Kultur Lingkungan Kerja LANDASAN TEORITIK

6

BAB II LANDASAN TEORITIK

A. Kultur Lingkungan Kerja

1. Ruang Lingkup Lingkungan Kerja Lingkungan kerja merupakan salah satu faktor yang sangat berpengaruh terhadap pekerjaan yang dilakukan karyawan. Kondisi lingkungan kerja yang nyaman, aman dan mendukung akan membuat karyawan menjadi bersemangat dan bergairah dalam bekerja, sehingga berdampak positif pada kinerjanya. Dengan semangat dalam bekerja karyawan cenderung akan merasa puas dalam bekerja. Sebaliknya, lingkungan kerja yang banyak menimbulkan resiko atau tidak aman, dan tidak mendukung dalam pelaksanaan tugas yang dibebankan akan menyebabkan merosotnya semangat kerja, kemungkinan terjadi kesalahan dalam tugas, dan menurunnya produktivitas kerja Nitisemito, 1982:183. Nitisemito 1982:184 menyatakan bahwa lingkungan kerja sebagai segala sesuatu yang ada di sekitar para pekerja dan yang dapat mempengaruhi dirinya dalam melakukan tugas-tugas yang dibebankan. Adapun faktor lingkungan fisik yang harus diperhatikan oleh perusahaan dalam upaya meningkatkan semangat dan gairah kerja, antara lain: pewarnaan, kebersihan, pertukaran udara, penerangan, musik, keamanan, dan kebisingan. Menurut Ahyari 1989:206 adalah lingkungan di mana para karyawan melakukan PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI tugas dan pekerjaannya. Lingkungan kerja karyawan dibagi menjadi 3 kelompok. 1. Fasilitas untuk pelayanan karyawan, yang meliputi pelayanan makan, kesehatan, dan pengadaan kamar mandikamar kecil. 2. Kondisi kerja, yang meliputi pengaturan penerangan ruang kerja, pengaturan suhu udara, pengaturan suara bising, pemilihan warna, penerangan ruang gerak yang diperlukan serta keamanan karyawan. 3. Hubungan karyawan dengan karyawan lain yang sering disebut dengan human relation . Faktor lingkungan menurut Nitisemito 1982:216 adalah sebagai berikut: 1. Pewarnaan Masalah pewarnaan perlu diperhatikan sebab faktor ini cukup berpengaruh terhadap semangat dan kegairahan kerja karyawan. Misal, penggunaan warna putih pada ruang kerja dapat memberi kesan ruang yang sempit menjadi tampak luas dan bersih serta mendukung pekerjaan yang memerlukan ketelitian. 2. Kebersihan Lingkungan kerja yang bersih secara tidak langsung menimbulkan rasa senang dan mempengaruhi semangat dan gairah kerja seseorang dalam bekerja. Suatu ruangan yang penuh debu dan berbau tidak enak akan mengganggu konsentrasi kerja. 3. Penerangan PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI Penerangan yang cukup sangat dibutuhkan jika pekerjaan yang dilakukan menuntut ketelitian. Penerangan yang terlalu besar akan membuat rasa panas sehingga dapat menimbulkan rasa gelisah. Sebaliknya, penerangan yang kurang akan menyebabkan rasa mengantuk dan ada kemungkinan terjadi kekeliruan dalam melakukan tugasnya Nitisemito, 1982:192. Penerangan yang baik untuk ruang kerja yaitu sinar yang cukup terang, tidak menyilaukan, dan distribusi cahaya yang merata, sehingga tidak ada kontras yang tajam. Manfaat yang diperoleh dari sistem penerangan yang baik adalah: § meningkatkan produksi; § memperbaiki kualitas pekerjaan para karyawan; § mengurangi tingkat kecelakaan; § memudahkan pengarahan dan pengawasan; § meningkatkan gairah kerja; § mengurangi turn over pindah kerja; § mengurangi kerusakan atau kesalahan dari barangtugas yang dikerjakan; § menurunkan biaya produksi. 4. Pertukaran udara ventilasi Pertukaran udara yang cukup dalam ruang kerja sangat diperlukan apalagi bila dalam ruangan tersebut penuh karyawan. Pertukaran udara yang cukup akan menimbulkan kesegaran fisik dari bawahan. Sebaliknya, pertukaran udara yang kurang dapat menyebabkan kelelahan PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI dan menurunnya semangat kerja, serta berpengaruh pada tingkat kesalahan dalam melaksanakan tugas. 5. Musik Musik juga berpengaruh pada semangat dan gairah kerja seseorang. Bila musik yang diperdengarkan menyenangkan maka dapat menimbulkan suasana gembira dan sekaligus mengurangi kelelahan dalam bekerja. Namun tidak selalu berarti tanpa musik semangat kerja menurun tetapi dengan adanya musik yang merdu dan menyenangkan maka secara tidak langsung semangat kerja bisa meningkat. 6. Keamanan Adanya jaminan terhadap keamanan dapat menimbulkan ketenangan dan sekaligus dapat mempengaruhi semangat dan gairah kerja. Contoh: tempat parkir kendaraan yang tidak aman dan sering kecurian akan menimbulkan kegelisahan dan terganggunya konsentrasi kerja karyawan sewaktu menjalankan tugas. 7. Kebisingan Kebisingan yang terus menerus dapat mengganggu konsentrasi dalam bekerja sehingga akan menimbulkan kesalahan. Pengaturan dan pengendalian suara harus diperhatikan untuk menjaga agar kepekaan pendengaran karyawan tetap dalam kondisi baik. Kekurangpekaan pendengaran karyawan dan suara bising dapat menyebabkan komunikasi terhambat, sebab informasi yang diberi dan diterima karyawan menjadi tidak jelas sehingga akan menyebabkan kesalahan. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 8. Hubungan dengan atasan Hubungan kerjasama yang baik antara karyawan dengan atasan akan mempengaruhi semangat kerja dan kepuasan kerja karyawan. Karyawan cenderung senang dengan atasan yang perhatian, mau mendengarkan pendapat bawahannya, bisa menghormati dan menghargai hasil kerja karyawan, dan adanya pujian atas hasil kerja yang baik. 9. Hubungan dengan rekan kerja Rekan kerja yang bisa diajak kerjasama dan mendukung dalam pelaksanaan kerja cenderung berpengaruh pada meningkatnya semangat kerja dan kepuasan kerja pada karyawan tersebut. Sebaliknya, rekan kerja yang tidak bisa diajak kerjasama akan menimbulkan konflik dalam kerja dan hal ini berdampak negatif pada kinerja maupun semangat kerja karyawan. 10. Otonomi dalam merencanakan dan menjalankan pekerjaan Bagi karyawan yang suka dengan tantangan dalam pekerjaannya cenderung akan lebih puas dalam bekerja bila dia diberi otonomi atau kebebasan dalam berpendapat dan berkreasi dalam menjalankan tugasnya. Dengan adanya kebebasan tersebut karyawan akan memiliki rasa tanggung jawab terhadap pekerjaan dan merasa dihargai. 2. Kultur Lingkungan Kerja Hofstede 1994:5 mengartikan kultur sebagai: “a collective phenomenon, because it least partly shared with people who live or lived within the same social environment, which is there it was learned. It is a PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI collective programming of the mid which distinguishes the members of the one group or category of people from another”. Kultur merupakan bentuk pemrograman mental secara kolektif yang membedakan anggota kelompok satu dengan kelompok lainnya dalam pola pikir, perasaan dan tindakan anggota satu kelompok. Dengan demikian kultur lingkungan kerja adalah pola nilai, norma, sikap hidup, ritual dan kebiasaan yang baik dalam lingkungan kerja, sekaligus cara memandang persoalan dan pemecahannya. Kultur lingkungan kerja merupakan faktor esensial dalam membentuk karyawan menjadi manusia yang optimis, berani tampil, berperilaku kooperatif, kecakapan personal dan akademik Hofstede, 1994:35. 3. Dimensi Kultur Lingkungan Kerja Empat dimensi kultur lingkungan kerja menurut Hofstede 1994:35- 125 yaitu power distance, individualism vs collectivism, femininity vs masculinity, dan uncertainty avoidance. Dimensi power distance menunjukkan tingkatan atau sejauhmana tiap budaya mempertahankan perbedaan status atau kekuasaan diantara anggota-anggotanya. Masyarakat yang memiliki budaya power distance tinggi cenderung mengembangkan aturan, mekanisme atau kebiasaan-kebiasaan dalam mempertahankan perbedaan status atau kekuasaan. Implikasinya dalam struktur organisasi biasanya ditandai adanya struktur hirarki yang ketat dan kekuasaan yang terpusat. Sementara masyarakat yang memiliki orientasi budaya power distance rendah berusaha meminimalkan perbedaan-perbedaan status atau mengutamakan kesejajaran, sehingga struktur organisasinya biasanya kurang ketat dan kurang terdesentralisir. Organisasi dengan budaya yang mempertahankan jarak sosial, manajer yang dianggap ideal adalah paternalistik dan menjadi pusat dalam penga mbilan keputusan. Mereka diharapkan memiliki pengetahuan, kemampuan, kebijakan yang lebih unggul dibanding bawahannya, dan seminimal mingkin berkonsultasi dengan bawahannya agar bawahan tidak kehilangan rasa hormat padanya. Sementara manajer pada masyarakat yang memiliki budaya power distance rendah diharapkan lebih banyak berkonsultasi dengan bawahannya dalam mengambil keputusan, sehingga mereka harus memiliki kemampuan berkomunikasi yang baik dengan bawahannya, menghargai kesetaraan, dan dapat berkomunikasi dua arah Dayakisni, 2003:277-278. Pada dimensi power distance, indikator kultur lingkungan kerja mencakup: a perbedaan diantara karyawan diminimalkan; b ada ketergantungan antara karyawan yang lemah dan yang kuat; c perbedaan aturan di tiap tingkatan perusahaan; d sistem manajemen di lingkungan kerja; e perbedaan gaji antara atasan dan bawahan; f bawahan ikut serta dalam mengambil keputusan; dan g persepsi terhadap hak istimewa dan simbol status. Dayakisni 2003:280-281 menjelaskan bahwa dimensi individualism vs collectivism mengacu pada sejauhmana suatu budaya mendukung kemungkinan individualistik atau kolektivistik. Budaya individualistik mendorong anggota-anggotanya agar mandiri otonom, menekankan tanggung jawab dan hak-hak pribadinya sehingga kebutuhan, keinginan, PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI kepentingan dan tujuan individu lebih diutamakan daripada tujuan kelompok. Mereka cenderung menganggap waktu pribadi adalah penting dan membuat perbedaan yang jelas antara waktu untuk diri mereka pribadi dengan waktu untuk perusahaan. Sementara budaya kolektif menekankan kewajiban pada masyarakat atau kelompok daripada hak-hak pribadinya. Bahkan diharapkan orang untuk mengorbankan kepentingan dan tujuan pribadinya demi tujuan kelompok, sehingga karyawan diharapkan lebih patuh dan menyesuaikan diri terhadap organisasi untuk menjaga keselarasan. Pada dimensi individualism vs collectivism , indikator kultur lingkungan kerja mencakup: a basis identitas dir i; b keharmonisan di tempat kerja; c hubungan komunikasi; d penyala hgunaan kepemimpinan; e hubungan antar karyawan; f dasar penggajian dan promosi; g sistem manajemen; dan h hubungan kerja. Dimensi femininity vs masculinity menunjukkan tingkatan atau sejauhmana suatu masyarakat berpegang teguh pada peran gender atau nilai- nilai seksual yang tradisional yang didasarkan pada perbedaan biologis. Masyarakat yang memiliki dimensi masculinity menekankan nilai asertivitas, prestasi, dan performansi sehingga menganggap penting mengenai pendapatan, pengakuan, kemajuan, dan tantangan, serta biasanya perbedaan antara pria dan wanitamenjadi menonjol. Sementara pada masyarakat yang memiliki dimensi femininity lebih mengutamakan hubungan interpersonal, keharmonisan, dan kinerja kelompok. Mereka menganggap bahwa kerja yang baik menuntut kemampuan untuk lebih memperhatikan kesejahteraan orang lain dan kurang mengutamakan kepentingan diri sendiri Dayakisni, 2003:282-283. Pada dimensi femininity vs masculinity, indikator kultur lingkungan kerja mencakup: a cara penyelesaian masalah; b prinsip kerja; c perbedaan jenis kelamin dalam lingkungan kerja; d prinsip pekerjaan yang manusia wi; e tipe manajer; dan f sikap bersosial dalam lingkungan kerja. Menurut Dayakisni 2003:279-280, dimensi uncertainty avoidance menunjukkan sejauhmana masyarakat dapat menghadapi situasi yang tidak pasti. Masyarakat yang memiliki dimensi budaya uncertainty avoidance kuat merasa terancam dengan ketidakpastian sehingga berusaha menciptakan mekanisme untuk mengurangi resiko itu. Oleh karena itu diciptakan aktivitas- aktivitas yang lebih terstruktur, aturan-aturan yang tertulis, dan pengaturan yang baik dan lebih banyak spesialisasi pekerjaan. Sebaliknya pada masyarakat yang memiliki orientasi budaya uncertainty avoidance lemah biasanya bersikap lebih santai dan sedikit memiliki aturan dan penyampaian instruksi kepada bawahannya. Bawahan lebih banyak diberi kesempatan untuk mengambil inisiatif sendiri dalam menyelesaikan tugas. Pada dimensi uncertainty avoidance , indikator lingkungan kerja mencakup a kebutuhan akan peraturan dalam lingkungan kerja; b orientasi dalam bekerja; c semangat bekerja; d sikap terhadap pencapaian ketelitian; e sikap terhadap perilaku karyawan; dan f bentuk penilaian terhadap hasil pekerjaan. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

B. Locus of Control

Dokumen yang terkait

HUBUNGAN KECERDASAN EMOSIONAL DENGAN PENGALAMAN KERJA DAN PRESTASI AKADEMIK MAHASISWA PASCA SARJANA UNIVERSITAS ATMA HUBUNGAN KECERDASAN EMOSIONAL DENGAN PENGALAMAN KERJA DAN PRESTASI AKADEMIK MAHASISWA PASCA SARJANA UNIVERSITAS ATMA JAYA YOGYAKARTA.

0 4 14

Pengaruh kultur lingkungan kerja dan locus of control pada hubungan kecerdasan emosional dengan kualitas pelayanan karyawan : studi kasus karyawan administrasi Universitas Negeri Yogyakarta dan Universitas Gajah Mada Yogyakarta.

0 1 212

Pengaruh kultur lingkungan kerja dan locus of control pada hubungan antara kecerdasan emosional dengan kualitas pelayanan karyawan : studi kasus karyawan administrasi Universitas Janabadra dan Universitas Pembangunan Nasional `Veteran` Yogyakarta.

1 1 207

Pengaruh kultur lingkungan kerja dan locus of control pada hubungan antara kecerdasan emosional dengan kualitas pelayanan karyawan : studi kasus karyawan administrasi Universitas Islam Indonesia dan Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.

0 0 207

Pengaruh jenis pekerjaan, tingkat pendidikan, dan locus of control terhadap hubungan antara kecerdasan emosional dengan kualitas pelayanan karyawan.

0 2 166

Pengaruh jenis pekerjaan, tingkat pendidikan, dan locus of control terhadap hubungan antara kecerdasan emosional dengan kualitas pelayanan karyawan - USD Repository

0 0 164

SKRIPSI PENGARUH KULTUR LINGKUNGAN KERJA DAN LOCUS OF CONTROL PADA HUBUNGAN ANTARA KECERDASAN EMOSIONAL DENGAN KUALITAS PELAYANAN KARYAWAN

0 0 205

PENGARUH KULTUR LINGKUNGAN KERJA DAN LOCUS OF CONTROL PADA HUBUNGAN ANTARA KECERDASAN EMOSIONAL DENGAN KUALITAS PELAYANAN KARYAWAN

0 2 203

Pengaruh kultur lingkungan kerja dan locus of control pada hubungan antara kecerdasan emosional dengan kualitas pelayanan karyawan : studi kasus karyawan administrasi Universitas Janabadra dan Universitas Pembangunan Nasional `Veteran` Yogyakarta - USD Re

0 0 205

PENGARUH KULTUR LINGKUNGAN KERJA DAN LOCUS OF CONTROL PADA HUBUNGAN ANTARA KECERDASAN EMOSIONAL DENGAN KUALITAS PELAYANAN KARYAWAN

0 0 210