Pembahasan ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN

disebabkan rasio X1 dan rasio X2 bernilai negatif yaitu -0,107 dan -0,095. Sedangkan ditahun 2008, perusahaan juga memiliki rasio X1 dan rasio X2 bernilai negative yaitu -0,056 dan -0,062. Rasio X1 yang bernilai negatif menunjukkan perusahaan memiliki likuiditas yang rendah, jumlah aktiva lancar lebih kecil daripada jumlah kewajiban lancar. Rasio X2 yang bernilai negatif menunjukkan kemampuan aktiva untuk memperoleh laba ditahan sangatlah rendah. Rugi usaha yang dialami perusahaan disebabkan karena penghasilan yang diterima tidak mampu menutupi beban-beban yang ditanggung selama periode tersebut lebih mengarah kepada beban usaha dan biaya pokok penjualan. Di tahun 2009, perusahaan memiliki nilai rasio X1 negatif yaitu -0,040, selain itu perusahaan mengalami peningkatan kondisi keuangan yang ditandai dengan laba ditahan yang bernilai positif yaitu Rp.15.755.000.000,- tetapi mengalami penurunan penjualan menjadi Rp.6.939.570.000.000,-. Perusahaan terus melakukan upaya peningkatan kondisi keuangan perusahaan dengan cara meningkatkan penjualan di tahun 2010 menjadi Rp.10.935.335.000.000,- dan mengalami modal kerja bersih positif sehingga pada akhirnya di tahun 2011 perusahaan keluar dari kondisi bangkrut menjadi kondisi grey area. Table 5.18 : Nilai Z-Score PT. Indospring Tbk. Tahun Z-Score Kategori 2007 1,198 Bangkrut 2008 1,364 Bangkrut 2009 1,985 Grey Area 2010 2,241 Grey Area 2011 2,565 Grey Area Sumber : data diolah Dari tabel 5.18 diatas, terlihat PT. Indospring Tbk di tahun 2007 dan 2008 mengalami kondisi bangkrut dikarenakan kecilnya laba usaha yang yang dihasilkan yang ditunjang dengan modal kerja yang kecil sehingga dari perhitungan rasio Altman tersebut, perusahaan masih berada di kondisi bangkrut. Dengan adanya krisis ekonomi di tahun 2008, perusahaan masih berisiko bangkrut tetapi di tahun berikutnya perusahaan mengalami peningkatan kondisi menjadi grey area yang ditandai dengan adanya peningkatan laba sebelum bunga dan pajak EBIT menjadi Rp.79.914.000.000,- walaupun tingkat penjualan di tahun 2009 menurun menjadi Rp. 720.229.000.000,-. Untuk tahun 2010 dan 2011 perusahaan masih berusaha untuk mempebaiki kinerja perusahaan melalui peningkatan penjualan dan laba sebelum bunga dan pajak yang meningkat disertai juga dengan peningkatan modal kerja perusahaan yang menunjukkan likuiditas perusahaan. Tabel 5.19 : Nilai Z-Score PT. Intraco Penta Tbk. Tahun Z-Score Kategori 2007 1,582 Bangkrut 2008 1,713 Bangkrut 2009 1,614 Bangkrut 2010 1,648 Bangkrut 2011 0,701 Bangkrut Sumber : data diolah Seperti terlihat di tabel 5.19, PT. Intaco Penta Tbk. Diprediksi mengalami kondisi bangkrut selama lima tahun berturut-turut dari tahun 2007 sampai dengan tahun 2011. Kondisi bangkrut ini disebabkan oleh kecilnya laba sebelum bunga dan pajak yang dihasilkan perusahaan sehingga perusahaan kalah bersaing dengan perusahaan lainnya di industri otomotif. Hal ini ditunjukkan di tahun 2011, perusahaan mengalami kondisi kejatuhan yang parah yang ditandai dengan nilai rasio X1 bernilai negatif sebesar 0,102 yang menunjukkan modal kerja negatif, jumlah aktiva lancar lebih kecil daripada jumlah kewajiban lancar. Nilai modal kerja yang kecil menunjukkan rendahnya produktivitas aktiva perusahaan dalam menghasilkan laba usaha yang kecil yang jauh dari harapan perusahaan otomotif tersebut. Tabel 5.20 : Nilai Z-Score PT. Multi Prima Sejahtera Tbk. Tahun Z-Score Kategori 2007 1,610 Bangkrut 2008 0,974 Bangkrut 2009 1,993 Grey Area 2010 2,288 Grey Area 2011 2,544 Grey Area Sumber : data diolah Dari tabel 5.20 diketahui PT. Multi Prima Sejahtera Tbk. Mengalami kondisi bangkrut yang ditandai dengan kecilnya laba ditahan sebesar Rp. 6.977.000.000,- dibandingkan tahun-tahun berikutnya sehingga perusahaan tidak dapat melakukan investasi baru karena kurang tersedianya modal perusahaan. Hal ini dilanjutkan dengan penurunan laba bersih sebelum bunga dan pajak di tahun 2008 menjadi Rp. 7.973.000.000,- akibat krisis ekonomi dunia yang menunjukkan bahwa pihak manajemen tidak efektif mengelola aktiva perusahaannya dalam menghasilkan laba perusahaan yang berakibatkan perusahaan melakukan penambahan jumlah utang. Tetapi akhirnya perusahaan melakukan perbaikan kondisi keuangan perusahaan melalui pelunasan utang yang dimiliki perusahaan sehingga nilai utang perusahaan menjadi kecil dan laba bersih sebelum bunga dan pajak yang dihasilkan bertambah. Sehingga selama tahun 2009 sampai dengan 2011 perusahaan tetap bertahan di kondisi keuangan grey area. Tabel 5.21: Nilai Z-Score PT. Multstrada Arah Sarana Tbk. Tahun Z-Score Kategori 2007 1,799 Bangkrut 2008 1,123 Bangkrut 2009 1,621 Bangkrut 2010 1,462 Bangkrut 2011 0,899 Bangkrut Sumber : data diolah Seperti terlihat di tabel 5.21, PT. Multistrada Arah Sarana Tbk. Mengalami kondisi bangkrut selama lima tahun berturut-turut dari tahun 2007 sampai dengan tahun 2011. Kondisi bangkrut ini ditandai dengan adanya rasio X1 yang bernilai negatif dari tahun 2008 sampai dengan 2011, jumlah aktiva lancar lebih kecil daripada jumlah kewajiban lancar. Hal tersebut menunjukkan bahwa perusahaan memiliki tingkat likuiditas yang rendah dari tahun ke tahun dengan ditunjukkan dengan modal kerja negatif yang meningkat setiap setiap tahunnya. Rasio X1 di tahun 2008 sebesar -0,031 meningkat di tahun 2009 menjadi -0,047 dan meningkat lagi di tahun 2010 menjadi -0,108 da terakhir di tahun 2011 menjadi sebesar -0,287. Walaupun laba bersih sebelum bunga dan pajak yang dihasilkan bernilai positif tetapi terlihat bahwa adanya laba bersih tersebut ditunjukkan dengan seiringnya peningkatan kewajiban lancar perusahaan sehingga terlebih bahwa perusahaan baik-baik saja padahal sebenarnya perusahaan berada di kondisi bangkrut. Tabel 5.22 : Nilai Z-Score PT. Nipress Tbk. Tahun Z-Score Kategori 2007 1,849 Grey Area 2008 2,013 Grey Area 2009 1,485 Bangkrut 2010 1,964 Grey Area 2011 1,994 Grey Area Sumber : data diolah Dari tabel 5.22 di atas, terlihat bahwa PT. Nipress Tbk di tahun 2007 dan 2008 mengalami kondisi grey area dimana terjadi penurunan laba bersih sebelum bunga dan pajak di tahun 2008 yang diiringi dengan peningkatan jumlah kewajiban lancar. Hal ini menunjukkan bahwa perusahaan mengalami penurunan kinerja perusahaan. Dilanjutkan di tahun 2009, perusahaan memiliki nilai rasio X1 benilai negatif yaitu -0,004 yang menunjukkan modal kerja negatif yang merupakan sebagai dampak dari krisis ekonomi di tahun sebelumnya dengan melakukan peningkatan jumlah kewajiban lancar. Tetapi akhirnya di tahun 2010 dan 2011 perusahaan melakukan perbaikan kondisi keuangan dengan meningkatkan laba bersih sebelum bunga dan pajak dan peningkatan penjualan sehingga perusahaan berada di kondisi grey area. Tabel 5.23 : Nilai Z-Score PT. Polychem Indonesia Tbk. Tahun Z-Score Kategori 2007 1,161 Bangkrut 2008 0,697 Bangkrut 2009 0,894 Bangkrut 2010 1,250 Bangkrut 2011 1,738 Bangkrut Sumber : data diolah Dari tabel 5.23 terlihat bahwa PT. Polychem Indonesia Tbk. Selama lima tahun berturut-turut dari tahun 2007 sampai dengan 2011 mengalami kondisi bangkrut. Pada tahun 2007, kondisi bangkrut disebabkan nilai rasio X2 bernilai negatif sebesar -0,166 yang mengindikasikan bahwa pihak manajemen tidak dapat mengelola aktivanya secara efektif. Nilai X2 yang bernilai sangat rendah ini disebabkan karena profitabilitas perusahaan pada tahun ini mengalami kerugian. Di tahun 2008, perusahaan memiliki nilai rasio X1, X2 dan X3 yang bernilai negatif yaitu -0,006 dan -0,259 dan -0,085. Hal ini menunjukkan bahwa perusahaan memiliki tingkat likuiditas yang rendah dan profitabilitas perusahaan yang mengalami kerugian serta perusahaan merugi di tahun tersebut yang juga ditunjang dikarenakan adanya krisis ekonomi dunia. Untuk tahun 2009 dan seterusnya perusahaan berupaya untuk meningkatkan kondisi perusahaan yang ditunjukkan dengann di tahun 2009, hanya ada satu rasio yang benilai negatif yaitu rasio X2 sebesar -0,247 yang menunjukkan profitabilitas perusahaan mengalami kerugian dikarenakan pihak manajemen tidak dapat mengelola aktivanya secara efektif. Untuk tahun 2010 dan 2011 perusahaan masih bertahan di kondisi bangkrut karena masih membawa sisa-sisa kerugian di tahun sebelumnya walaupun adanya peningkatan laba bersih sebelum bunga dan pajak dan peningkatan penjualan. Tabel 5.24 : Nilai Z-Score PT. Prima Alloy Steel Tbk. Tahun Z-Score Kategori 2007 1,438 Bangkrut 2008 0,763 Bangkrut 2009 0,302 Bangkrut 2010 0,983 Bangkrut 2011 1,016 Bangkrut Sumber : data diolah Berdasarkan nilai Z-Score diatas terlihat bahwa PT. Prima Alloy Steel Tbk. Selama lima tahun berturut-turut dari tahun 2007 sampai dengan tahun 2011 berda di kondisi bangkrut. Kondisi bangkrut yang terjadi di tahun 2007, disebabkan oleh salahnya pengaturan manajemen perusahaan mengelola aktiva perusahaan sehingga laba bersih yang dihasilkan rendah. Dimana diperburuk lagi di tahun 2008 akibat adanya krisis ekonomi dunia sehingga perusahaan merugi sebesar Rp. -20.440.000.000,- yang mengakibatkan perusahaan tidak membagi deviden di tahun 2008 tersebut. Tetapi di tahun 2009, perusahaan masih belum mampu menghadapi persaingan yang ditandai dengan adanya penurunan tingkat penjualan lagi menjadi sebesar Rp. 161.201.000.000,- yang sebelumnya di tahun 2008 sebesar Rp. 410.673.000.000,-. Selain itu, di tahun 2009 ini, perusahaan mendapatkan rugi yang bertambah menjadi sebesar Rp.47.042.000.000,- dan mengalami laba ditahan rugi sebesar Rp.19.144.000.000,-. Hal ini menunjukkan bahwa pihak manajemen tidak dapat mengelola aktivanya secara efektif sehingga profitabilitas perusahaan mengalami kerugian yang terlihat dari biaya operasi perusahaan selalu lebih besar dibandingkan laba kotornya, sehingga perusahaan tidak dapat membukukan laba rugi usahanya. Pada tahun 2010 dan 2011 perusahaan masih memperbaiki kondisi keuangan sehingga tidak mengalami rugi di tahun ini, tetapi dampak kerugian di tahun 2008 dan 2009 tersbut masih berpengaruh signifikan di tahun 2010 dan 2011 ini sehingga perusahaan masih berisiko bangkrut. Tabel 5.25 : Nilai Z-Score PT. Selamat Sempurna Tbk. Tahun Z-Score Kategori 2007 2,923 Grey Area 2008 3,145 Sehat 2009 2,108 Sehat 2010 3,058 Sehat 2011 3,571 Sehat Sumber : data diolah Dari tabel 5.25, PT. Selamat Sempurna Tbk. Mengalami kondisi keuangan grey area pada tahun 2007, mengalami peningkatan kondisi keuangan sehat selama empat tahun berturut-turut berikutnya. Kondisi grey area yang terjadi di tahun 2007 disebabkan oleh modal kerja bersih yang kecil sehingga laba usaha yang dihasilkan EBIT menjadi kecil. Tapi di tahun berikutnya perusahaan terus meningkatkan modal kerja dan tingkat penjualan perusahaan sehingga PT. Selamat Sempurna Tbk. Mampu menjaga kondisi keuangan sehat selama empat tahun berturut-turut dari tahun 2008 sampai dengan tahun 2011. Tabel 5.26 : Nilai Z-Score PT. Tunas Ridean Tbk. Tahun Z-Score Kategori 2007 1,929 Grey Area 2008 2,343 Grey Area 2009 4,522 Sehat 2010 4,885 Sehat 2011 4,930 Sehat Sumber : data diolah Dari tabel diatas, terlihat PT. Tunas Ridean Tbk. Pada tahun 2007 dan 2008 mengalami kondisi keuangan grey area, yang disebabkan oleh terdapat modal kerja kecil yang mengakibatkan laba usaha yang didapat perusahaan juga kecil, sehingga mendorong tingkat penjualan yang dilakukan di periode tersebut menjadi rendah dibandingkan tahun-tahun berikutnya. Sehingga PT. Tunas Ridean Tbk. Selalu berusaha memperbaiki kondisi keuangannya dengan menunjukkan modal bersih yang meningkat setiap tahunnya dari tahun 2007 sebesar Rp. 1.797.993.000.000,- menjadi di tahun 2009 sebesar Rp. 4.730.701.000.000,- yang mengakibatkan pada tahun 2009 tersebut kondisi keuangan perusahaan berda di kategori sehat. Peningkatan kondisi keuangan ini juga ditunjang dengan adanya peningkatan penjualan setiap tahunnya dikarenakan perusahaan gencar melakukan pemasaran dari produknya. Tabel 5.27 : Nilai Z-Score PT. United Tractors Tbk. Tahun Z-Score Kategori 2007 0,911 Grey Area 2008 1,491 Grey Area 2009 1,536 Grey Area 2010 1,800 Grey Area 2011 2,157 Sehat Sumber : data diolah Seperti telihat di Tabel 5.27, PT United Tractors Tbk. Selama empat tahun berturut-turut dari tahun 2007 sampai dengan tahun 2010 berada di kondisi grey area. Kondisi grey area ini dikategorikan pada perusahaan yang memiliki kemungkinan bangkrut maupun kemungkinan tidak mengalami kebangkrutan. Kondisi grey area pada perusahaan ini disebabkan adanya nilai total utang yang hampir sebanding dengan nilai aktiva lancar, tapi diiringi juga dengan peningkatan ekuitas perusahaan. Sehingga perusahaan masih bersaing dalam dunia industri otomotif yang ditunjukkan dengan adanya peningkatan penjualan dari tahun 2008 menjadi Rp. 27.903.196.000.000,- , tahun 2009 penjualan menjadi sebesar Rp.29.241.883.000.000,- , tahun 2010 menjadi sebesar Rp.37.323.872.000.000,-, dan tahun 2011 mengalami peningkatan yang besar menjadi Rp.55.052.562.000.000,-. PT. United Tractors Tbk. Terus menerus melakukan perbaikan kondisi keuangan. Tapi akhirnya di tahun 2011 mengalami peningkatan kondisi keuangan menjadi kategori sehat. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel berikut ini. Tabel 5.28 Prediksi Kebangkrutan Perusahaan Otomotif Tahun 2007-2011 NO KODE 2007 2008 2009 2010 2011 1 ASII Grey area Grey area Grey area Grey area Grey area 2 AUTO Sehat Sehat Sehat Sehat Sehat 3 GJTL Bangkrut Bangkrut Bangkrut Bangkrut Grey area 4 GDYR Sehat Bangkrut Bangkrut Bangkrut Bangkrut 5 HEXA Grey area Bangkrut Sehat Sehat Sehat 6 BRAM Grey area Grey area Sehat Sehat Sehat 7 IMAS Bangkrut Bangkrut Bangkrut Bangkrut Grey area 8 INDS Bangkrut Bangkrut Grey area Grey area Grey area 9 INTA Bangkrut Bangkrut Bangkrut Bangkrut Bangkrut 10 LPIN Bangkrut Bangkrut Grey area Grey area Grey area 11 MASA Bangkrut Bangkrut Bangkrut Bangkrut Bangkrut 12 NIPS Grey area Grey area Bangkrut Grey area Grey area 13 ADMG Bangkrut Bangkrut Bangkrut Bangkrut Bangkrut 14 PRAS Bangkrut Bangkrut Bangkrut Bangkrut Bangkrut 15 SMSM Grey area Sehat Sehat Sehat Sehat 16 TURI Grey area Grey area Sehat Sehat Sehat 17 UNTR Grey area Grey area Grey area Grey area Sehat Sumber: data diolah Pada tabel di atas terlihat bahwa dalam lima tahun terakhir yaitu dari tahun 2007 sampai 2011 setiap perusahaan memiliki kondisi keuangan yang berbeda- beda untuk setiap tahunnya. Ada satu perusahaan yang pada tahun 2007 berada pada kondisi sehat dan pada empat tahun terakhir memiliki kondisi bangkrut yaitu PT. Goodyear Indonesia Tbk. Untuk perusahaan PT. Indo Kordsa Tbk., dan PT. Tunas Ridean Tbk., berada dalam kondisi grey area pada dua tahun pertama kemudian mengalami kondisi sehat selama tiga tahun berikutnya. Ada dua perusahaan yang mengalami kondisi bangkrut pada dua tahun pertama kemudian kondisi grey area selama tiga tahun berikutnya yaitu PT. Indospring Tbk., dan PT Multi Prima Sejahtera Tbk. Untuk PT. Gajah Tunggal Tbk mengalami kondisi bangkrut selama empat tahun pertama kemudian kondisi grey area di tahun berikutnya. Tahun 2007, PT. Hexindo Adiperkasa Tbk mengalami kondisi grey area kemudian mengalami bangkrut pada tahun 2008 kemudian mengalami peningkatan menjadi sehat selama tiga tahun berikutnya. Untuk PT. Indomobil Sukses Internasional Tbk mengalami kondisi bangkrut selama empat tahun, tapi akhirnya di tahun 2011 mengalami peningkatan sehingga menjadi kondisi grey area. Untuk PT. Nipress Tbk mengalami kondisi grey area pada tahun 2007-2008 kemudian mengalami penurunan kondisi keuangan menjadi bangkrut pada tahun 2009, selanjutnya meningkat menjadi kondisi grey area di dua tahun terakhir. Untuk PT. Selamat Sempurna Tbk mengalami kondisi grey area tahun 2007 kemudian mengalami kondisi sehat selama empat tahun berikutnya. Untuk PT. United Tractor Tbk mengalami kondisi grey area selama emapat tahun berturut- turut tetapi pada tahun 2011 mengalami kondisi sehat. Ada enam perusahaan yang memiliki kondisi keuangan yang sama selama lima tahun terakhir, yaitu untuk kondisi bangkrut terdapat PT. Intraco Penta Tbk., PT. Multistrada Arah Sarana Tbk., PT. Polychem Indonesia Tbk., PT. Prima Alloy Steel Tbk., untuk kondisi grey area terdapat PT. Astra Internasional Tbk., untuk kondisi sehat terdapat PT. Astra Otoparts Tbk. Untuk empat perusahaan yang diprediksi bangkrut selama lima tahun berturut-turut dari hasil penelitian ini yaitu PT. Intraco Penta Tbk., PT. Multistrada Arah Sarana Tbk., PT. Polychem Indonesia Tbk., PT. Prima Alloy Steel Tbk. ternyata untuk tahun 2012, keempat perusahaan tersebut masih bertahan di Bursa Efek Indonesia. Hal tersebut kemungkinan disebabkan karena keempat manajemen perusahaan tersebut melakukan perbaikan kinerja perusahaan melalui strategi yang tepat, sehingga prediksi bangkrut yang dihasilkan sebelumnya tidak terjadi. Meskipun demikian, penggunaan metode Altman ini dapat digunakan oleh manajemen perusahaan untuk melakukan tindakan-tindakan pencegahan apabila terindikasi sudah berada pada kondisi menuju kebangkrutan. Selain itu, menurut Agrippina 2009: 25-26, perusahaan tidak lagi terdaftar di Bursa Efek Indonesia apabila selama tiga tahun berturut-turut menderita rugi usaha dan tidak membayar deviden tunai kepada para pemegang sahamnya. Kelima variabel yang digunakan untuk menghitung nilai z-score suatu perusahaan otomotif yaitu X1 Working Capital to Total Assets, X2 Retained Earning to Total Assets, X3 Earning Before Interest and Taxes EBIT to Total Assets, X4 Market Value of Equity to Book Value of Total Liabilities, X5 Sales to Total Assets. Antara variabel yg satu dengan yang lainnya memiliki hubungan yang saling mempengaruhi, nilai modal kerja yang besar menunjukkan produktivitas aktiva perusahaan yang mampu menghasilkan laba usaha yang besar seperti yang diharapkan perusahaan otomotif. Dengan meningkatnya laba usaha perusahaan maka akan menarik investor untuk menanamkan sahamnya pada perusahaan tersebut sehingga laba ditahan perusahaan akan mengalami peningkatan. Meningkatnya laba ditahan dan modal kerja yang dimilki perusahaan akan mendorong meningkatnya total penjualan perusahaan otomotif. Begitu pula sebaliknya, jika modal kerja yang dimiliki perusahaan semakin kecil maka perusahaan akan memperoleh laba yang kecil pula. Jika perusahaan mengalami hal seperti ini maka akan mendorong pada terjadinya kesulitan keuangan dan jika keadaan ini terus berlanjut maka perusahaan akan mengalami kebangkrutan. Dari hasil perhitungan di tabel 5.28 maka dapat dipersentasekan sesuai dengan tabel di bawah ini. Tabel 5.29 Persentase Prediksi Kebangkrutan Perusahaan Otomotif Tahun 2007-2011 Prediksi kebangkrutan Tahun 2007 2008 2009 2010 2011 Bangkrut 47,1 58,8 47,1 41,2 29,4 Grey Area 41,2 29,4 23,5 29,4 35,3 Sehat 11,8 11,8 29,4 29,4 35,3 Sumber: data diolah Pada tabel di atas dapat dilihat bahwa prediksi kebangkrutan pada perusahaan otomotif mengalami kondisi yang fluktuatif tiap tahunnya. Prediksi bangkrut yang dialami oleh otomotif dari tahun 2007 yaitu 47,1, meningkat pada tahun 2008 menjadi 58,8, menurun pada tahun 2009 menjadi 47,1 dan turun menjadi 41,2 pada tahun 2010, dan turun lagi menjadi 29,4 pada tahun 2011. Penurunan perusahaan otomotif yang diprediksi bangkrut diikuti dengan kondisi keuangan yang sehat pada tahun 2007-2008 sebesar 11,8, meningkat menjadi 29,4 selama tahun 2009-2010 dan meningkat lagi menjadi 35,3 pada tahun 2011. Sedangkan pada grey area pada tahun 2007 sebesar 41,2, menurun sebesar 11,8 menjadi 29,4 pada tahun 2008, menurun menjadi 23,5 pada tahun 2009, meningkat menjadi 29,4 pada tahun 2010 dan meningkat lagi menjadi 35,3 pada tahun 2011. 85

BAB VI PENUTUP

A. Kesimpulan

Model Altman ’s Z-score dapat memprediksi keadaan perusahaan otomotif di Bursa Efek Indonesia. Hal ini terlihat dari tahun 2007, tujuh perusahaan otomotif yang berada pada kondisi grey area 41,2, dan delapan perusahaan berada pada kondisi bangkrut 47,1, dan dua perusahaan berada di kondisi sehat 11,8. Pada tahun 2008 ada lima perusahaan otomotif yang berada pada grey area 29,4 dan sepuluh perusahaan 58,8 diprediksi akan mengalami kebangkrutan dan dua perusahaan berada di kondisi sehat 11,8. Pada tahun 2009, terlihat ada beberapa perusahaan otomotif yang mulai memperbaiki kondisi keuangan sehingga ada empat perusahaan berada kondisi grey area 23,5, delapan perusahaan berada pada kondisi bangkrut 47,1 dan lima perusahaan berada pada kondisi sehat 29,4. Tahun 2010, ada lima perusahaan berada pada kondisi grey area 29,4 dan tujuh perusahaan berada pada kondisi bangkrut 41,2. Untuk tahun 2011, terlihat bahwa ada beberapa perusahaan otomotif yang memperbaiki kondisi keuangannya secara signifikan sehingga di tahun ini ada enam perusahaan berada pada kondisi sehat 35,3 , enam perusahaan kondisi grey area 35,3 dan lima perusahaan masih dalam prediksi keadaan bangkrut 29,4. Peluang kebangkrutan ini tentunya akan semakin besar jika pihak manajemen perusahaan tidak segera melakukan tindakan evaluasi terhadap kondisi keuangan perusahaan. Selain itu, perbaikan kinerja diperlukan setiap perusahaan agar semakin kecil kemungkinan mengalami kebangkrutan.

B. Keterbatasan Penelitian

Keterbatasan dalam penelitian ini terkait dengan jumlah variabel yang digunakan hanya untuk penilaian kuantitatif saja, sehingga untuk penelitian selanjutnya dapat mempertimbangkan pula aspek kualitatif seperti faktor ekonomi, sosial, teknologi, dan perubahan peraturan pemerintah yang menyebabkan kebangkrutan suatu perusahaan. Faktor-faktor di luar rasio keuangan seperti kondisi ekonomi pertumbuhan ekonomi, tingkat pengangguran, inflasi dan lain-lain serta parameter politik tidak dapat digunakan dalam penelitian ini karena kesulitan pengukurannya. Apabila faktor-faktor tersebut dapat diperoleh dan dapat diukur dengan tepat, maka akan diperoleh tingkat prediksi kebangkrutan suatu perusahaan yang lebih akurat.

C. Saran

1. Bagi pihak perusahaan

Pihak manajemen perusahaan sebaiknya berhati-hati dalam manajemen assetnya jangan sampai arus modal kerja bersih yang dihasilkan menjadi negatif. Investasi pada piutang perlu diperhatikan karena berdampak pada penerimaan kas perusahaan di masa mendatang. Perusahaan juga harus memperhatikan biaya-biaya operasional perusahaan jangan sampai lebih besar daripada pendapatan yang dihasilkan perusahaan.

2. Bagi Penelitian Selanjutnya

Diharapkan penelitian selanjutnya, dapat meneliti lebih lanjut tentang empat perusahaan yang diprediksi bangkrut dari hasil penelitian ini, yaitu perusahaan PT. Intraco Penta Tbk, PT. Multistrada Arah Sarana Tbk, PT. Polychem Indonesia Tbk, dan PT. Prima Alloy Steel Tbk., karena ternyata pada tahun berikut 2012 setelah tahun penelitian, keempat perusahaan tersebut masih terdaftar di Bursa Efek Indonesia. DAFTAR PUSTAKA Adnan, Muhammad Akhyar dan Eha Kurniasih. 2000. Analisis Tingkat Kesehatan Perusahaan untuk Memprediksi Potensi Kebangkrutan dengan Pendekatan Altman. Jurnal Akuntansi dan Auditing Indonesia. Vol. 4, No. 2, hal 131-151. Yogyakarta: Fakultas Ekonomi Universitas islam Indonesia. Adnan, Muhammad Akhyar dan Muhammad Imam Taufiq. 2001. Analisis Ketepatan Prediksi Metode Altman terhadap Terjadinya Likuidasi pada Lembaga Perbankan. Jurnal akuntansi dan Auditing Indonesia Vol. 5, No. 2, Hal. 181-203. Yogyakarta: Fakultas Ekonomi Universitas Islam Indonesia. Agrippina, Maria Paulin. 2009. Prediksi Kondisi Financial distress dengan Menggunakan Metode Z-Score. Skripsi. Yogyakarta : Fakultas Ekonomi Universitas Sanata Dharma. Christina, Valentina Anna. 2005. Analisis Potensi Kebangkrutan Perusahaan Manufaktur yang Delisting Di Bursa Efek Jakarta. Skripsi. Yogyakarta: Universitas Atma Jaya Endri. 2009. Prediksi Kebangkrutan Bank untuk Menghadapi dan Mengelola Perubahan Lingkungan Bisnis: Analisis Model Altman’s z-Score. Perbanas Quartely Review, Vol. 2 Maret, hal 34-50. FASB. 2003. Statement of Financial Accounting Concept No. 1: Objective Of Financial Reporting by Business Information. Hanafi, Mamduh M dan Abdul Halim. 2012. Analisis laporan Keuangan. Edisi keempat. Yogyakarta :UPP STIM YKPN. Ikatan Akuntan Indonesia. 2000. Standar Akuntansi Keuangan. Buku Satu. Jakarta: Salemba Empat. Ikatan Akuntan Indonesia. 2002. Standar Akuntansi Keuangan. Buku Dua. Jakarta: Salemba Empat. Indriantoro, Nur dan Bambang Supomo. 2002. Metodologi Penelitian Bisnis Untuk Akuntansi dan Manajemen. Edisi Pertama. Yogyakarta: BPFE Yogyakarta Munawir, S. 2010. Analisis Informasi Keuangan. Edisi Keempat. Liberty. Yogyakarta Silalahi, Ulber. 2009. Metode Penelitian Sosial. Jakarta: PT. Refika Aditama. Supardi dan Sri Mastuti. 2003. Validitas Penggunaan Z-Score Altman Untuk Menilai Kebangkrutan Pada Perusahaan Perbankan Go-Public Di Bursa Efek Jakarta. KOMPAK. Nomor 7, Januari-April. Swandi, Fifi. 2003. Pengaruh Perilaku Resiko Struktur Kepemilikan Terhadap Kebangkrutan Bank di Indonesia : Kasus Krisis Ekonomi Tahun 1997. Makalah dalam Simposium Nasional Akuntansi VI. Wahyuni, Fani Ratna. 2004. Analisis Rasio Keuangan Dalam Memprediksi Kebangkrutan Perusahaan Dengan Metode Altman. Skripsi. Yogyakarta : Universitas Pembangunan Nasional. Wilopo. 2001. Prediksi Kebangkrutan Bank. Jurnal Riset Akuntansi Indonesia. Vol.4, No.2, 184-198. Yogyakarta : Fakultas Ekonomi Univeristas Kristen Duta Wacana. LAMPIRAN