Pengaruh kultur lingkungan kerja dan locus of control pada hubungan antara kecerdasan emosional dengan kualitas pelayanan karyawan : studi kasus karyawan administrasi Universitas Janabadra dan Universitas Pembangunan Nasional `Veteran` Yogyakarta.

(1)

vii ABSTRAK

PENGARUH KULTUR LINGKUNGAN KERJA DANLOCUS OF CONTROLPADA

HUBUNGAN ANTARA KECERDASAN EMOSIONAL DENGAN KUALITAS PELAYANAN KARYAWAN Studi kasus pada Karyawan administrasi Universitas Janabadra

dan Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Yogyakarta

Aji Pramono

Universitas Sanata Dharma Yogyakarta

2007

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui apakah (1) ada pengaruh positif kultur lingkungan kerja pada hubungan antara kecerdasan emosional dengan kualitas pelayanan karyawan; (2) ada pengaruh positif locus of control pada hubungan antara kecerdasan emosional dengan kualitas pelayanan karyawan.

Penelitian dilaksanakan di Universitas Janabadra Yogyakarta dan Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Yogyakarta, pada bulan Desember 2006. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh karyawan administrasi di Universitas Janabadra Yogyakarta dan Universitas Penbangunan Nasional “Veteran” Yogyakarta dengan jumlah 209 karyawan. Sampel penelitian ini berjumlah 105 karyawan. Teknik pengambilan sampel adalah purposive sampling. Teknik analisa data menggunakan regresi yang dikembangkan oleh Chow.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa: (1) ada pengaruh positif dan signifikan kultur lingkungan kerja pada hubungan antara kecerdasan emosional dengan kualitas pelayanan karyawan ( 0,014 0,050); (2) ada pengaruh positif dan signifikan kultur locus of control pada hubungan antara kecerdasan emosional dengan prestasi belajar siswa ( 0,044 0,050).

Dari hasil penelitian diharapkan akan memberikan gambaran kepada masyarakat umum mengenai pentingnya pembentukan kultur lingkungan kerja yang baik,locus of control yang cenderung internal dan kecerdasan emosional yang tinggi, sehingga berpengaruh pada kualitas pelayanan yang baik.


(2)

viii ABSTRACT

THE INFLUENCE OF CULTURE OF WORKING ATMOSPHERE AND LOCUS OF CONTROL ON THE RELATIONSHIP BETWEEN EMOTIONAL INTELLIGENCE AND SERVICE QUALITY OF

EMPLOYEES

A Case Study on Administrative Staff of Janabadra University and Pembangunan Nasional “Veteran” University Yogyakarta

Aji Pramono

Sanata Dharma University Yogyakarta

2007

The aims of this research are to know whether (1) culture of working atmosphere has positive influence on the relationship between emotional intelligence and service quality of employees; (2) locus of control has positive influence on the relationship between emotional intelligence and service quality of employees.

This research was carried out at Janabadra University and Pembangunan Nasional “Veteran” University Yogyakarta in December 2006. The populations of research were all administrative employees of those two universities. Samples of this research were 105 employees of 209 employees. The technique of samples drawing was purposive sampling technique. The technique of analyzing the data was regressiondeveloped byChow.

The result of this research show that (1) culture of working atmosphere has positive influence on the relationship between emotional intelligence and service quality of employees (฀=0,014 < = 0,050); (2) locus of control has positive influence on the relationship between emotional intelligence and service quality of employees (฀= 0,044 <= 0,050).

It is expected that the result of this research can give the description to the society how important to create good culture of working atmosphere, internal locus of control and high emotional intelligence in order to have high service quality of employees.


(3)

PENGARUH KULTUR LINGKUNGAN KERJA

DAN

LOCUS OF CONTROL

PADA

HUBUNGAN ANTARA KECERDASAN EMOSIONAL DENGAN

KUALITAS PELAYANAN KARYAWAN

Studi Kasus: Karyawan Administrasi Universitas Janabadra dan Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Yogyakarta

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan

Program Studi Pendidikan Akuntansi

Oleh: Aji Pramono NIM: 021334042

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AKUNTANSI

JURUSAN PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS SANATA DHARMA

YOGYAKARTA

2007


(4)

ii

SKRIPSI

PENGARUH KULTUR LINGKUNGAN KERJA

DAN

LOCUS OF CONTROL

PADA

HUBUNGAN ANTARA KECERDASAN EMOSIONAL

DENGAN KUALITAS PELAYANAN KARYAWAN

Studi Kasus: Karyawan Administrasi Universitas Janabadra dan Universitas Pembangunan Nasional “Veteran”, Yogyakarta.

Oleh: Aji Pramono NIM: 021334042

Telah disetujui oleh: Dosen Pembimbing I

Laurentius Saptono, S.Pd., M.Si. Tanggal: 29 Mei 2007

Dosen Pembimbing II


(5)

iii

SKRIPSI

PENGARUH KULTUR LINGKUNGAN KERJA

DAN

LOCUS OF CONTROL

PADA

HUBUNGAN ANTARA KECERDASAN EMOSIONAL

DENGAN KUALITAS PELAYANAN KARYAWAN

Studi Kasus: Karyawan Administrasi Universitas Janabadra dan Universitas Pembangunan Nasional “Veteran”, Yogyakarta.

Dipersiapkan dan ditulis oleh: Aji Pramono

NIM: 021334042

Telah dipertahankan didepan Panitia Penguji pada tanggal 8 Agustus 2007

dan dinyatakan telah memenuhi syarat Susunan Panitia Penguji

Ketua : Yohanes Harsoyo, S.Pd., M.Si. ………... Sekretaris : Laurentius Saptono, S.Pd., M.Si. ………... Anggota : Laurentius Saptono, S.Pd., M.Si. ………... Anggota : Ignatius Bondan Suratno, S.Pd., M.Si. ………... Anggota : E. Catur Rismiati, S.Pd., M.A. ………...

Yogyakarta, 8 Agustus 2007

Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sanata Dharma

Dekan,


(6)

iv

PERSEMBAHAN

Syukur ku sembahkan untuk-Mu Allah Yang Maha Perkasa. Dengan segala kerendahan hati, skripsi ini ku

persembahkan kepada:

Ibuku terkasih dan tercinta Siti Sunarsih

Bapakku tercinta Mugiyono

Kakak-kakakku Wiwid Kristiana dan Ivana Dewi

Teman hidupku Theresia Sila Rahmawati

My best bro Markus Eko Aprianto


(7)

v MOTTO

Kebanggaan kita yang terbesar adalah bukan tidak pernah gagal, tetapi bangkit kembali setiap kali kita jatuh.

-Confusius

Bekerjalah bagaikan tak butuh uang. Mencintailah bagaikan tak pernah disakiti. Menarilah bagaikan tak seorang pun sedang menonton.


(8)

vi

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA

Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi yang saya tulis ini merupakan karya asli saya yang tidak memuat karya atau bagian karya orang lain, kecuali yang telah disebutkan dalam kutipan dan daftar pustaka, sebagaimana layaknya karya ilmiah.

Yogyakarta, 8 Agustus 2007 Penulis


(9)

vii ABSTRAK

PENGARUH KULTUR LINGKUNGAN KERJA DANLOCUS OF CONTROLPADA

HUBUNGAN ANTARA KECERDASAN EMOSIONAL DENGAN KUALITAS PELAYANAN KARYAWAN Studi kasus pada Karyawan administrasi Universitas Janabadra

dan Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Yogyakarta

Aji Pramono

Universitas Sanata Dharma Yogyakarta

2007

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui apakah (1) ada pengaruh positif kultur lingkungan kerja pada hubungan antara kecerdasan emosional dengan kualitas pelayanan karyawan; (2) ada pengaruh positif locus of control pada hubungan antara kecerdasan emosional dengan kualitas pelayanan karyawan.

Penelitian dilaksanakan di Universitas Janabadra Yogyakarta dan Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Yogyakarta, pada bulan Desember 2006. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh karyawan administrasi di Universitas Janabadra Yogyakarta dan Universitas Penbangunan Nasional “Veteran” Yogyakarta dengan jumlah 209 karyawan. Sampel penelitian ini berjumlah 105 karyawan. Teknik pengambilan sampel adalah purposive sampling. Teknik analisa data menggunakan regresi yang dikembangkan oleh Chow.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa: (1) ada pengaruh positif dan signifikan kultur lingkungan kerja pada hubungan antara kecerdasan emosional dengan kualitas pelayanan karyawan ( 0,014 0,050); (2) ada pengaruh positif dan signifikan kultur locus of control pada hubungan antara kecerdasan emosional dengan prestasi belajar siswa ( 0,044 0,050).

Dari hasil penelitian diharapkan akan memberikan gambaran kepada masyarakat umum mengenai pentingnya pembentukan kultur lingkungan kerja yang baik,locus of control yang cenderung internal dan kecerdasan emosional yang tinggi, sehingga berpengaruh pada kualitas pelayanan yang baik.


(10)

viii ABSTRACT

THE INFLUENCE OF CULTURE OF WORKING ATMOSPHERE AND LOCUS OF CONTROL ON THE RELATIONSHIP BETWEEN EMOTIONAL INTELLIGENCE AND SERVICE QUALITY OF

EMPLOYEES

A Case Study on Administrative Staff of Janabadra University and Pembangunan Nasional “Veteran” University Yogyakarta

Aji Pramono

Sanata Dharma University Yogyakarta

2007

The aims of this research are to know whether (1) culture of working atmosphere has positive influence on the relationship between emotional intelligence and service quality of employees; (2) locus of control has positive influence on the relationship between emotional intelligence and service quality of employees.

This research was carried out at Janabadra University and Pembangunan Nasional “Veteran” University Yogyakarta in December 2006. The populations of research were all administrative employees of those two universities. Samples of this research were 105 employees of 209 employees. The technique of samples drawing was purposive sampling technique. The technique of analyzing the data was regressiondeveloped byChow.

The result of this research show that (1) culture of working atmosphere has positive influence on the relationship between emotional intelligence and service quality of employees (฀=0,014 < = 0,050); (2) locus of control has positive influence on the relationship between emotional intelligence and service quality of employees (฀= 0,044 <= 0,050).

It is expected that the result of this research can give the description to the society how important to create good culture of working atmosphere, internal locus of control and high emotional intelligence in order to have high service quality of employees.


(11)

ix DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL... i

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii

HALAMAN PENGESAHAN... iii

HALAMAN PERSEMBAHAN ... iv

HALAMAN MOTTO ... v

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... vi

ABSTRAK ... vii

ABSTRACT... viii

DAFTAR ISI ... ix

DAFTAR TABEL ... xiii

DAFTAR LAMPIRAN ... xv

KATA PENGANTAR ... xvi

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Batasan Masalah ... 4

C. Rumusan Masalah... 4

D. Tujuan Penelitian ... 4

E. Manfaat Penelitian ... 5

BAB II LANDASAN TEORI A. Kultur Lingkungan Kerja ... 6


(12)

x

2. Kultur Lingkungan Kerja ... 11

3. Dimensi Kultur Lingkungan Kerja ... 12

B.Locus of Control ... 13

1. PengertianLocus of Control... 13

2. DimensiLocus of Control... 14

3. Faktor-faktor yang Berperan dalam Perkembangan Locus of Control... 15

4. Perbedaan OrientasiLocus of Control Internal dan Eksternal ... 16

5. Aspek-Aspek Kehidupan yang Dipengaruhi OlehLocus of Control... 18

C. Kecerdasan Emosional ... 20

1. Pengertian Kecerdasan Emosional ... 20

2. Dimensi Kecerdasan Emosional... 23

3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Terbentuknya Kecerdasan Emosional... 24

4. Ciri-ciri Orang yang Memiliki Kecerdasan Emosional Tinggi... 25

D. Kualitas Pelayanan Karyawan ... 26

1. Definisi dan Karakteristik Jasa ... 26

2. Kualitas Pelayanan Jasa... 28

3. Dimensi Kualitas Jasa... 31


(13)

xi

F. Kerangaka Berfikir ... 37

G. Hipotesis ... 38

BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Jenis Penelitian ... 39

B. Tempat dan Waktu Penelitian ... 39

C. Subyek dan Obyek Penelitian ... 39

D. Variabel Penelitian ... 40

1. Kultur Lingkungan Kerja ... 40

2. Locus of Control... 42

3. Kecerdasan Emosional... 44

4. Kualitas Pelayanan Karyawan ... 46

E. Populasi, Sampel dan Teknik Penarikan Sampel ... 48

F. Teknik Pengumpulan Data ... 49

G. Pengujian Validitas dan Reliabilitas ... 49

H. Teknik Analisis Data ... 56

1. Analisis Deskriptif ... 56

2. Pengujian Normalitas dan Linieritas ... 56

3. Uji Hipotesis ... 57

BAB IV GAMBARAN UMUM UNIVERSITAS A. Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Yogyakarta ... 61

1. Sejarah Universitas... 61

2. Falsafah, Visi dan Misi Universitas ... 62


(14)

xii

4. Fakultas dan Program Studi ... 63

B. Universitas Janabadra Yogyakarta ... 64

1. Sejarah Universitas ... 64

2. Visi dan Misi Universitas... 65

3. Tujuan Universitas ... 65

4. Fakultas dan Program Studi ... 66

BAB V ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN A. Deskripsi Data ... 67

1. Deskripsi Responden Penelitian ... 67

2. Deskripsi Variabel Penelitian ... 69

B. Analisis Data ... 75

1. Pengujian Prasyarat Analisis Data ... 75

2. Pengujian Hipotesis ... 77

C. Pembahasan Hasil Penelitian ... 88

BAB VI PENUTUP A. Kesimpulan ... 97

B. Keterbatasan Penelitian ... 97

C. Saran ... 98 DAFTAR PUSTAKA


(15)

xiii

DAFTAR TABEL

Tabel 3.1 Tabel Operasionalisasi Variabel Kultur Lingkungan Kerja ... 40

Tabel 3.2 Tabel Operasionalisasi VariabelLocus of Control ... 42

Tabel 3.3 Tabel Operasionalisasi Variabel Kecerdasan Emosional ... 44

Tabel 3.4 Tabel Operasionalisasi Variabel Kualitas Pelayanan Karyawan ... 46

Tabel 3.5 Rangkuman Hasil Uji Validitas Variabel Kultur Lingkungan Kerja .. 50

Tabel 3.6 Rangkuman Hasil Uji Validitas VariabelLocus of Control ... 51

Tabel 3.7 Rangkuman Hasil Uji Validitas Variabel Kecerdasan Emosional ... 52

Tabel 3.8 Rangkuman Hasil Uji Validitas Variabel Kualitas Pelayanan Karyawan ... 53

Tabel 3.9 Rangkuman Hasil Uji Reliabilitas ... 55

Tabel 5.1 Sebaran Responden Penelitian ... 67

Tabel 5.2 Jenis Kelamin Responden ... 68

Tabel 5.3 Pendidikan Terakhir Responden ... 68

Tabel 5.4 Kultur Lingkungan Kerja Karyawan pada DimensiPower Distance . 69 Tabel 5.5 Kultur Lingkungan Kerja Karyawan pada DimensiCollectivism vs Individualism... 70

Tabel 5.6 Kultur Lingkungan Kerja Karyawan pada DimensiFemininity vs Masculinity ... 71

Tabel 5.7 Kultur Lingkungan Kerja Karyawan pada DimensiUncertainty Avoidance ... 72


(16)

xiv

Tabel 5.9 Locus of ControlKaryawan ... 73

Tabel 5.10 Kecerdasan Emosional Karyawan ... 74

Tabel 5.11 Kualitas Pelayanan Karyawan ... 75

Tabel 5.12 Hasil Pengujian Normalitas ... 76


(17)

xv

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran I Kuesioner Penelitian ... 102

Lampiran II Data Validitas dan Reliabilitas ... 115

Lampiran III Uji Validitas dan Reliabilitas ... 124

Lampiran IV Data Induk Penelitian ... 129

Lampiran V Distribusi Frekuensi Deskripsi Variabel Penelitian ... 146

Lampiran VI Uji Normalitas dan Linieritas ... 156

Lampiran VII Hasil Hipotesis ... 165

Lampiran VIII Tabel r dan t ... 176


(18)

xvi

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas rahmat dan karunia-Nya, sehingga skripsi ini telah selesai tepat pada waktunya. Skripsi ini ditulis dan diajukan untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Pendidikan pada Program Studi Pendidikan Akuntansi, Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

Penulis menyadari bahwa proses penyusunan skripsi ini banyak mendapatkan berbagai masukan, kritik saran, bantuan, semangat dan doa dari berbagai pihak. Untuk itu penulis mengucapkan terima kasih sedalam-dalamnya kepada:

1. Bapak Drs. T. Sarkim, M.Ed., Ph.D. selaku Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sanata Dharma.

2. Bapak Yohanes Harsoyo, S.Pd., M.Si. selaku Ketua Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial Universitas Sanata Dharma.

3. Bapak Laurentius Saptono, S.Pd., M.Si. selaku Kepala Program Studi Pendidikan Akuntansi Universitas Sanata Dharma, dan selaku Dosen Pembimbing I yang telah banyak membimbing dengan penuh kesabaran, pengertian dan saran-saran kepada penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan baik.

4. Bapak Ignatius Bondan Suratno, S.Pd., M.Si. selaku Dosen Pembimbing II yang telah banyak membimbing dengan penuh kesabaran, pengertian dan saran-saran kepada penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan baik.


(19)

xvii

5. Ibu E. Catur Rismiati, S.Pd., M.A. selaku tim penguji yang telah memberikan banyak masukan dan bimbingan demi lebih baiknya skripsi ini.

6. Seluruh Bapak dan Ibu Dosen Program Studi Pendidikan Akuntansi Universitas Sanata Dharma.Yogyakarta yang telah memberikan dukungan dan bimbingan.

7. Drs. Basri, M.M selaku Wakil Rektor II Universitas Janabadra yang telah memberikan ijin kepada penulis untuk melakukan penelitian di Universitas Janabadra Yogyakarta.

8. Dr. Ir. Sutanto, DEA selaku Wakil Rektor II yang telah memberikan ijin kepada penulis untuk melakukan penelitian di Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Yogyakarta.

9. Karyawan dan karyawati Universitas Janabadra Yogyakarta dan Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Yogyakarta yang telah yang telah bersedia dan menuangkan waktunya untuk menjadi responden dalam penyusunan skripsi ini.

10. Bapakku tercinta Mugiyono dan Ibuku tercinta Siti Sunarsih yang telah mencurahkan cinta dan kasih sayangnya kepada penulis dengan banyak berkorban, doa dan materil untuk penyelesaian skripsi ini.

11. Kakak-kakaku tercinta Wiwid Kristiana, SE. dan Ivana Dewi, SH., yang telah banyak memberikan doa, dukungan dan semangat yang tiada hentinya untuk penyelesaian skripsi ini.


(20)

xviii

13. Mas Ali Muslim, SE. dan si kecil Dito yang telah banyak memberikan semangat untuk penyelesaian skripsi ini.

14. Teman hidupku tersayang Theresia Sila Rahmawati yang selalu berdoa, menyayangi, menemani dan membantu dalam penyusunan skripsi ini.

15. Bapak Bernadus Sardianto dan Ibu Yulita Rosalia Suparni yang telah banyak memberikan dukungan, doa dan semangat untuk penyelesaian skripsi ini. 16. Keluarga Bapak Yohanes Ponidi beserta ibu, Petty dan simbah, terima kasih

atas semangat dan doanya untuk penyelesaian skripsi ini. 17. Keluarga Bapak Drs. Sri Rahardjo.

18. Keluarga besar Brotherhood Community: Titet, Dinots, Sila, Thomas beserta Ibunya (Feli) dan bapaknya (Moko, S.Pd), Etha (the Ungu’s), Palasara, Ayu, Bibik, Yuli, Wulan (ayo semangat), Burket dan mbak Tia, makasih atas doa, kebersamaan dan semangatnya. Lets keep our brotherhood 4 eva.

19. Teman satu team research Theresia Sila Rahmawati, Veronica Giuliani Eta S, Christina Yuliastuti P, atas semua bantuan, masukan, doa dan kebersamaan selama ini. Dulu kita kompak ya . . .

20. Saudaraku Kang Krisdianto Nugroho dan Sandra Veronika I P terima kasih doa dan dukungannya. Makasih juga laptopnya ya

21. Karyawan dan karyawati PAK, Mbak Theresia Aris Sudarsilah dan Bapak Drs. Wawiek Wakidjo. Dan Seluruh karyawan dan karyawati Universitas Sanata Dharma yang telah membantu kelancaran proses penyelesaian skripsi ini.


(21)

xix

23. Semua pihak yang tidak bisa disebutkan satu persatu, yang turut membantu berbagi suka dan duka hingga penyusunan skripsi ini bisa berjalan dengan baik dan lancar.

Penulis


(22)

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Perguruan tinggi sebagai institusi tertinggi dalam dunia pendidikan mempunyai peran penting dalam membentuk manusia Indonesia menjadi manusia yang mampu bersaing di dunia kerja. Untuk dapat memainkan peran tersebut, perguruan tinggi dituntut untuk dapat meningkatkan kualitas dari waktu ke waktu. Salah satu faktor pendukung utama peningkatan kualitas perguruan tinggi adalah mutu pelayanan karyawan administrasi.

Kualitas pelayanan karyawan administrasi kepada civitas akademik (dosen dan karyawan) secara reguler perlu dilakukan evaluasi. Kualitas pelayanan dapat dievaluasi dari tingkat kesesuaian antara harapan dengan fakta-fakta yang dirasakan, pihak civitas akademik kampus. Faktor –faktor yang dapat diacu sebagai ukuran adalah kecepatan, ketepatan, keramahan dan kenyamanan karyawan dalam memberikan pelayanan (Fandy Tjiptono, 1996:58).

Seorang karyawan dalam melakukan pelayanan terhadap orang lain akan terjadi interaksi dua arah (karyawan dengan mahasisiwa dan karyawan dengan rekan kerja yang lain), dengan adanya interaksi/hubungan dengan orang lain ini akan terdapat pengaruh dari dalam diri karyawan tersebut yang kemudian akan berdampak pada pola interaksi yang akan karyawan lakukan. Pengaruh yang jelas adalah pada tingkat kecerdasan emosional yang dimiliki


(23)

oleh karyawan tersebut. Seseorang mempunyai tingkat kecerdasan emosional yang tinggi karenanya dapat menjalani kehidupan dan berhubungan dengan orang lain secara baik. Hal ini disebabkan adanya kontrol emosi yang baik dan kemampuan mengenali situasi sekitarnya. Dengan demikian pada karyawan yang memiliki kecerdasan emosional semakin tinggi, diduga kuat akan semakin mampu memberikan pelayanan yang berkualitas.

Dengan mengetahui tingkat kecerdasan emosional seseorang, pihak yang berkepentingan yaitu atasan terhadap bawahannya akan dapat mengambil kesimpulan mengenai tindakan tindakan apa yang perlu dilakukan pihak atasan untuk meningkatkan kualitas kerja bawahannya. Pada tahun 1996 dilakukan penelitian BarOn EQ~i pada 1.171 anggota rekruitmen Angkatan Udara Amerika Serikat yang tersebar diseluruh dunia mengenai hubungan kecerdasan emosional terhadap keberhasilan mereka melaksanakan pekerjaan (Steven dan Howard, 2000:269). Masalahnya mereka selalu bertugas berpindah-pindah yang selalu menimbulkan masalah dan memprihatinkan. Hasilnya terdapat lima faktor penting yaitu asertif, empati, kebahagiaan, kesadaran diri dan pemecahan masalah mempunyai 2,7 kali lebih besar untuk sukses dan 95 persen dari 262 anggota rekruitmen mencatat skor paling tinggi. Hasil ini menunjukkan bahwa ada sesuatu hal yang bisa diubah dari kinerja seseorang terutama kecerdasan emosionalnya. Selayaknya ada suatu tindakan-tindakan berarti yang harus dilakukan bila kecerdasan emosional seseorang terpatok pada level rendah, agar kinerjanya semakin meningkat dan dapat melancarkan semua tujuan organisasi.


(24)

Kecerdasan emosional dapat pula dipengaruhi oleh kultur lingkungan kerja. Seorang karyawan yang mempunyai pekerjaan dan status yang jelas akan cenderung mempunyai kecerdasan emosional yang tinggi, hal ini karena tidak ada ketakutan mereka akan status kepegawaiannya dan terhindar dari pemutusan hubungan kerja. Ketidakpastian status ini terjadi pada Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Yogyakarta. Para kayawan mempertanyakan tentang banyaknya karyawan yang dipindahkan ke instansi lain di bawah naungan Departemen Pertahanan (Dephan), seperti di Koramil maupun tempat lainnya (Bernas, http://www.indomedia.com/bernas/022001 /06/UTAMA/06pel3.htm). Kerisauan karyawan juga terjadi di Universitas Janabadra Yogyakarta, pada perguruan tinggi ini terjadi rotasi karyawan dan restrukturisasi. Hal ini akan berakibat pada perubahan-perubahan dalam struktur organisisasi Universitas Janabadra Yogyakarta, yang pada saat ini dituntut dapat ramping, tangguh, efisien, produktif dan dapat mengikuti perkembangan sistem perguruan tinggi yang baru. (Truly Jogja, http://trulyjogja.com/index.php?action=news.detail&cat_id=8&newsid =593). Dengan adanya ketidakpastian status dan rotasi karyawan diduga akan berakibat pada kualitas pelayanan yang akan memburuk.

Untuk melihat lebih jauh lagi bagaimana pengaruh kultur lingkungan kerja dan locus of control terhadap hubungan antara tingkat kecerdasan emosional dengan kualitas pelayanan karyawan, maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian dengan mengambil judul “Pengaruh Kultur Lingkungan Kerja dan Locus of Control Pada Hubungan antara Kecerdasan Emosional dengan Kualitas Pelayanan Karyawan”.


(25)

Penelitian ini merupakan studi kasus pada karyawan administrasi Universitas Janabadra dan Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Yogyakarta.

B. Batasan Masalah

Ada banyak faktor yang berhubungan dengan kualitas pelayanan, antara lain kecerdasan emosional, kultur lingkungan kerja, dan locus of control. Penelitian ini memfokuskan pada faktor kecerdasan emosional. Secara lebih spesifik penelitian ini ingin menyelidiki apakah pada kultur lingkungan kerja dan locus of control berbeda, derajat hubungan antara kecerdasan emosional dan kualitas pelayanan berbeda.

C. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka rumusan masalah penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Apakah ada pengaruh positif kultur lingkungan kerja pada hubungan antara kecerdasan emosional dengan kualitas pelayanan karyawan?

2. Apakah ada pengaruh positif locus of control pada hubungan antara kecerdasan emosional dengan kualitas pelayanan karyawan?

D. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah di atas, tujuan penelitian adalah sebagai berikut:


(26)

1. Untuk mengetahui apakah ada pengaruh positif kultur lingkungan kerja pada hubungan antara kecerdasan emosional dengan kualitas pelayanan karyawan.

2. Untuk mengetahui apakah ada pengaruh positif locus of control pada hubungan antara kecerdasan emosional dengan kualitas pelayanan karyawan.

E. Manfaat Penelitian

1. Bagi Universitas yang diteliti

Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan oleh pihak universitas untuk mengetahui tingkat kecerdasan emosional dalam memberikan pelayanan sehingga dapat memperbaiki dan meningkatkan kualitas pelayanan.

2. Bagi penelitian selanjutnya

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan gambaran dan informasi tentang pengaruh kecerdasan emosional terhadap kualitas pelayanan dan dapat menjadi dasar bagi penelitian selanjutnya.


(27)

6 BAB II

LANDASAN TEORITIK

A. Kultur Lingkungan Kerja

1. Ruang Lingkup Lingkungan Kerja

Lingkungan kerja merupakan salah satu faktor yang cukup berpengaruh terhadap pekerjaan yang dilakukan karyawan. Kondisi lingkungan kerja yang nyaman, aman dan mendukung akan membuat karyawan menjadi bersemangat dan bergairah dalam bekerja, sehingga berdampak positif pada kinerjanya. Dengan semangat dalam bekerja karyawan cenderung akan merasa puas dalam bekerja. Sebaliknya, lingkungan kerja yang banyak menimbulkan resiko atau tidak aman, dan tidak mendukung dalam pelaksanaan tugas yang dibebankan akan menyebabkan merosotnya semangat kerja, kemungkinan terjadi kesalahan dalam tugas, dan menurunnya produktivitas kerja (Nitisemito, 1982:183).

Nitisemito (1982:184) menyatakan bahwa lingkungan kerja sebagai segala sesuatu yang ada di sekitar para pekerja dan yang dapat mempengaruhi dirinya dalam melakukan tugas-tugas yang dibebankan. Adapun faktor lingkungan fisik yang harus diperhatikan oleh perusahaan dalam upaya meningkatkan semangat dan gairah kerja, antara lain: pewarnaan, kebersihan, pertukaran udara, penerangan, musik, keamanan, dan kebisingan.


(28)

Cascio (1992:20) mengungkapkan bahwa kualitas lingkungan kerja menyangkut lingkungan kerja secara fisik dan psikis. Lingkungan kerja fisik adalah lingkungan kerja yang dapat dilihat oleh indera para karyawan seperti kondisi kerja, penerangan, dan ventilasi. Lingkungan kerja psikis ialah lingkungan kerja yang tidak dapat dilihat oleh indera para karyawan, misal hubungan dengan rekan kerja dan atasan serta otonomi kerja. Menurut Ahyari (1989:206) adalah lingkungan di mana para karyawan melakukan tugas dan pekerjaannya. Lingkungan kerja karyawan dibagi menjadi 3 kelompok.

1. Fasilitas untuk pelayanan karyawan, yang meliputi pelayanan makan, kesehatan, dan pengadaan kamar mandi/kamar kecil.

2. Kondisi kerja, yang meliputi pengaturan penerangan ruang kerja, pengaturan suhu udara, pengaturan suara bising, pemilihan warna, penerangan ruang gerak yang diperlukan serta keamanan karyawan. 3. Hubungan karyawan dengan karyawan lain yang sering disebut dengan

human relation.

Berdasarkan pendapat di atas, cakupan faktor lingkungan menurut Nitisemito (1982:216) adalah sebagai berikut.

1. Pewarnaan

Pewarnaan perlu diperhatikan sebab faktor ini cukup berpengaruh terhadap semangat dan kegairahan kerja karyawan. Misalnya, penggunaan warna putih pada ruang kerja dapat memberi kesan ruang


(29)

yang sempit menjadi tampak luas dan bersih serta mendukung pekerjaan yang memerlukan ketelitian.

2. Kebersihan

Kebersihan juga merupakan faktor yang perlu diperhatikan juga. Lingkungan kerja yang bersih secara tidak langsung menimbulkan rasa senang dan mempengaruhi semangat dan gairah kerja seseorang dalam bekerja. Suatu ruangan yang penuh debu dan berbau tidak enak akan mengganggu konsentrasi kerja.

3. Penerangan

Penerangan yang cukup sangat dibutuhkan jika pekerjaan yang dilakukan menuntut ketelitian. Penerangan yang terlalu besar akan membuat rasa panas sehingga dapat menimbulkan rasa gelisah. Sebaliknya, penerangan yang kurang akan menyebabkan rasa mengantuk dan ada kemungkinan terjadi kekeliruan dalam melakukan tugasnya (Nitisemito, 1982:192). Ahyari (1989:216) menambahkan bahwa penerangan tempat kerja yang baik secara tidak langsung mendukung kelancaran kegiatan operasi perusahaan, karena pekerja dapat bekerja dengan baik dan teliti sehingga hasil kerjanya juga bisa memuaskan. Penerangan yang baik untuk ruang kerja yaitu sinar yang cukup terang, tidak menyilaukan, dan distribusi cahaya yang merata, sehingga tidak ada kontras yang tajam. Manfaat yang diperoleh dari sistem penerangan yang baik adalah:


(30)

 meningkatkan produksi;

 memperbaiki kualitas pekerjaan para karyawan;

 mengurangi tingkat kecelakaan;

 memudahkan pengarahan dan pengawasan;

 meningkatkan gairah kerja;

 mengurangiturn over(pindah kerja);

 mengurangi kerusakan atau kesalahan dari barang/tugas yang dikerjakan;

 menurunkan biaya produksi. 4. Pertukaran udara (ventilasi)

Pertukaran udara yang cukup dalam ruang kerja sangat diperlukan apalagi bila dalam ruangan tersebut penuh karyawan. Pertukaran udara yang cukup akan menimbulkan kesegaran fisik dari bawahan. Sebaliknya, pertukaran udara yang kurang dapat menyebabkan kelelahan dan menurunnya semangat kerja, serta berpengaruh pada tingkat kesalahan dalam melaksanakan tugas.

5. Musik

Musik juga berpengaruh pada semangat dan gairah kerja seseorang. Bila musik yang diperdengarkan menyenangkan maka dapat menimbulkan suasana gembira dan sekaligus mengurangi kelelahan dalam bekerja. Namun tidak selalu berarti tanpa musik semangat kerja menurun tetapi


(31)

dengan adanya musik yang merdu dan menyenangkan maka secara tidak langsung semangat kerja bisa meningkat.

6. Keamanan

Adanya jaminan terhadap keamanan dapat menimbulkan ketenangan dan sekaligus dapat mempengaruhi semangat dan gairah kerja. Contoh: tempat parkir kendaraan yang tidak aman dan sering kecurian akan menimbulkan kegelisahan dan terganggunya konsentrasi kerja karyawan sewaktu menjalankan tugas.

7. Kebisingan

Kebisingan yang terus menerus dapat mengganggu konsentrasi dalam bekerja sehingga akan menimbulkan kesalahan. Pengaturan dan pengendalian suara harus diperhatikan untuk menjaga agar kepekaan pendengaran karyawan tetap dalam kondisi baik. Kekurangpekaan pendengaran karyawan dan suara bising dapat menyebabkan komunikasi terhambat, sebab informasi yang diberi dan diterima karyawan menjadi tidak jelas sehingga akan menyebabkan kesalahan.

8. Hubungan dengan atasan

Hubungan kerjasama yang baik antara karyawan dengan atasan akan mempengaruhi semangat kerja dan kepuasan kerja karyawan. Karyawan cenderung senang dengan atasan yang perhatian, mau mendengarkan pendapat bawahannya, bisa menghormati dan menghargai hasil kerja karyawan, dan adanya pujian atas hasil kerja yang baik.


(32)

9. Hubungan dengan rekan kerja

Rekan kerja yang bisa diajak kerjasama dan mendukung dalam pelaksanaan kerja cenderung berpengaruh pada meningkatnya semangat kerja dan kepuasan kerja pada karyawan tersebut. Sebaliknya, rekan kerja yang tidak bisa diajak kerjasama akan menimbulkan konflik dalam kerja dan hal ini berdampak negatif pada kinerja maupun semangat kerja karyawan.

10. Otonomi dalam merencanakan dan menjalankan pekerjaan

Bagi karyawan yang suka dengan tantangan dalam pekerjaannya cenderung akan lebih puas dalam bekerja bila dia diberi otonomi atau kebebasan dalam berpendapat dan berkreasi dalam menjalankan tugasnya. Dengan adanya kebebasan tersebut karyawan akan memiliki rasa tanggung jawab terhadap pekerjaan dan merasa dihargai.

2. Kultur Lingkungan Kerja

Kultur merupakan bentuk pemrograman mental secara kolektif. Kultur membedakan anggota kelompok satu dengan kelompok lainnya dalam pola pikir, perasaan dan tindakan anggota satu kelompok. Dengan demikian kultur lingkungan kerja adalah pola nilai, norma, sikap hidup, ritual dan kebiasaan yang baik dalam lingkungan kerja, sekaligus cara memandang persoalan dan pemecahannya.

Menurut Hofstede (1994:5), kultur diartikan sebagai:“…a collective phenomenon, because it least partly shared with people who live or lived


(33)

within the same social environment, which is there it was learned. It is a collective programming of the mid which distinguishes the members of the one group or category of people from another”.

Kultur lingkungan kerja merupakan faktor esensial dalam membentuk karyawan menjadi manusia yang optimis, berani tampil, berperilaku kooperatif, kecakapan personal dan akademik (Hofstede, 1994:35).

3. Dimensi Kultur Lingkungan Kerja

Dimensi kultur lingkungan kerja ada empat diantaranya power distance, individualism dan collectivism, femininity dan masculinity, dan uncertainty avoidance(Hofstede, 1994:35-125). Pada dimensi power distance, indikator kultur lingkungan kerja mencakup: (a) perbedaan diantara karyawan diminimalkan; (b) harus ada ketergantungan antara karyawan yang lemah dan yang kuat; (c) tingkatan di perusahaan berarti perbedaan aturan; (d) sistem manajemen di lingkungan kerja; (e) perbedaan gaji antara atasan dan bawahan; (f) bawahan ikut serta dalam mengambil keputusan; (g) persepsi terhadap hak istimewa dan simbol status. Pada dimensi individualism vs collectivism, indikator kultur lingkungan kerja mencakup: (a) basis identitas diri; (b) keharmonisan di tempat kerja; (c) hubungan komunikasi; (d) penyalahgunaan kepemimpinan; (e) hubungan antar karyawan; (f) dasar penggajian dan promosi; (g) sistem manajemen; (h) hubungan kerja. Pada dimensi femininity vs masculinity, indikator kultur lingkungan kerja mencakup: (a) cara penyelesaian masalah; (b) prinsip kerja; (c) perbedaan


(34)

jenis kelamin dalam lingkungan kerja; (d) prinsip pekerjaan yang manusia; (e) tipe manajer; (f) sikap bersosial dalam lingkungan kerja. Pada dimensi uncertainty avoidance, indikator lingkungan kerja mencakup (a) kebutuhan akan peraturan dalam lingkungan kerja; (b) orientasi dalam bekerja; (c) semangat bekerja; (d) sikap terhadap pencapaian ketelitian; (e) sikap terhadap perilaku karyawan; (f) bentuk penilaian terhadap hasil pekerjaan.

B. Locus of Control

1. Pengertian Locus of Control

Locus of control adalah suatu konsep yang memberikan gambaran tentang keyakinan seseorang mengenai sumber penentu pribadinya (Rotter dalam Pujiwati, 2004:30). Locus of control dibedakan menjadi dua yaitu locus of control internal dan locus of control eksternal. Individu dikatakan memiliki locus of control internal jika memiliki keyakinan bahwa apa yang terjadi pada dirinya adalah karena pengaruh dari dirinya sendiri dan keberhasilan atau kegagalan dipandang sebagai akibat perilakunya. Individu yang mempunyai locus of control eksternal cenderung memiliki keyakinan bahwa faktor-faktor di luar dirinya mempengaruhi perilakunya. Keberhasilan dan kegagalan dalam hidupnya dipandang sebagai nasib, faktor keberuntungan, kesempatan karena kekuasaan orang lain atau karena kondisi-kondisi yang tidak dapat dikuasainya (Rotter dalam Pujiwati, 2004:32).


(35)

Dari uraian diatas maka dapat disimpulkan bahwa locus of control merupakan keyakinan individu tentang faktor-faktor yang mengatur kejadian-kejadian dalam hidupnya, yang dapat dikontrol (locus of control internal) dan yang di luar kontrol dirinya (locus of control eksternal), serta sejauh mana orang tersebut merasakan adanya hubungan antara usaha-usaha yang telah dilakukannya dengan akibat-akibatnya.

2. DimensiLocus of ControlRotter

Locus of control mempuyai enam dimensi yaitu status-recognition (pengakuan status), dominance (dominasi), independence (ketidaktergantungan), protection-dependency (perlindungan-ketergantungan), love and affection (cinta dan kasih sayang), dan physical comfort (kenyamanan fisik). Pada dimensi status-recognition (pengakuan status), indikator locus of control mencakup kebutuhan untuk dihargai, ingin dianggap kompeten, dan kesuksesan dalam berkarya. Pada dimensi dominance(dominasi), indikator locus of controlmencakup kebutuhan untuk mengontrol aktivitas orang lain dan kebutuhan untuk berkuasa. Pada dimensi independence (ketidaktergantungan), indikator locus of control mencakup keyakinan diri dan menggantungkan pada diri sendiri/usaha sendiri. Pada dimensi protection-dependency (perlindungan-ketergantungan), indikator locus of controlmencakup menghindari frustasi dengan mencari perlindungan dan keamanan serta menggantungkan diri pada orang lain. Pada dimensi love and affection (cinta dan kasih sayang), indikator locus of control mencakup


(36)

kebutuhan untuk dicintai serta kehangatan, perhatian, cinta dan kasih sayang. Pada dimensi physical comfort(kenyamanan fisik), indikatorlocus of control ialah kebutuhan akan kepuasan fisik (menghindari sakit, mencari kesenangan jasmani).

3. Faktor-Faktor yang Berperan dalam PerkembanganLocus of Control

Terdapat dua faktor yang mempengaruhi individu dalam mengembangkan kecenderungan terhadaplocus of controltertentu.

a. Keluarga

Keluarga sebagai lingkungan pertama perkembangan individu mempunyai pengaruh pertama dalam pengembangan kecenderungan locus of control. Terutama orang tua, orang tua yang menunjukkan dukungan yang hangat, protektif, positif dan membimbing, akan menghasilkan anak-anak yang mengembangkan locus of controlinternal. Hal-hal yang dibeikan oleh orang tua tersebut akan membangun kepercayaan diri, penghargaan diri, serta kemandirian yang terkait erat dengan locus of control internal pada anak. Hal lain yang juga berhubungan dengan pengembangan locus of control internal adalah konsistensi memberlakukan disiplin dan standar-standar oleh orang tua. Seorang anak belajar mengembangkanlocus of control internal, dengan mengasosiasikan perilaku mereka dengan akibat-akibat yang dapat mereka prediksikan.


(37)

b. Faktor-faktor sosial

Lingkungan sosial sebagai lingkungan kedua setelah lingkungan keluarga yang mempunyai pengaruh dalam pengembangan kecenderungan locus of control. Semakin rendah status sosial ekonomi individu, semakin eksternal pula locus of control individu tersebut. Telah umum diketahui bahwa individu dengan status sosial ekonomi tinggi mempunyai kendali yang relatif tinggi dalam dinamika sosial ekonomi masyarakat. Sebaliknya, individu dengan status sosial ekonomi rendah relatif kurang memiliki kekuasaan untuk melakukan hal serupa. Mereka sering tidak punya banyak pilihan selain menerima apa yang telah disediakan oleh sistem. Kekurangberdayaan senada juga dialami oleh kelompok etnis dan minoritas dengan sedikit akses pada pengerakan sosial ekonomi. Pengalaman demikian jika berlangsung secara terus-menerus akan mendorong berkembangnya kepercayaan individu bahwa faktor-faktor eksternal lebih berkuasa untuk mengendalikan hidupnya daripada dirinya sendiri. Yang kemudian mereka akan cenderung berkembang pada sisi locus of controleksternal.

4. Perbedaan OrientasiLocus of Control Internal dan Eksternal

Adanya perbedaan locus of control pada individu-individu ternyata menimbulkan perbedaan sikap, sifat, dan lainnya. Lefcourt (Rosita, 2005:31) mengatakan bahwa orang yang mempunyai kecenderungan locus of control internal kurang konformis, hal ini dikarenakan rasa percaya diri yang


(38)

dimilikinya dan dapat melakukan kontrol dengan kemampuannya sendiri, mengandalkan kemampuan dan keterampilan diri serta usaha-usaha yang dilakukan. Individu dengan kecenderungan locus of control internal cenderung lebih giat, rajin, ulet, mandiri, dan mempunyai daya tahan yang baik terhadap pengaruh sosial, dan bertanggung jawab atas kegagalannya. Individu dengan kecenderungan locus of control eksternal cenderung conform terhadap pengaruh-pengaruh dari luar, memiliki anggapan bahwa kegagalan disebabkan oleh faktor luar dirinya. Individu juga cenderung menunjukkan sikap menyerah, merasa tidak berdaya, dan memiliki kecemasan yang tinggi daripada individu yang mempunyai kecenderungan locus of control internal. Individu yang memiliki kecenderungan locus of control internal mempunyai keyakinan yang besar untuk memperoleh keberhasilan, assertif, mempunyai usaha untuk maju dan mampu menggunakan keterampilan sosial untuk mempengaruhi lingkungan, sedangkan individu dengan kecenderungan locus of control eksternal memiliki sifat pasif, tidak suka bersaing, lingkungan mempengaruhi kehidupannya dan memiliki motivasi yang rendah untuk berhasil (Findley dan Cooper dalam Rosita, 2005:31).

Dari uraian diatas maka dapat disimpulkan bahwa seseorang yang mempunyai kecenderungan locus of control internal cenderung bertanggung jawab, mampu menghadapi kegagalan, mempunyai rasa percaya diri akan kemampuannya untuk dapat mengendalikan kehidupannya, dan mandiri.


(39)

Seseorang yang memiliki kecenderunganlocus of controleksternal cenderung mempunyai rasa percaya diri yang rendah, mempunyai kecemasan yang tinggi, mudah menyerah, mempunyai penyesuaian yang kurang baik., dan merasa tidak berdaya

5. Aspek-Aspek Kehidupan yang Dipengaruhi olehLocus of Control

Perbedaan kecenderungan arah locus of control ternyata membawa akibat dalam berbagai aspek hidup, yaitu (Lefcourt dalam Pujiwati, 2004:36). Perbedaan tersebut mencakup hal-hal sebagai berikut.

a. Sikap terhadap lingkungan

Individu yang mempunyai kecenderungan locus of control internal akan lebih positif dari pada individu yang mempunyai kecenderungan locus of controleksternal. Individu dengan locus of control internal menganalisa situasi dengan sikap yang lebih terarah dan waspada daripada individu dengan locus of control eksternal. Individu dengan locus of control internal juga lebih aktif dalam mencari, memperoleh, menggunakan, dan mengolah informasi yang relevan dalam rangka memanipulasi dan mengendalikan lingkungan. Di samping itu, individu yang mempunyai locus of controlinternal lebih berorientasi pada posisi dengan kekuasaan besar, sedangkan individu yang memilikilocus of controleksternal lebih cenderung menyukai posisi dengan kekuasaan kecil.


(40)

b. Pengaruh konformitas dan perubahan sikap

Penelitian yang dilakukan Crowne (Pujiwati, 2004:37) menunjukkan bahwa individu dengan kecenderungan internal lebih mampu bertahan terhadap pengaruh dan tekanan lingkungan. Sebaliknya, individu dengan kecenderungan eksternal lebih siap sedia untuk menerima pengaruh, mengikuti lingkungan sosial dan menerima informasi dari orang lain. c. Perilaku menolong dan atribusi tanggung jawab

Individu dengan kecenderungan locus of control internal lebih sering menunjukkan perilaku menolong daripada individu dengan kecenderunganlocus of controleksternal.

d. Pencapaian prestasi

Menurut Shaver (Pujiwati, 2004:38) tingginya prestasi yang dicapai oleh individu dengan locus of control internal merupakan hasil dari kemampuannya untuk menunda menikmati penghargaan atas hasil usahanya, serta mengurangi reaksi-reaksi negatif yang cenderung muncul pada saat individu mengalami kegagalan.

e. Penyesuaian diri, kecemasan dan psikopatologi

Individu dengan locus of control internal lebih mampu untuk menyesuaikan diri, mengandalkan diri sendiri, aktif, dan memiliki kecenderungan tinggi untuk berjuang. Kesederhanaan kepercayaan kendali yang ada dalam diri sendiri juga mendorong individu dengan locus of control internal pada penyesuaian diri dengan kecemasan. Di


(41)

lain pihak, individu dengan kecenderungan eksternal cenderung mengalami lebih kecemasan daripada individu dengan kecemasan internal. Individu dengan locus of control eksternal sering menerima secara pasrah ancaman-ancaman dan informasi negatif tentang diri mereka.

C. Kecerdasan Emosional

1. Pengertian Kecerdasan Emosional

Kecerdasan emosional atau emotional intelligence yang lebih dikenal dengan istilah EQ (Emotional Quotient) adalah kemampuan untuk memotivasi diri sendiri dan bertahan menghadapi frustasi, mengendalikan dorongan hati dan tidak melebih-lebihkan kesenangan, mengatur suasana hati, dan menjaga agar beban stres tidak melumpuhkan kemampuan berpikir, berempati dan berdoa (Goleman, 1999:45). John Mayer (Harmoko, http://www.binuscareer.com/article) mendefinisikan kecerdasan emosional sebagai suatu kemampuan untuk memahami emosi orang lain dan cara mengendalikan emosi diri sendiri.

Cooper dan Sawaf (1998:xli) menawarkan kecerdasan emosional sebagai sebuah titik awal “Model Empat Batu Penjuru”. Tawaran model ini lebih ditujukan pada EQ eksekutif, yaitu penggunaan kecerdasan emosional di tempat kerja. Model Empat Batu Penjuru terdiri dari (Cooper dan Sawaf , 1998:xli-xlii):


(42)

a. Kesadaran emosi (emotional literacy), yang bertujuan membangun rasa percaya diri pribadi melalui pengenalan terhadap emosi yang dialami dan kejujuran terhadap emosi yang dirasakan. Kesadaran emosi yang baik terhadap diri sendiri dan orang lain, sekaligus kemampuan untuk mengelola emosi yang sudah dikenalnya, membuat seseorang dapat menyalurkan energi emosinya ke reaksi yang tepat dan konstruktif.

b. Kebugaran emosi (emotional fitness), bertujuan untuk mempertegas antusiasme dan ketangguhan dalam menghadapi tantangan dan perubahan. Hal ini mencakup kemampuan untuk mempercayai orang lain dan menampilkan diri apa adanya, menghargai ketidakpuasan diri sendiri dan orang lain, serta mengelola konflik dan mengatasi kekecewaan dengan cara yang paling konstruktif.

c. Kedalaman emosi (emotional depth), mencakup komitmen untuk menyelaraskan hidup dari kerja dengan potensi serta bakat unik yang dimiliki. Komitmen yang berupa rasa tanggung jawab ini pada gilirannya mempunyai potensi untuk memperbesar pengaruh tanpa perlu menggunakan kewenangan untuk memaksakan otoritas.

d. Alkimia emosi (emotional alchemy), ialah kemampun kreatif untuk mengalir bersama masalah-masalah dan tekanan-tekanan tanpa larut di dalamnya. Hal ini mencakup keterampilan bersaing dengan lebih peka terhadap kemungkinan solusi yang masih tersembunyi dan peluang yang


(43)

masih terbuka, untuk mengevaluasi masa lalu, menghadapi masa kini, dan menciptakan masa depan.

Kecerdasan emosional sebagai suatu keseluruhan mempunyai banyak komponen yang terasa kompleks karena terkait dengan kemampuan subyektif seseorang untuk dapat menggunakan kemampuan dan potensi emosionalnya dalam kehidupan sehari-hari. Komponen-komponen tersebut yaitu keterampilan yang berhubungan dengan perilaku moral, cara berpikir, pemecahan masalah, interaksi sosial, keberhasilan akademik dan pekerjaan, serta emosi (Cooper dan Sawaf dalam Harmoko, http://www.binuscareer.com /article).

Goleman (1999:57-59) memperluas kemampuan kecerdasan emosional menjadi 5 (lima) wilayah utama yang memungkinkan seseorang akan menguasai kebiasaan berpikir menuju produktivitas yang juga sangat penting untuk diperlukan di dunia kerja.

a. Mengenali emosi diri

Kemampuan ini merupakan kesadaran diri mengenali perasaan sewaktu perasaan itu terjadi dan mengetahui apa yang dirasakan saat emosi bergolak di dalam diri.

b. Mengelola emosi

Ialah menangani perasaan agar perasaan dapat terungkap dengan tepat. c. Memotivasi diri sendiri


(44)

Menata emosi sebagai alat untuk mencapai tujuan adalah hal yang sangat penting dalam kaitannya untuk memotivasi diri. Kendali diri emosional dan kemampuan menyesuaikan diri adalah landasan keberhasilan dalam berbagai bidang. Orang-orang yang memiliki keterampilan tersebut cenderung lebih produktif dan efektif dalam bekerja.

d. Mengenali emosi orang lain

Orang yang empatik akan lebih mampu menangkap sinyal-sinyal sosial yang tersembunyi dan dapat menangkap hal-hal yang dikehendaki orang lain.

e. Membina hubungan

Membina hubungan sebagian besar merupakan keterampilan mengelola emosi. Orang-orang yang sukses dalam berbagai bidang mengandalkan pergaulan yang baik dengan orang lain.

2. Dimensi Kecerdasan Emosional

Ada lima dimensi kecerdasan emosional yaitu: mengenali emosi diri, mengelola emosi, memotivasi diri, mengenali emosi orang lain, dan membina hubungan dengan orang lain. Pada dimensi mengenali emosi diri, indikator kecerdasan emosional mencakup: (a) mengetahui keterbatasan diri; (b) keyakinan akan kemampuan sendiri ; (c) mengetahui kekuatan; (d) mengenali emosi diri. Pada dimensi mengelola emosi, indikator kecerdasan emosional mencakup: (a) menahan emosi dan dorongan negatif; (b) menjunjung norma kejujuran dan integritas; (c) bertanggung jawab atas kinerja sendiri; (d) luwes


(45)

terhadap perubahan; (e) terbuka dengan ide-ide serta informasi baru. Pada dimensi memotivasi diri, indikator kecerdasan emosional mencakup: (a) dorongan untuk menjadi lebih baik; (b) menyesuaikan dengan sasaran kelompok dan organisasi; (c) kesiapan untuk memanfaatkan kesempatan; (d) kegigihan dalam memperjuangkan kegagalan dan hambatan. Pada dimensi mengenali emosi orang lain, indikator kecerdasan emosional mencakup: (a) memahami perasaan orang lain; (b) tanggap terhadap kebutuhan orang lain; (c) mengerti perasaan orang lain; (d) siap sedia melayani. Pada dimensi membina hubungan dengan orang lain, indikator kecerdasan emosional mencakup: (a) kemampuan persuasi; (b) terbuka mendengarkan orang lain dan memberi kesan yang jelas; (c) kemampuan menyesuaikan tanggung jawab; (d) memiliki semangat leadership; (e) kolaborasi dan kooperasi; (f) ada kemampuan untuk membangun tim.

3. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Terbentuknya Kecerdasan Emosi

Ada dua faktor yang mempengaruhi terbentuknya kecerdasan emosi dalam diri seseorang.

a. Faktor internal

Faktor internal ialah faktor yang berasal dari dalam diri individu untuk menanggapi lingkungan sekitar. Menurut Goleman (1999:23), faktor ini berasal dari dalam diri individu yang dipengaruhi oleh keadaan otak emosional seseorang.


(46)

b. Faktor eksternal

Faktor eksternal dimaksudkan sebagai faktor yang datang dari luar individu dan mempengaruhi individu untuk mengubah hidup.

Pengaruh luas yang bersifat individu dapat secara perorangan, secara kelompok, antara individu mempengaruhi kelompok atau sebaliknya, juga dapat bersifat tidak langsung yaitu melalui perantara, misal media massa. Faktor lain dapat melalui lingkungan fisik tempat manusia berada ketika berkomunikasi dengan pihak lain, melalui lingkungan sosial di mana keberadaan manusia lain sebagai penerima komunikasi maupun hanya hadir di sana, serta melalui keikutsertaan individu dalam berbagai kegiatan seperti keaktifan di dalam mengikuti berbagai organisasi (Goleman, 1997:275-279).

4. Ciri-Ciri Orang yang Memiliki Kecerdasan Emosi Tinggi

Menurut Goleman (1997:403-405) orang dengan kecerdasan emosi yang tinggi mempunyai ciri-ciri sebagai berikut:

a. Selalu positif pada saat menangani situasi-situasi dalam hidupnya.

b. Terampil dalam membina emosinya, mengenali kesadaran emosi diri dan ekspresi emosi, dan kesadaran emosi terhadap orang lain.

c. Memiliki kecakapan kecerdasan emosi, meliputi intensionalitas, kreatifitas, hubungan antar pribadi dan ketidakpuasan konstruktif.

d. Optimal pada nilai-nilai belas kasihan atau empati, intuisi, radius kepercayaan, daya pribadi, dan integritas.


(47)

e. Optimal pada kesehatan secara umum, kualitas hidup, relationship quotient, dan kinerja optimal.

Ciri-ciri orang yang memiliki kecerdasan emosional yang rendah Goleman (1997:214-215) adalah:

a. Dikuasai dorongan hati, kurang memiliki kendali diri, menderita kekurangmampuan pengendalian moral.

b. Menerima kritik dari orang lain sebagai serangan pribadi dan bukan sebagai keluhan yang harus diatasi.

c. Bersifat prasangka pada orang lain.

d. Menutup diri atau sikap bertahan yang pasif. e. Mudah patah semangat.

f. Amarah gampang meledak.

D. Kualitas Pelayanan Karyawan 1. Definisi dan Karakteristik Jasa

Kotler (1984:428) menyatakan bahwa “a service is any act performance that one party can offer to another that is essentially intangible and does not result in the ownership of anything its production may or not be tied to a physical product.” Berdasarkan pengertian tersebut, jasa mempunyai 4 karakteristik utama yang membedakan dengan barang, yaitu:


(48)

a. Intangibility

Jasa bersifat intangible, artinya jasa tidak dapat dilihat, diraba, dirasa, dicium atau didengar sebelum dibeli. Konsepintangibleini sendiri memiliki 2 pengertian, yaitu:

1) Sesuatu yang tidak dapat disentuh dan tidak dapat dirasa.

2) Sesuatu yang tidak mudah didefinisikan, diformulasikan, atau dipahami secara rohaniah.

b. Inseparability

Jasa umumnya diproduksi dan dikonsumsi pada waktu bersamaan. Interaksi antara perusahaan dan konsumen merupakan ciri khusus dalam pemasaran jasa, kedua belah pihak mempengaruhi hasil dari jasa tersebut. Dalam hubungan penyedia jasa dengan konsumen mempengaruhi hasil dari jasa tersebut dan efektivitas individu yang menyampaikan jasa merupakan unsur pokok.

c. Variability

Jasa sifatnya sangat variabel, artinya banyak variasi bentuk, kualitas, dan jenis, tergantung pada siapa, kapan, dan di mana jasa tersebut dihasilkan. Pengguna jasa sangat peduli terhadap variabilitas ini dan sering kali mereka meminta pendapat orang lain sebelum memutuskan untuk memilih atau menggunakan suatu jasa.


(49)

d. Perishability

Jasa merupakan komoditas yang tidak tahan lama dan tidak dapat disimpan. Permintaan pelanggan akan jasa pada umumnya sangat bervariasi dan dipengaruhi faktor musiman. Oleh karena itu, perusahaan jasa harus mengevaluasi kapasitasnya guna menyeimbangkan penawaran dan permintaan.

2. Kualitas Pelayanan Jasa

Definisi kualitas jasa berpusat pada upaya pemenuhan kebutuhan dan keinginan pelanggan serta ketepatan penyampaiannya untuk mengimbangi harapan pelanggan. Aspek yang sangat penting dan menentukan kualitas jasa yang dihasilkan adalah pelayanan yang diberikan pihak produsen pada konsumennya, dan sikap serta pelayanan contact personel. Apabila aspek tersebut dilupakan atau bahkan sengaja dilupakan, dalam waktu yang tidak lama perusahaan yang bersangkutan bisa kehilangan banyak pelanggan lama dan dijauhi calon pelanggan.

Sehubungan dengan peranan contact personel yang sangat penting dalam mencetak kualitas jasa, setiap perusahaan memerlukan service excellent (pelayanan yang unggul), yaitu sikap atau cara karyawan dalam melayani pelanggan secara memuaskan (Fandy Tjiptono, 1996:58). Secara garis besar ada empat unsur pokok dalam konsep ini, yaitu:

a. kecepatan; b. ketepatan;


(50)

c. keramahan; d. kenyamanan.

Komponen-komponen di atas merupakan satu kesatuan yang terintegrasi, jika ada komponen yang kurang dapat mengakibatkan pelayanan atau jasa yang diberikan pada pelanggan tidak excellent. Untuk mencapai tingkat excellent, setiap karyawan harus mempunyai keterampilan tertentu diantaranya berpenampilan baik dan rapi, bersikap ramah, memperlihatkan gairah kerja dan sikap yang selalu siap untuk melayani, tenang dalam bekerja, tidak tinggi hati karena merasa dibutuhkan, menguasai pekerjaan baik tugas yang berkaitan pada bagiannya maupun bagian lain, mampu berkomunikasi dengan baik, bisa memahami bahasa isyarat pelanggan dan memiliki kemampuan memahami keluhan pelanggan secara profesional.

Dalam bisnis jasa, kualitas pelayanan merupakan sesuatu hal yang penting dan harus dikerjakan dengan baik sebab aplikasi kualitas sebagai sifat dari penampilan produk atau kinerja merupakan bagian utama strategi perusahaan dalam rangka meraih keunggulan yang berkesinambungan, baik sebagai pemimpin ataupun sebagai strategi untuk terus tumbuh. Keunggulan suatu produk jasa adalah dari keunikan serta kualitas yang diperlihatkan oleh jasa tersebut apakah sudah sesuai harapan dan keinginan pelanggan atau belum. Kotler (1984:37) membagi jasa menjadi beberapa macam.


(51)

a. Barang berwujud murni

Terdiri atas barang berwujud, seperti sabun, pasta gigi. Tidak ada jasa yang menyertai produk tersebut.

b. Barang berwujud yang disertai jasa

Terdiri atas barang berwujud yang disertai satu atau lebih jasa untuk mempertinggi daya tarik pelanggan. Contoh: produsen mobil tidak hanya menjual mobil saja tetapi juga kualitas dan pelayanan kepada pelanggannya (reparasi, pelayanan purna jual).

c. Campuran

Terdiri atas barang dan jasa dengan proporsi yang sama. Misal: restoran yang harus didukung oleh makanan dan pelayanannya.

d. Jasa utama yang disertai barang dan jasa tambahan

Terdiri atas jasa utama dan jasa tambahan serta barang pelengkap. Contoh: penumpang pesawat terbang membeli jasa transportasi. Mereka sampai di tempat tujuan tanpa sesuatu hal berwujud yang memperlihatkan pengeluaran mereka. Namun perjalanan tersebut meliputi barang-barang berwujud seperti makanan dan minuman. Jasa tersebut membutuhkan barang padat modal agar terealisasi, tetapi komponen utamanya adalah jasa.

e. Jasa murni


(52)

Hasil dari pelayanan jasa dipengaruhi oleh tingkat kecerasan emmosional yang dimiliki karyawan. Dalam penelitian Daniel Goleman menunjukkan bahwa kecerdasan emosional ini adalah kemampuan yang sangat dibutuhkan dalam dunia kerja saat ini yaitu sekitar 75-96%, sedangkan peran IQ atau keterampilan kognitif dalam keberhasilan di dunia kerja hanya menempati posisi kedua sesudah kecerdasan emosi dalam menentukan peraih prestasi puncak dalam pekerjaan, yaitu 4-25% (Goleman, 1999).

3. Dimensi Kualitas Jasa

Zeithaml dalam Hendroyono (http://www.lrckesehatan.net/) merangkum dimensi kualitas jasa menjadi 5 dimensi pokok.

a. Bukti fisik (tangible) adalah kemampuan perusahaan untuk menampilkan fasilitas fisik, peralatan, personel, dan media komunikasi.

b. Keandalan (reliability) adalah kemampuan untuk melakukan jasa yang dijanjikan dengan tepat dan terpercaya.

c. Daya tanggap (responsive) adalah kemampuan untuk membantu pelanggan dan memberikan jasa dengan tepat.

d. Jaminan (assurance) adalah kemampuan untuk menimbulkan kepercayaan dan keyakinan serta pengetahuan dan kesopanan dari karyawan.

e. Empati (empaty) adalah syarat untuk peduli atau memberi perhatian pribadi bagi pelanggan.


(53)

Ada lima dimensi kualitas pelayanan karyawan yaitu: keandalan (reliability), daya tanggap (responsive), jaminan (assurance), empati (empaty), dan bukti fisik (tangible). Pada dimensi keandalan (reliability), indikator kualitas pelayanan mencakup: (a) menyediakan jasa sesuai yang dijanjikan; (b) dapat diandalkan dalam menangani masalah jasa pelanggan; (c) menyampaikan jasa secara benar semenjak pertama kali; (d) menyampaikan jasa sesuai dengan waktu yang dijanjikan; dan (e) menyimpan catatan atau dokumen tanpa kesalahan. Pada dimensi daya tanggap (responsive), indikator kualitas pelayanan mencakup: (a) menginformasikan pelanggan tentang kepastian waktu penyampaian jasa; (b) pelayanan yang segera/cepat bagi pelanggan; (c) kesediaan untuk membantu pelanggan; dan (d) kesiapan untuk merespon permintaan pelanggan. Pada dimensi jaminan (assurance), indikator kualitas pelayanan mencakup: (a) karyawan yang menumbuhkan rasa percaya para pelanggan; (b) membuat pelanggan merasa aman sewaktu melakukan transaksi; (c) karyawan yang secara konsisten bersikap sopan; dan (d) karyawan yang mampu menjawab pertanyaan pelanggan. Pada dimensi empati (empaty), indikator kualitas pelayanan mencakup: (a) memberikan perhatian individual kepada para pelanggan; (b) karyawan yang memperlakukan pelanggan secara penuh perhatian; (c) sungguh-sungguh mengutamakan kepentingan pelanggan; (d) karyawan yang memahami kebutuhan pelanggan; dan (e) waktu beroperasi (jam kantor) yang nyaman. Pada


(54)

dimensi bukti fisik (tangible), indikator kualitas pelayanan mencakup: (a) peralatan modern; (b) fasilitas yang berdaya tarik visual; (c) karyawan yang berpenampilan rapi dan profesional; dan (d) materi-materi berkaitan dengan jasa yang berdaya tarik visual.

E. Hubungan Antar Variabel Penelitian

1. Pengaruh kultur lingkungan kerja pada hubungan antara kecerdasan emosional dengan kualitas pelayanan karyawan.

Derajat hubungan kecerdasan emosional karyawan dengan kualitas pelayanan karyawan diduga kuat berbeda pada kultur lingkungan kerja yang berbeda. Kultur lingkungan kerja adalah pola nilai, norma, sikap hidup, ritual dan kebiasaan yang baik dalam lingkungan kerja, sekaligus cara memandang persoalan dan pemecahannya. Dengan demikian kultur lingkungan kerja merupakan faktor esensial dalam membentuk karyawan menjadi manusia yang optimis, berani tampil, berperilaku kooperatif, kecakapan personal dan akademik. Pada kultur lingkungan kerja yang bercirikan power distance kecil, derajat hubungan kecerdasan emosional karyawan dengan kualitas pelayanan karyawan akan lebih tinggi dibandingkan pada power distance besar. Hal ini disebabkan pada power distance kecil terdapat sistem desentralisasi, adanya ketergantungan antara karyawan yang lemah dan yang kuat, karyawan tingkat bawah ikut serta dalam mengambil keputusan, dan kepala karyawan yang ideal adalah yang


(55)

demokratis dan banyak ide. Kondisi demikian akan berdampak adanya rasa saling menghargai dan saling membutuhkan antar karyawan, bawahan akan merasa dihargai karena diikutkan dalam pengambilan keputusan, dan karyawan dipimpin oleh pemimpin yang ideal dan demokratis, sehingga para karyawan akan merasa segan kepada pemimpinnya dan melakukan pekerjaannya sesuai dengan pembagian kerja. Pada power distance besar akan berdampak adanya manajer supervisi yang banyak, struktur organisasi yang merepotkan banyak orang, sistem penggajian yang sangat berbeda pada karyawan atasan dan bawahan, karyawan relative tidak berpendidikan dan bekerja secara manual, dan terjadi persaingan antar karyawan.

Pada kultur lingkungan kerja yang bercirikan collectivism derajat hubungan kecerdasan emosional karyawan dengan kualitas pelayanan karyawan diduga akan lebih tinggi dibandingkan padaindividualism. Hal ini dikarenakan pada kultur lingkungan kerja yang bercirikan collectivism terdapat komunikasi yang lancar, adanya hubungan kekeluargaan antar karyawan yang erat seperti hubungan dengan saudara, keharmonisan selalu dipertahankan, dan konfrontasi langsung dihindarkan. Pada kultur demikian suasana dalam bekerja menjadi lebih nyaman dan kondusif, jauh dari perselisihan antar karyawan karena karyawan akan menyadari bahwa karyawan lain adalah rekan kerjanya bukan pesaing kerjanya, serta terjadinya rasa saling menghargai dan saling membantu antar karyawan. Sementara pada kultur lingkungan kerja yang bercirikanindividualism akan


(56)

berdampak adanya komunikasi rendah, hubungan antara karyawan hanya berdasarkan keuntungan pribadi, dan manajemen yang berlaku adalah invidualistis.

Pada kultur lingkungan kerja yang bercirikan femininity derajat hubungan kecerdasan emosional karyawan dengan kualitas pelayanan karyawan diduga akan lebih tinggi dibandingkan pada masculinity. Hal ini disebabkan pada kultur lingkungan kerja yang bercirikanfemininity terdapat hubungan yang hangat, cara menyelesaikan masalah dengan berunding, dan manajer menggunakan perasaan serta kesepakatan bersama. Pada kultur demikian terdapat kesempatan untuk saling menolong dan bekerja sama sebab keputusan diambil bukan didasarkan pada manajer saja tetapi berdasarkan keputusan bersama. Pada kultur lingkungan kerja yang bercirikan masculinity akan berdampak adanya pengambilan keputusan hanya terletak pada manajer, cara mengatasi konflik dengan mengeluarkan karyawan, dan terjadinya persaingan antar karyawan.

Pada kultur lingkungan kerja yang bercirikan uncertainty avoidance yang lemah derajat hubungan kecerdasan emosional karyawan dengan kualitas pelayanan karyawan diduga akan lebih tinggi dibandingkan pada uncertainty avoidance yang kuat. Pada kultur lingkungan kerja yang bercirikan uncertainty avoidance yang lemah terdapat orientasi dalam bekerja, adanya motivasi terhadap hasil dan penghargaan dan ketelitian merupakan hal yang perlu dipelajari. Pada kultur demikian semangat kerja


(57)

karyawan meningkat dan ketika bekerja karyawan merasa tidak ada waktu untuk menganggur sebab semua waktunya didedikasikan untuk bekerja, dan adanya semangat belajar untuk mencapai hasil yang sempurna. Pada kultur lingkungan kerja bercirikan uncertainty avoidance yang kuat akan berdampak adanya penyerangan yang sering terjadi diantara karyawan tidak membuang-buang waktu dan terburu-buru dalam bekerja, dan tidak ada kemauan untuk belajar karena merasa sudah ahli dibidangnya.

2. Pengaruh locus of control pada hubungan antara kecerdasan emosional dengan kualitas pelayanan karyawan.

Derajat hubungan kecerdasan emosional karyawan dengan kualitas pelayanan karyawan diduga kuat berbeda pada locus of control yang berbeda. Pada locus of control internal derajat hubungan kecerdasan emosional karyawan dengan kualitas pelayanan karyawan lebih tinggi dibandingkan karyawan yang mempunyai keyakinan locus of control eksternal. Locus of controlialah keyakinan seseorang tentang faktor-faktor yang mengatur kejadian-kejadian dalam hidupnya, yang dapat dikontrol (locus of control internal) dan yang di luar kontrol dirinya (locus of control eksternal), serta sejauh mana orang tersebut merasakan adanya hubungan antara usaha-usaha yang telah dilakukan dengan akibat-akibatnya. Seorang karyawan yang mempunyai kecenderungan locus of control internal tidak mudah terpengaruh, aktif, mempunyai rasa percaya diri, dan mempunyai motif berprestasi yang tinggi sehingga kualitas pelayanan yang diberikan


(58)

juga baik. Pada locus of control demikian semangat karyawan dan rasa percaya diri untuk bekerja sehingga berdampak pada kemudahan dan kecepatan karyawan dalam bekerja. Pada locus of control eksternal, karyawan berkeyakinan bahwa kegagalan dan keberhasilan dipengaruhi oleh faktor di luar dirinya, sehingga berdampak pada sikap mudah menyerah, kecemasan tinggi, merasa tidak berdaya, rasa percaya diri yang rendah, dan penyesuaian diri yang kurang baik.

F. Kerangka Berpikir

1. Kecerdasan emosional adalah kemampuan untuk memotivasi diri sendiri dan bertahan menghadapi frustasi, mengendalikan dorongan hati dan tidak melebih-lebihkan kesenangan, mengatur suasana hati, dan menjaga agar beban stres tidak melumpuhkan kemampuan berpikir, berempati dan berdoa. Kualitas pelayanan karyawan adalah upaya pemenuhan kebutuhan dan keinginan pelanggan serta ketepatan penyampaiannya untuk mengimbangi harapan pelanggan yang berhubungan dengan kecerdasan emosional. Kultur lingkungan kerja adalah pola nilai, norma, sikap hidup, ritual dan kebiasaan yang baik dalam lingkungan kerja, sekaligus cara memandang persoalan dan pemecahannya yang diduga berpengaruh pada hubungan kecerdasan emosional dengan kualitas pelayanan karyawan.

2. Kecerdasan emosional adalah kemampuan untuk memotivasi diri sendiri dan bertahan menghadapi frustasi, mengendalikan dorongan hati dan tidak melebih-lebihkan kesenangan, mengatur suasana hati, dan menjaga agar


(59)

beban stres tidak melumpuhkan kemampuan berpikir, berempati dan berdoa. Kualitas pelayanan karyawan adalah upaya pemenuhan kebutuhan dan keinginan pelanggan serta ketepatan penyampaiannya untuk mengimbangi harapan pelangganyang berhubungan dengan kecerdasan emosional.Locus of control adalah suatu konsep yang memberikan gambaran tentang keyakinan seseorang mengenai sumber penentu pribadinya yang diduga berpengaruh pada hubungan kecerdasan emosional dengan kualitas pelayanan karyawan. Model:

G. Hipotesis

1. Ada pengaruh positif kultur lingkungan kerja pada hubungan antara kecerdasan emosional dengan kualitas pelayanan karyawan.

2. Ada pengaruh positif locus of control pada hubungan antara kecerdasan emosional dengan kualitas pelayanan karyawan.

kecerdasan emosional

kualitas pelayanan karyawan locus of

control kultur lingkungan


(60)

39

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan adalah studi kasus pada karyawan administrasi. Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” dan Universitas Janabadra, Yogyakarta. Data yang diperoleh selanjutnya diolah dan dianalisis. Kesimpulan penelitian hanya berlaku pada karyawan administrasi Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” dan Universitas Janabadra, Yogyakarta sebagai subyek penelitian ini.

B. Tempat dan Waktu Penelitian a. Tempat Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” dan Universitas Janabadra, Yogyakarta.

b. Waktu Penelitian

Waktu penelitian ini dilaksanakan pada Desember 2006

C. Subyek dan Obyek Penelitian a. Subyek Penelitian

Subyek penelitian yang digunakan adalah karyawan administrasi Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” dan Universitas Janabadra, Yogyakarta.


(61)

b. Obyek Penelitian

Obyek penelitian ini adalah tingkat kecerdasan emosional, kualitas pelayanan para karyawan, kultur lingkungan kerja dan locus of control.

D. Variabel Penelitian dan Pengukurannya 1. Kultur Lingkungan Kerja

Kultur lingkungan kerja adalah pola nilai, norma, sikap hidup, ritual dan kebiasaan yang baik dalam lingkungan kerja, sekaligus cara memandang persoalan dan pemecahannya. Kultur lingkungan kerja merupakan faktor esensial dalam membentuk karyawan menjadi manusia yang optimis, berani tampil, berperilaku kooperatif, kecakapan personal dan akademik. Ada empat dimensi kultur lingkungan kerja diantaranya power distance, individualism dan collectivism, femininity dan masculinity, dan uncertainty avoidance (Hofstede, 1994:35-125). Masing-masing dimensi tersebut selanjutnya dijabarkan dalam bentuk pernyataan-pernyataan. Berikut ini disajikan tabel operasionalisasi variabel kultur lingkungan kerja:

Tabel 3.1

Tabel Operasionalisasi Variabel Kultur Lingkungan Kerja

Dimensi Indikator No.Item

Power distance

a. Perbedaan diantara karyawan diminimalkan

b. Ada ketergantungan antara karyawan yang lemah dan yang kuat

c. Tingkatan di lingkungan kerja berarti adanya perbedaan aturan

1 2 3 4


(62)

d. Sistem manajemen di lingkungan kerja e. Perbedaan gaji antara atasan dan

bawahan.

f. Bawahan ikut serta dalam mengambil keputusan

g. Persepsi terhadap hak istimewa dan simbol status. 5 6 7 Individualism vs collectivism

a. Basis identitas diri

b. Keharmonisan di tempat kerja. c. Hubungan komunikasi

d. Penyalahgunaan kepemimpinan e. Hubungan antar karyawan f. Dasar penggajian dan promosi g. Sistem manajemen

h. Hubungan kerja

8 9 10 11 12 13 14 15 Femininity vs masculinity

a. Cara penyelesaian masalah b. Prinsip kerja

c. Perbedaan jenis kelamin dalam lingkungan kerja.

d. Prinsip pekerjaan yang manusiawi. e. Tipe manajer.

f. Sikap bersosial dalam lingkungan kerja.

16 17 18 19 20 21 Uncertainty avoidance

a. Kebutuhan akan peraturan dalam lingkungan kerja.

b. Orientasi dalam bekerja c. Semangat bekerja

d. Sikap terhadap pencapaian ketelitian e. Sikap terhadap perilaku karyawan.

f. Bentuk penilaian terhadap hasil pekerjaan.

22 23 24 25 26 27

Pengukuran variabel kultur lingkungan kerja didasarkan pada indikator-indikatornya. Masing-masing indikator dijabarkan dalam bentuk pernyataan


(63)

yang dinyatakan dalam empat skala sikap, yaitu sangat setuju (SS)=4; setuju (S)=3; tidak setuju (TS)=2; dan sangat tidak setuju (STS)=1.

2. Locus of Control

Locus of controlmerupakan keyakinan individu tentang faktor-faktor yang mengatur kejadian-kejadian dalam hidupnya, yang dapat dikontrol (locus of control internal) dan yang di luar kontrol dirinya (locus of control eksternal), serta sejauh mana orang tersebut merasakan adanya hubungan antara usaha-usaha yang telah dilakukannya dengan akibat-akibatnya. Ada enam dimensi locus of control yaitu status-recognition (pengakuan status), dominance (dominasi), independence (ketidaktergantungan), protection-dependency (perlindungan-ketergantungan), love and affection (cinta dan kasih sayang), danphysical comfort(kenyamanan fisik) (Rotter, 1964:58-59). Masing-masing dimensi tersebut selanjutnya dijabarkan dalam bentuk pernyataan-pernyataan. Berikut ini disajikan tabel operasionalisasi variabel locus of control:

Tabel 3.2

Tabel Operasionalisasi VariabelLocus of Control

Pertanyaan No

Dimensi Indikator

Internal Eksternal 1. Status-recognition

(pengakuan status)

 Kebutuhan untuk dihargai

 Ingin dianggap kompeten

4a,5a,10a, 14b, 23b

4b,5b,10b, 14b, 23a


(64)

 Kesuksesan dalam berkarya

2. Dominance (dominasi)

 Kebutuhan untuk mengontrol

aktifitas orang lain

 Kebutuhan untuk berkuasa 3a,12a,17b, 22a,24b 3b,12b,17a, 22b,24a 3. Independence (ketidaktergantunga n)

 Keyakinan diri

 Menggantungkan pada diri sendiri/usaha sendiri 8a,9b,11a, 13a,15a,16b, 18b,21b,25b, 28a 8b,9a,11b, 13b,15b,16a, 18a,21a, 25a,28b 4. Protection-dependency (perlindungan-ketergantungan)  Menghindari frustasi dengan mencari perlindungan dan keamanan  Menggantungkan diri pada orang lain

1a,2b,6b, 7b,19a, 29b

1b,2a,6a, 7a,19b, 29a

5. Love and affection (cinta dan kasih sayang)

 Kebutuhan untuk dicintai

 Kehangatan, perhatian, cinta dan kasih sayang

20b,26a 20a,26b

6. Physical comfort (kenyamanan fisik)

 Kebutuhan akan kepuasan fisik (menghindari sakit, mencari kesenangan jasmani) 27b 27a


(65)

Pengukuran variabel locus of control didasarkan pada indikator-indikator yang terdapat pada skala Rotter. Masing-masing pertanyaan dijabarkan dalam skala nominal, dimana skor 0 =locus of control eksternaldan skor 1 =locus of control internal.

3. Kecerdasan Emosional

Kecerdasan emosional adalah kemampuan untuk memotivasi diri sendiri dan bertahan menghadapi frustasi, mengendalikan dorongan hati dan tidak melebih-lebihkan kesenangan, mengatur suasana hati, dan menjaga agar beban stres tidak melumpuhkan kemampuan berpikir, berempati dan berdoa. Ada lima dimensi kecerdasan emosional yaitu: mengenali emosi diri, mengelola emosi, memotivasi diri, mengenali emosi orang lain, dan membina hubungan dengan orang lain (Goleman ,1999:57-59). Masing-masing dimensi tersebut selanjutnya dijabarkan dalam bentuk pernyataan-pernyataan. Berikut ini disajikan tabel operasionalisasi variabel kecerdasan emosional:

Tabel 3.3

Tabel Operasionalisasi Variabel Kecerdasan Emosional

Dimensi Indikator No. Item

Mengenali emosi diri

a. Mengetahui keterbatasan diri

b. Keyakinan akan kemampuan sendiri c. Mengetahui kekuatan

d. Mengenali emosi diri

1 2 3 4

Mengelola emosi

a. Menahan emosi dan dorongan negatif b. Menjunjung norma kejujuran dan

5 6


(66)

integritas

c. Bertanggung jawab atas kinerja sendiri d. Luwes terhadap perubahan

e. Terbuka dengan ide-ide serta informasi baru 7 8 9 Memotivasi diri

a. Dorongan untuk menjadi lebih baik b. Menyesuaikan dengan sasaran kelompok

dan organisasi

c. Kesiapan untuk memanfaatkan kesempatan

d. Kegigihan dalam memperjuangkan kegagalan dan hambatan

10 11 12 13 Mengenali emosi orang lain

a. Memahami perasaan orang lain

b. Tanggap terhadap kebutuhan orang lain c. Mengerti perasaan orang lain

d. Siap sedia melayani

14 17 18 16 Membina hubungan dengan orang lain

a. Kemampuan persuasi

b. Terbuka mendengarkan orang lain dan memberi kesan yang jelas

c. Kemampuan menyesuaikan tanggung jawab

d. Memiliki semangatleadership e. Kolaborasi dan kooperasi

f. Ada kemampuan untuk membangun tim

19, 15 20 21 22 23 24 Pengukuran variabel kecerdasan emosional didasarkan pada indikator-indikatornya. Masing-masing indikator dijabarkan dalam bentuk pernyataan dan dinyatakan dalam empat skala sikap, yaitu sangat setuju (SS)=4; setuju (S)=3; tidak setuju (TS)=2; dan sangat tidak setuju (STS)=1.


(67)

4. Kualitas Pelayanan Karyawan

Kualitas pelayanan ialah upaya pemenuhan kebutuhan dan keinginan pelanggan serta ketepatan penyampaiannya untuk mengimbangi harapan pelanggan. Ada lima dimensi kualitas pelayanan karyawan yaitu: keandalan (reliability), daya tanggap (responsive), jaminan (assurance), empati (empaty), dan bukti fisik (tangible) (Zeithaml dalam Hendroyono, http://www.lrckesehatan.net/). Masing-masing dimensi tersebut selanjutnya dijabarkan dalam bentuk pernyataan-pernyataan. Berikut ini disajikan tabel operasionalisasi variabel kualitas pelayanan karyawan:

Tabel 3.4

Tabel Operasionalisasi Variabel Kualitas Pelayanan Karyawan

Dimensi Indikator No. Item

Keandalan (reliability)

a. Menyediakan jasa sesuai yang dijanjikan. b. Dapat diandalkan dalam menangani

masalah jasa pelanggan.

c. Menyampaikan jasa secara benar semenjak pertama kali.

d. Menyampaikan jasa sesuai dengan waktu yang dijanjikan.

e. Menyimpan catatan atau dokumen tanpa kesalahan.

1 2 3 4 5


(68)

Daya tanggap (responsive)

a. Menginformasikan pelanggan tentang kepastian waktu penyampaian jasa. b. Pelayanan yang segera/cepat bagi

pelanggan.

c. Kesediaan untuk membantu pelanggan. d. Kesiapan untuk merespon permintaan

pelanggan. 6 7 8 9 Jaminan (assurance)

a. Karyawan yang menumbuhkan rasa percaya para pelanggan.

b. Membuat pelanggan merasa aman sewaktu melakukan transaksi.

c. Karyawan yang secara konsisten bersikap sopan.

d. Karyawan yang mampu menjawab pertanyaan pelanggan. 10 11 12 13 Empati (empaty)

a. Memberikan perhatian individual kepada para pelanggan.

b. Karyawan yang memperlakukan pelanggan secara penuh perhatian. c. Sungguh-sungguh mengutamakan

kepentingan pelanggan.

d. Karyawan yang memahami kebutuhan pelanggan.

e. Waktu beroperasi (jam kantor) yang nyaman. 14 15 16 17 18 Bukti fisik (tangible)

a. Peralatan modern.

b. Fasilitas yang berdaya tarik visual. c. Karyawan yang berpenampilan rapi dan

profesional.

d. Materi-materi berkaitan dengan jasa yang berdaya tarik visual.

19 20 21 22

Pengukuran variabel kualitas pelayanan karyawan didasarkan pada indikator-indikatornya. Masing-masing indikator dijabarkan dalam bentuk pernyataan


(69)

dan dinyatakan dalam empat skala sikap, yaitu sangat setuju (SS)=4; setuju (S)=3; tidak setuju (TS)=2; dan sangat tidak setuju (STS)=1.

E. Populasi, Sampel dan Teknik Penarikan Sampel a. Populasi

Populasi penelitian ini ialah keseluruhan karyawan administrasi Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” dan Universitas Janabadra, Yogyakarta. Jumlah populasi penelitian ini adalah:

 Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” 117 karyawan

 Universitas Janabadra 92 karyawan

b. Sampel

Dalam penelitian ini yang menjadi sampel adalah karyawan administrasi akademik tetap dan yang memiliki intensitas hubungan yang tinggi dengan mahasiswa di Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” dan Universitas Janabadra, Yogyakarta. Jumlah sampel penelitian adalah:

 Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” 76 karyawan

 Universitas Janabadra Yogyakarta 60 karyawan c. Teknik Penarikan Sampel

Teknik pengambilan sampel yang digunakan adalah teknik purposive sampling, yaitu anggota sampel yang diambil sudah ditentukan sesuai dengan keperluan penelitian dan mengabaikan peluang anggota populasi yang tidak terpilih. Dalam hal ini sampel yang dipilih adalah karyawan yang memiliki


(70)

intensitas hubungan yang tinggi (yaitu karyawan yang berhubungan langsung atau memberikan pelayanan langsung dengan mahasiswa setiap hari kerja) dengan mahasiswa yakni karyawan sekretariat, perpustakaan, laboratorium, dan Biro Administrasi Akademik dan Kemahasiswaan (BAAK).

F. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah kuesioner. Peneliti membuat angket yang berisi daftar pertanyaan yang digunakan untuk mengungkap data tentang pendapat karyawan tentang kultur lingkungan kerja, locus of control,kecerdasan emosional, dan kualitas pelayanan karyawan.

G. Pengujian Validitas dan Reliabilitas 1. Pengujian Validitas

Pengujian validitas adalah pengujian yang digunakan untuk mengetahui sejauh mana ketepatan dan kecermatan alat ukur dalam melakukan fungsinya sebagai alat ukur. Nilai validitas yang dicari dengan menggunakan rumus koefisien korelasi product moment dari Karl Pearson (Suharsimi Arikunto, 1998:225).

Rumus :

 

 

  2 2 2 2 Y Y N X X N Y X XY N rxy

Dimana :

rxy = koefisien korelasi antara X dan Y

∑X = jumlah skor dalam sebaran X ∑Y = jumlah skor dalam sebaran Y


(71)

∑XY = jumlah hasil kali antara X dan Y N = banyaknya sampel yang diujicobakan

Untuk mengetahui apakah instrumen penelitian tersebut valid atau tidak, maka ketentuannya sebagai berikut :

 jika r hitung > r tabel dengan taraf keyakinan 95% maka instrumen

penelitian dikatakan valid.

 jika rhitung< rtabeldengan taraf keyakinan 95% maka instrumen penelitian

dikatakan tidak valid.

Uji intrumen penelitian ini dilakukan pada 50 karyawan Universitas Muhammadiyah Yogyakarta. Pengujian validitas butir pertanyaan dilakukan dengan menggunakan komputer program SPSS.

a. Uji Validitas Variabel Kultur Lingkungan Kerja

Hasil pengujian validitas variabel kultur lingkungan kerja menunjukkan semua semua butir pertanyaan (27 butir) dinyatakan valid karena nilai koefisien korelasi (rhitung) per butir lebih besar dari koefisien korelasi

(rtabel) 0,284 (Lampiran III hal 125 ).

Tabel 3.5

Rangkuman Hasil Uji Validitas Variabel Kultur Lingkungan Kerja

No.

Item rhitung

rtabeltaraf

signifikansi 5% Hasil

1. .729 0,284 valid

2. .637 0,284 valid

3. .340 0,284 valid

4. .362 0,284 valid


(72)

6. .809 0,284 valid

7. .748 0,284 valid

8. .750 0,284 valid

9. .738 0,284 valid

10. .737 0,284 valid

11. .716 0,284 valid

12. .878 0,284 valid

13. .571 0,284 valid

14. .298 0,284 valid

15. .362 0,284 valid

16. .788 0,284 valid

17. .704 0,284 valid

18. .798 0,284 valid

19. .765 0,284 valid

20. .705 0,284 valid

21. .317 0,284 valid

22. .809 0,284 valid

23. .496 0,284 valid

24. .756 0,284 valid

25. .371 0,284 valid

26. .735 0,284 valid

27. .449 0,284 valid

b. Uji Validitas VariabelLocus of Control

Hasil pengujian validitas variabel locus of control menunjukkan semua semua butir pertanyaan (29 butir) dinyatakan valid karena nilai koefisien korelasi (rhitung) per butir lebih besar dari koefisien korelasi (rtabel) 0,284

(Lampiran III hal 126 ).

Tabel 3.6

Rangkuman Hasil Uji Validitas VariabelLocus Of Control

No.

Item rhitung

rtabeltaraf

signifikansi 5% Hasil

1. .541 0,284 valid


(73)

3. .358 0,284 valid

4. .405 0,284 valid

5. .399 0,284 valid

6. .510 0,284 valid

7. .598 0,284 valid

8. .327 0,284 valid

9. .845 0,284 valid

10. .297 0,284 valid

11. .292 0,284 valid

12. .315 0,284 valid

13. .293 0,284 valid

14. .443 0,284 valid

15. .339 0,284 valid

16. .622 0,284 valid

17. .403 0,284 valid

18. .388 0,284 valid

19. .545 0,284 valid

20. .455 0,284 valid

21. .339 0,284 valid

22. .556 0,284 valid

23. .597 0,284 valid

24. .666 0,284 valid

25. .349 0,284 valid

26. .532 0,284 valid

27. .592 0,284 valid

28. .473 0,284 valid

29. .845 0,284 valid

c. Uji Validitas Variabel Kecerdasan Emosional

Hasil pengujian validitas variabel kecerdasan emosional menunjukkan semua semua butir pertanyaan (24 butir) dinyatakan valid karena nilai koefisien korelasi (rhitung) per butir lebih besar dari koefisien korelasi


(1)

180

79 1.691 1.6785 1.6668 1.6559 1.6457 1.6362 1.6273 1.6189 1.611 1.6035 80 1.69 1.6768 1.6651 1.6542 1.644 1.6345 1.6255 1.6171 1.6092 1.6017 81 1.688 1.6751 1.6634 1.6525 1.6423 1.6327 1.6238 1.6154 1.6075 1.6 82 1.686 1.6735 1.6618 1.6508 1.6406 1.6311 1.6221 1.6137 1.6057 1.5983 83 1.685 1.6719 1.6601 1.6492 1.639 1.6294 1.6205 1.612 1.6041 1.5966 84 1.683 1.6704 1.6586 1.6476 1.6374 1.6278 1.6189 1.6104 1.6025 1.595 85 1.682 1.6688 1.6571 1.6461 1.6358 1.6263 1.6173 1.6088 1.6009 1.5934 86 1.68 1.6674 1.6556 1.6446 1.6343 1.6247 1.6158 1.6073 1.5993 1.5918 87 1.679 1.6659 1.6541 1.6431 1.6329 1.6233 1.6143 1.6058 1.5978 1.5903 88 1.677 1.6645 1.6527 1.6417 1.6314 1.6218 1.6128 1.6043 1.5963 1.5888 89 1.676 1.6631 1.6513 1.6403 1.63 1.6204 1.6114 1.6029 1.5949 1.5874 90 1.675 1.6618 1.6499 1.6389 1.6286 1.619 1.61 1.6015 1.5935 1.5859 91 1.673 1.6604 1.6486 1.6376 1.6273 1.6176 1.6086 1.6001 1.5921 1.5845 92 1.672 1.6591 1.6473 1.6363 1.626 1.6163 1.6073 1.5988 1.5908 1.5832 93 1.671 1.6579 1.646 1.635 1.6247 1.615 1.606 1.5975 1.5894 1.5819 94 1.669 1.6566 1.6448 1.6337 1.6234 1.6137 1.6047 1.5962 1.5881 1.5806 95 1.668 1.6554 1.6435 1.6325 1.6222 1.6125 1.6034 1.5949 1.5869 1.5793 96 1.667 1.6542 1.6423 1.6313 1.621 1.6113 1.6022 1.5937 1.5856 1.578 97 1.666 1.6531 1.6412 1.6301 1.6198 1.6101 1.601 1.5925 1.5844 1.5768 98 1.665 1.6519 1.64 1.6289 1.6186 1.6089 1.5998 1.5913 1.5832 1.5756 99 1.664 1.6508 1.6389 1.6278 1.6175 1.6078 1.5987 1.5901 1.5821 1.5745 100 1.663 1.6497 1.6378 1.6267 1.6163 1.6067 1.5976 1.589 1.5809 1.5733 101 1.662 1.6486 1.6367 1.6256 1.6153 1.6056 1.5964 1.5879 1.5798 1.5722 102 1.66 1.6476 1.6357 1.6246 1.6142 1.6045 1.5954 1.5868 1.5787 1.5711 103 1.659 1.6466 1.6346 1.6235 1.6131 1.6034 1.5943 1.5857 1.5776 1.57 104 1.658 1.6456 1.6336 1.6225 1.6121 1.6024 1.5933 1.5847 1.5766 1.5689 105 1.657 1.6446 1.6326 1.6215 1.6111 1.6014 1.5922 1.5836 1.5755 1.5679


(2)

LAMPIRAN IX

SURAT IJIN PENELITIAN


(3)

(4)

(5)

(6)

Dokumen yang terkait

Pengaruh kultur lingkungan kerja dan locus of control pada hubungan kecerdasan emosional dengan kualitas pelayanan karyawan : studi kasus karyawan administrasi Universitas Negeri Yogyakarta dan Universitas Gajah Mada Yogyakarta.

0 1 212

Pengaruh kultur lingkungan kerja dan locus of control pada hubungan antara kecerdasan emosional dengan kualitas pelayanan karyawan : studi kasus karyawan administrasi Universitas Sanata Dharma dan Universitas Atma Jaya Yogyakarta.

0 2 205

Pengaruh kultur lingkungan kerja dan locus of control pada hubungan antara kecerdasan emosional dengan kualitas pelayanan karyawan : studi kasus karyawan administrasi Universitas Islam Indonesia dan Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.

0 0 207

Pengaruh jenis pekerjaan, tingkat pendidikan, dan locus of control terhadap hubungan antara kecerdasan emosional dengan kualitas pelayanan karyawan.

0 2 166

Pengaruh jenis kelamin dan locus of control terhadap hubungan kultur keluarga, kultur lingkungan kerja, dan kultur lingkungan masyarakat dengan kecerdasan emosional guru : survei pada guru SMA di Kabupaten Kulon Progo, Yogyakarta.

1 2 293

Pengaruh jenis pekerjaan, tingkat pendidikan, dan locus of control terhadap hubungan antara kecerdasan emosional dengan kualitas pelayanan karyawan - USD Repository

0 0 164

SKRIPSI PENGARUH KULTUR LINGKUNGAN KERJA DAN LOCUS OF CONTROL PADA HUBUNGAN ANTARA KECERDASAN EMOSIONAL DENGAN KUALITAS PELAYANAN KARYAWAN

0 0 205

PENGARUH KULTUR LINGKUNGAN KERJA DAN LOCUS OF CONTROL PADA HUBUNGAN ANTARA KECERDASAN EMOSIONAL DENGAN KUALITAS PELAYANAN KARYAWAN

0 2 203

Pengaruh kultur lingkungan kerja dan locus of control pada hubungan antara kecerdasan emosional dengan kualitas pelayanan karyawan : studi kasus karyawan administrasi Universitas Janabadra dan Universitas Pembangunan Nasional `Veteran` Yogyakarta - USD Re

0 0 205

PENGARUH KULTUR LINGKUNGAN KERJA DAN LOCUS OF CONTROL PADA HUBUNGAN ANTARA KECERDASAN EMOSIONAL DENGAN KUALITAS PELAYANAN KARYAWAN

0 0 210