Metode Penulisan Pendampingan Iman Anak PIA

9 jenis penelitian, tempat dan waktu penelitian, responden penelitian, instrumen penelitian dan variabel penelitian, hasil penelitian, pembahasan hasil penelitian. Bab IV yaitu usulan program, dalam bab ini dipaparkan mengenai usulan program yaitu penyegaran bagi para pendamping PIA tentang manfaat metode cerita dalam PIA. Usulan program ini diharapkan dapat membantu para pendamping PIA agar memiliki pengetahuan pendampingan lebih kreatif lagi. Bab V yaitu penutup, dalam bab ini berisikan kesimpulan dan saran. 10

BAB II MANFAAT METODE BERCERITA

DALAM PENDAMPINGAN IMAN ANAK

A. Pendampingan Iman Anak PIA

Dalam bab I telah disampaikan latar belakang bagaimana kegiatan Pendampingan Iman Anak di Kuasi Paroki Santo Yusup Bandung dilaksanakan. Dalam bab II ini, memaparkan pentingnya suatu kegiatan PIA dilaksanakan serta bagaimana memanfaatkan metode bercerita dalam PIA.

1. Pengertian PIA

PIA merupakan singkatan dari Pendampingan Iman Anak. Kegiatan ini dilaksanakan baik dalam lingkup paroki, wilayah bahkan juga lingkungan. Istilah PIA ini sendiri adalah sebutan yang cukup terkenal dalam lingkup Keuskupan Agung Semarang. Kegiatan PIA dilaksanakan setiap hari Minggu. Hingga terkadang banyak yang menyebutnya sebagai Sekolah Minggu. Namun di lain pihak kata “sekolah” memberikan kesan yang kurang menyenangkan Gorreti, 1999: 16. Maka dari itu, nama Sekolah Minggu sering diganti sesuai dengan kebiasaan masing-masing tempat. Adapun nama-nama lain selain istilah PIA yaitu Bina Iman Anak, Minggu Gembira, Taman Pendidikan Katolik, Sekolah Minggu dan masih banyak lagi Tjandrasari, 2010:13. Biasanya dari setiap Keuskupan memiliki nama kelompok sendiri-sendiri. Namun kendati demikian, dari semua nama tersebut memiliki maksud ataupun arti yang sama. Kegiatan yang 11 diperuntukkan bagi anak-anak katolik baik yang sudah dibaptis maupun belum dikumpulkan untuk mendengarkan sabda Tuhan dengan bermain, bercerita, bernyanyi dan lain sebagainya Bagiowinandi, 2009: 27. Menurut Suhardiyanto pengertian dari PIA adalah segala kegiatan apapun, dalam lingkup manapun yang dilakukan demi perkembangan iman anak, baik dalam lingkup keluarga maupun dalam lingkungan Suhardiyanto, 2010: 1. Melalui kegiatan PIA, anak-anak dihantarkan untuk semakin mengenal Yesus Kristus dan dapat megembangkan iman yang mereka miliki melalui kegiatan yang dilaksanakan dalam PIA. Kegiatan pendekatan PIA juga dapat dikembangkan dengan cara katekese anak misalnya melalui nyanyian, gerak-lagu, cerita, dan aktivitas lainnya Dewan Karya Pastoral, 2014: 43. Dengan dilaksanakannya PIA anak-anak diharapkan dapat lebih mengenal dan mencintai Kristus hingga nantinya mereka dapat mewujudkannya dalam kehidupan mereka. Kegiatan PIA berbeda dengan sekolah formal karena dalam kegiatan PIA bersifat tidak mengikat. Mereka dapat bergembira dan bermain bersama. Melihat dari uraian diatas maka dapat diambil kesimpulan pengertaian PIA sebagai berikut: PIA merupakan suatu kegiatan untuk membantu anak-anak dalam hal pengembangan iman yang berpola akan Yesus Kristus, yang dikemas melalui berbagai macam metode diantaranya mendengarkan sabda Tuhan, bernyanyi, bercerita, wisata rohani, dinamika kelompok, dan bermain. 12

2. Dasar Penyelenggaraan PIA

Dasar suatu penyelenggaraan PIA dapat ditinjau dari sikap Yesus yang tertera dalam Kitab Suci, di mana dalam Kitab Suci mengemukakan pentingnya suatu pendidikan bagi iman anak terlihat dalam Injil Lukas 18;16-17. “Tetapi Yesus memanggil mereka dan berkata: Biarkanlah anak-anak itu datang kepada-Ku, dan jangan kamu menghalang-halangi mereka, sebab orang-orang yang seperti itulah yang empunya Kerajaan Allah. Aku berkata kepadamu: Sesungguhnya barangsiapa tidak menyambut Kerajaan Allah seperti seorang anak kecil, ia tidak akan masuk ke dalamnya.” Dari kutipan Injil tersebut kita dapat melihat betapa Yesus sangat mencintai anak anak. Yesus menaruh perhatian kepada anak-anak, hingga Yesus mengatakan bahwa Kerajaan Allah menjadi milik anak-anak Bergant, 2002: 148. Yesus menaruh perhatian tersendiri terhadap anak-anak. Kepolosan diri seorang anak- anaklah yang ingin ditunjukkan Yesus kepada banyak orang supaya memiliki sikap yang baik. Dari perhatian Yesus terhadap anak-anak, dan betapa Ia sangat mencintai anak-anak, maka ini dapat dijadikan suatu pijakan bagi Gereja untuk mengadakan suatu kegiatan yang sifatnya mendampingi anak-anak dalam hal iman. Dari perhatian terhadap anak-anak seperti yang dilakukan oleh Yesus inilah yang menjadi dasar bagi pelaksanaan Sekolah Minggu sebagai suatu kegiatan yang memang dikhususkan bagi anak-anak untuk membina iman mereka. Dengan kata lain melalui teks Kitab Suci tersebut bermaksud mengajak kita sebagai umat beriman untuk memperhatikan anak-anak. Berangkat dari sikap Yesus yang mencintai anak-anak, Gereja juga berusaha membantu dalam hal perkembangan iman anak. Dalam Grafisimum Educatsionis mengenai deklarasi tentang Pendidikan pada artikel Ke 3 13 mengungkakan bahwa tugas mendidik juga terletak pada Gereja GE art.3. Kegiatan PIA ini pula juga didasarkan pada kesadaran Gereja akan tugasnya untuk mendidik. Secara istimewa pendidikan juga merupakan tugas Gereja, bukan hanya masyarakat yang diakui kemampuannya yang mampu menyelenggarakan pendidikan, melainkan terutama karena Gereja bertugas mewartakan jalan keselamatan kepada semua orang, menyalurkan kehidupan Kristus kepada umat beriman, serta tiada hentinya penuh perhatian membantu mereka supaya mampu meraih kepenuhan kehidupan itu. Dari artikel inipun secara jelas mengungkapkan betapa pendidikan sangat penting terutama bagi anak-anak yang sedang mengalami masa pertumbuhan. Gereja memiliki tugas untuk melaksanakan pendidikan. Maka melihat dari dasar yang telah dipaparkan yaitu dari sikap Yesus yang mencintai anak-anak serta dari dokumen Gereja, maka ini dapat dijadikan suatu pijakan atau dasar untuk bagaimana Gereja dapat menjawab hal tersebut. Untuk menjawab hal tersebut maka saat ini Gereja memiliki kegiatan yang disebut dengan PIA. Kegiatan ini diperuntukkan bagi anak-anak agar mereka mendapatkan pendidikan akan iman.

3. Maksud dan Tujuan PIA

Kegiatan PIA diadakan pastilah memiliki maksud serta tujuan yang ingin dicapai. Adapun maksud dari kegiatan PIA ialah untuk membantu para orang tua dalam mendidik anak-anak secara Kristiani. Dalam Dokumen Konsili Vatikan yang membicarakan tentang pendidikan, orang tualah yang harus diakui sebagai pendidik mereka yang utama dan pertama GE art.3. Namun terkadang, para 14 orang tua melalaikan tanggung jawab ini, karena banyak diantara mereka yang sibuk dengan pekerjaan dan tanggung jawab lain dalam hidup berkeluarga ataupun bermasyarakat. Sehingga terkadang para orang tua tidak memiliki waktu untuk mendidik anak-anak mereka dalam hal iman. Melihat kurangnya perhatian dari para orang tua terhadap anak-anak mereka maka, Gereja ingin membantu para orang tua dalam perkembangan iman anak-anak. Dalam hal ini, Gereja sifatnya hanya membantu karena pembimbing kelompok menyadari bahwa akhirnya orang tua sendiri dan anak-anak sendiri yang perlu mendidik diri Gorreti, 1999: 18. Anak-anak masih memerlukan pendampingan dari orang lain untuk menumbuhkan iman yang mereka miliki. Selain itu juga anak-anak yang nantinya kelak akan menjadi penerus kehidupan Gereja. Maka dari itu, Gereja membentuk suatu wadah yang dapat dijadikan sebagai sarana untuk mendidik anak-anak dalam hal iman. Wadah inilah yang disebut dengan PIA. Maka dari itu kegiatan PIA ini memiliki maksud pelaksanaan yaitu menciptakan lingkungan yang mendukung perkembangan pribadi dan iman anak, mengembangkan kesadaran akan nilai-nilai moral Kristiani, mengembangkan pemahaman dan penghayatan liturgi, memupuk harga diri yang sehat dan wajar, mengembangkan bakat dan ketrampilan anak-anak, serta mengembangkan sifat sportif pada anak. Adapun tujuan dari kegiatan PIA ini menurut Gorreti ialah PIA ingin membantu orang tua kristiani dalam usaha mendampingi anak-anak yang sedang berkembang menuju masa remaja, di dalam iman dan kepribadian mereka 15 Goretti, 1999: 17. Melihat dari tujuan tersebut, maka tujuan tersebut dapat diuraikan sebagai berikut: a. PIA dapat menciptakan iklim yang baik bagi anak-anak yang sedang berkembang menuju ke masa remaja. Membantu anak-anak mengembangkan iman yang ada pada diri anak-anak. Sehingga anak mampu meningkatkan penghayatan serta pemahaman akan agama kristiani mereka. b. Melalui PIA mampu meningkatkan sikap perkembangan moral pada diri anak. Memupuk sikap saling kerjasama, saling menolong, saling membantu, seta kritis dalam menanggapi sesuatu. c. Melalui PIA Meningkatkan bakat atau ketrampilan anak. Kiranya dari tiga pokok tujuan yang diuraikan ini, dapat membawa anak- anak untuk semakin mencintai Yesus dan sadar akan iman yang dimiliki mereka. Serta dengan demikian mereka mampu mengungkapkan iman mereka melalui bakat dan ketrampilan yang merek miliki.

4. Ciri Khas PIA

Dalam suatu kegiatan PIA memiliki 4 ciri yang perlu diperhatikan dalam suatu kegiatan. Adapun 4 ciri tersebut menurut Gorreti adapun adalah gembira, bebas, bermain, dan beriman Goretti, 1999: 18.

a. Gembira

Gembira menurut KBBI dapat diartikan sebagai suka ria, berbesar hati, bangga, senang KBBI, 2008: 153. Dalam diri anak suasana gembira itu pastilah 16 selalu ada, dimanapun mereka selalu berkumpul dengan teman sebaya mereka anak-anak selalu terlihat gembira dan ceria. Dalam kegiatan PIA diharapkan untuk dapat menciptakan suasana yang menarik sehingga anak-anak merasa gembira di dalamnya. Dari dalam diri pendampingpun ketika melaksanakan suatu kegiatan juga haruslah memiliki kegembiraan. Terkadang dalam PIA ada kegiatan yang bersifat formal dan terkadang anak sering malas akan hal tersebut. Maka para pendamping dimampukan untuk menumbuhkan suasana gembira kembali agar anak-anak tidak lantas bosan mengikuti kegiatan tersebut. Misalnya melalui bernyanyi, bermain, ataupun bercerita.

b. Bebas

Kebebasan merupakan unsur terpenting dalam beriman. Anak diajarkan untuk berkembang dalam iman secara bebas tanpa ada unsur paksaan. Ciri bebas perlulah diciptakan dalam kegiatan PIA. Anak-anak perlu menyadari bahwa iman yang telah mereka miliki itu bebas. Ini dapat diperlihatkan melalu contoh- contoh kecil dalam kegiatan PIA misalnya ketika mereka datang mengikuti PIA mereka datang secara bebas tanpa ada unsur paksaan, mereka menggunakan baju yang bebas, dan mereka bebas bermain. Berbeda dengan ketika mereka bersekolah dimana di dalamnya selalu ada kegiatan yang bersifat mengikat. Dengan demikian dari suasana yang bebas ini anak anak tidak akan merasa gelisah ataupun takut dalam mengikuti kegiatan karena mereka mendapatkan kebebasan di dalamnya. 17

b. Bermain

Bermain merupakan salah satu pengalaman belajar yang sangat berharga dalam suatu aspek kecakapan. Dengan bermain anak memiliki kesempatan untuk membangun relasi dengan orang lain, melatih ketrampilan motorik serta memanfaatkan kapasitas visualnya. Melihat definisi tersebut maka kegiatan bermain dalam PIA haruslah ada. Maka dari itu dalam kegiatan PIA selalu ada materi yang dilakukan dengan cara bermain. Anak-anak akan lebih mudah untuk berkembang serta memiliki ketrampilan dan sikap yang baik untuk dipergunakan. Melalui kegiatan bermain ini pula akan mempermudahkan anak-anak untuk menangkap masud dari keseluruhan materi PIA yang diberikan para pendamping. Selain itu melalui bermain dapat melatih anak sedikit demi sedikit untuk berefleksi baik untuk dirinya sendiri ataupun bagi teman-teman mereka, yang akhirnya akan membantu anak-anak dalam pembentukan sikap serta kepribadian mereka.

c. Beriman

Sesuai degan tujuan yang ingin dicapai oleh kelompok PIA, ciri iman tidaklah boleh dilupakan. Ciri iman merupakan ciri yang utama. Alasannya bahwa kegiatan PIA adalah kegiatan untuk membantu anak-anak dalam mengembangkan iman yang mereka miliki yang berpola pada diri Yesus Kristus sendiri. Ciri ini dapat dimunculkan melalui setiap kegiatan yang diadakan. Misalnya anak diajarkan ntuk menghafal doa-doa taupun membuat doa secara pribadi. Setiap kegiatan yang dilaksanakan dalam PIA memiliki pola akan Yesus. 18 Mengenalkan pribadi Yesus kepada anak-anak diharapkan semakin dapat membentuk hidupnya seperti yang dicita-citakan oleh Yesus. Maka dengan demikian akan terbentuklah suatu iman yang mendalam dari diri anak anak artinya bahwa seluruh proses kegiatan PIA yang dilaksanakan tersebut bertitik tolak pada satu iman yaitu Yesus Kristus. Selain perkembangan iman secara pribadi anak juga diharakan untuk mengembangkan iman yang mereka miliki secara menjemaat, misalnya melalui belajar untuk dapat berteman dengan baik, saling bekerjasama, dan saling memaafkan. Melalui contoh tersebut maka anak dapat berlatih untuk hidup saling menjemaat bersama orang lain dalam hidup beriman. 5 . Gambaran Peserta PIA Masa kanak-kanak merupakan periode perkembangan yang spesial karena memiliki kebutuhan psikologis, pendidikan serta fisik yang khas Pratisti Dinar. 2008:3. Perkembangan pada anak-anak pastilah berpengaruh terhadap perkembangan selanjutnya. Begitu juga halnya dalam PIA. Anak- anak yang mengikuti PIA terdiri dari banyak usia yang berbeda- beda dan pastilah memiliki perkembangan yang berbeda-beda. Jika di kelompokkan berdasarkan usia PIA, maka peserta PIA dapat dikelompokkan dari usia balita PAUD samapi usia anak SD. Pada usia ini, pandangan akan pengetahuan agama masih terpisah-pisah dan inderawi. Dalam kehidupan beriman anak masih memiliki pandangan logis, mereka cenderung mempercayai cerita dan simbol secara literal Dewan Karya Pastoral, 2014: 42. Maka dari itu perlulah melihat tahap-tahap perkembangan 19 anak yang berguna untuk mempermudah cara pendampingan bagi mereka. Adapun aspek- aspek tahap perkembangan pada anak diantaranya ialah:

a. Perkembangan Fisik

Perkembangan fisik seorang anak dalam beberapa tahapan berdasarkan umur diantaranya ialah usia 0-3 tahun anak memiliki perkembangan pesat pada tubuh dan berat badan. Anak sudah mampu untuk bergerak secara aktif. Usia 4-5 tahun anak mengalami pertumbuhan fisik cepat dan banyak bergerak, maka perlu diberikan ruang untuk beraktifitas. Mereka sudah bisa menggunting, menempel, menggambar, dan mewarnai dengan baik. Anak juga sudah dapat belajar menyanyi yang ringan dan mudah untuk ditirukan anak-anak. Usia 6-8 tahun anak masih mengalami pertumbuhan fisik. Mereka masih menyukai aktivitas yang banyak gerak sepert, berlari, melompat, dan berjalan- jalan. Anak mulai menguasai ketrampilan seperti menulis, melipat, dan membuat simpul tali. Dalam usia ini anak akan merasa mudah lelah dan bosan dalam melakukan aktifitas kegiatan. Usia 9-11 tahun, dalam usia ini anak memiliki keadaan kesehatan yang cukup baik. Mereka memiliki daya tahap tubuh yang sudah kuat. Sehingga mereka dapat diajak untuk melakukan kegiatan di luar ruangan. Anak cukup aktif dan bersemangat serta senang melakukan kegiatan yang sulit dan bersifat menantang Didik Bagiyowinandi, 2009: 201. 20

b. Perkembangan Kognitif

Piaget dalam Elisabet.B. Hurlock membagi tahap perkembangan kognitif pada anak dengan usia 0-12 tahun menjadi tiga tahapan yaitu tahap sensorik motori, tahap praoperasional, tahap operasional, dan tahap opersional formal Elisabet. B. Hurlock, 1989: 39. Tahap sensoik motorik usia 0-2 tahun. Tahap ini merupakan tahap yang pertama dalam rangkaian perkembangan kognitif. Selama dalam masa ini anak mulai mengembangkan akan dirinya sendiri dan perbedaan akan lingkungan. Anak juga belajar akan hunhungan timal balik sebab akibat serta ruang dan waktu. Pengertian ini diperoleh dari eksplrasi sensorik motorik mereka yang dimulai sejak mereka lahir sampai mereka berusia 2 tahun. Tahap praoperasional usia 2-6 tahun. Tahap ini merupakan tahap pemikiran yang simbolis. Lebih menekankan sifat egosentris dan intuitif daripada logis. Dalam tahap ini akan nampak dalam permainan imajinatif mereka. Pada tahap ini juga juga menerapkan tahap ego senteris. Ego senteris adalah anak tidak mampu menerima pandangan orang lain dan tidak mampu memecahkan masalah yang melibatkan konsep-konsep bilangan atau kelas-kelas benda. Dalam tahap operasional ini dibagi dalam dua tahapan yaitu Fase fungsi simbolis dan fase pemikiran intuintif. Fase ini terjadi kira-kira antara usia 2-4 tahun. Dalam tahap ini anak belajar menggunakan dan mempresentasikan obyek yang tak hadir dengan gambaran dan kata-kata tetapi pemikirannya masih bersifat egosentris dan animisme. Egosentris berarti keadaan dimana anak kesulitan untuk melihat dari sudut pandang orang lain. Animisme berarti kepercayaan bahwa objek tak 21 bernyawa adalah hidup dan bisa bergerak. Fase pemikiran intuintif yang terjadi antara usia 4-6 tahun. Piaget menyebut tahap ini sebagai tahap intuintif karena anak-anak merasa yakin tentang pemahaman mereka mengenai suatu hal, tetapi tanpa menggunakan pemikiran rasional. Pada tahap ini anak juga mulai banyak mengajukan pertanyaan dan ingin tahu semua jawaban dari pertanyaan tersebut. Tahap operasional konkrit usia 6-11 tahun. Dalam tahap ini konsep yang samar-samar dan tidak jelas dari masa prasekolah menjadi lebih konkret dan spesifik. Dari tahap ini akan memungkinkan anak berfikir secara deduktif, membentuk konsep ruang dan waktu, dan menggolong-golongkan objek. Mereka juga mulai mampu mengambil peran orang lain sehingga akan membuka jalan akan realitas yang lebih besar. Tahap operasional formal usia 11-12 tahun. Tahap ini merupakan tahap terakhir dari perkembangan kognitif. Pada tahap ini anak mampu mempertimbangkan semua kemungkinan dalam memecahkan masalah dan mampu menalar atas dasar hipotesis dan dalil. Pemikiran anak menjadi lebih luwes dan konkrit mereka mampu menggabungkan dari sejumlah sumber yang berbeda dan dapat memecahkan masalah

c. Perkembangan Moral

Singgih D.Gunarsa menggolongkan tahap-tahap perkembangan anak berdasarkan usia menjadi 3 tahapan usia yaitu usia 0-3 tahun, usia 3-6 tahun, 6- remaja Singgih D.Gunarsa, 2008: 66. 22 Tahap usia 0-3 tahun, seorang anak dilahirkan tanpa membawa bekal pengertian akan apa yang baik dan buruk. Ketika dalam tahap ini tingkah laku yang dilakukan oleh seorang anak masih didorong oleh tahap-tahap nurani yang ada pada dirinya. Dari tingkah laku ini juga dapat didorong dari lingkungan sekitar yang mendukungnya. Dalam tahap ini anak belum dapat menilai apakah tingkah laku yang dilakukan bermoral atau tidak bermoral. Selain itu juga anak juga belum dapat berfikir apakah tingkah laku yang dilakukan itu baik ataupun tidak baik, salah tau tidak salah. Tahap usia 3-6 tahun, pada masa ini anak sudah memiliki dasar-dasar dari sikap-sikap moralitas terhadap kelompok sosialnya. Ketika sebelumnya anak diajarkan akan apa yang baik dan yang tidak baik, maka dalam tahap ini anak mulai diajarkan akan bagaimana ia harus bertingkah laku. Dengan demikian anak akan mengerti bagaimana tindakan yang baik atau tidak baik, benar atau salah. Dalam tahap ini penanaman konsep-konsep moralitas akan mengalami sedikit kesulitan di mana anak dalam tahap ini juga dalam tahap perkembangan egoisme yang menonjol. Tahap usia 6- remaja, pada masa ini anak sudah masuk dalam lingkungan sekolah. Anak sudah mulai menikmati kehidupan yang semakin luas lagi. Anak mulai mengenal kelompok sosial selain keluarganya. Dalam hal ini kaidah moral lebih ditentukan pada norma-norma yang ada di lingkup kelompok sosialnya. Dalam masa ini mereka akan mulai sadar dengan perbuatan yang mereka lakukan itu benar atau tidak benar. Menginjak usia remaja anak sudah mulai mengetahui dengan baik alasan-alasan yang mendasari perbuatan yang mereka lakukan adalah 23 perbuatan benar atau tidak benar. Sehingga anak sudah mulai mengenal konsep konsep moralitas seperti kejujuran, hak milik, dan keadilan. Maka dalam usia remaja anak sudah dapat mengembangkan nilai moral sebagai hasil dari pengalaman-pengalaman mereka baik ketika di dalam keluarga maupun lingkungan.

d. Perkembangan Spiritual atau Rohani

Menurut J. Fowler perkembangan iman anak digolongkan dalam 3 tahap usia perkembangan diantaranya Usia 0-3 tahun, usia 4-6 tahun, dan usia 7-12 tahun. Usia 0 -3 tahun, dalam tahap ini merupakan tahap kepercayaan awal pada anak. Dalam tahap ini anak belum dapat merasakan secara utuh dan menyadarinya dengan baik. Dalam tahap ini anak diperkenalkan dengan suasan kasih dalam lingkup gereja dan diperkenalkan melalui lagu lagu rohani. Ini dimaksudkan agar anak mulai terbiasa dengan kegiatan rohani sejak dini. Usia 4-6 tahun, pada usia ini sering disebut dengan kepercayaan intuintif proyektif. Pada tahap ini daya imajinasi dan dunia gambar sangat disenangi oleh anak. Daya imanjinasi dan gambar tersebut dapat dirangsang melalui cerita, gerakan, simbol, dan kata- kata. Dalam usia ini anak mulai diperkenalkan dengan alkitab dan cerita-cerita rohani yang memiliki nuasan anak-anak. Sehingga anak akan dengan mudah untuk memahami cerita-cerita tersebut. Usia 7-12 tahun, pada usia ini sering disebut dengan tahap kepercayaan mistik harafiah. Imajinasi dan gambar masih berpengaruh kuat pada anak. Dalam 24 usia ini mulai mucul opsi-opsi logis yang melampaui tingkat perasaan dan daya imanjinasi sebelumya. Melalui cerita-cerita alkitab yang bagus dapat pula mendorong anak untuk mengembangkan iman. Metode bercerita sangat membantu anak dalam penyampaian isi dari alkitab. Dalam usia ini juga mulai diperkenalkan simol-simbol rohani serta arti sehingga anak tidak salah mengerti dengan simbol-simbol tersebut Valentina Wuri, 2008: 20

B. Peluang Kegiatan dan Metode dalam PIA

1. Peluang Kegiatan PIA

Menurut Suhardiyanto, ada berbagai macam kegiatan dalam peluang kegiatan PIA. Adapun masing-masing peluang kegiatan tersebut diantaranya adalah pendidikan budi pekerti, latihan keberanian untuk tampil secara sehat dan wajar, Pendidikan keagamaan dan liturgi, pendidikan daya tangkap dan ketangkasan berpikir, dan Pendidikan jasmani dan rekresi Terbimbing Suhardiyanto, 2010: 21.

a. Pendidikan Budi Pekerti

Pendidikan budi pekerti merupakan suatu pendidikan di mana mencakup segala aspek termasuk di dalamnya adalah nilai moral. Baik dalam kehidupan sehari hari, berinteraksi dengan sesama maupun dengan Tuhan. Maka jika diartikan pendidikan budi pekerti merupakan usaha yang dilakukan dalam rangka menanamkan nilai nilai moral agar anak memiliki perilaku yang baik. 25 Dalam tahapan usia anak PIA pendidikan budi pekerti ini, perkembangan moral sangat baik diterapkan karena mereka akan memiliki dasar dalam melakukan suatu hal apakah itu baik atau buruk. Dengan demikian ketika anak memasuki dunia sekolah mereka sudah memiliki konsep nilai-nilai moralitas seperti kebaikan, jujur, hak milik, dan keadilan Gunarsa, 2008: 66. Dalam kegiatan PIA pendidikan ini dapat diterapkan melalui kegiatan yang sekiranya dapat mendorong mereka untuk saling mengembangkan moral. Seperti contohnya adalah memiliki sikap kepedulian kepada orang lain, memliki sikap pelayanan, memiliki sikap sportif pada anak, memiliki sikap cinta kebenaran kejujuran, memiliki sikap mau memaafkan.

b. Latihan Keberanian Untuk Tampil Secara Sehat dan Wajar

Terkadang dalam tahap usia perkembangan anak, anak masih memiliki rasa malu untuk tampil ataupun mengikuti suatu kegiatan. Untuk menumbuhkan rasa berani pada diri anak diperlukann latihan agar mereka mampu memiliki sikap demikian. Dalam latihan ini, anak diajarkan untuk sedikit demi sedikit memiliki rasa berani untuk tampil di depan dengan baik sesuai dengan perkembangan mereka sebagai anak. Dalam kegiatan PIA, ada banyak sekali kegiatan yang dapat membawa untuk dapat belajar menjadi seorang anak yang berani sesuai dengan pertumbuhan mereka. Adapun contohnya keberanian itu dapat anak dapatkan melalui kegiatan bermain, membaca Kitab Suci, mengikuti lomba-lomba PIA yang diadakan, dan memimpin doa bersama. 26

c. Pendidikan Keagamaan dan Liturgi

Dalam kegiatan ini anak dimaksudkan untuk sedikit demi sedikit dapat belajar mengenal dari iman katolik. Tujuannya agar anak mulai dapat menghayati iman dalam pribadi anak-anak, sehingga mereka dapat menghayati iman mereka melalui komunikasi iman dengan orang lain.Gorreti, 1999: 19. Dalam kegiatan PIA, anak mulai diajarkan dalam penghayatan iman mengenal liturgi gereja melalui gambar maupun simbol. Sehingga agar sejak awal anak sudah mengerti akan pendidikan liturgi dan tidak memiliki pemahaman yang salah nantinya.

d. Pendidikan Daya Tangkap dan Ketangkasan Berpikir

Pendidikan ini dilaksanakan dengan tujuan untuk meningkatkan daya tangkap anak dalam pemahaman agama kristiani di mana anak dapat berfikir serta cepat untuk menjawab ketika anak-anak ditanya. Pendidikan semacam ini dapat diterapkan melalui kegiatan PIA misalnya saja kegiatan cerdas cermat alkitab anak. Melalui kegiatan semacam itu anak dilatih untuk memiliki daya tangkap yang baik sekaligus ketangkasan dalam berfikir.

e. Pendidikan Jasmani dan Rekresi Terbimbing

Pendidikan ini adalah pendidikan yang berkaitan dengan perkembangan fisik anak. Kegiatan yang mendukung untuk meningkatkan perkembangan jasmani pada diri anakpun sangat dianjurkan. Sebagaimana mestinya perkembangan fisik pada anak itu berbeda-beda tergantug pada tingkat usia anak.