Remaja Clubbers LANDASAN TEORI

38 dalam Santrock, 2002 menekankan tiga tipe pengasuhan yang dikaitkan dengan aspek-aspek yang berbeda dalam perilaku sosial anak: otoriter, otoritatif, dan permisif. Para ahli perkembangan berpendapat bahwa pengasuhan anak yang permisif terjadi dalam dua bentuk: permissive-indulgent dan permissive- indifferent Santrock, 2002. Pola asuh otoriter memiliki ciri membatasi hak anak tetapi dituntut untuk tanggung jawab, memberi hukuman berupa hukuman fisik, serta kontrol sangat ketat Aisyah, 2010. Pola pengasuhan otoriter yang diterapkan orang tua merupakan sumber terjadi stress dan perasaan cemas yang dialami oleh remaja Puspitaningtyas, 2007. Remaja yang diasuh oleh pola asuh otoriter cenderung merasakan emosi yang tidak terkontrol seperti mudah marah, sedih, dan kecewa Puspitaningtyas, 2007. Pola asuh otoriter juga membuat remaja selalu dirundung kesedihan dan merasa masalah selalu menghampiri dirinya Puspitaningtyas, 2007. Hal tersebut menunjukkan ketidakmandirian secara emosional. Steinberg 1995 mengatakan remaja yang mandiri secara emosional adalah remaja yang mampu untuk mengelola emosinya sehingga tidak mudah untuk segera menumpahkan perasaan. Pola asuh otoriter tidak memberi peluang pada anak untuk berbicara Baumrind, dalam Santrock, 2002. Barnadib dalam Aisyah, 2010 mengatakan bahwa orang tua yang tidak membiarkan anak mengemukakan pendapat serta mengutarakan perasaan-perasaan memberikan peluang pada anak untuk menjadi agresi. Adanya hubungan pola asuh otoriter dengan perilaku agresi remaja itu dikarenakan keluarga yang suka melakukan hukuman terutama hukuman fisik 39 menyebabkan anak mempunyai sifat pemarah. Selain itu, anak yang ditekan karena aturan suatu saat akan meluapkan amarahnya sebagai perilaku agresi Baumrind, dalam Aisyah 2010. Herbert dalam Aisyah, 2010 berpandangan bahwa tingkah laku agresi menyebabkan luka fisik, psikis pada orang lain, atau yang bersifat merusak benda. Agresi merupakan salah satu bentuk ketidakmandirian secara perilaku karena remaja tidak memikirkan resiko dari tingkah laku agresinya Steinberg, 1995. Baumrind dalam Santrock, 2002 mengatakan bahwa pola asuh otoriter tidak pernah memberi kesempatan pada anak untuk berpendapat. Hal tersebut menyebabkan remaja sulit diminta untuk menjelaskan sesuatu dengan bahasa mereka sendiri, dan melontarkan pertanyaan yang dilontarkan persis yang dicantumkan di buku Rahmawati, 2007. Hal tersebut menunjukkan ketidakmandirian secara perilaku. Steinberg 1995 mengatakan bahwa remaja yang mandiri secara perilaku dapat dengan percaya diri dan berani untuk mengemukakan ide atau gagasan. Hurlock 2004 mengatakan bahwa pola asuh otoriter untuk mendesak anak remaja mengikuti aturan yang sudah dibuat oleh orang tua, menetapkan disiplin ketat pada kehidupan anak. Anak yang tidak diberikan kesempatan untuk bereskplorasi orang tuanya, akan mencari hal-hal di luar keluarganya yang dapat lebih memberi dirinya kebebasan tanpa sepengetahuan orang tuanya. Petranto dalam Kustanti, 2014 mengatakan bahwa remaja yang diasuh secara otoriter memiliki kecenderungan untuk melanggar norma-norma yang diberikan. Remaja yang cenderung melanggar norma yang diajarkan belum mandiri secara nilai 40 Steinberg, 1995. Remaja yang mandiri secara nilai adalah remaja yang bertindak sesuai dengan prinsip yang dapat dipertanggungjawabkan dalam bidang nilai Steinberg, 1995 Pola asuh permisif dibagi menjadi dua, yaitu permissive indulgent dan permissive indifferent. Permissive – indulgent merupakan suatu gaya pengasuhan di mana orang tua sangat terlibat dalam kehidupan anak-anak mereka tetapi menetapkan sedikit batas atau kendali terhadap mereka Baumrind, dalam Santrock, 2002. Pola asuh permisif yang tinggi juga menyebabkan remaja kurang dapat mengelola emosinya sendiri Wahyuni, 2014. Apabila remaja kurang dapat mengelola emosinya, mudah untuk menumpahkan perasaannya, maka dapat dipastikan remaja tidak akan mampu menghormati perasaan orang lain Wahyuni, 2014. Baumrind dalam Santrock, 2002 mengatakan bahwa pola asuh permisif menyebabkan anak jarang belajar menaruh hormat karena orang tua tidak memberi kontrol dalam kehidupan anak. Remaja yang mudah untuk menumpahkan perasaannya dan kurang dapat mengelola emosinya menunjukkan ketidakmandirian secara emosional Steinberg, 1995. Steinberg 1995 mengatakan remaja yang mandiri secara emosional adalah remaja yang mampu untuk mengelola emosinya sehingga tidak mudah untuk segera menumpahkan perasaan. Orang tua permissive – indulgent sangat terlibat dan memiliki kasih sayang tinggi sehingga cenderung memanjakan Wahyuni, 2014. Hal ini membuat remaja menjadi tidak bertanggung jawab Wahyuni, 2014. Remaja yang belum mampu untuk bertanggung jawab atas dirinya dikatakan tidak percaya diri dalam