas merek dan respon mereka terhadap aktivitas-aktivitas promosi pesaing.
B. Iklan Produk Pasta Gigi Pepsodent di Televisi 1. Pengertian Iklan
Periklanan dapat dipandang sebagai suatu bentuk komunikasi dan promosi. Bentuk komunikasi karena dalam proses periklanan terdapat arus
informasi yaitu pesan iklan dari suatu sumber perusahaan yang disajikan kedalam suatu berita dan juga tedapat tujun pesan tersebut yaitu pasar dan target
audiens. Sedangkan bentuk promosi, karena didalam iklan yang disajikan terdapat upaya-upaya mempengaruhi pasar supaya membeli produk yang ditawarkan oleh
perusahaan sponsor Kotler dalam Purnama, 2003. Secara sederhana iklan didefinisikan sebagai pesan yang menawarkan
suatu produk yang ditujukan kepada masyarakat lewat suatu media dan lebih diarahkan untuk membujuk orang supaya membeli Kasali dalam Purnama, 2003.
Iklan diharapkan dapat mengenalkan, membujuk dan mengingatkan pembeli mengenai keberadaan suatu produk atau jasa yang pada akhirnya dimaksudkan
untuk meningkatkan penjualan Schultz dalam Purnama, 2003. Pengertian iklan menurut AMA The American Marketing Association,
iklan merupakan setiap bentuk pembayaran terhadap sesuatu proses penyampaiaan dan memperkenalkan ide-ide, gagasan, dan layanan yang bersifat
non personal atas tanggungan sponsor tertentu Widyatama, 2005. Widyatama 2005 merangkum berbagai macam kesamaan perspektif
definisi iklan dari berbagi ahli kedalam enam bentuk prinsip dasar pengertian iklan. Enam prinsip dasar pengertian iklan tersebut yaitu sebagai berikut:
1. Adanya pesan tertentu Iklan merupakan informasi. Sebuah iklan tidak akan ada tanpa adanya
informasi berupa pesan. Pesan yang disampaikan oleh sebuah iklan dapat berupa pesan verbal, non verbal bahkan perpaduan antara pesan verbal dan
non verbal. 2. Dilakukan oleh komunikator sponsor
Pesan iklan dibuat dan disampaikan oleh komunikator atau sponsor yang jelas. Komunikator dalam iklan dapat datang dari perseorang, kelompok
masyarakat, lembaga, atau organisasi, bahkan negara. 3. Dilakukan secara non personal
Non personal artinya tidak dalam bentuk tatap muka. Penyampaian pesan dapat disebut iklan jika dilakukan oleh media yang kemudian dikenal dengan
media periklanan. 4. Disampaikan untuk khalayak tertentu
Pesan yang disampaikan tidak dimaksudkan untuk diberikan kepada semua orang, melainkan kelompok target audiece tertentu. Sasaran khalayak yang
dipilih tersebut didasarkan pada keyakinan bahwa setiap kelompok khusus audience memiliki kebutuhan, kesukaan dan karakteristik yang berbeda
sehingga pesan yang diberikan harus dirancang khusus yang sesuai dengan target khlayak tersebut.
5. Dalam penyampaiaan pesan tersebut dilakukan dengan cara membayar. Alat tukar yang digunakan dalam konteks membayar dalam kegiatan
periklanan harus diartikan secara luas, tidak hanya menggunakan uang semata PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
tetapi dapat juga dengan barter ruang, waktu dan tempat. Misalnya membayar dengan memberikan kesempatan bagi pengelola media iklan untuk
memperkenalkan medianya dengan memasang nama lewat acara yang diadakan pengguna jasa media tersebut.
6. Penyampaiaan pesan tersebut, mengharapkan dampak tetentu Semua iklan yang dibuat oleh produsen iklan dapat dipastikan memiliki tujuan
tertentu yaitu untuk menggerakan khalayak mengikuti pesan iklan tersebut. Berdasarkan
berbagai definisi
diatas dapat disimpulkan bahwa iklan merupakan segala bentuk pesan secara non personal mengenai promosi barang
dan jasa oleh sponsor, yang ditunjukan untuk mendapat bayaran dan memiliki tujuan untuk menggerakan khalayak mengikuti pesan tersebut.
2. Media Periklanan
Dalam pembuatan
dan penyebaran
iklan, juga terdapat salah satu bagian terpenting yaitu menentukan saluran atau media yang tepat sehingga pesan iklan
dapat sampai kepada konsumen Radiosunu, 1986. Menurut Kotler 1999, media adalah saluran komunikasi melalui mana pesan beralih dari pengirim kepenerima.
Dengan kata lain, media periklanan adalah saluran komunikasi yang digunakan untuk menyampaikan iklan dari pengiklan kepada konsumen.
3. Televisi sebagai Media Iklan
Salah satu media periklanan yang dianggap mampu menampilkan pesan yang ingin disampaikan pemasar ke konsumen secara lebih efektif adalah media
televisi Handoyo, 2004. Pada awalnya, periklanan hanya dapat dilakukan di media radio, koran atau majalah, pamflet-pamflet maupun selebaran yang
diedarkan kepada konsumen. Namun sejak munculnya stasiun televisi swasta, para pemasar mulai mengalihkan medium periklanan mereka ke talevisi, karena
televisi dianggap mampu menampilkan pesan yang ingin disampaikan pemasar kekonsumen secara lebih efektif .
Media televisi yang dimaksud disini adalah periklanan melalui siaran di televisi. Dalam hal ini, siaran televisi tersebut merupakan media dari jaringan
komunikasi yang didalamnya terdapat komunikasi massa, berlangsung satu arah, komunikator melembaga, pesannya bersifat umum, sasarannya menimbulkan
keserempakan dan komunikannya heterogen dan anonim. Satu hal yang paling menarik dari televisi adalah bahwa informasi atau berita-berita yang disampaikan
lebih singkat, jelas dan sistematis, sehingga pemirsa tidak perlu lagi mempelajari isi pesan dalam menangkap siaran televisi Jafkins, 1997.
4. Kekuatan dan Kelemahan Televisi Sebagai Media Iklan
Di Indonesia media iklan yang utama masih mengunakan media elektrtronika yaitu televisi yang memberikan dampak yang lebih besar daripada
media cetak. Faktor terpenting kenapa televisi menjadi begitu menarik bagi iklan adalah karakteristik yang dimiliki oleh media ini. Menurut Jafkins 1997 terdapat
beberapa kekuatan dan kelemahan media televisi diantaranya: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
1. Kekuatan media televisi • Kesan realistis, karena sifatnya visual, dan merupakan kombinasi berbagai
warna, suara, gerakan, sehingga iklan-iklan televisi nampak begitu hidup dan nyata.
• Masyarakat lebih tanggap, karena iklan di televisi disiarkan di rumah dalam suasana serba santai atau rekreatif, maka masyarakat lebih siap untuk
memberikan perhatian. • Repetisipengulangan iklan di televisi bisa ditayangkan beberapa kali dalam
sehari sehingga dipandang cukup bermanfaat dan memungkinkan sejumlah masyarakat untuk menyaksikannya dalam frekuensi yang cukup hingga
pengaruh iklan itu menjadi efektif. • Adanya pemilahan area siaran zoning dan jaringan kerja networking yang
mengefektifkan penjangkauan masyarakat. Dalam memuat iklan, pengiklan dapat menggunakan satu atau banyak kombinasi pada berbagai stasiun televisi
secara sekaligus. Dalam hal ini, pengiklan bahkan bisa membuat jaringan kerja dengan semua stasiun televisi sehingga iklannya akan ditayangkan oleh
semua stasiun televisi secara serentak. • Terkait dengan media lain, tayangan iklan televisi mungkin saja terlupakan
dengan cepat. Untuk mengatasi hal ini, dapat memadukan iklan televisi dengan wahana iklan lain, seperti pemberitahuan yang disampaikan pada iklan
televisi “untuk keterangan lebih lanjut baca di media cetak” PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
2. Kelemahan media televisi • Televisi cenderung menjangkau pemirsa secara massal, sehingga pemilahan
untuk kepentingan pembidikan pangsa pasar tertentu sulit dilakukan. • Jika yang diperlukan calon pembeli adalah data–data yang lengkap mengenai
suatu produk atau perusahaan pembuatnya, maka televisi tidak akan bisa menandingi media pers.
• Biaya untuk mengiklankan di televisi terbilang mahal. • Kesalahan penyampaian pesan yang akan diberikan kepada konsumen,
sehingga terjadi ketidaktahuan konsumen atas informasi yang diberikan oleh pengiklan.
• Adanya kecenderungan pemirsa televisi yang mengganti salurannya pada saat iklan ditampilkan dan kebosanan akibat terlalu tinggi frekuensi pemunculan
iklan di televisi.
5. Elemen-Elemen Iklan
Agar suatu iklan memiliki daya tarik dan menjadi iklan yang baik, iklan perlu dirancang secara menyeluruh mengunakan elemen-elemen yang dikenal
dalam sebuah rumus AIDCA Kasali, 1995 dan Jafkins, 1997. Elemen-elemen itu antara lain meliputi:
1. Attention perhatian Iklan harus menarik perhatian khalayak sasarannya, baik pembaca, pendengar,
ataupun pemirsa. Perhatian mungkin dapat diraih dengan memanfaatkan moment dalam publiksi, atau dengan menampilkan keunikan atau bentuk iklan
itu sendiri. Beberapa penulis naskah iklan mempergunakan trik-trik khusus untuk menimbulkan perhatian calon pembeli seperti:
a. Menggunkan headline yang mengarahkan b. Menggunakan slogan yang mudah diingat
c. Menonjolkan atau menebalkan huruf-huruf tentang harga apabila harga merupakan unsur penting dalam mempengaruhi orang untuk membeli.
d. Menonjolkan selling point suatu produk, e. Menggunakan sub-sub judul untuk membagi naskah dalam beberapa
paragraf pendek. f. Menggunakan huruf tebal bold untuk memenunjukan kata-kata yang
menjual. 2. Interest minat
Setelah perhatian calon pembeli berhasil direbut, persoalan yang dihadapi adalah bagaimana agar konsumen berminat dan ingin tahu lebih lanjut. Untuk
itu mereka dirangsang agar membaca dan mengikuti pesan-pesan yang disampaikan. Dengan demikian penggunaan kata-kata atau kalimat pembuka
sebaiknya dapat merangsang orang. Rasa tertarik mungkin dapat muncul dengan adegan-adegan dalam iklan yang menarik, dan hal ini pada
gilirangnnya akan semakin diperkuat oleh penampilan iklan yang orisinil. 3. Desire kebutuhankeinginan
Iklan harus berhasil menggerakan keinginan orang untuk memiliki atau menkmati produk. Kebutuhan atau keinginan mereka untuk memiliki,
memakai, atau melakukan sesuatu harus dibangkitkan. Hal ini dapat terkait PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
dengan keuntungan apakah yang ditawarkan oleh produk melalui iklan tersebut.
4. Conviction Rasa percaya Iklan perlu memunculkan keyakinan bahwa produk tersebut memang layak
untuk dibeli dan akan memberikan kepuasan bagi konsumen yang menggunakannya. Untuk menimbulkan rasa percaya pada calon pembeli,
sebuah iklan dapat ditunjang dengan berbagai kegiatan peragaan seperti pembuktian, membagi-bagikan percontohan gratis, dan menyondongkan
pandangan-pandangan positif dari tokoh-tokoh masyarakat terkemuka serta hasil pengujian oleh pihak ketiga, misalnya, hasil pengujian dari Depatemen
Perindustrian, Lembaga Swadaya Masyarakat dan laboratorium swasta terkemuka atau perguruan tinggi.
5. Action tindakan Upaya terakhir untuk membujuk calon pembeli adalah agar sesegera mungkin
melakukan tindakan pembelian. Memilih kata yang tepat agar calon pembeli melakukan respon yang sesuai dengan yang diharapkan adalah pekerjaan yang
sangat sulit, serta harus diperkirakan dampak psikologis dari kata-kata perintah tersebut, seberapa jauh kata-kata tersebut berkenan dan tidak
menyinggung perasaan calon pembeli atau menimbulkan anti pati.
6. Produk Pasta Gigi Pepsodent
Swasta dan Handoko dalam Mangkunegara, 1998 mendefinisikan produk sebagai segala sesuatu yang dapat ditawarkan produsen untuk diperhatikan,
diminta, dicari, dibeli, digunakan, atau dikonsumsi pasar sebagai pemenuhan kebutuhan atau keinginan pasar yang bersangkutan. Hal ini sesuai dengan definisi
produk menurut Kotler dan Amstrong 1999 yaitu sebagai segala sesuatu yang ditawarkan dan dipasarkan pemasar untuk diperhatikan, dikonsumsi, atau dimiliki
sehingga dapat memuaskan kebutuhan dan keinginan konsumen. Produk yang ditawarkan tersebut meliputi barang fisik, jasa kegiatan, orang, tempat, organisasi,
ide-ide, atau gabungan dari beberapa keinginan atau kebutuhan. Konsumen mengkonsumsi alternatif produk sesuai dengan jenis kebutuhan
dan keinginan masing-masing. Dengan kata lain, konsumen membeli produk guna memuaskan kebutuhannya Bearden dkk, 2001. Menurut Hawkins dkk 1998,
produk juga di definisikan sebagai segala seuatu yang diperoleh oleh konsumen dalam upaya memenuhi kebutuhannya.
Salah satu produk yang sangat dibutuhkan oleh konsumen adalah produk pasta gigi. Pasta gigi menjadi salah satu produk kesehatan yang sangat penting
karena berfungsi untuk menjaga dan memelihara kebersihan gigi dan mulut. Kebisaan menggosok gigi dengan pasta gigi bahkan harus menjadi kegiatan rutin
yang harus dilakukan setiap hari. Dipasaran saat ini tersedia berbagai macam produk pasta gigi yang
menawarkan keunggulan dan kualitas produk yang baik. Salah satunya adalah produk pasta gigi merek Pepsodent. Pepsodent merupakan salah satu produsen
produk pasta gigi terkenal di Indonesia dan merupakan produk kesehatan yang diproduksi oleh PT. Unilever Indonesia, Tbk Surabaya.
Sejak awal keberadaannya, produsen Pepsodent selalu memberikan lebih dari sekedar kemanjuran dasar. Pepsodent terus menjaga produk-produknya agar
tetap relevan dengan trend yang berkembang di masyarakat. Pepsodent juga terus melengkapi jajaran produknya mulai dari pembersihan dasar hingga pasta gigi
dengan manfaat lengkap. Selama ini Pepsodent telah mengeluarkan produk pasta gigi, kemudian diikuti berbagai macam produk kesehatan gigi dan mulut lainnya
seperti yang sikat gigi, dan mouthwash. Berdasarkan berbagai uraian para tokoh diatas dapat disimpulkan bahwa
produk merupakan segala sesuatu yang ditawarkan oleh pihak pemasar untuk dikonsumsi oleh konsumen guna memuaskan kebutuhan dan keinginannya.
Dalam penelitian ini, peneliti akan meneliti perilaku penggunaan salah satu produk yang ditawarkan oleh produsen Pepsodent yaitu produk pasta gigi.
.
C. Konsumen 1. Pengertian Konsumen
Menurut Swasta dalam Mangkunegara, 1998, konsumen merupakan seluruh individu yang membeli atau membutuhkan barang dan jasa untuk
keperluan pribadi individu tersebut. Hal ini sejalan dengan pandangan Kotler dalam Mowen dan Minor, 1995 yang mendefinisikan konsumen sebagai semua
orang dan rumah tangga yang membeli atau menerima barang dan jasa bagi konsumsi pribadi.
Menurut Schifmant dan Kanuk 2004, istilah konsumen sering di gunakan untuk menggambarkan dua macam konsumsi yang berbeda yaitu:
a. Konsumen Perorangan Konsumen perorangan adalah individu yang membeli barang dan jasa untuk
keperluan sendiri. Dalam konteks ini, berbagai produk dibeli untuk untuk pemakaiaan akhir oleh perorangan.
b. Konsumen organisasi Konsumen organisasi yaitu semua yang membeli produk, peralatan dan jasa
untuk menjalankan organisasinya baik mencari keuntungan maupun tidak. Konsumen organisasi meliputi perusahaan yang mencari laba maupun nirlaba,
badan pemerintah lokal, negara bagian maupun nasional, lembaga misalnya sekolah, rumah sakit, dan penjara yang semuanya menggunakan produk
barang dan jasa untuk keperluan organisasi mereka. Berdasarkan berbagai uraian diatas maka dapat disimpulkan bahwa
konsumen merupakan semua orang, baik perorangan maupun organisasi yang membeli dan menggunakan produk barang maupun jasa untuk kepentingaan
sendiri maupun kelompok.
2. Perilaku Konsumen
Perilaku konsumen merupakan perilaku yang ditujukan dalam mencari, membeli, menilai dan menentukan produk barang, jasa, dan gagasan Schifman
dan kanuk, 2004. Engel dkk 1994 menambahkan, perilaku konsumen sebagai tindakan yang langsung terlibat dalam mendapatkan konsumsi, dan menghabiskan
produk barang dan jasa, termasuk proses keputusan yang mendahului atau menyusuli tindakan ini.
Dari berbagai uraiaan diatas, perilaku konsumen dapat diartikan sebagai tindakan atau perilaku yang dilakukan untuk secara langsung terlibat dalam
penggunaan barang dan jasa. Pada penelitian ini akan memfokuskan pada perilaku konsumen perorangan yaitu perilaku individu yang membeli produk pasta gigi
Pepsodent untuk kepentingan pribadi dan telah melakukan minimal lima kali pembelian secara berturut-turut pada merek produk yang sama. Dengan kata lain,
konsumen sudah terlebih dahulu menggunakan produk pasta gigi Pepsodent dan masih terus menerus menggunakan produk tersebut secara konsisten minimal lima
kali pembelian pada merek yang sama.
D. Hubungan Iklan Produk Pasta Gigi Pepsodent di Televisi dengan Loyalitas Merek Produk Pasta Gigi Pepsodent pada Konsumen
Salah satu faktor yang sangat penting dalam membangun loyalitas konsumen adalah faktor promosi melalui teknik periklanan. Periklanan menjadi
sangat penting karena merupakan salah satu teknik promosi yang langsung dapat menyentuh persepsi publik dan mengkampanyekan pesan komersial kepada
masyarakat, serta merupakan salah satu instrumen kegiatan promosi yang mempunyai kemampuan untuk mempengaruhi respon konsumen Kasali, 1995
Ketika konsumen menjatuhkan pilihannya pada satu merek untuk menjadikannya bagian dari konsumsi, ada serangkaiaan proses pemenuhan
informasi yang terjadi secara terus menerus tetap berlangsung dipikiran konsumen. Proses ini dimulai dari kondisi ketidaksadaran unawere yaitu saat
konsumen sama sekali tidak mengetahui merek tersebut. Lalu berlanjut kekondisi PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
sadar aware yaitu bila ada informasi yang menarik baginya, berlanjut ke minat pada taraf tertentu ditindaklanjuti dengan proses pencarian dan upaya. Bila
informasi yang diterima dari proses mencoba ini sesuai dengan yang dibutuhkannya akan terjadi pengulangan pembelian, dan akhirnya konsumen
mengadopsi Handoyo, 2004. Berdasarkan proses tersebut, periklanan menjadi sangat penting karena
bertujuan memberikan informasi kepada konsumen akan keberadaan produk dan jasa. Lewat proses promosi, konsumen yang awalnya mungkin tidak tahu akan
keberadaan suatu produk menjadi tahu dan terdorong untuk mencoba Kotler, 1994. Konsumen yang telah mencoba produk kemudian mendapat kepuasan atas
kualitas produk yang dibelinya akan cenderung melakukan pembelian berulang. Adanya kualitas produk yang memuaskan dan diperkuat dengan periklanan yang
intensif dapat menyebabkan loyalitas konsumen terhadap merek yang ditawarkan pun akan lebih mudah diperoleh Handoyo, 2004.
Dengan sebuah iklan, konsumen dapat mempunya kesanimage terkait dengan informasi manfaat dan nilai suatu produk yang diwakili oleh merek.
Periklanan juga akan bermanfaat dalam menciptakan struktur mental yang positif tentang perusahaan yang bersangkutan. Hal ini dapat mengembangkan sikap
positif para calon konsumen, menarik calon konsumen yang loyal dalam jangka waktu tertentu Kasali, 1995, serta menguatkan preferensi terhadap merek pada
konsumen yang loyal terhadap merek tersebut Handoyo, 2004. Agar suatu iklan dapat direspon secara positif, iklan perlu dirancang secara
menyeluruh. Untuk itu, perusahaan perlu memperhatikan elemen-elemen yang PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
meliputi AIDCA antara lain: perhatian Attention, minat Interest, rasa percaya Conviction, dan tindakan Action. Dengan kata lain, iklan harus dapat menarik
perhatian sasarannya agar menimbulkan minat dan rasa ingin tahu lebih lanjut tentang produk yang ditawarkan, sehingga akan menggerakan keinginan untuk
memiliki atau menikmati produk tersebut. Iklan juga harus dapat meyakinkan bahwa produk yang diiklankan merupakan produk yang bermutu dan bermanfaat
agar konsumen tidak goyah lagi dan akan tetap percaya sehingga akan sesegera mungkin melakukan tindakan pembelian Handoyo, 2004.
Citra-citra visual dari televisi terbukti mampu menciptakan dampak emosi yang kuat. Jika iklan pasta gigi Pepsodent di televisi tersebut ditanggapi secara
positif karena mampu menarik perhatian, memunculkan minat, rasa percaya bahkan memunculkan emosi untuk segera melakukan pembelian, diharapkan
produk dan iklan tersebut akan melekat dihati konsumen dan makin diingat. Bila iklannya makin diingat semestinya merek yang dikampanyekan pun lebih melekat
dibenak konsumen. Sikap positif pada iklan inilah yang akan menarik calon konsumen yang loyal Kasali, 1995 serta menguatkan preferensi terhadap merek
pada konsumen yang loyal terhadap merek tersebut Handoyo, 2004. Dengan kata lain iklan produk pasta gigi Pepsodent dapat saja berpengaruh pada loyalitas
merek konsumen. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Skema Hubungan Iklan Produk Pasta Gigi Pepsodent di Televisi dengan Loyalitas Merek Produk Pasta Gigi Pepsodent pada Konsumen
Iklan
• Attention perhatian
• Interest minat
• Desire
kebutuhankeinginan • Conviction
rasa percaya • Action
tindakan
Loyalitas merek
• Pembelian berulang secara konsisten
• Komitmen terhdap merek
• Minat
Konsumen yang loyal
Positif terhadap iklan
Negatif terhadap iklan
Loyalitas merek tinggi
Loyalitas merek rendah
E. Hipotesis
Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa ada kaitan erat antara iklan produk pasta gigi Pepsodent di televisi dengan loyalitas merek produk tersebut
pada konsumen. Maka diajukan hipotesis dalam penelitian ini yaitu ada hubungan positif antara iklan produk pasta gigi pepsodent di televisi dengan
loyalitas merek produk pasta gigi Pepsodent pada konsumen. Semakin positif
iklan produk pasta gigi pepsodent di televisi ditanggapi oleh konsumen yang telah loyal maka semakin tinggi loyalitas pada merek tersebut, sebaliknya semakin
negatif iklan produk pasta gigi pepsodent ditanggapi oleh konsumen yang loyal, maka loyalitas konsumen terhadap merek tersebut juga semakin rendah.
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
A. Jenis Penelitian
Penelitian ini merupakan jenis penelitan kuantitatif dengan menggunakan teknik kolerasional correlational resarch yaitu tipe penelitian dengan
karakteristik berupa hubungan korelasional anatara dua variabel atau lebih. Tujuan penelitian ini adalah menyelidiki ada tidaknya hubungan antara satu
variabel dengan variabel yang lain. Pada penelitian ini akan dicari apakah ada hubungan positif antara iklan produk pasta gigi Pepsodent dengan loyalitas merek
produk pasta gigi Pepsodent pada konsumen.
B. Identifikasi Variabel Penelitian