Pembahasan ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN
disebabkan rasio X1 dan rasio X2 bernilai negatif yaitu -0,107 dan -0,095. Sedangkan ditahun 2008, perusahaan juga memiliki rasio X1 dan rasio X2
bernilai negative yaitu -0,056 dan -0,062. Rasio X1 yang bernilai negatif menunjukkan perusahaan memiliki likuiditas yang rendah, jumlah aktiva lancar
lebih kecil daripada jumlah kewajiban lancar. Rasio X2 yang bernilai negatif menunjukkan kemampuan aktiva untuk memperoleh laba ditahan sangatlah
rendah. Rugi usaha yang dialami perusahaan disebabkan karena penghasilan yang diterima tidak mampu menutupi beban-beban yang ditanggung selama periode
tersebut lebih mengarah kepada beban usaha dan biaya pokok penjualan. Di tahun 2009, perusahaan memiliki nilai rasio X1 negatif yaitu -0,040, selain itu
perusahaan mengalami peningkatan kondisi keuangan yang ditandai dengan laba ditahan yang bernilai positif yaitu Rp.15.755.000.000,- tetapi mengalami
penurunan penjualan menjadi Rp.6.939.570.000.000,-. Perusahaan terus melakukan upaya peningkatan kondisi keuangan perusahaan dengan cara
meningkatkan penjualan di tahun 2010 menjadi Rp.10.935.335.000.000,- dan mengalami modal kerja bersih positif sehingga pada akhirnya di tahun 2011
perusahaan keluar dari kondisi bangkrut menjadi kondisi grey area.
Table 5.18 : Nilai Z-Score PT. Indospring Tbk. Tahun
Z-Score Kategori
2007 1,198
Bangkrut 2008
1,364 Bangkrut
2009 1,985
Grey Area 2010
2,241 Grey Area
2011 2,565
Grey Area
Sumber : data diolah
Dari tabel 5.18 diatas, terlihat PT. Indospring Tbk di tahun 2007 dan 2008 mengalami kondisi bangkrut dikarenakan kecilnya laba usaha yang yang
dihasilkan yang ditunjang dengan modal kerja yang kecil sehingga dari perhitungan rasio Altman tersebut, perusahaan masih berada di kondisi bangkrut.
Dengan adanya krisis ekonomi di tahun 2008, perusahaan masih berisiko bangkrut tetapi di tahun berikutnya perusahaan mengalami peningkatan kondisi menjadi
grey area yang ditandai dengan adanya peningkatan laba sebelum bunga dan pajak EBIT menjadi Rp.79.914.000.000,- walaupun tingkat penjualan di tahun
2009 menurun menjadi Rp. 720.229.000.000,-. Untuk tahun 2010 dan 2011 perusahaan masih berusaha untuk mempebaiki kinerja perusahaan melalui
peningkatan penjualan dan laba sebelum bunga dan pajak yang meningkat disertai juga dengan peningkatan modal kerja perusahaan yang menunjukkan likuiditas
perusahaan.
Tabel 5.19 : Nilai Z-Score PT. Intraco Penta Tbk. Tahun
Z-Score Kategori
2007 1,582
Bangkrut 2008
1,713 Bangkrut
2009 1,614
Bangkrut 2010
1,648 Bangkrut
2011 0,701
Bangkrut
Sumber : data diolah
Seperti terlihat di tabel 5.19, PT. Intaco Penta Tbk. Diprediksi mengalami kondisi bangkrut selama lima tahun berturut-turut dari tahun 2007 sampai dengan
tahun 2011. Kondisi bangkrut ini disebabkan oleh kecilnya laba sebelum bunga dan pajak yang dihasilkan perusahaan sehingga perusahaan kalah bersaing dengan
perusahaan lainnya di industri otomotif. Hal ini ditunjukkan di tahun 2011, perusahaan mengalami kondisi kejatuhan yang parah yang ditandai dengan nilai
rasio X1 bernilai negatif sebesar 0,102 yang menunjukkan modal kerja negatif, jumlah aktiva lancar lebih kecil daripada jumlah kewajiban lancar. Nilai modal
kerja yang kecil menunjukkan rendahnya produktivitas aktiva perusahaan dalam menghasilkan laba usaha yang kecil yang jauh dari harapan perusahaan otomotif
tersebut.
Tabel 5.20 : Nilai Z-Score PT. Multi Prima Sejahtera Tbk. Tahun
Z-Score Kategori
2007 1,610
Bangkrut 2008
0,974 Bangkrut
2009 1,993
Grey Area 2010
2,288 Grey Area
2011 2,544
Grey Area
Sumber : data diolah
Dari tabel 5.20 diketahui PT. Multi Prima Sejahtera Tbk. Mengalami kondisi bangkrut yang ditandai dengan kecilnya laba ditahan sebesar Rp.
6.977.000.000,- dibandingkan tahun-tahun berikutnya sehingga perusahaan tidak dapat melakukan investasi baru karena kurang tersedianya modal perusahaan. Hal
ini dilanjutkan dengan penurunan laba bersih sebelum bunga dan pajak di tahun 2008 menjadi Rp. 7.973.000.000,- akibat krisis ekonomi dunia yang menunjukkan
bahwa pihak manajemen tidak efektif mengelola aktiva perusahaannya dalam menghasilkan laba perusahaan yang berakibatkan perusahaan melakukan
penambahan jumlah utang. Tetapi akhirnya perusahaan melakukan perbaikan kondisi keuangan perusahaan melalui pelunasan utang yang dimiliki perusahaan
sehingga nilai utang perusahaan menjadi kecil dan laba bersih sebelum bunga dan pajak yang dihasilkan bertambah. Sehingga selama tahun 2009 sampai dengan
2011 perusahaan tetap bertahan di kondisi keuangan grey area.
Tabel 5.21: Nilai Z-Score PT. Multstrada Arah Sarana Tbk. Tahun
Z-Score Kategori
2007 1,799
Bangkrut 2008
1,123 Bangkrut
2009 1,621
Bangkrut 2010
1,462 Bangkrut
2011 0,899
Bangkrut
Sumber : data diolah
Seperti terlihat di tabel 5.21, PT. Multistrada Arah Sarana Tbk. Mengalami kondisi bangkrut selama lima tahun berturut-turut dari tahun 2007 sampai dengan
tahun 2011. Kondisi bangkrut ini ditandai dengan adanya rasio X1 yang bernilai negatif dari tahun 2008 sampai dengan 2011, jumlah aktiva lancar lebih kecil
daripada jumlah kewajiban lancar. Hal tersebut menunjukkan bahwa perusahaan memiliki tingkat likuiditas yang rendah dari tahun ke tahun dengan ditunjukkan
dengan modal kerja negatif yang meningkat setiap setiap tahunnya. Rasio X1 di tahun 2008 sebesar -0,031 meningkat di tahun 2009 menjadi -0,047 dan
meningkat lagi di tahun 2010 menjadi -0,108 da terakhir di tahun 2011 menjadi sebesar -0,287. Walaupun laba bersih sebelum bunga dan pajak yang dihasilkan
bernilai positif tetapi terlihat bahwa adanya laba bersih tersebut ditunjukkan dengan seiringnya peningkatan kewajiban lancar perusahaan sehingga terlebih
bahwa perusahaan baik-baik saja padahal sebenarnya perusahaan berada di kondisi bangkrut.
Tabel 5.22 : Nilai Z-Score PT. Nipress Tbk. Tahun
Z-Score Kategori
2007 1,849
Grey Area 2008
2,013 Grey Area
2009 1,485
Bangkrut 2010
1,964 Grey Area
2011 1,994
Grey Area
Sumber : data diolah
Dari tabel 5.22 di atas, terlihat bahwa PT. Nipress Tbk di tahun 2007 dan 2008 mengalami kondisi grey area dimana terjadi penurunan laba bersih sebelum
bunga dan pajak di tahun 2008 yang diiringi dengan peningkatan jumlah kewajiban lancar. Hal ini menunjukkan bahwa perusahaan mengalami penurunan
kinerja perusahaan. Dilanjutkan di tahun 2009, perusahaan memiliki nilai rasio X1 benilai negatif yaitu -0,004 yang menunjukkan modal kerja negatif yang
merupakan sebagai dampak dari krisis ekonomi di tahun sebelumnya dengan melakukan peningkatan jumlah kewajiban lancar. Tetapi akhirnya di tahun 2010
dan 2011 perusahaan melakukan perbaikan kondisi keuangan dengan meningkatkan laba bersih sebelum bunga dan pajak dan peningkatan penjualan
sehingga perusahaan berada di kondisi grey area.
Tabel 5.23 : Nilai Z-Score PT. Polychem Indonesia Tbk. Tahun
Z-Score Kategori
2007 1,161
Bangkrut 2008
0,697 Bangkrut
2009 0,894
Bangkrut 2010
1,250 Bangkrut
2011 1,738
Bangkrut
Sumber : data diolah
Dari tabel 5.23 terlihat bahwa PT. Polychem Indonesia Tbk. Selama lima tahun berturut-turut dari tahun 2007 sampai dengan 2011 mengalami kondisi
bangkrut. Pada tahun 2007, kondisi bangkrut disebabkan nilai rasio X2 bernilai negatif sebesar -0,166 yang mengindikasikan bahwa pihak manajemen tidak dapat
mengelola aktivanya secara efektif. Nilai X2 yang bernilai sangat rendah ini disebabkan karena profitabilitas perusahaan pada tahun ini mengalami kerugian.
Di tahun 2008, perusahaan memiliki nilai rasio X1, X2 dan X3 yang bernilai negatif yaitu -0,006 dan -0,259 dan -0,085. Hal ini menunjukkan bahwa
perusahaan memiliki tingkat likuiditas yang rendah dan profitabilitas perusahaan yang mengalami kerugian serta perusahaan merugi di tahun tersebut yang juga
ditunjang dikarenakan adanya krisis ekonomi dunia. Untuk tahun 2009 dan seterusnya perusahaan berupaya untuk
meningkatkan kondisi perusahaan yang ditunjukkan dengann di tahun 2009, hanya ada satu rasio yang benilai negatif yaitu rasio X2 sebesar -0,247 yang
menunjukkan profitabilitas perusahaan mengalami kerugian dikarenakan pihak manajemen tidak dapat mengelola aktivanya secara efektif.
Untuk tahun 2010 dan 2011 perusahaan masih bertahan di kondisi bangkrut karena masih membawa sisa-sisa kerugian di tahun sebelumnya
walaupun adanya peningkatan laba bersih sebelum bunga dan pajak dan peningkatan penjualan.
Tabel 5.24 : Nilai Z-Score PT. Prima Alloy Steel Tbk. Tahun
Z-Score Kategori
2007 1,438
Bangkrut 2008
0,763 Bangkrut
2009 0,302
Bangkrut 2010
0,983 Bangkrut
2011 1,016
Bangkrut
Sumber : data diolah
Berdasarkan nilai Z-Score diatas terlihat bahwa PT. Prima Alloy Steel Tbk. Selama lima tahun berturut-turut dari tahun 2007 sampai dengan tahun 2011
berda di kondisi bangkrut. Kondisi bangkrut yang terjadi di tahun 2007, disebabkan oleh salahnya pengaturan manajemen perusahaan mengelola aktiva
perusahaan sehingga laba bersih yang dihasilkan rendah. Dimana diperburuk lagi di tahun 2008 akibat adanya krisis ekonomi dunia sehingga perusahaan merugi
sebesar Rp. -20.440.000.000,- yang mengakibatkan perusahaan tidak membagi deviden di tahun 2008 tersebut. Tetapi di tahun 2009, perusahaan masih belum
mampu menghadapi persaingan yang ditandai dengan adanya penurunan tingkat penjualan lagi menjadi sebesar Rp. 161.201.000.000,- yang sebelumnya di tahun
2008 sebesar Rp. 410.673.000.000,-. Selain itu, di tahun 2009 ini, perusahaan mendapatkan rugi yang bertambah menjadi sebesar Rp.47.042.000.000,- dan
mengalami laba ditahan rugi sebesar Rp.19.144.000.000,-. Hal ini menunjukkan bahwa pihak manajemen tidak dapat mengelola aktivanya secara efektif sehingga
profitabilitas perusahaan mengalami kerugian yang terlihat dari biaya operasi perusahaan selalu lebih besar dibandingkan laba kotornya, sehingga perusahaan
tidak dapat membukukan laba rugi usahanya. Pada tahun 2010 dan 2011 perusahaan masih memperbaiki kondisi keuangan sehingga tidak mengalami rugi
di tahun ini, tetapi dampak kerugian di tahun 2008 dan 2009 tersbut masih berpengaruh signifikan di tahun 2010 dan 2011 ini sehingga perusahaan masih
berisiko bangkrut.
Tabel 5.25 : Nilai Z-Score PT. Selamat Sempurna Tbk. Tahun
Z-Score Kategori
2007 2,923
Grey Area 2008
3,145 Sehat
2009 2,108
Sehat 2010
3,058 Sehat
2011 3,571
Sehat
Sumber : data diolah
Dari tabel 5.25, PT. Selamat Sempurna Tbk. Mengalami kondisi keuangan grey area pada tahun 2007, mengalami peningkatan kondisi keuangan sehat
selama empat tahun berturut-turut berikutnya. Kondisi grey area yang terjadi di tahun 2007 disebabkan oleh modal kerja bersih yang kecil sehingga laba usaha
yang dihasilkan EBIT menjadi kecil. Tapi di tahun berikutnya perusahaan terus meningkatkan modal kerja dan tingkat penjualan perusahaan sehingga PT.
Selamat Sempurna Tbk. Mampu menjaga kondisi keuangan sehat selama empat tahun berturut-turut dari tahun 2008 sampai dengan tahun 2011.
Tabel 5.26 : Nilai Z-Score PT. Tunas Ridean Tbk. Tahun
Z-Score Kategori
2007 1,929
Grey Area 2008
2,343 Grey Area
2009 4,522
Sehat 2010
4,885 Sehat
2011 4,930
Sehat
Sumber : data diolah
Dari tabel diatas, terlihat PT. Tunas Ridean Tbk. Pada tahun 2007 dan 2008 mengalami kondisi keuangan grey area, yang disebabkan oleh terdapat
modal kerja kecil yang mengakibatkan laba usaha yang didapat perusahaan juga kecil, sehingga mendorong tingkat penjualan yang dilakukan di periode tersebut
menjadi rendah dibandingkan tahun-tahun berikutnya. Sehingga PT. Tunas Ridean Tbk. Selalu berusaha memperbaiki kondisi keuangannya dengan
menunjukkan modal bersih yang meningkat setiap tahunnya dari tahun 2007 sebesar Rp. 1.797.993.000.000,- menjadi di tahun 2009 sebesar Rp.
4.730.701.000.000,- yang mengakibatkan pada tahun 2009 tersebut kondisi keuangan perusahaan berda di kategori sehat. Peningkatan kondisi keuangan ini
juga ditunjang dengan adanya peningkatan penjualan setiap tahunnya dikarenakan perusahaan gencar melakukan pemasaran dari produknya.
Tabel 5.27 : Nilai Z-Score PT. United Tractors Tbk. Tahun
Z-Score Kategori
2007 0,911
Grey Area 2008
1,491 Grey Area
2009 1,536
Grey Area 2010
1,800 Grey Area
2011 2,157
Sehat
Sumber : data diolah
Seperti telihat di Tabel 5.27, PT United Tractors Tbk. Selama empat tahun berturut-turut dari tahun 2007 sampai dengan tahun 2010 berada di kondisi grey
area. Kondisi grey area ini dikategorikan pada perusahaan yang memiliki kemungkinan bangkrut maupun kemungkinan tidak mengalami kebangkrutan.
Kondisi grey area pada perusahaan ini disebabkan adanya nilai total utang yang
hampir sebanding dengan nilai aktiva lancar, tapi diiringi juga dengan peningkatan ekuitas perusahaan. Sehingga perusahaan masih bersaing dalam
dunia industri otomotif yang ditunjukkan dengan adanya peningkatan penjualan dari tahun 2008 menjadi Rp. 27.903.196.000.000,- , tahun 2009 penjualan
menjadi sebesar Rp.29.241.883.000.000,- , tahun 2010 menjadi sebesar Rp.37.323.872.000.000,-, dan tahun 2011 mengalami peningkatan yang besar
menjadi Rp.55.052.562.000.000,-. PT. United Tractors Tbk. Terus menerus melakukan perbaikan kondisi keuangan. Tapi akhirnya di tahun 2011 mengalami
peningkatan kondisi keuangan menjadi kategori sehat. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel berikut ini.
Tabel 5.28 Prediksi Kebangkrutan Perusahaan Otomotif Tahun 2007-2011
NO KODE 2007
2008 2009
2010 2011
1 ASII
Grey area Grey area
Grey area Grey area
Grey area 2
AUTO Sehat
Sehat Sehat
Sehat Sehat
3 GJTL
Bangkrut Bangkrut
Bangkrut Bangkrut
Grey area 4
GDYR Sehat
Bangkrut Bangkrut
Bangkrut Bangkrut
5 HEXA
Grey area Bangkrut
Sehat Sehat
Sehat 6
BRAM Grey area
Grey area Sehat
Sehat Sehat
7 IMAS
Bangkrut Bangkrut
Bangkrut Bangkrut
Grey area 8
INDS Bangkrut
Bangkrut Grey area
Grey area Grey area
9 INTA
Bangkrut Bangkrut
Bangkrut Bangkrut
Bangkrut 10
LPIN Bangkrut
Bangkrut Grey area
Grey area Grey area
11 MASA
Bangkrut Bangkrut
Bangkrut Bangkrut
Bangkrut 12
NIPS Grey area
Grey area Bangkrut
Grey area Grey area
13 ADMG Bangkrut
Bangkrut Bangkrut
Bangkrut Bangkrut
14 PRAS
Bangkrut Bangkrut
Bangkrut Bangkrut
Bangkrut 15
SMSM Grey area
Sehat Sehat
Sehat Sehat
16 TURI
Grey area Grey area
Sehat Sehat
Sehat 17
UNTR Grey area
Grey area Grey area
Grey area Sehat
Sumber: data diolah
Pada tabel di atas terlihat bahwa dalam lima tahun terakhir yaitu dari tahun 2007 sampai 2011 setiap perusahaan memiliki kondisi keuangan yang berbeda-
beda untuk setiap tahunnya. Ada satu perusahaan yang pada tahun 2007 berada pada kondisi sehat dan pada empat tahun terakhir memiliki kondisi bangkrut yaitu
PT. Goodyear Indonesia Tbk. Untuk perusahaan PT. Indo Kordsa Tbk., dan PT. Tunas Ridean Tbk., berada dalam kondisi grey area pada dua tahun pertama
kemudian mengalami kondisi sehat selama tiga tahun berikutnya. Ada dua perusahaan yang mengalami kondisi bangkrut pada dua tahun pertama kemudian
kondisi grey area selama tiga tahun berikutnya yaitu PT. Indospring Tbk., dan PT Multi Prima Sejahtera Tbk.
Untuk PT. Gajah Tunggal Tbk mengalami kondisi bangkrut selama empat tahun pertama kemudian kondisi grey area di tahun berikutnya. Tahun 2007, PT.
Hexindo Adiperkasa Tbk mengalami kondisi grey area kemudian mengalami bangkrut pada tahun 2008 kemudian mengalami peningkatan menjadi sehat
selama tiga tahun berikutnya. Untuk PT. Indomobil Sukses Internasional Tbk mengalami kondisi bangkrut selama empat tahun, tapi akhirnya di tahun 2011
mengalami peningkatan sehingga menjadi kondisi grey area. Untuk PT. Nipress Tbk mengalami kondisi grey area pada tahun 2007-2008 kemudian mengalami
penurunan kondisi keuangan menjadi bangkrut pada tahun 2009, selanjutnya meningkat menjadi kondisi grey area di dua tahun terakhir.
Untuk PT. Selamat Sempurna Tbk mengalami kondisi grey area tahun 2007 kemudian mengalami kondisi sehat selama empat tahun berikutnya. Untuk PT.
United Tractor Tbk mengalami kondisi grey area selama emapat tahun berturut- turut tetapi pada tahun 2011 mengalami kondisi sehat.
Ada enam perusahaan yang memiliki kondisi keuangan yang sama selama lima tahun terakhir, yaitu untuk kondisi bangkrut terdapat PT. Intraco Penta Tbk.,
PT. Multistrada Arah Sarana Tbk., PT. Polychem Indonesia Tbk., PT. Prima Alloy Steel Tbk., untuk kondisi grey area terdapat PT. Astra Internasional Tbk.,
untuk kondisi sehat terdapat PT. Astra Otoparts Tbk. Untuk empat perusahaan yang diprediksi bangkrut selama lima tahun
berturut-turut dari hasil penelitian ini yaitu PT. Intraco Penta Tbk., PT. Multistrada Arah Sarana Tbk., PT. Polychem Indonesia Tbk., PT. Prima Alloy
Steel Tbk. ternyata untuk tahun 2012, keempat perusahaan tersebut masih bertahan di Bursa Efek Indonesia. Hal tersebut kemungkinan disebabkan karena
keempat manajemen perusahaan tersebut melakukan perbaikan kinerja perusahaan melalui strategi yang tepat, sehingga prediksi bangkrut yang dihasilkan
sebelumnya tidak terjadi. Meskipun demikian, penggunaan metode Altman ini dapat digunakan oleh manajemen perusahaan untuk melakukan tindakan-tindakan
pencegahan apabila terindikasi sudah berada pada kondisi menuju kebangkrutan. Selain itu, menurut Agrippina 2009: 25-26, perusahaan tidak lagi terdaftar di
Bursa Efek Indonesia apabila selama tiga tahun berturut-turut menderita rugi usaha dan tidak membayar deviden tunai kepada para pemegang sahamnya.
Kelima variabel yang digunakan untuk menghitung nilai z-score suatu perusahaan otomotif yaitu X1 Working Capital to Total Assets, X2 Retained
Earning to Total Assets, X3 Earning Before Interest and Taxes EBIT to Total Assets, X4 Market Value of Equity to Book Value of Total Liabilities, X5
Sales to Total Assets. Antara variabel yg satu dengan yang lainnya memiliki
hubungan yang saling mempengaruhi, nilai modal kerja yang besar menunjukkan produktivitas aktiva perusahaan yang mampu menghasilkan laba usaha yang besar
seperti yang diharapkan perusahaan otomotif. Dengan meningkatnya laba usaha perusahaan maka akan menarik investor untuk menanamkan sahamnya pada
perusahaan tersebut sehingga laba ditahan perusahaan akan mengalami peningkatan. Meningkatnya laba ditahan dan modal kerja yang dimilki perusahaan
akan mendorong meningkatnya total penjualan perusahaan otomotif. Begitu pula sebaliknya, jika modal kerja yang dimiliki perusahaan semakin kecil maka
perusahaan akan memperoleh laba yang kecil pula. Jika perusahaan mengalami hal seperti ini maka akan mendorong pada terjadinya kesulitan keuangan dan jika
keadaan ini terus berlanjut maka perusahaan akan mengalami kebangkrutan. Dari hasil perhitungan di tabel 5.28 maka dapat dipersentasekan sesuai
dengan tabel di bawah ini.
Tabel 5.29 Persentase Prediksi Kebangkrutan Perusahaan Otomotif Tahun 2007-2011
Prediksi kebangkrutan Tahun
2007 2008
2009 2010
2011 Bangkrut
47,1 58,8
47,1 41,2
29,4 Grey Area
41,2 29,4
23,5 29,4
35,3 Sehat
11,8 11,8
29,4 29,4
35,3
Sumber: data diolah
Pada tabel di atas dapat dilihat bahwa prediksi kebangkrutan pada perusahaan otomotif mengalami kondisi yang fluktuatif tiap tahunnya. Prediksi
bangkrut yang dialami oleh otomotif dari tahun 2007 yaitu 47,1, meningkat pada tahun 2008 menjadi 58,8, menurun pada tahun 2009 menjadi 47,1 dan
turun menjadi 41,2 pada tahun 2010, dan turun lagi menjadi 29,4 pada tahun
2011. Penurunan perusahaan otomotif yang diprediksi bangkrut diikuti dengan kondisi keuangan yang sehat pada tahun 2007-2008 sebesar 11,8, meningkat
menjadi 29,4 selama tahun 2009-2010 dan meningkat lagi menjadi 35,3 pada tahun 2011. Sedangkan pada grey area pada tahun 2007 sebesar 41,2, menurun
sebesar 11,8 menjadi 29,4 pada tahun 2008, menurun menjadi 23,5 pada tahun 2009, meningkat menjadi 29,4 pada tahun 2010 dan meningkat lagi
menjadi 35,3 pada tahun 2011.
85