Hubungan iklan produk pasta gigi pepsodent di televisi dengan loyalitas merek produk pasta gigi pepsodent pada konsumen.

(1)

ABSTRAK

Ronald P.Sihombing (2008). Hubungan Iklan Produk Pasta Gigi Pepsodent di Televisi dengan Loyalitas Merek Produk Pasta gigi Pepsodent pada Konsumen: Fakultas Psikologi. Universitas Sanata Dharma.

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan iklan produk pasta gigi Pepsodent di televisi dengan loyalitas merek produk pasta gigi Pepsodent pada konsumen. Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah bahwa ada hubungan yang positif antara iklan produk pasta gigi Pepsodent di televisi dengan loyalitas merek produk pasta gigi Pepsodent pada konsumen.

Loyalitas merek produk pasta gigi Pepsodent berfungsi sebagai variabel tergantung dan iklan produk pasta gigi Pepsodent di televisi sebagai variabel bebas. Subjek dalam penelitian ini berjumlah 50 orang terdiri dari pria dan wanita berusia antara 20 sampai 26 tahun. Subjek diperoleh dengan menggunakan teknik purposive random sampling. Pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan skala loyalitas merek produk pasta gigi Pepsodent dan skala iklan produk pasta gigi Pepsodent di Televisi. Teknik analisis data yang digunakan untuk menguji hipotesis dalam penelitian ini adalah teknik korelasi Product Moment dari Pearson.

Hasil uji asumsi menyatakan bahwa sebaran data yang ada normal dan mempunyai korelasi linear. Hasil analisis data menunjukkan bahwa ada hubungan positif signifikan antara iklan produk pasta gigi Pepsodent di televisi dengan loyalitas merek produk pasta gigi Pepsodent pada konsumen. Hal itu ditunjukkan dari nilai korelasi sebesar 0.620 dan probabilitas sebesar 0.000 (p < 0,05).


(2)

ABSTRACT

Ronald P. Sihombing. (2008). Correlation between Pepsodent Tootpaste Product Commercial on Television and Brand Loyality of Pepsodent Tootpaste Product at Consumer. Yogyakarta: Faculty of Psychology. Sanata Dharma University.

The research’s aim is to know about the correlation between Pepsodent tootpaste product commercial on television and brand loyality of Pepsodent tootpaste product at consumer. Hypothesis porposed of this research was that there is a positif corellation between between Pepsodent tootpaste product commercial on television and brand loyality of Pepsodent tootpaste product at consumer.

Brand loyality of Pepsodent tootpaste as independent variable and Pepsodent tootpaste product commercial on television as dependent variable. Subjects of this research are 55 people, male and female, age 20-26 years old. The subjects were determined by using purposive random sampling technique. Data gained in this research applies between Pepsodent tootpaste product commercial on television scale and brand loyality of Pepsodent tootpaste scale. Data analysis technique used to assess hypothesis in this research is the correlation technique Product Moment from Pearson.

The result of assumtion was a normal curve with linear corelation. The result of data analysis showed that there is a significant positive correlation toward between Pepsodent tootpaste product commercial on television and brand loyality of Pepsodent tootpaste consumer. It is indicated by the value of correlation which is 0,620 with probability which is 0,000 (p < 0,01).


(3)

HUBUNGAN IKLAN PRODUK PASTA GIGI PEPSODENT

DI TELEVISI DENGAN LOYALITAS MEREK PRODUK

PASTA GIGI PEPSODENT PADA KONSUMEN

Skripsi

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi

Program Studi Psikologi

Disusun Oleh : Ronald P. Sihombing

NIM : 029114144

PROGRAM STUDI PSIKOLOGI JURUSAN PSIKOLOGI FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA

2008


(4)

S K R I P S I

HUBUNGAN IKLAN PRODUK PASTA GIGI PEPSODENT

DI TELEVISI DENGAN LOYALITAS MEREK

PRODUK PASTA GIGI PEPSODENT

PADA KONSUMEN

Oleh :

Ronald P. Sihombing

NIM : 029114144

Telah disetujui oleh :

Pembimbing,

P. Eddy Suhartanto, S.Psi., M.Si. tanggal 28 Juni 2008


(5)

(6)

HALAMAN PERSEMBAHAN

Skripsi ini kupersembahkan untuk :

Keluargaku yang sangat aku cintai, papa, mama, kak Raul juga adik ku Ruben. I Love you all so much

Satu hal yang membuat ku terharu, Ketika ku hampir putus asa, Kalian ulurkan kasih yang menguatkan,

Ketika ku merasa kecewa,

Kalian berikan kehangatan, membangkitkan, Ketika ku berbuat kesalahan,

Dengan tulus ikhlas kalian memaafkan. Ketika ku meraih kesuksesan,

Kepada kalian, pertama kali kupersembahkan penghargaan. Terima kasih atas segala kasih sayang dan semangat yang kalian berikan.


(7)

(8)

ERNYATAAN KEASLIAN KARYA

Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi yang saya tulis ini tidak memuat karya atau bagian karya orang lain, kecuali yang telah disebutkan dalam kutipan dan daftar pustaka, sebagaimana layaknya karya ilmiah.

Yogyakarta, 24 Mei 2008 Penulis,

( Ronald P. Sihombing) iv


(9)

ABSTRAK

Ronald P.Sihombing (2008). Hubungan Iklan Produk Pasta Gigi Pepsodent di Televisi dengan Loyalitas Merek Produk Pasta gigi Pepsodent pada Konsumen: Fakultas Psikologi. Universitas Sanata Dharma.

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan iklan produk pasta gigi Pepsodent di televisi dengan loyalitas merek produk pasta gigi Pepsodent pada konsumen. Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah bahwa ada hubungan yang positif antara iklan produk pasta gigi Pepsodent di televisi dengan loyalitas merek produk pasta gigi Pepsodent pada konsumen.

Loyalitas merek produk pasta gigi Pepsodent berfungsi sebagai variabel tergantung dan iklan produk pasta gigi Pepsodent di televisi sebagai variabel bebas. Subjek dalam penelitian ini berjumlah 50 orang terdiri dari pria dan wanita berusia antara 20 sampai 26 tahun. Subjek diperoleh dengan menggunakan teknik purposive random sampling. Pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan skala loyalitas merek produk pasta gigi Pepsodent dan skala iklan produk pasta gigi Pepsodent di Televisi. Teknik analisis data yang digunakan untuk menguji hipotesis dalam penelitian ini adalah teknik korelasi Product Moment dari Pearson.

Hasil uji asumsi menyatakan bahwa sebaran data yang ada normal dan mempunyai korelasi linear. Hasil analisis data menunjukkan bahwa ada hubungan positif signifikan antara iklan produk pasta gigi Pepsodent di televisi dengan loyalitas merek produk pasta gigi Pepsodent pada konsumen. Hal itu ditunjukkan dari nilai korelasi sebesar 0.620 dan probabilitas sebesar 0.000 (p < 0,05).


(10)

ABSTRACT

Ronald P. Sihombing. (2008). Correlation between Pepsodent Tootpaste Product Commercial on Television and Brand Loyality of Pepsodent Tootpaste Product at Consumer. Yogyakarta: Faculty of Psychology. Sanata Dharma University.

The research’s aim is to know about the correlation between Pepsodent tootpaste product commercial on television and brand loyality of Pepsodent tootpaste product at consumer. Hypothesis porposed of this research was that there is a positif corellation between between Pepsodent tootpaste product commercial on television and brand loyality of Pepsodent tootpaste product at consumer.

Brand loyality of Pepsodent tootpaste as independent variable and Pepsodent tootpaste product commercial on television as dependent variable. Subjects of this research are 55 people, male and female, age 20-26 years old. The subjects were determined by using purposive random sampling technique. Data gained in this research applies between Pepsodent tootpaste product commercial on television scale and brand loyality of Pepsodent tootpaste scale. Data analysis technique used to assess hypothesis in this research is the correlation technique Product Moment from Pearson.

The result of assumtion was a normal curve with linear corelation. The result of data analysis showed that there is a significant positive correlation toward between Pepsodent tootpaste product commercial on television and brand loyality of Pepsodent tootpaste consumer. It is indicated by the value of correlation which is 0,620 with probability which is 0,000 (p < 0,01).


(11)

KATA PENGANTAR

Segala puji, hormat juga syukur penulis berikan pada Tuhan Yesus Kristus karena cinta-Nya yang tiada terukur yang selalu memberikan kekuatan sehingga skripsi ini dapat terselesaikan. Penulis menyadari bahwa telah banyak pihak yang memberikan bantuan berupa dorongan, arahan, dan data yang diperlukan mulai dari persiapan, pelaksanaan penelitian hingga tersusunnya skripsi ini. Untuk itu penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. P. Eddy Suhartanto, S.Psi., M.Si selaku dekan Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta serta dosen pembimbing skripsi yang telah membimbing penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

2. Drs. H Wahyudi, M.Si dan Minta Istono, S.Psi., M.Si selaku dosen penguji skripsi yang telah memberikan banyak masukan untuk menyempurnakan skripsi ini.

3. MM. Nimas Eki S., S.Psi., Psi., M.Si selaku dosen pembimbing akademik. 4. Dosen-dosen Fakultas Psikologi yang telah memberikan ilmu dan

pengetahuannya selama penulis menempuh studi di Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma.

5. Segenap staff Fakultas Psikologi, Mas Gandung, Pak Gie, Mbak Nanik, Mas Muji dan Mas Doni, atas segala bantuan yang diberikan untuk kelancaran studi penulis di Fakultas Psikologi.

6. Kepada seluruh keluarga ku yang sangat aku sayangi, papa dan mama, kak Raul dan adik ku Ruben atas segala do’a, pengorbanan, dukungan, bimbingan, ketulusan dan kesabarannya yang takkan pernah terbalas oleh apapun dan sampai kapanpun.

7. Buat nenek yang sangat aku sayangi (tambi) terima atas kasih sayangnya dan perhatiannya kepada penulis selama ini, walaupun tambi sudah meninggal aku tidak akan pernah melupakan tambi.

8. Sahabat terbaik ku dari masa kecil hingga sekarang, yang selalu memberikan dorongan dan semangat : Edianto (datu) dan Indri Damaiyanto (Kingkong).


(12)

Sampai kapan pun, kalian berdua adalah sahabat terbaik yang pernah aku punya.

9. Sahabat-sahabat ku dari Kalimantan yang terus mendukung dan mendoakan suksesnya skripsi ku, Terima kasih untuk bantuannya (Hawili, Hana, kak Merry, Ririn dan Anit).

10. Teman-teman Psikologi 2002 yang telah banyak membantu penulis atas masukan dan doanya, serta semangat yang kalian berikan takkan pernah terlupakan (Pertek, Eca, Dedy dll; terima kasih atas semangatnya yah..). 11. Sahabat-sahabat dekat ku di Yogya: Hetty, Galih dan Nana, frengky, Aji,

Lita, Niko dan Yoan yang telah memberikan bantuan mulai dari awal skripsi hingga selesainya. Terima kasih untuk semua masukan dan sarannya, terima kasih kalian telah membuat kehidupan selama kuliah ku menjadi indah dan menyenangkan.

12. Teman-teman KKN: Richard, Taim, Lani, Ulin, Tere, Dian Aning, Cisil, dan Wulan Terima kasih atas segala kenangan indah yang telah kalian berikan di Di desa Tegal.

13. Saudara-saudara komsel ku di Gbi Keluarga Allah: bapak dan ibu Abulam (ketua Komsel), Pak Daniel beserta istri, Ocha, mbak Tutik, mas Bismak, mbak Eka, Mas heru, Ko Soni beserta Istri dll. Terima kasih untuk doa dan dukungan moralnya sehingga penulis bisa selalu merasa dikuatkan senantiasa menjalani kehidupan ini.

14. Teman-teman kuliah di Fakultas Psikologi Sanata Dharma, semoga waktu yang kita habiskan bersama dapat menjadi kenangan indah sampai hari tua kita.

15. Pihak-pihak yang tidak bisa disebutkan satu per satu, yang telah ikut membantu baik langsung maupun tidak langsung, tanpa bantuan kalian skripsi ini tidak akan terselesaikan.


(13)

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna karena memiliki berbagai keterbatasan. Oleh karena itu, segala kritik dan saran yang bersifat membangun sangat penulis harapkan.

Akhir kata, semoga skripsi ini berguna bagi kita semua.

Yogyakarta, 24 Mei 2008

Penulis


(14)

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL ……….... i

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ………... ii

HALAMAN PENGESAHAN ……… iii

HALAMAN PERSEMBAHAN ……….... iv

LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS... v

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ……….... vi

ABSTRAK ………. vii

ABSTRACK ……….. viii

KATA PENGANTAR ……… ix

DAFTAR ISI ……….. xii

DAFTAR TABEL ……….. xv

DAFTAR LAMPIRAN ……….. xvi

BAB I. PENDAHULUAN ………. 1

A. Latar Belakang Masalah ………..….. 1

B. Rumusan Masalah ………. 8

C. Tujuan Penelitian ……….…….. 8

D. Manfaat Penelitian ………..……….…….. 8

BAB II. DASAR TEORI ………... 9

A. Loyalitas Merek ………..……… 9

1. Pengertian Loyalitas Merek ……… 9


(15)

2. Pengukuran Loyalitas Merek……….…... 13

3. Faktor –Faktor yang Mempengaruhi Loyalitas Merek 18

B. Iklan Produk Pasta Gigi Pepsodent Di Televisi……… 23

1. Pengertian Iklan …….……… 23

2. Media Periklanan ………... 25

3. Televisi sebagai Media Iklan………... 25

4. Kelebihan dan Kelemahan Televisi sebagai Media Iklan………. … 26

5. Elemen-Elemen Iklan………... 28

6. Produk Pasta Gigi Pepsodent……… 30

C. Konsumen ……….….. ………….. 32

1. Pengertian Konsumen……… 32

2. Perilaku Konsumen………... 33

D. Hubungan Iklan Produk Pasta Gigi Pepsodent di Televisi dengan Loyalitas Merek Produk Pasta Gigi Pepsodent pada Konsumen...………. 34

E. Hipotesis……….. 38

BAB III. METODE PENELITIAN ………... 39

A. Jenis Penelitian ………... 39

B. Identifikasi Variabel Penelitian ………... 39

C. Definisi Operasional... ………. 39

D. Subjek Penelitian ………..………. 41

E. Metode dan Alat Pengumpulan Data ………... 42


(16)

F. Pelaksanaan Uji Coba Alat Pengumpulan Data ………... 47

G. Hasil Uji Coba Alat Pengumpulan Data ……….. 47

1. Validitas Alat Ukur ……… 48

2. Analisis Butir ………... 49

3. Uji Reliabilitas ……….... 52

H. Metode Analisis Data ………... 53

BAB IV. PELAKSANAAN DAN HASIL PENELITIAN ……….... 54

A. Pelaksanaan Penelitian ………. 54

B. Deskripsi Subjek dan data penlitian ………..… 54

C. Analisis Hasil Penelitian ……….. 56

1. Uji Asumsi Penelitian ………. 56

a. Uji Normalitas ……….... 57

b. Uji Linieritas ……….. 57

2. Uji Hipotesis ………... 58

D. Pembahasan ………... 59

BAB V. PENUTUP ………... 63

A. Kesimpulan ……….. 63

B. Saran ……….... 63

DAFTAR PUSTAKA ……….... 64

LAMPIRAN ……… 67


(17)

DAFTAR TABEL

Halaman Tabel 1. Prosentase Distribusi butir-butir pernyataan Skala

Loyalitas Merek Produk Pasta Gigi Pepsodent

Sebelum Uji Coba……… 44

Tabel 2. Prosentase Distribusi butir-butir pernyataan Skala Iklan Pasta Gigi Pepsodent Sebelum Uji Coba…... 46

Tabel 3. Butir yang Sahih dan Gugur pada Skala Loyalitas Merek Produk Pasta gigi Pepsodent... 50

Tabel 4. Prosentase Distribusi Butir-butir Pernyataan Skala Loyalitas Merek Produk Pasta Gigi Pepsodent setelah Uji Coba………. 50

Tabel 5. Butir yang Sahih dan Gugur pada Skala Iklan Pasta Gigi Pepsodent di Televisi... 51

Tabel 6. Prosentase Distribusi butir-butir pernyataan Skala Iklan Pasta Gigi Pepsodent di Televisi Setelah Uji Coba.… 52 Tabel 7. Deskripsi statsitik data penelitian………. 55

Tabel 8. Perbandingan Data Teoritik dan Data Empirik ……… 56

Tabel 9. Hasil Uji Normalitas ……….…….……. . 57

Tabel 10 . Hasil Uji Linearitas ……… . 58

Tabel 11. Hasil Uji Hipotesis……….. 58


(18)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman Lampiran 1. Skala Iklan Produk Pasta Gigi Pepsodent di Televisi

Sebelum Uji Coba ……….…...……… 72 Lampiran 2. Skala Iklan Produk Pasta Gigi Pepsodent di Televisi

Sesudah Uji Coba………... 77 .Lampiran 3. Skala Loyalitas Merek Produk Pasta Gigi

Pepsodent Sebelum Uji Coba.………..……… 82 Lampiran 4. Skala Loyalitas Merek Produk Pasta Gigi

Pepsodent Sesudah Uji Coba.………... 87 Lampiran 5. Data Skala Iklan produk pasta gigi Pepsodent di Televisi

Sebelum Uji Coba………..… 91 Lampiran 6. Data Skala Iklan produk Pasta gigi Pepsodent di Televisi

Sesudah Uji Coba. ……...……… 97 Lampiran 7. Data Skala Loyalitas merek Produk Pasta Gigi

Pepsodent sesudah uji coba …... 103 Lampiran 8. Analisis Butir Skala Iklan Produk Pasta Gigi Pepsodent

di Televisi... ..……… 109 Lampiran 9. Realibilitas skala Iklan Produk Pasta Gigi Pepsodent

di Televisi Sebelum Uji Coba…..………...…..… 111 Lampiran 10.Realibilitas skala Iklan Produk Pasta Gigi Pepsodent

di Televisi Sesudah Uji Coba……….. 112


(19)

Lampiran 11. Analisis Butir Skala Loyalitas Merek Produk

Pasta Gigi Pepsodent …….……… 113

Lampiran 12. Reliabilitas Skala Loyalitas Merek Produk Pasta Gigi Pepsodent Sebelum Uji coba……… 115

Lampiran 13. Reliabilitas Skala Loyalitas Merek Produk Pasta Gigi Pepsodent Sesudah Uji Coba……… 116

Lampiran 14. Uji Normalitas………... 117

Lampiran 15. Uji Linearitas……… 118

Lampiran 16. Deskripsi statistik………. 119

Lampiran 17. Uji Hipotesis………. 120


(20)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Dewasa ini, perkembangan perindustrian semakin pesat dan kompetitif. Persaingan bisnis yang bernuansa kompetitif tersebut mendorong para eksekutif perusahaan untuk berpikir kreatif dan inovatif agar perusahaannya bisa berdiri kokoh diantara pesaingnya yang lain. Salah satu upaya yang dilakukan perusahaan selaku lembaga yang berusaha memenuhi kebutuhan konsumen adalah menerapkan strategi pemasaran yang tepat serta menciptakan dan mengembangkan produk yang sesuai dengan kebutuhan konsumen.

Dari sudut pandang strategi pemasaran, loyalitas merek adalah suatu konsep yang sangat penting dalam mempengaruhi kesuksesan perusahaan. Khususnya pada kondisi pasar dengan tingkat pertumbuhan yang sangat rendah namun tingkat persaingannya sangat ketat seperti sekarang ini. Keberadaan konsumen yang loyal pada merek sangat dibutuhkan perusahaan agar dapat bertahan hidup. Loyalitas bahkan dianggap sebagai prestasi tertinggi yang harus dicapai oleh produsen sehingga setiap perusahaan kemudian mendambakan loyalitas konsumen yang tinggi dan dengan sekuat tenaga berusaha untuk mempertahankannya (Peter dan Olson, 1996).

Loyalitas merek secara sederhana dapat diartikan sebagai ukuran keterkaitan pelanggan kepada sebuah merek. Ukuran ini mampu memberikan


(21)

gambaran tentang mungkin tidaknya seseorang pelanggan beralih ke merek produk yang lain, terutama jika pada merek tersebut didapati adanya perubahan, baik menyangkut harga ataupun atribut lainnya. Loyalitas merek mencerminkan tingkat ketertarikan konsumen dengan suatu merek produk sehingga dapat disebut sebagai konsumen yang setia yaitu konsumen yang terus menerus menggunakan produk dengan merek sama dalam berbagai kondisi (Durinto dkk, 2001).

Banyak ahli sepakat bahwa loyalitas merupakan pembelian berulang, meskipun tidak semua perilaku pembelian berulang merupakan perilaku loyal (Peter dan Olson 1996). Menurut Hadipranata (1997), loyalitas konsumen merupakan kebiasaan membeli berulang secara konsisten yang muncul sebagai suatu kebiasaan yang disadari dengan pertimbangan-pertimbangan pribadi, baik secara emosional maupun rasional sehingga sulit untuk berubah. Loyalitas ini berasasaskan minat yang kuat, sikap yang baik, fanatisme dan adanya konsistensi. Sebaliknya, apabila pengambilan keputusan membeli bukan atas dasar pertimbangan pribadi seperti pertimbangan rasional maupun emosional maka disebut loyalitas semu (Engel dan kawan-kawan, 1994). Loyalitas semu ini mudah dipengaruhi untuk berpindah kemerek lain terlebih jika merek tersebut menawarkan diskon atau hadiah.

Loyalitas pada merek dapat dipengaruhi beberapa faktor, baik faktor dari dalam maupun dari luar konsumen. Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi loyalitas merek antara lain adalah kepuasan terhadap kinerja merek, sejarah kebiasaan membeli konsumen, identifikasi sosial dan emosional, promosi,


(22)

keterlibatan konsumen pada produk, keinginan mencari keragaman dan sensitivitas harga (Sheet, Mital dan Newman, 1999).

Salah satu faktor yang sangat penting dalam membangun loyalitas konsumen adalah faktor promosi melalui teknik periklanan. Periklanan menjadi sangat penting karena merupakan salah satu teknik promosi yang langsung dapat menyentuh persepsi publik dalam mengkampanyekan pesan komersial kepada masyarakat, serta merupakan salah satu instrumen kegiatan promosi yang mempunyai kemampuan untuk mempengaruhi respon konsumen. Dalam periklanan, fitur, manfaat dan nilai suatu produk yang diwakili oleh merek dapat dikampanyekan sehingga memberikan berdampak positif dan dalam jangka waktu tertentu menarik calon konsumen yang loyal (Kasali, 1995).

Ketika konsumen menjatuhkan pilihannya pada satu merek untuk menjadikannya bagian dari konsumsi, ada serangkaian proses pemenuhan informasi yang terjadi secara terus menerus tetap berlangsung dipikiran konsumen. Proses ini dimulai dari kondisi ketidaksadaran (unawere) yaitu saat konsumen sama sekali tidak mengetahui merek tersebut. Lalu berlanjut kekondisi sadar (aware) yaitu bila ada informasi yang menarik baginya, berlanjut ke minat pada taraf tertentu ditindaklanjuti dengan proses pencarian dan upaya. Bila informasi yang diterima dari proses mencoba ini sesuai dengan yang dibutuhkannya akan terjadi pengulangan pembelian, dan akhirnya konsumen mengadopsi (Handoyo, 2004)

Berdasarkan proses tersebut, periklanan menjadi sangat penting karena bertujuan memberikan informasi kepada konsumen akan keberadaan produk dan


(23)

jasa, selain juga membangun citra positif perusahaan dan merek produk yang bersangkutan. Lewat proses promosi, konsumen yang awalnya mungkin tidak tahu akan keberadaan suatu produk menjadi tahu dan terdorong untuk mencoba (Kotler, 1994). Konsumen yang telah mencoba produk kemudian mendapat kepuasan atas kualitas produk yang dibelinya akan cenderung melakukan pembelian berulang. Adanya kualitas produk yang memuaskan dan diperkuat dengan periklanan yang intensif dapat menyebabkan loyalitas konsumen terhadap merek yang ditawarkan pun akan lebih mudah diperoleh (Handoyo, 2004).

Berdasarkan hal ini, periklanan akan memiliki manfaat dalam menyoroti berbagai kebutuhan yang berhubungan erat dengan konsumen yang ditargetkan sehingga menarik konsumen sebagai calon pelanggan yang loyal (Schifman dan Kanuk, 2004), disatu sisi juga akan menguatkan preferensi terhadap merek pada konsumen yang memang sudah loyal terhadap merek tersebut (Handoyo, 2004).

Periklanan menurut Kotler dan A.B Susanto (dalam Handoyo, 2004) adalah semua bentuk presentasi non personal dan promosi ide, barang atau jasa oleh sponsor yang ditujukan dengan mendapat bayaran. Iklan merupakan cara yang efektif untuk menyebarkan pesan dari segi biaya dan memotivasi konsumen untuk menggunakan suatu produk. Adanya kegiatan periklanan sering kali mengakibatkan terjadinya penjualan dengan segera meskipun banyak juga penjualan yang baru terjadi dimasa yang akan datang (Kasali, 1995). Oleh karena itu, iklan perlu dirancang secara baik dan menarik sehingga dapat menimbulkan respon yang positif.


(24)

Implikasinya untuk produsen adalah, produsen harus bisa menciptakan produk yang sesuai dengan kebutuhan dan keinginan konsumen serta berusaha membangun citra yang positif tentang mereknya tersebut. Apabila informasi yang diterima tentang produk dan citra merek tersebut dimaknai secara positif tentunya akan mendukung proses pembelian bahkan dapat memunculkan kesan jangka panjang pada konsumen.

Makna yang diberikan oleh konsumen terhadap iklan yang ada bisa saja berbeda antara konsumen yang satu dengan yang lain. Seseorang bisa memberikan tanggapan yang positif apabila iklan tersebut dianggap menarik perhatian, memikat hati dan dapat menimbulkan keinginan untuk menggunakan produk yang diiklankan. Lain halnya jika iklan yang dilihat tidak menarik dan membosankan, bisa saja menimbulkan penolakan.

Menyadari hal tersebut, sudah selayaknyalah jika perusahaan merancangkan iklan dengan perencanaan yang baik pula. Untuk menghasilkan iklan yang efektif, suatu perusahaan dituntut menjalankankan elemen-elemen yang meliputi AIDCA antara lain: perhatian (Attention), minat (Interest), rasa percaya (Conviction), dan tindakan (Action) (Kasali, 1995). Dengan kata lain, iklan harus dapat menarik perhatian sasarannya agar menimbulkan minat dan rasa ingin tahu lebih lanjut tentang produk yang ditawarkan, sehingga akan menggerakan keinginan untuk memiliki atau menikmati produk tersebut. Iklan juga harus dapat meyakinkan bahwa produk yang diiklankan merupakan produk yang bermutu dan bermanfaat agar konsumen tidak goyah lagi dan akan tetap


(25)

percaya sehingga akan sesegera mungkin melakukan tindakan pembelian (Handoyo, 2004).

Dalam pembuatan dan penyebaran iklan juga terdapat salah satu bagian terpenting yaitu menentukan saluran atau media yang tepat sehingga pesan iklan dapat sampai kepada konsumen (Radiosunu, 1986). Pada awalnya, periklanan hanya dapat dilakukan di media radio, koran atau majalah, pamflet-pamflet maupun selebaran yang diedarkan kepada konsumen. Namun sejak munculnya stasiun televisi swasta, para pemasar mulai mengalihkan medium periklanan mereka ke talevisi, karena televisi dianggap mampu menampilkan pesan yang ingin disampaikan pemasar kekonsumen secara lebih efektif.

Faktor terpenting kenapa televisi menjadi begitu menarik bagi iklan adalah karakteristik yang dimiliki oleh media ini. Periklanan di televisi merupakan cara yang efektif untuk meraih konsumen dalam jumlah besar dan tersebar secara geografis (Handoyo, 2004). Stantoton (1986) menambahkan bahwa televisi merupakan media yang perkembangannya paling menonjol diantara media lain dan paling serba guna karena himbauaan yang ada di televisi datang lewat penglihatan dan pendengaran sehingga produk-produk dapat diiklankan dan diterangkan televisi dengan sangat luwes.

Salah satu perusahan yang sering menggunakan unsur kreatif dalam periklanan di televisi adalah produsen Pepsodent dengan salah satu produknya yaitu pasta gigi. Pepsodent merupakan produk kesehatan yang diproduksi oleh PT. Unilever Indonesia, Tbk Surabaya dan selama ini telah mengeluarkan


(26)

berbagai macam produk kesehatan gigi dan mulut seperti pasta gigi, sikat gigi, dan mouthwash.

Pasta gigi Pepsodent merupakan pasta gigi yang paling terkenal dan tertua di Indonesia, sejak awal keberadaannya selalu memberikan lebih dari sekedar kemanjuran dasar. Pepsodent adalah pasta gigi pertama di Indonesia yang kembali meluncurkan pasta gigi berflorida pada tahun 1980-an dan satu-satunya pasta gigi di Indonesia yang secara aktif mendidik dan mempromosikan kebiasaan menyikat gigi secara benar melalui program sekolah dan layanan pemeriksaan gigi gratis. Sejak itu, Pepsodent telah melengkapi jajaran produknya mulai dari pembersihan dasar hingga pasta gigi dengan manfaat lengkap.

Penayangan iklan di televisi dapat dinikmati diseluruh wilayah yang luas. Disatu pihak iklan dapat digunakan untuk membangun kesan jangka panjang suatu produk, dan dipihak lain memicu penjualan dengan cepat (Handyo, 2004). Ketika konsumen melihat iklan pasta gigi Pepsodent di televisi, diharapkan iklan tersebut memiliki kesan tersendiri dan direspon secara positif oleh konsumen.

Jika iklan pasta gigi Pepsodent di televisi tersebut dimaknai secara positif karena mampu menarik perhatian, memunculkan minat, rasa percaya bahkan memunculkan emosi untuk segera melakukan pembelian, diharapkan produk dan iklan tersebut akan makin melekat dihati konsumen dan makin diingat. Bila iklannya makin diingat semestinya merek yang dikampanyekan pun lebih melekat dibenak konsumen. Sikap positif pada iklan inilah yang akan menguatkan preferensi terhadap merek yang sudah dikenal oleh konsumen terutama konsumen yang loyal terhadap merek tersebut (Handoyo, 2004). Dengan kata iklan produk pasta gigi Pepsodent dapat saja berpengaruh pada loyalitas merek konsumen.


(27)

B. Rumusan Masalah

Dengan melihat latar belakang permasalahan tersebut di atas, penelitian ini dimaksudkan untuk melihat : “ Apakah ada hubungan antara iklan produk pasta gigi Pepsodent di televisi dengan loyalitas merek produk pasta gigi Pepsodent pada konsumen?.”

C. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui ada tidaknya hubungan antara iklan produk pasta gigi pepsodent di televisi terhadap loyalitas merek pada konsumen.

D. Manfaat Penelitian

Dengan tercapainya tujuan penelitian diatas, maka hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut.

• Manfaat Teoritis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah pemahaman dan sumbangan toritis bagi ilmu psikologi industri, khususnya yang berhubungan dengan periklanan dan loyalitas konsumen.

• Manfaat Praktis

Penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan dan informasi bagi perusahaan khususnya yang terkait dengan strategi periklanan.


(28)

BAB II

DASAR TEORI

A. Loyalitas Merek

1. Pengertian Loyalitas Merek

Perilaku konsumen yang loyal terhadap suatu produk barang maupun jasa bukanlah perkara yang kecil karena perilaku tersebut sangat berpengaruh terhadap kelangsungan hidup perusahaan selaku lembaga yang berusaha memenuhi kebutuhan konsumen. Tiap perusahaan dituntut untuk menciptakan strategi pemasaran yang berkualitas dan memberikan kepuasan sehingga memotivasi konsumen menyukai merek suatu produk yang dipasarkan pemasar dan memunculkan loyalitas terhadap merek tersebut (Handoyo, 2004).

Loyalitas konsumen terhadap merek sering diistilahkan sebagai loyalitas merek karena konsumen akan selalu mengaitkan dirinya pada merek tertentu supaya mempermudah mencari produk yang pernah dibelinya. Loyalitas merek dapat diartikan sebagai ukuran keterkaitan pelanggan kepada sebuah merek. Ukuran ini mampu memberikan gambaran tentang mungkin tidaknya seseorang pelanggan beralih ke merek produk yang lain, terutama jika pada merek tersebut didapati adanya perubahan, baik menyangkut harga ataupun atribut lainnya (Durinto dkk, 2001)

Dalam kehidupan sehari-hari, loyalitas mempunyai banyak arti. Secara khusus, individu yang loyal adalah:


(29)

a. Orang memiliki sikap positif kepada suatu merek (sikap terhadap merek). b. Membeli merek lebih sering dibandingkan dengan dengan merek lain dalam

kategori yang sama. Ini adalah pengukuran proporsi pembelian.

c. Terus membeli merek itu dalam jangka waktu yang lama atau disebut juga kesetian (East, 1997).

Untuk mempelajari definisi loyalitas merek secara lebih mendalam terdapat terdapat dua pendekatan yang harus di perhatikan yaitu:

1. Pendekatan Behavioral

Pendekatan behavioral menekankan bahwa bahwa loyalitas merek dibentuk oleh perilaku, dan oleh karena itu perilaku pembelian berulang didefinisikan sebagai loyalitas.

2. Pendekatan Kognitif

Pendekatan ini menekankan bahwa loyalitas merupakan fungsi dari proses psikologis (decision making).

Para ilmuwan behavioral meyakini bahwa loyalitas merek timbul karena percobaan mula-mula yang diperkuat oleh rasa puas dan kemudian menimbulkan pembelian yang berulang kali. Sebaliknya, para peneliti kognitif menekankan peran proses mental dalam membangun kesetiaan merek. Mereka yakin bahwa para konsumen terlibat dalam perilaku pemecahan masalah yang mendalam mencakup perbandingan merek dan sifat, yang terakhir pada pilihan merek yang kuat dan perilaku pembelian berulang (Schifman dan Kanuk, 2004).

Peter dan Olson (1996) mengunakan pendekatan behavioral dan kognitif dalam mempelajari loyalitas terhadap merek. Loyalitas didefinisikan sebagai


(30)

keinginan melakukan dan perilaku pembelian berulang. Selain memfokuskan pada perilaku, maka proses kognitif juga harus diperhatikan sebagai suatu hal yang sangat berpengaruh terhadap pembentukan perilaku tersebut. Dalam beberapa hal, loyalitas merek mungkin merupakan hasil dari aktivitas kognitif dan pengambilan keputusan yang ekstensif.

Sejalan dengan definisi di atas, Jacoby (dalam Engel dan Blackwell, 1982) mengatakan bahwa loyalitas merek pada dasarnya terdiri dari dua hal yaitu perilaku loyal dan sikap loyal. Loyalitas merupakan tindakan membeli berulang yang selektif, didasarkan pada proses pengambilan keputusan psikologik yang evaluatif. Hal ini senada dengan pandangan Dharmmesta (1996) yang mengatakan bahwa loyalitas merek merupakan Attitudinal yang berkolerasi dengan perilaku, atau merupakan fungsi dari psikologis.

Jacoby dan Chestnut (dalam Hawkins, Best dan Coney, 1998) mengklarifikasikan istilah loyalitas merek secara konseptual yaitu mencakup enam kondisi sebagai berikut: Loyalitas merek adalah (1) prasangka (2) respon perilaku (3) terlihat setiap waktu (4) oleh unit pembuatan keputusan, dalam hal ini konsumen (5) tetapi tetap menghormati merek lain (6) yang merupakan fungsi dari proses psikologis.

Proses psikologis menjadi proses yang penting dalam pembentukan loyalitas merek karena pembelian ulang terhadap merek terjadi jika konsumen tersebut mengadopsi merek tersebut di dalam dirinya. Dalam hal ini, rasa senang dan tidak senang serta kepuasan konsumen menjadi hal yang menentukan dalam


(31)

membentuk loyalitas konsumen. Selain itu proses belajar dan pengalaman juga berpengaruh terhadap pembentukan loyalitas tersebut (Handoyo, 2004).

Mowen (dalam Dharmmesta, 1996) menggunakan definisi loyalitas merek dalam arti kondisi dimana konsumen mempunyai sikap positif terhadap merek, mempunyai komitmen pada merek tersebut, dan bermaksud meneruskan pembelian dimasa mendatang. Terjadinya loyalitas merek pada konsumen tersebut disebabkan oleh adanya pengaruh kepuasan atau ketidakpuasan dengan merek tersebut yang terakumulasi secara terus menerus di samping adanya persepsi tentang kualitas produk.

Peter dan Olson (1996) mendefinisikan loyalitas merek sebagai minat membeli berulang dan perilaku membeli berulang. Upaya untuk menumbuhkan serta mempertahankan perilaku loyal tersebut sangat dipengaruhi proses kognitif. Dalam proses tersebut, beberapa pengatahuan mengenai produk harus dimiliki dan upaya untuk mendapatkan produk ini harus mengaktifkan ingatan, ada keinginan untuk membeli serta ada kepuasan yang mempengaruhi perilaku membeli.

Loyalitas identik dengan perilaku membeli berulang meskipun tidak semua perilaku membeli berulang adalah loyalitas (Peter dan Olson, 1996). Didalam perilaku membeli berulang harus terdapat terdapat komitmen. Engel dkk (1982) menyebutkan bahwa definisi kognitif dari Loyalitas merek berarti bahwa loyalitas harus mewakili komitmen. Kebiasaan pembelian berulang tanpa komitmen yang kuat akan rentan terhadap perubahan.

Dalam loyalitas konsumen, perilaku membeli berulang harus muncul sebagai suatu kebiasaan yang disadari dengan pertimbangan-pertimbangan


(32)

pribadi, baik secara emosional maupun rasional sehingga sulit untuk berubah. Loyalitas ini harus berasasaskan minat yang kuat, sikap yang baik, fanatisme dan adanya konsistensi (Hadipranata, 1997). Sebaliknya, apabila pengambilan keputusan membeli bukan atas dasar pertimbangan pribadi seperti pertimbangan rasional maupun emosional maka disebut loyalitas semu (Engel dan kawan-kawan, 1994). Loyalitas semu ini mudah dipengaruhi untuk berpindah kemerek lain terlebih jika merek tersebut menawarkan diskon atau hadiah.

Dari berbagai definisi oleh berbagai ahli di atas, dapat disimpulkan bahwa loyalitas merek harus dilihat dari dua hal yaitu perilaku dan sikap konsumen terhadap merek. Loyalitas merek merupakan perilaku pembelian berulang secara konsisten, sikap positif dan komitmen terhadap merek yang direncanakan dengan pertimbangan rasional maupun emosional serta sulit berubah. Loyalitas ini harus berasasaskan minat yang kuat, sikap yang baik, fanatisme dan adanya konsistensi.

2. Pengukuran Loyalitas Merek

Pengukuran loyalitas merek merupakan hal yang tidak mudah. Hal ini karena loyalitas merek menyangkut masalah psikologis (Handoyo, 2004). Pengukuran loyalitas merek untuk keperluan penelitian pada awalnya menggunakan definisi operasional yang disebut definisi tradisional (Engel dan Blackwell, 1982) meliputi:

a. Brand choice atau tahapan pilihan merek

Loyalitas merek diukur melalui beberapa tahapan merek produk yang dibeli oleh konsumen, kemudian diklasifikasikan ke dalam beberapa kategori


(33)

loyalitas merek. Misalnya : A,B,C,D,E,F adalah aneka merek produk yang dibeli oleh konsumen, maka konsumen yang membeli produk itu akan ditempatkan pada empat kategori loyalitas merek yang sudah ditetapkan yaitu: (1) Undiveded loyalty atau loyalitas mutlak dengan pola A,A,A,A,A

Konsumen hanya membeli merek tunggal dan tidak jadi membeli jika merek tersebut tidak tersedia, merupakan tahap yang tidak putus-putus. (2) Devided loyalty atau loyalitas terpencar dengan pola A,B,A,B,A,B

Pembelian yang konsisten dari dua merek atau lebih.

(3) Unstable loyalty atau loyalitas tidak menetap dengan pola A,A,A,B,B,B Konsumen berpindah dari satu merek, tetapi masih dalam satu perusahaan.

(4) No loyalty atau tidak ada loyalitas dengan pola A,B,C,D,E,F Konsumen tidak mempunyai kejelasan pembelian berulang b. Proportion of purchases atau proporsi pembelian.

Loyalitas merek diukur berdasarkan cara melihat proporsi pembelian total dari kelompok produk tertentu yang terkait dengan merek atau kombinasi aneka merek.

c. Preference over time atau kesukaan terhadap merek-merek tertentu. Loyalitas merek diukur berdasarkan seberapa besar kesukaan seseorang terhadap suatu merek, sehingga konsumen benar-benar mempunyai kesukaan terhadap merek tertentu akan tetap membeli sekalipun harga barang dinaikan lebih tinggi dibandingkan harga merek lain.


(34)

d. Other measurement loyalty atau pengukuran lain

Misalnya menggunakan frekuensi pembelian dan pola pembelian ataupun menggunakan frekuensi dan pola pembelian ataupun kombinasi pengukuran diatas.

Pengukuran menggunakan definisi-definisi operasional di atas ternyata menimbulkan pertentangan diantara peneliti karena memiliki kelemahan seperti sulit membedakan antara loyalitas asli dengan loyalitas semu. Day (dalam Engel dan Blackwell, 1982) mengatakan alat ukur Brand Choice loyalty atau tahap pemilihan merek terbukti sulit membedakan apakah konsumen menggunakan suatu produk karena keinginan membeli, ataukah karena dipengaruhi pasar yang memang hanya menyediakan produk tersebut. Alat ukur Proportion Purchases atau proporsi pembelian juga terbukti menyulitkan peneliti mengadakan pengukuran tingkat loyalitas karena ketidakjelasan dalam menentukan batas proporsi loyalitas merek (Engel dan Blackwell, 1982).

Persoalan dasar diantara peneliti adalah apakah untuk mengukur loyalitas merek dilakukan dari sudut perilaku konsumen ataukah dari sudut sikap konsumen (Schifman dan Kanuk, 2004). Para pakar behavioristik menekankan bahwa pengukuran loyalitas merek adalah dengan mengukur perilaku yang tampak melalui pembelian aktual. Sebaliknya para pakar kognitif lebih menekankan pada teori kognitif dan pentingnya fungsi dari proses psikologis sehingga mengabaikan permintaan pembelian aktual.

Dalam pendekatan behavioral pengukuran loyalitas merek adalah melalui perilaku pembelian aktual yang konsisten. Brown mendefinisikan perilaku loyal


(35)

sebagai lima kali pembelian berturut-turut pada merek yang sama. Sedangkan menurut Tucker, konsumen dianggap loyal jika konsumen tersebut melakukan tiga kali pembelian secara berturut-turut pada merek yang sama (Assael, 1992)

Bagi para pakar teori kognitif, berbagai definisi perilaku (seperti keseringan membeli atau bagian dari pembelian total) kurang tepat, karena tidak membedakan antara pembeli yang “benar-benar” loyal terhadap merek yang dengan sengaja untuk loyal, dan pembeli yang tidak sungguh-sungguh loyal terhadap merek yaitu mengulang pembelian suatu merek karena itulah satu-satunya merek yang tersedia di toko. Para pakar teori tersebut mengatakan bahwa loyalitas terhadap merek harus diukur berdasarkan sikap terhadap merek, dan bukan berdasarkan konsistensi pembelian (Schifman dan Kanuk, 2004).

Jacoby (dalam Engel dan Blackwell, 1982) menggabungkan pendekatan behavioral dan kognitif dalam melihat perilaku loyalitas merek mengatakan bahwa pada dasarnya loyalitas terdiri dari dua hal penting yaitu perilaku loyal dan sikap loyal. Loyalitas tidak hanya befokus pada perilaku saja, tetapi juga pada proses kognitif yang mengikutinya.

Sejalalan dengan pandangan tersebut, Schifman dan Kanuk (dalam Handoyo, 2004) mengatakan bahwa pengukuran loyalitas merek harus mencakup perilaku dan sikap konsumen. Loyalitas merek dapat diukur melalui berbagai cara antara lain:

a. Konsumen dianggap loyal jika konsumen tersebut melakukan tiga kali pembelian secara berturut-turut pada merek yang sama.


(36)

b. Loyalitas merek diukur dengan proporsi dari total pembelian produk dimana suatu keluarga setia pada merek yang paling sering dibeli.

c. Loyalitas diukur berdasarkan sikap positif terhadap merek. d. Loyalitas diukur dari tingkat keterlibatan konsumen.

Salah satu studi mengukur loyalitas terhadap merek dengan tiga cara yang berbeda yaitu: pangsa pasar merek, jumlah pembelian merek tersebut selama enam bulan, dan jumlah rata-rata merek yang dibeli per pembeli. Berbagai temuan mengemukakan bahwa para konsumen membeli berbagai macam merek campuran dalam suatu rentang merek yang dapat mereka terima (yaitu rangkaian merek merek yang menggairahkan mereka). Hasilnya menunjukan produk-produk yang mempunyai pesaing sedikit, maupun produk-produk yang sering sekali dibeli, berkemungkinan memperoleh loyalitas merek yang lebih besar. Jadi sikap yang menyenangi suatu merek, barang dan jasa atau toko dibandingkan dengan berbagai alternatif yang potensial, yang disertai oleh perilaku berlangganan yang berulang dipandang sebagai aspek-aspek loyalitas yang harus ada. (Schifman dan Kanuk, 2004).

Dalam penelitian ini, pengukuran loyalitas akan menggunakan pendekatan behavioristik dan kognitif, yaitu diukur melalui perilaku dan sikap konsumen terhadap merek. Subjek penelitian yang akan digunakan adalah konsumen yang loyal terhadap produk pasta gigi Pepsodent yaitu telah mengunakan produk pasta gigi tersebut minimal 5 kali secara berturut-turut. Hal ini didasarkan pada pandangan Brown (dalam Assael, 1992) yang mengatakan bahwa konsumen akan dianggap loyal jika melakukan lima kali pembelian secara berturut-turut


(37)

pada merek yang sama. Peneliti juga menganggap bahwa produk pasta gigi Pepsodent sangat mudah dibeli dan harganya sangat terjangkau sehingga memungkinkan untuk lebih sering digunakan bahkan lebih dari tiga kali pemakaian berturut-turut.

Dari berbagai definisi dan pengukuran loyalitas merek diatas, peneliti menarik kesimpulan mengenai aspek-aspek yang mencakup pengukuran sikap dan perilaku loyal pada konsumen. Adapun aspek-aspek dalam penelitian ini antara lain meliputi:

1. Pembelian berulang

Merupakan kebiasaan untuk berlangganan berulang terhadap merek. 2. Komitmen terhadap merek

Merupakan kecenderungan bagi konsumen untuk tidak bepindah merek yang lain.

3. Minat

Merupakan sikap positif untuk memberikan perhatian, dan menyenangi produk suatu merek.

3. Faktor –Faktor Yang Mempengaruhi Loyalitas Merek

Menurut Sheet, Mital dan Newman (1999) Loyalitas merek dapat di pengaruhi oleh tiga faktor penting yaitu meliputi:

a. Kinerja merek yang sesuai dan hasil yang dirasakan konsumen

Konsumen yang memiliki pengalaman yang positif terhadap kinerja suatu produk, cenderung akan melakukan pembelian ulang pada produk yang sama.


(38)

Faktor penting yang menentukan kinerja merek tersebut adalah kualitas produknya. Jika pemasar memperhatikan kualitas dan diperkuat dengan periklanan yang intensif, loyalitas konsumen pada merek yang ditawarkan akan lebih mudah diperoleh (Handoyo, 2004).

b. Identifikasi sosial dan emosional pada merek tersebut

Merek-merek akan merefleksikan konsep diri seseorang secara sosial sehingga dapat memperoleh gambaran sosial tertentu. Misalnya membeli mobil atau pakaiaan yang bermerek terkenal dapat merefleksikan kepribadian bahkan status seseorang. Jenis orang yang ingin tampil dan menjadi perhatian dapat jadi konsumen yang loyal terhadap suatu merek.

Selain itu, ada hubungan antara emosi dengan merek. Konsumen yang terus menerus menikmati produk secara psikologis akan mengidentifikasi merek sebagai bagian dari diri mereka. Hal ini cenderung membuat konsumen tidak mau berpindah kemerek lain jika merek tersebut tidak ada.

c. Sejarah dan kebiasaan

Loyalitas dapat terbangun dari kebiasaan dan sejarah yang panjang terhadap penggunaan suatu produk. Konsumen belajar beberapa preferensi sederhana dari penggunan yang berulang. Hal ini dapat terjadi karena tiga alasan:

a. Konsumen merasa kenal dekat dengan merek tersebut sehingga merasa nyaman dan menghindari sesuatu yang tidak ia kenal. Misalnya menyukai rumah makan yang sama, dokter yang sama, salon yang sama dan lain-lain karena merasa nyaman dan telah kenal secara dekat.


(39)

b. Konsumen dapat mengembangkan nilai rasa terhadap merek lewat proses pengkondisian. Misalnya seseorang yang pada awalnya tidak menyukai suatu merek seperti parfum, anggur, makanan bahkan jenis musik tertentu tetapi tetap mengkonsumsinya secara terus menerus akan belajar untuk menyukainya bahkan bisa saja menjadi kecanduan.

c. Pengaruh inter-generasi dari keluarga, yaitu konsumen memperhatikan sejarah panjang produk yang dipakai dalam keluargnya.

Selain ketiga faktor tersebut, Sheet, Mital dan Newman (1999) juga menyatakan bahwa Loyalitas merek dapat di pengaruhi oleh dua faktor penting, meliputi:

1. Faktor dari pasar

a. Kesamaan/keseimbangan Merek

Menunjukan apakah semakin sama kategori produknya dengan fakta-fakta tentang merek ketika dicocokan oleh konsumen. Apabila persepsi konsumen kurang baik tentang kesamaan merek tersebut, konsumen mungkin akan mengevaluasi dalam lingkup kinerja atau kegunaan produk tersebut atau mengaitkannya dengan identitas sosial dan emosional.

b. Aktivitas Promosi yang Kompetitif.

Aktivitas promosi yang kompetitif di pasar dapat mempengaruhi perilaku loyal seseorang. Misalnya dengan adanya informasi-informasi mengenai merek yang dipromosikan secara berkualitas maupun strategi pemberian harga


(40)

khusus merek-merek pesaing bisa saja memotivasi konsumen untuk beralih merek.

Penelitian ini akan melihat bagaiman promosi yang diadakan oleh pasar mempengaruhi persepsi konsumen. Hal ini didasarkan pada pandangan bahwa proses promosi misalnya periklanan, akan bermanfaat dalam menginformasikan produk dan menciptakan struktur mental yang positif tentang perusahaan dan produk yang bersangkutan disamping juga menarik calon konsumen yang loyal dalam jangka waktu tertentu (Kasali, 1995)

2. Faktor dari konsumen a. Mencari keragaman

Beberapa konsumen mungkin suka mencari variasi dalam pengalaman mereka. Kelompok konsumen yang menyukai keragaman ini mungkin mulai bosan dengan produk yang sama atau pengalaman hidup yang sama. kelompok ini dapat beralih dari satu mereka ke merek lain, bukan karena mereka tidak puas dengan kinerja dan nilai-nilai lainnya, tetapi dilakukan demi perubahan dan variasi. Semakin sering konsumen mencari variasi, maka semakin kurang kesetiaan konsumen terhadap merek.

b. Persepsi atau Keterlibatan

Keterlibatan didefinisikan sebagai persepsi seseorang yang berhubungan dengan objek, didasarkan pada sesuatu yang melekat pada diri seseorang seperti kebutuhan, nilai dan ketertarikan Konsumen yang melihat bahwa produk memiliki konsekuensi relevan secara pribadi dikatakan terlibat dengan produk dan memiliki hubungan dengan produk tersebut.


(41)

Dengan kata lain, konsumen dapat terlibat dan mementingkan suatu merek dari pada merek yang lain sehingga mengembangkan merek favorit didalam dirinya. Sebaliknya konsumen bisa juga menganggap suatu merek kurang penting atau keterlibatan rendah, sehingga loyalitas merek menjadi rendah. Krugmen, (dalam Utama dan Purwanto, 2006) menambahkan bahwa selain dengan produk, seseorang bisa terlibat dengan iklan. Keterlibatan melalui iklan dapat muncul karena informasi iklan dapat memunculkan proses perbandingan merek dan persepsi terhadap resiko. Informasi periklanan juga dapat memunculkan keterlibatan personal yaitu mengacu pada ketertarikan seseorang yang dimotivasi oleh adanya nilai dan kebutuhan (Marshal dalam Utama dan Purwanto 2006). Pada penelitian ini, juga akan melihat bagaimana proses persepsi konsumen dapat terpengaruh oleh pesan-pesan iklan sehingga memunculkan perilku loyal.

c. Sensitivitas Harga

Para konsumen memiliki perbedaan sensitivitas harga dalam diri mereka. Beberapa konsumen mungkin saja selalu mengecek harga bahkan meributkan perbedaan harga yang sedikit. Sejumlah penelitian tentang pemasaran telah menemukan sensitivitas harga konsumen terkait secara negatif dengan loyalitas merek dan secara positif dengan penggunaan kupon. Tentu saja, tidak semua konsumen sensitif terhadap harga. Dengan demikian, konsumen akan berbeda-beda dalam perilaku loyalitas merek dan respon mereka terhadap aktivitas-aktivitas promosi pesaing.


(42)

B. Iklan Produk Pasta Gigi Pepsodent di Televisi 1. Pengertian Iklan

Periklanan dapat dipandang sebagai suatu bentuk komunikasi dan promosi. Bentuk komunikasi karena dalam proses periklanan terdapat arus informasi yaitu pesan iklan dari suatu sumber (perusahaan) yang disajikan kedalam suatu berita dan juga tedapat tujun pesan tersebut yaitu pasar dan target audiens. Sedangkan bentuk promosi, karena didalam iklan yang disajikan terdapat upaya-upaya mempengaruhi pasar supaya membeli produk yang ditawarkan oleh perusahaan sponsor (Kotler dalam Purnama, 2003).

Secara sederhana iklan didefinisikan sebagai pesan yang menawarkan suatu produk yang ditujukan kepada masyarakat lewat suatu media dan lebih diarahkan untuk membujuk orang supaya membeli (Kasali dalam Purnama, 2003). Iklan diharapkan dapat mengenalkan, membujuk dan mengingatkan pembeli mengenai keberadaan suatu produk atau jasa yang pada akhirnya dimaksudkan untuk meningkatkan penjualan (Schultz dalam Purnama, 2003).

Pengertian iklan menurut AMA (The American Marketing Association), iklan merupakan setiap bentuk pembayaran terhadap sesuatu proses penyampaiaan dan memperkenalkan ide-ide, gagasan, dan layanan yang bersifat non personal atas tanggungan sponsor tertentu (Widyatama, 2005).

Widyatama (2005) merangkum berbagai macam kesamaan perspektif definisi iklan dari berbagi ahli kedalam enam bentuk prinsip dasar pengertian iklan. Enam prinsip dasar pengertian iklan tersebut yaitu sebagai berikut:


(43)

1. Adanya pesan tertentu

Iklan merupakan informasi. Sebuah iklan tidak akan ada tanpa adanya informasi berupa pesan. Pesan yang disampaikan oleh sebuah iklan dapat berupa pesan verbal, non verbal bahkan perpaduan antara pesan verbal dan non verbal.

2. Dilakukan oleh komunikator (sponsor)

Pesan iklan dibuat dan disampaikan oleh komunikator atau sponsor yang jelas. Komunikator dalam iklan dapat datang dari perseorang, kelompok masyarakat, lembaga, atau organisasi, bahkan negara.

3. Dilakukan secara non personal

Non personal artinya tidak dalam bentuk tatap muka. Penyampaian pesan dapat disebut iklan jika dilakukan oleh media yang kemudian dikenal dengan media periklanan.

4. Disampaikan untuk khalayak tertentu

Pesan yang disampaikan tidak dimaksudkan untuk diberikan kepada semua orang, melainkan kelompok target audiece tertentu. Sasaran khalayak yang dipilih tersebut didasarkan pada keyakinan bahwa setiap kelompok khusus audience memiliki kebutuhan, kesukaan dan karakteristik yang berbeda sehingga pesan yang diberikan harus dirancang khusus yang sesuai dengan target khlayak tersebut.

5. Dalam penyampaiaan pesan tersebut dilakukan dengan cara membayar.

Alat tukar yang digunakan dalam konteks membayar dalam kegiatan periklanan harus diartikan secara luas, tidak hanya menggunakan uang semata


(44)

tetapi dapat juga dengan barter ruang, waktu dan tempat. Misalnya membayar dengan memberikan kesempatan bagi pengelola media iklan untuk memperkenalkan medianya dengan memasang nama lewat acara yang diadakan pengguna jasa media tersebut.

6. Penyampaiaan pesan tersebut, mengharapkan dampak tetentu

Semua iklan yang dibuat oleh produsen iklan dapat dipastikan memiliki tujuan tertentu yaitu untuk menggerakan khalayak mengikuti pesan iklan tersebut. Berdasarkan berbagai definisi diatas dapat disimpulkan bahwa iklan merupakan segala bentuk pesan secara non personal mengenai promosi barang dan jasa oleh sponsor, yang ditunjukan untuk mendapat bayaran dan memiliki tujuan untuk menggerakan khalayak mengikuti pesan tersebut.

2. Media Periklanan

Dalam pembuatan dan penyebaran iklan, juga terdapat salah satu bagian terpenting yaitu menentukan saluran atau media yang tepat sehingga pesan iklan dapat sampai kepada konsumen (Radiosunu, 1986). Menurut Kotler (1999), media adalah saluran komunikasi melalui mana pesan beralih dari pengirim kepenerima. Dengan kata lain, media periklanan adalah saluran komunikasi yang digunakan untuk menyampaikan iklan dari pengiklan kepada konsumen.

3. Televisi sebagai Media Iklan

Salah satu media periklanan yang dianggap mampu menampilkan pesan yang ingin disampaikan pemasar ke konsumen secara lebih efektif adalah media


(45)

televisi (Handoyo, 2004). Pada awalnya, periklanan hanya dapat dilakukan di media radio, koran atau majalah, pamflet-pamflet maupun selebaran yang diedarkan kepada konsumen. Namun sejak munculnya stasiun televisi swasta, para pemasar mulai mengalihkan medium periklanan mereka ke talevisi, karena televisi dianggap mampu menampilkan pesan yang ingin disampaikan pemasar kekonsumen secara lebih efektif .

Media televisi yang dimaksud disini adalah periklanan melalui siaran di televisi. Dalam hal ini, siaran televisi tersebut merupakan media dari jaringan komunikasi yang didalamnya terdapat komunikasi massa, berlangsung satu arah, komunikator melembaga, pesannya bersifat umum, sasarannya menimbulkan keserempakan dan komunikannya heterogen dan anonim. Satu hal yang paling menarik dari televisi adalah bahwa informasi atau berita-berita yang disampaikan lebih singkat, jelas dan sistematis, sehingga pemirsa tidak perlu lagi mempelajari isi pesan dalam menangkap siaran televisi (Jafkins, 1997).

4. Kekuatan dan Kelemahan Televisi Sebagai Media Iklan

Di Indonesia media iklan yang utama masih mengunakan media elektrtronika yaitu televisi yang memberikan dampak yang lebih besar daripada media cetak. Faktor terpenting kenapa televisi menjadi begitu menarik bagi iklan adalah karakteristik yang dimiliki oleh media ini. Menurut Jafkins (1997) terdapat beberapa kekuatan dan kelemahan media televisi diantaranya:


(46)

1. Kekuatan media televisi

• Kesan realistis, karena sifatnya visual, dan merupakan kombinasi berbagai warna, suara, gerakan, sehingga iklan-iklan televisi nampak begitu hidup dan nyata.

• Masyarakat lebih tanggap, karena iklan di televisi disiarkan di rumah dalam suasana serba santai atau rekreatif, maka masyarakat lebih siap untuk memberikan perhatian.

• Repetisi/pengulangan iklan di televisi bisa ditayangkan beberapa kali dalam sehari sehingga dipandang cukup bermanfaat dan memungkinkan sejumlah masyarakat untuk menyaksikannya dalam frekuensi yang cukup hingga pengaruh iklan itu menjadi efektif.

• Adanya pemilahan area siaran (zoning) dan jaringan kerja (networking) yang mengefektifkan penjangkauan masyarakat. Dalam memuat iklan, pengiklan dapat menggunakan satu atau banyak kombinasi pada berbagai stasiun televisi secara sekaligus. Dalam hal ini, pengiklan bahkan bisa membuat jaringan kerja dengan semua stasiun televisi sehingga iklannya akan ditayangkan oleh semua stasiun televisi secara serentak.

• Terkait dengan media lain, tayangan iklan televisi mungkin saja terlupakan dengan cepat. Untuk mengatasi hal ini, dapat memadukan iklan televisi dengan wahana iklan lain, seperti pemberitahuan yang disampaikan pada iklan televisi “untuk keterangan lebih lanjut baca di media cetak”


(47)

2. Kelemahan media televisi

• Televisi cenderung menjangkau pemirsa secara massal, sehingga pemilahan untuk kepentingan pembidikan pangsa pasar tertentu sulit dilakukan.

• Jika yang diperlukan calon pembeli adalah data–data yang lengkap mengenai suatu produk atau perusahaan pembuatnya, maka televisi tidak akan bisa menandingi media pers.

• Biaya untuk mengiklankan di televisi terbilang mahal.

• Kesalahan penyampaian pesan yang akan diberikan kepada konsumen, sehingga terjadi ketidaktahuan konsumen atas informasi yang diberikan oleh pengiklan.

• Adanya kecenderungan pemirsa televisi yang mengganti salurannya pada saat iklan ditampilkan dan kebosanan akibat terlalu tinggi frekuensi pemunculan iklan di televisi.

5. Elemen-Elemen Iklan

Agar suatu iklan memiliki daya tarik dan menjadi iklan yang baik, iklan perlu dirancang secara menyeluruh mengunakan elemen-elemen yang dikenal dalam sebuah rumus AIDCA (Kasali, 1995 dan Jafkins, 1997). Elemen-elemen itu antara lain meliputi:

1. Attention (perhatian)

Iklan harus menarik perhatian khalayak sasarannya, baik pembaca, pendengar, ataupun pemirsa. Perhatian mungkin dapat diraih dengan memanfaatkan moment dalam publiksi, atau dengan menampilkan keunikan atau bentuk iklan


(48)

itu sendiri. Beberapa penulis naskah iklan mempergunakan trik-trik khusus untuk menimbulkan perhatian calon pembeli seperti:

a. Menggunkan headline yang mengarahkan b. Menggunakan slogan yang mudah diingat

c. Menonjolkan atau menebalkan huruf-huruf tentang harga (apabila harga merupakan unsur penting dalam mempengaruhi orang untuk membeli). d. Menonjolkan selling point suatu produk,

e. Menggunakan sub-sub judul untuk membagi naskah dalam beberapa paragraf pendek.

f. Menggunakan huruf tebal (bold) untuk memenunjukan kata-kata yang menjual.

2. Interest (minat)

Setelah perhatian calon pembeli berhasil direbut, persoalan yang dihadapi adalah bagaimana agar konsumen berminat dan ingin tahu lebih lanjut. Untuk itu mereka dirangsang agar membaca dan mengikuti pesan-pesan yang disampaikan. Dengan demikian penggunaan kata-kata atau kalimat pembuka sebaiknya dapat merangsang orang. Rasa tertarik mungkin dapat muncul dengan adegan-adegan dalam iklan yang menarik, dan hal ini pada gilirangnnya akan semakin diperkuat oleh penampilan iklan yang orisinil. 3. Desire (kebutuhan/keinginan)

Iklan harus berhasil menggerakan keinginan orang untuk memiliki atau menkmati produk. Kebutuhan atau keinginan mereka untuk memiliki, memakai, atau melakukan sesuatu harus dibangkitkan. Hal ini dapat terkait


(49)

dengan keuntungan apakah yang ditawarkan oleh produk melalui iklan tersebut.

4. Conviction (Rasa percaya)

Iklan perlu memunculkan keyakinan bahwa produk tersebut memang layak untuk dibeli dan akan memberikan kepuasan bagi konsumen yang menggunakannya. Untuk menimbulkan rasa percaya pada calon pembeli, sebuah iklan dapat ditunjang dengan berbagai kegiatan peragaan seperti pembuktian, membagi-bagikan percontohan gratis, dan menyondongkan pandangan-pandangan positif dari tokoh-tokoh masyarakat terkemuka serta hasil pengujian oleh pihak ketiga, misalnya, hasil pengujian dari Depatemen Perindustrian, Lembaga Swadaya Masyarakat dan laboratorium swasta terkemuka atau perguruan tinggi.

5. Action (tindakan)

Upaya terakhir untuk membujuk calon pembeli adalah agar sesegera mungkin melakukan tindakan pembelian. Memilih kata yang tepat agar calon pembeli melakukan respon yang sesuai dengan yang diharapkan adalah pekerjaan yang sangat sulit, serta harus diperkirakan dampak psikologis dari kata-kata perintah tersebut, seberapa jauh kata-kata tersebut berkenan dan tidak menyinggung perasaan calon pembeli atau menimbulkan anti pati.

6. Produk Pasta Gigi Pepsodent

Swasta dan Handoko (dalam Mangkunegara, 1998) mendefinisikan produk sebagai segala sesuatu yang dapat ditawarkan produsen untuk diperhatikan,


(50)

diminta, dicari, dibeli, digunakan, atau dikonsumsi pasar sebagai pemenuhan kebutuhan atau keinginan pasar yang bersangkutan. Hal ini sesuai dengan definisi produk menurut Kotler dan Amstrong (1999) yaitu sebagai segala sesuatu yang ditawarkan dan dipasarkan pemasar untuk diperhatikan, dikonsumsi, atau dimiliki sehingga dapat memuaskan kebutuhan dan keinginan konsumen. Produk yang ditawarkan tersebut meliputi barang fisik, jasa kegiatan, orang, tempat, organisasi, ide-ide, atau gabungan dari beberapa keinginan atau kebutuhan.

Konsumen mengkonsumsi alternatif produk sesuai dengan jenis kebutuhan dan keinginan masing-masing. Dengan kata lain, konsumen membeli produk guna memuaskan kebutuhannya (Bearden dkk, 2001). Menurut Hawkins dkk (1998), produk juga di definisikan sebagai segala seuatu yang diperoleh oleh konsumen dalam upaya memenuhi kebutuhannya.

Salah satu produk yang sangat dibutuhkan oleh konsumen adalah produk pasta gigi. Pasta gigi menjadi salah satu produk kesehatan yang sangat penting karena berfungsi untuk menjaga dan memelihara kebersihan gigi dan mulut. Kebisaan menggosok gigi dengan pasta gigi bahkan harus menjadi kegiatan rutin yang harus dilakukan setiap hari.

Dipasaran saat ini tersedia berbagai macam produk pasta gigi yang menawarkan keunggulan dan kualitas produk yang baik. Salah satunya adalah produk pasta gigi merek Pepsodent. Pepsodent merupakan salah satu produsen produk pasta gigi terkenal di Indonesia dan merupakan produk kesehatan yang diproduksi oleh PT. Unilever Indonesia, Tbk Surabaya.


(51)

Sejak awal keberadaannya, produsen Pepsodent selalu memberikan lebih dari sekedar kemanjuran dasar. Pepsodent terus menjaga produk-produknya agar tetap relevan dengan trend yang berkembang di masyarakat. Pepsodent juga terus melengkapi jajaran produknya mulai dari pembersihan dasar hingga pasta gigi dengan manfaat lengkap. Selama ini Pepsodent telah mengeluarkan produk pasta gigi, kemudian diikuti berbagai macam produk kesehatan gigi dan mulut lainnya seperti yang sikat gigi, dan mouthwash.

Berdasarkan berbagai uraian para tokoh diatas dapat disimpulkan bahwa produk merupakan segala sesuatu yang ditawarkan oleh pihak pemasar untuk dikonsumsi oleh konsumen guna memuaskan kebutuhan dan keinginannya. Dalam penelitian ini, peneliti akan meneliti perilaku penggunaan salah satu produk yang ditawarkan oleh produsen Pepsodent yaitu produk pasta gigi.

.

C. Konsumen

1. Pengertian Konsumen

Menurut Swasta (dalam Mangkunegara, 1998), konsumen merupakan seluruh individu yang membeli atau membutuhkan barang dan jasa untuk keperluan pribadi individu tersebut. Hal ini sejalan dengan pandangan Kotler (dalam Mowen dan Minor, 1995) yang mendefinisikan konsumen sebagai semua orang dan rumah tangga yang membeli atau menerima barang dan jasa bagi konsumsi pribadi.

Menurut Schifmant dan Kanuk (2004), istilah konsumen sering di gunakan untuk menggambarkan dua macam konsumsi yang berbeda yaitu:


(52)

a. Konsumen Perorangan

Konsumen perorangan adalah individu yang membeli barang dan jasa untuk keperluan sendiri. Dalam konteks ini, berbagai produk dibeli untuk untuk pemakaiaan akhir oleh perorangan.

b. Konsumen organisasi

Konsumen organisasi yaitu semua yang membeli produk, peralatan dan jasa untuk menjalankan organisasinya baik mencari keuntungan maupun tidak. Konsumen organisasi meliputi perusahaan yang mencari laba maupun nirlaba, badan pemerintah (lokal, negara bagian maupun nasional), lembaga (misalnya sekolah, rumah sakit, dan penjara) yang semuanya menggunakan produk barang dan jasa untuk keperluan organisasi mereka.

Berdasarkan berbagai uraian diatas maka dapat disimpulkan bahwa konsumen merupakan semua orang, baik perorangan maupun organisasi yang membeli dan menggunakan produk barang maupun jasa untuk kepentingaan sendiri maupun kelompok.

2. Perilaku Konsumen

Perilaku konsumen merupakan perilaku yang ditujukan dalam mencari, membeli, menilai dan menentukan produk barang, jasa, dan gagasan (Schifman dan kanuk, 2004). Engel dkk (1994) menambahkan, perilaku konsumen sebagai tindakan yang langsung terlibat dalam mendapatkan konsumsi, dan menghabiskan produk barang dan jasa, termasuk proses keputusan yang mendahului atau menyusuli tindakan ini.


(53)

Dari berbagai uraiaan diatas, perilaku konsumen dapat diartikan sebagai tindakan atau perilaku yang dilakukan untuk secara langsung terlibat dalam penggunaan barang dan jasa. Pada penelitian ini akan memfokuskan pada perilaku konsumen perorangan yaitu perilaku individu yang membeli produk pasta gigi Pepsodent untuk kepentingan pribadi dan telah melakukan minimal lima kali pembelian secara berturut-turut pada merek produk yang sama. Dengan kata lain, konsumen sudah terlebih dahulu menggunakan produk pasta gigi Pepsodent dan masih terus menerus menggunakan produk tersebut secara konsisten minimal lima kali pembelian pada merek yang sama.

D. Hubungan Iklan Produk Pasta Gigi Pepsodent di Televisi dengan Loyalitas Merek Produk Pasta Gigi Pepsodent pada Konsumen

Salah satu faktor yang sangat penting dalam membangun loyalitas konsumen adalah faktor promosi melalui teknik periklanan. Periklanan menjadi sangat penting karena merupakan salah satu teknik promosi yang langsung dapat menyentuh persepsi publik dan mengkampanyekan pesan komersial kepada masyarakat, serta merupakan salah satu instrumen kegiatan promosi yang mempunyai kemampuan untuk mempengaruhi respon konsumen (Kasali, 1995)

Ketika konsumen menjatuhkan pilihannya pada satu merek untuk menjadikannya bagian dari konsumsi, ada serangkaiaan proses pemenuhan informasi yang terjadi secara terus menerus tetap berlangsung dipikiran konsumen. Proses ini dimulai dari kondisi ketidaksadaran (unawere) yaitu saat konsumen sama sekali tidak mengetahui merek tersebut. Lalu berlanjut kekondisi


(54)

sadar (aware) yaitu bila ada informasi yang menarik baginya, berlanjut ke minat pada taraf tertentu ditindaklanjuti dengan proses pencarian dan upaya. Bila informasi yang diterima dari proses mencoba ini sesuai dengan yang dibutuhkannya akan terjadi pengulangan pembelian, dan akhirnya konsumen mengadopsi (Handoyo, 2004).

Berdasarkan proses tersebut, periklanan menjadi sangat penting karena bertujuan memberikan informasi kepada konsumen akan keberadaan produk dan jasa. Lewat proses promosi, konsumen yang awalnya mungkin tidak tahu akan keberadaan suatu produk menjadi tahu dan terdorong untuk mencoba (Kotler, 1994). Konsumen yang telah mencoba produk kemudian mendapat kepuasan atas kualitas produk yang dibelinya akan cenderung melakukan pembelian berulang. Adanya kualitas produk yang memuaskan dan diperkuat dengan periklanan yang intensif dapat menyebabkan loyalitas konsumen terhadap merek yang ditawarkan pun akan lebih mudah diperoleh (Handoyo, 2004).

Dengan sebuah iklan, konsumen dapat mempunya kesan/image terkait dengan informasi manfaat dan nilai suatu produk yang diwakili oleh merek. Periklanan juga akan bermanfaat dalam menciptakan struktur mental yang positif tentang perusahaan yang bersangkutan. Hal ini dapat mengembangkan sikap positif para calon konsumen, menarik calon konsumen yang loyal dalam jangka waktu tertentu (Kasali, 1995), serta menguatkan preferensi terhadap merek pada konsumen yang loyal terhadap merek tersebut (Handoyo, 2004).

Agar suatu iklan dapat direspon secara positif, iklan perlu dirancang secara menyeluruh. Untuk itu, perusahaan perlu memperhatikan elemen-elemen yang


(55)

meliputi AIDCA antara lain: perhatian (Attention), minat (Interest), rasa percaya (Conviction), dan tindakan (Action). Dengan kata lain, iklan harus dapat menarik perhatian sasarannya agar menimbulkan minat dan rasa ingin tahu lebih lanjut tentang produk yang ditawarkan, sehingga akan menggerakan keinginan untuk memiliki atau menikmati produk tersebut. Iklan juga harus dapat meyakinkan bahwa produk yang diiklankan merupakan produk yang bermutu dan bermanfaat agar konsumen tidak goyah lagi dan akan tetap percaya sehingga akan sesegera mungkin melakukan tindakan pembelian (Handoyo, 2004).

Citra-citra visual dari televisi terbukti mampu menciptakan dampak emosi yang kuat. Jika iklan pasta gigi Pepsodent di televisi tersebut ditanggapi secara positif karena mampu menarik perhatian, memunculkan minat, rasa percaya bahkan memunculkan emosi untuk segera melakukan pembelian, diharapkan produk dan iklan tersebut akan melekat dihati konsumen dan makin diingat. Bila iklannya makin diingat semestinya merek yang dikampanyekan pun lebih melekat dibenak konsumen. Sikap positif pada iklan inilah yang akan menarik calon konsumen yang loyal (Kasali, 1995) serta menguatkan preferensi terhadap merek pada konsumen yang loyal terhadap merek tersebut (Handoyo, 2004). Dengan kata lain iklan produk pasta gigi Pepsodent dapat saja berpengaruh pada loyalitas merek konsumen.


(56)

Skema Hubungan Iklan Produk Pasta Gigi Pepsodent di Televisi dengan Loyalitas Merek Produk Pasta Gigi Pepsodent pada Konsumen

Iklan Attention (perhatian) Interest (minat) Desire

(kebutuhan/keinginan) • Conviction

(rasa percaya) Action (tindakan)

Loyalitas merek • Pembelian berulang

secara konsisten • Komitmen terhdap

merek • Minat

Konsumen yang loyal

Positif terhadap iklan

Negatif terhadap iklan

Loyalitas merek tinggi

Loyalitas merek rendah


(57)

E. Hipotesis

Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa ada kaitan erat antara iklan produk pasta gigi Pepsodent di televisi dengan loyalitas merek produk tersebut pada konsumen. Maka diajukan hipotesis dalam penelitian ini yaitu ada hubungan positif antara iklan produk pasta gigi pepsodent di televisi dengan loyalitas merek produk pasta gigi Pepsodent pada konsumen. Semakin positif iklan produk pasta gigi pepsodent di televisi ditanggapi oleh konsumen yang telah loyal maka semakin tinggi loyalitas pada merek tersebut, sebaliknya semakin negatif iklan produk pasta gigi pepsodent ditanggapi oleh konsumen yang loyal, maka loyalitas konsumen terhadap merek tersebut juga semakin rendah.


(58)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Penelitian ini merupakan jenis penelitan kuantitatif dengan menggunakan teknik kolerasional (correlational resarch) yaitu tipe penelitian dengan karakteristik berupa hubungan korelasional anatara dua variabel atau lebih. Tujuan penelitian ini adalah menyelidiki ada tidaknya hubungan antara satu variabel dengan variabel yang lain. Pada penelitian ini akan dicari apakah ada hubungan positif antara iklan produk pasta gigi Pepsodent dengan loyalitas merek produk pasta gigi Pepsodent pada konsumen.

B. Identifikasi Variabel Penelitian

Terdapat 2 variabel dalam penelitian ini yaitu meliputi :

1. Variabel bebas : Iklan produk pasta gigi Pepsodent di televisi. 2. Variabel tergantung : Loyalitas merek produk pasta gigi Pepsodent.

C. Definisi Operasional

Definisi operasional adalah definisi yang didasarkan pada sifat-sifat hal yang didefinisikan dan dapat diamati. Penyusunan definisi ini digunakan untuk merujuk data yang akan digunakan dalam penelitian (Suryabrata, 1998)


(59)

1. Iklan Produk pasta gigi Pepsodent di Televisi

Iklan adalah segala bentuk pesan secara non personal mengenai promosi barang dan jasa oleh sponsor, yang ditunjukan untuk mendapat bayaran dan memiliki tujuan untuk menggerakan khalayak mengikuti pesan tersebut. Iklan pasta gigi pepsodent di televisi merupakan iklan pasta gigi pepsodent yang muncul lewat media televisi, diungkap melalui elemen-elemen iklan AIDCA yaitu meliputi: Attention (perhatian), Interest (minat), Desire (kebutuhan/keinginan), Conviction (rasa percaya), Action (tindakan).

Semakin tinggi skor total yang diperoleh, semakin positif iklan pasta gigi Pepsodent di televisi pada konsumen, sebaliknya semakin rendah skor totalnya, semakin negatif pula iklan pasta gigi Pepsodent di televisi pada konsumen.

2. Loyalitas Merek Produk Pasta gigi Pepsodent

Loyalitas merek produk pasta gigi Pepsodent adalah perilaku dan sikap konsumen terhadap produk pasta gigi Pepsodent yang dilihat melalui pembelian berulang secara konsisten, sikap positif dan komitmen terhadap merek, yang direncanakan dengan pertimbangan rasional maupun emosional serta sulit berubah. Loyalitas ini harus berasasaskan minat yang kuat, sikap yang baik, fanatisme dan adanya konsistensi.

Pada penelitian ini, loyalitas merek akan diukur dengan menggunakan aspek-aspek skala loyalitas merek yang disusun berdasarkan kesimpulan pengertian dan pengukuran loyalitas merek oleh beberapa ahli yaitu meliputi: perilaku berlangganan yang konsisten, komitmen, dan minat terhadap merek.


(60)

Semakin tinggi skor total yang diperoleh dalam skala loyalitas merek pada konsumen, maka semakin tinggi pula loyalitas merek pada konsumen tersebut. Demikian juga sebaliknya, semakin rendah skor total dalam skala loyalitas merek pada konsumen, maka semakin rendah pula loyalitas merek pada konsumen tersebut.

D. Subjek Penelitian

Pengambilan sampel dalam penelitian ini menggunakan teknik purposive random sampling, yaitu memilih sekelompok subjek yang didasarkan atas ciri-ciri atau sifat tertentu yang dipandang memilik sangkut paut yang erat dengan ciri-ciri sifat papulasi yang sudah diketahui sebelumnya.

Subyek dalam penelitian ini memiliki kriteria sebagai berikut: 1. Subjek berjenis kelamin pria dan wanita.

2. Berusia antara 20-26 tahun. Menurut Santrock (2002), rentang usia 20-26 merupakan batasan usia dewasa dini. Pada usia ini perkembangan kognitif berjalan dengan baik dan dan dirasa cukup mampu dalam mengambil keputusan termasuk untuk loyal terhadap suatu produk yang sering dipakainya.

3. Subjek dalam penelitian ini adalah konsumen yang dianggap loyal terhadap produk pasta gigi Pepsodent yaitu telah melakukan minimal 5 kali pembelian secara berturut-turut terhadap produk tersebut. Menurut Brown (dalam Assael, 1992), loyalitas merek dapat diukur melalui perilaku membeli


(61)

berulang dimana konsumen akan dianggap loyal jika melakukan lima kali pembelian secara berturut-turut pada merek yang sama.

4. Pernah melihat iklan pasta gigi Pepsodent di televisi. Subjek sebelum melakukan pengisian skala akan ditanya terlebih dahulu apakah pernah menonton iklan pasta gigi pepsodent di televisi. Subjek yang menyatakan pernah melihat iklan tersebut akan dianggap sesuai menjadi subjek penelitian ini.

E. Metode Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah melalui penyebaran skala yang terdiri atas dua macam skala yaitu:

1. Skala Loyalitas Merek Produk Pasta gigi Pepsodent

Skala loyalitas merek produk pasta gigi Pepsodent diukur melalui beberapa aspek yang disusun berdasarkan kesimpulan terhadap pengertian dan pengukuran loyalitas merek oleh para tokoh. Aspek-aspek loyalitas merek pada penelitian ini yaitu meliputi:

4. Komitmen terhadap merek

Komitmen terhadap merek merupakan kecenderungan bagi konsumen untuk tidak bepindah merek yang lain.

5. Pembelian berulang

Pembelian berulang merupakan perilaku atau kebiasaan untuk berlangganan berulang terhadap merek.


(62)

6. Minat terhadap merek

Minat terhadap merek merupakan sikap positif untuk memberikan perhatian, dan menyenangi produk suatu merek.

Loyalitas merek akan diungkap dengan menggunakan metode rating yang dijumlahkan (summated rating) merupakan metode penskalaan pernyataan yang menggunakan distribusi respon sebagai dasar penentuan nilai skalanya (Suryabrata, 1998). Skala ini terdiri dari 60 item pertanyaan dengan memiliki empat kategori pilihan jawaban yang terentang meliputi: Sangat Setuju (SS), Setuju (S), Tidak Setuju (TS), Sangat Tidak Setuju (STS). Pengukuran alat ini dikelompokan menjadi 2 kategori, yaitu:

a. Item-item favorable, dengan pilihan jawaban dan skor yaitu: 1. Sangat setuju (SS) : skor 4

2. Setuju (S) : skor 3 3. Tidak Setuju (TS) : skor 2 4. Sangat Tidak Setuju (STS) : skor 1

b. Item-item unfavorable, terdiri dari pilihan jawaban dan skor sebagai berikut: 1. Sangat setuju (SS) : skor 1

2. Setuju (S) : skor 2 3. Tidak setuju (ST) : skor 3 4. Sangat Tidak Setuju (STS) : skor 4


(63)

Tabel 1. Prosentase Distribusi butir-butir pernyataan Skala Loyalitas Merek Produk Pasta gigi Ppsodent Sebelum Uji Coba

Item Item No Aspek

Favorable Unfavorable Jumlah Presentase 1 Pembelian berulang 3, 5, 12, 16,

26, 30, 32, 40, 45,

7,19,22, 33,35, 39, 43, 51

17 36,36%

2 Komitmen terhadap merek

1, 6, 11, 15, 20, 25, 36,38, 41, 48

4, 9,17, 23, 28, 31, 44, 49, 55, 53

20 30,91%

3 Minat terhadap merek 2,10,14, 21, 27, 34, 42, 46, 50, 54

8,13,18, 24, 29,37, 47, 52,

18 32,73%

Jumlah total 29 26 55 100%

2. Skala Iklan Produk Pasta Gigi Pepsodent di Televisi

Skala iklan produk pasta gigi Pepsodent di televisi dapat diukur melalui aspek-aspek yang dikenal dalam sebuah rumus AIDCA (Kasali, 1995 dan Jafkins, 1997). Aspek-aspek ini terdiri atas :

a. Attention (perhatian),

Konsumen memberikan perhatian terhadap iklan tersebut. b. Interest (minat)

Iklan tersebut menimbulkan minat dan rasa ingin tahu lebih lanjut pada konsumen tentang iklan produk yang ditawarkan.

c. Desire (kebutuhan/keinginan)

Iklan tersebut menggerakan keinginan untuk memiliki atau menikmati produk tersebut


(64)

d. Conviction (rasa percaya),

Iklan juga harus dapat meyakinkan bahwa produk yang diiklankan merupakan produk yang bermutu dan bermanfaat agar konsumen tidak goyah lagi dan akan tetap percaya

e. Action (tindakan)

Iklan dapat mempengaruhi konsumen untuk sesegera mungkin melakukan tindakan pembelian.

Skala ini terdiri atas 55 item pertanyaan dengan menggunakan metode perhitungan skala rating yang dijumlahkan (summated rating). Skala ini terdiri dari empat kategori pilihan jawaban yang terentang meliputi Sangat Setuju (SS), Setuju (S), Tidak Setuju (TS), Sangat Tidak Setuju (STS). Pengukuran alat ini dikelompokan menjadi 2 kategori, yaitu:

a. Item-item favorable, dengan pilihan jawaban dan skor yaitu: 1. Sangat setuju (SS) : skor 4

2. Setuju (S) : skor 3 3. Tidak Setuju (TS) : skor 2 4. Sangat Tidak Setuju (STS) : skor 1

b. Item-item unfavorable, terdiri dari pilihan jawaban dan skor sebagai berikut: 1. Sangat Setuju (SS) : skor 1

2. Setuju (S) : skor 2 3. Tidak Setuju (TS) : skor 3 4. Sangat Tidak Setuju (STS) : skor 4


(65)

Tabel 2. Prosentase Distribusi butir-butir pernyataan Skala Iklan Produk Pasta Gigi Pepsodent di televisi Sebelum Uji Coba

Item Item No Aspek

Favorable Unfavorable Jumlah Presentase 1 Attention (perhatian) 13, 21, 24, 29,

39, 45

2, 7, 20, 22, 35, ,

11 20%

2 Interest (minat) 4, 19, 27, 34,

41, 53

5, 9, 14, 26, 47,

11 20%

3 Desire

(kebutuhan/keinginan)

1, 11, 18, 30, 42, 50

16, 33, 38, 51, 54

11 20%

4 Conviction (rasa percaya),

6, 8, 15, 31, 37, 44

12, 17, 36, 43, 52

11 20%

5 Action (tindakan) 3, 10, 23, 46,

48, 55

25, 28, 32, 40, 49,

11 20%

Jumlah total 30 25 55 100%

Pada kedua skala diatas tidak menyertai alternatif jawaban netral. Menurut Hadi (1991) hal ini didasarkan atas 3 hal yaitu:

1. Undecided mempunya arti ganda, bisa diartikan sebagai belum memutuskan atau memberi jawaban (menurut konsep aslinya), bisa juga diartikan netral, setuju tidak, tidak setuju pun tidak, atau bahkan ragu-ragu. Kategori jawaban yang ganda arti (multi interpretable) ini tentu saja tidak diharapkan dalam suatu instrumen.

2. Jawaban tengah menimbulkan kecenderungan menjawab ketengah (central tendency effect) terutama bagi mereka yang ragu-ragu atas arah kecenderungan jawabannya, kearah setuju ataukah tidak setuju.


(66)

3. Kategorisasi jawaban SS-S-TS-STS adalah terutama untuk melihat kecenderungan pendapat responden, kearah setuju atau kearah tidak setuju. Jawaban tengah akan menghilangkan data penelitian sehingga mengurangi banyaknya informasi yang dapat disaring dari responden.

F. Pelaksanaan Uji Coba Alat Pengumpulan Data

Uji coba alat ukur dilaksanakan tanggal 15-25 maret 2008 dengan total sampel sebanyak 60 orang. Pengambilan sampel tersebut dipilih berdasarkan ciri-ciri yang sudah ditetapkan yaitu subjek adalah pria dan wanita berusia diantara 20-26 tahun, telah menggunakan produk pasta gigi minimal 5 kali secara berturut-turut, serta pernah menyaksikan iklan pasta gigi pepsodent di televisi. Pada masing-masing subjek tersebut diberikan 2 jenis skala yaitu skala iklan produk pasta gigi Pepsodent di televisi dan skala loyalitas merek produk pasta gigi Pepsodent.

G. Hasil Uji Coba Alat Pengumpulan Data

Setiap usaha pengukuran senantiasa diarahkan untuk mencapai tingkat obyektifitas hasil yang tinggi. Salah satu upaya penting untuk menempuh hal itu adalah melalui pemilihan atau penyusunan alat ukur yang memiliki daya diskriminasi item, derajat validitas dan reliabilitas yang adekuat. Problem daya diskriminasi item, validitas dan reliabilitas alat ukur ini semakin serius bilamana pengukuran tersebut dikenakan kepada gejala-gejala sosial atau perilaku manusia yang sedemikian kompleks (Hadi, 2002).


(67)

Validitas dan realibilitas adalah dua hal yang sangat penting untuk membuat alat ukur yang berkualitas. Hal ini bertujuan agar alat yang di gunakan dalam penelitian menjadi akurat dan dapat dipercaya. Perincian metode pengujian daya diskriminasi item, validitas dan reliabilitas alat ukur tersebut akan dipaparkan di bawah ini :

1. Validitas Alat Ukur

Menurut Hadi (1991), validitas merupakan taraf kecermatan dan ketepatan alat ukur dalam melakukan fungsi ukurnya. Dengan kata lain, sebuah alat ukur akan dikatakan mempunyai validitas bila alat ukur tersebut mengukur apa yang harus diukur. Suatu alat ukur dapat dikatakan memiliki validitas yang tinggi apabila alat tersebut dapat mengungkapkan secara jitu gejala yang hendak diukur dan seberapa jauh alat tersebut memiliki ketelitian dalam memberikan status (Hadi, 1991).

Dalam penelitian ini akan dipakai validitas isi sebagai pengukur validitas skala. Validitas isi merupakan validitas yang diestimasi lewat pengujian terhadap isi tes dengan analisis rasional atau lewat professional judgment yang dilakukan oleh dosen pembimbing. Validitas isi dimaksudkan untuk mengetahui sejauh mana item-item tersebut relevan dengan tujuan pengukuran dan menunjukkan sejauh mana tes tersebut komprehensif isinya (Azwar, 2001). Validitas isi pada penelitian ini dilakukan dengan jalan mengkonsultasikan item-item skala dengan orang dianggap ahli yaitu dosen pembimbing sebagai profesional judgement untuk memastikan bahwa bahwa item tersebut sudah mencakup keseluruhan


(68)

kawasan isi dan obyek yang hendak diukur sehingga tidak keluar dari indikator-indikator yang telah ditentukan

2. Analisis Butir

Analisis butir didefinisikan sebagai sejauh mana item mampu membedakan antara individu atau kelompok individu yang memiliki dan yang tidak memiliki atribut yang diukur (Azwar, 2001). Analisis butir disebut juga sebagai konsistensi item total karena merupakan indikator keselarasan atau konsistensi antara fungsi item dengan fungsi skala secara keseluruhan. Item-item yang dipilih adalah item yang mengukur hal yang sama dengan apa yang diukur oleh skala secara keseluruhan. Analisis butir seringkali disebut dengan koefisien korelasi item total (rix). Analisis butir pada penelitian ini dilakukan dengan

bantuan program SPSS for window versi 12.00. Untuk mengambil butir-butir yang sahih, peneliti menetapkan r ≥ 0.30 karena item yang mencapai korelasi minimal 0.30 daya diskriminasinya dianggap memuaskan. Berikut paparan proses analsis butir skala penelitian ini:

a. Analisis butir skala loyalitas merek Produk pasta gigi Pepsodent

Hasil analisis skala loyalitas merek berkisar antara -0.18 sampai 0.812. Butir item diseleksi dengan cara menggugurkan butir-butir yang memiliki koefisien korelasi antar item yang rendah dengan memperhatikan penyebaran butir pada tiap aspek. Hasil seleksi item yaitu dari 55 buah item terdapat 4 buah item yang tidak layak digunakan sebagai pertanyaan penelitian, serta terdapat 51 item yang dianggap layak untuk digunakan dalam pertanyaan penelitian. Dengan melihat penyebaran item pada tiap aspek, dari 51 item tersebut dikurangi lagi 1


(1)

Lampiran 12. Reliabilitas Skala Loyalitas Merek Produk Pasta Gigi

Pepsodent Sebelum Uji Coba

Reliability Statistics

Cronbach's Alpha

Cronbach's Alpha Based

on Standardize

d Items

N of Items


(2)

Lampiran 13. Reliabilitas Skala Loyalitas Merek Produk Pasta Gigi

Pepsodent Sesudah Uji Coba

Reliability Statistics

Cronbach's Alpha

Cronbach's Alpha Based

on Standardized

Items

N of Items


(3)

Lampiran 14. Uji Normalitas

One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test

skala_persepsi skala_loyalitas

N 50 50

Normal

Parameters(a,b)

Mean

136,22 141,72

Std. Deviation 13,692 20,359

Most Extreme Differences

Absolute

,103 ,080

Positive ,057 ,080

Negative -,103 -,079

Kolmogorov-Smirnov Z ,726 ,568

Asymp. Sig. (2-tailed) ,667 ,904

a Test distribution is Normal. b Calculated from data.


(4)

Lampiran 15. Uji Linearitas

Anova Table

Sum of

Squares

df

Mean

Square

F

Sig.

Skala_iklan *

Skala_loyalitas

Between

Groups

(Combined)

8345,997 34 245,470 4,380 ,002

Linearity

3534,850 1 3534,850 63,079 ,000

Deviation from

Linearity

4811,147 33 145,792 2,602 ,026

Within Groups

840,583 15


(5)

Lampiran 16. Deskripsi statistik

Descriptive Statistics

N Minimum Maximum Mean

Std. Deviation skala_Iklan 50 102 162 136,22 13,692 skala_loyalitas 50 91 192 141,72 20,359 Valid N


(6)

Lampiran 17. Uji Hipotesis

Correlations

skala_perse psi

skala_loyalit as Pearson

Correlation 1 ,620(**) Sig. (1-tailed) . ,000 skala_Iklan

N 50 50

Pearson

Correlation ,620(**) 1 Sig. (1-tailed) ,000 . skala_loyalitas

N 50 50