29
yang dapat meringankan bebannya yaitu Sabdopalon-Nayagenggong,abdi setia Prabu Brawijaya.
Dalam novel Putri Cina tahap penyituasian diawali dengan kilas balik mengenai nasib kehidupan Putri Cina yang sengsara. Kilas balik diawali dengan
keheranan Putri Cina terhadap kaumnya kaum Tinghoa yang selalu berusaha untuk mencari harta benda saja tanpa tanpa memikirkan nasib mereka di
kemudian hari. Pada tahap ini selanjutnya dipaparkan bahwa Putri Cina tidak berasal dari Cina. Putri Cina memiliki leluhur Jawa. Di dalam tahap penyituasian
ini juga diceritakan mengenai sejarah kerajaan Demak dan Majapahit.
2.1.2 Tahap generating circumstances tahap pemunculan konflik
Tahap pemunculan konflik dalam novel Putri Cina menceritakan awal dari kisah kesengsaraan Putri Cina. Dalam perjalanannya di Pulau Jawa Putri Cina
merasa heran dengan keadaan Majapahit sekarang. Sepeninggal Raja Prabu Brawijaya V, keadaan Majapahit berubah total. Bangunan kerajaan Majapahit
rusak dan keadaan rakyat menjadi tidak terurus. Putri Cina bertanya kepada salah seorang wanita yang dulu menjadi danyangnya yaitu Loro Cemplon. Dari mulut
Loro Cemplon inilah akhirnya Putri Cina kemudian menjadi mengetahui keberadaan Sabdopalon-Nayagenggong yang telah mempersiapkan diri untuk
murca,menghilang dari dunia. Putri Cina pun memutuskan untuk melanjutkan perjalanan ke Banyuwangi. Di Banyuwangi, Putri Cina bertemu dengan
Sabdopalon-Nayagenggong tepat sebelum mereka murca.
30
Sabdopalon-Nayagenggong menceritakan apa yang sebenarnya terjadi di Majapahit setelah kepemimpinan Prabu Brawijaya V. Sabdopalon-Nayagenggong
kemudian mulai menceritakan keadaan Majapahit dengan kisah perang Baratayuda di padang Kurusetra. Perang Baratayuda adalah perang antara
Pandawa dan Kurawa. Pihak yang menjadi pemenang dari perang itu adalah Pandawa. Akan tetapi, kemenangan Pandawa itu diperoleh dengan satu syarat
yaitu semua keturunan Pandawa harus siap menerima kutukan dari Kurawa. Kutukan itu menyebutkan bahwa di tanah Jawa ini selamanya akan terjadi
pertikaian. Salah satu yang menjadi korbannya adalah cucu Abimanyu yaitu Prabu
Janamejaya, anak dari Prabu Parikesit. Janamejaya berpikir untuk mengakhiri dendam Kurawa terhadap Pandawa adalah dengan mencari kurban. Janamejaya
memilih kurban tersebut adalah saudaranya sendiri, Srutasena. Tetapi upacara kurban tidak jadi dilaksanakan karena para keturunan Pandawa harus menerima
kutukan seperti yang terdapat pada kutipan di bawah ini: “Ya,terbukti sekali lagi sekarang, bahwa darah dendam di Kurusetra itu tidak
pernah reda. Sekarang akulah yang terkena kutukan itu.Kurban apa pun takkan bisa menghalangi kutukanku ini, kata Sarama
.” Sindunata, 2006: 50.
Setelah bercerita
mengenai perang
Baratayuda, Sabdopalon-
Nayagenggong menjelaskan kepada Putri Cina bahwa Putri Cina juga akan menerima kutukan itu. Putri Cina lalu mengambil kesimpulan bahwa sebenarnya
konflik yang terjadi antara Prabu Brawijaya dengan Raden Patah merupakan kelanjutan dari kutukan yang telah menyelimuti Tanah Jawa sejak dulu.
31
Sabdopalon-Nayagenggong memberitahu kepada Putri Cina bahwa pertikaian yang ada di Tanah Jawa tidak hanya melibatkan manusia, tetapi juga dewa. Hal ini
terdapat dalam kutipan di bawah ini: “”Ya, Paduka, seperti sudah hamba katakan berulang kali,jauh sebelum
anak-anak momongan hamba bertikai,hamba sudah bertikai,ketika hamba masih di alam dewa dulu. Karena hamba adalah Semar,Sang Hyang Ismaya
yang
menelan Gunung
Garbawasa untuk
mengalahkan saudara
hamba,Togog,Sang Hyang Antaga”,kata Sabdopalon-Nayagenggong” Sindunata, 2006: 66.
Sabdopalon-Nayagenggong lalu berkata bahwa dia akan kembali ke tempat dia menelan Gunung Garbawasa untuk bertapa. Menurut Sabdopalon-
Nayagenggong Gunung Garbawasa sebetulnya merupakan simbol dari keduniawiaan. Sabdopalon-Nayagenggong baru akan pergi ke Gunung Garbawasa
setelah menceritakan sebuah ramalan mengenai siapa yang menjadi korban pertikaian di antara sesama orang Jawa.
“Benar Paduka. Ketika keadaan damai, Paduka adalah manusia seperti mereka karena sama seperti mereka. Tapi ketika keadaan pecah dalam pertikaian,Paduka
bukanlah manusia karena Paduka tidak sama dengan mereka.”. Sindhunata 2006: 71.
Sesudah mendengar cerita Sabdopalon-Nayagenggong Putri Cina diam sejenak. Tanpa diketahui olehnya, Sabdopalon-Nayagenggong akhirnya murca.
Putri Cina tidak peduli dengan murca-nya Sabdopalon-Nayagenggong. Putri Cina akhirnya sadar tentang nasib kaumnya. Mereka harus melawan tetapi untuk
melawan mereka harus menerimanya terlebih dahulu. Nasib kaum Tionghoa
32
mulai menjadi kenyataan setelah munculnya sebuah kerajaan bernama Medang Kamulan Baru yang dipimpin oleh seorang raja bernama Prabu Murhardo.
Dalam novel Putri Cina, tahap pemunculan konfilik menceritakan awal dari kisah kesengsaraan Putri Cina. Dalam perjalanannya di pulau Jawa Putri Cina
bertemu dengan Loro Cemplon, salah seorang danyangnya. Dari pertemuannya dengan Loro Cemplon inilah kemuadian Putri Cina bertemu dengan Sabdopalon-
Nayagenggong. Sabdopalon-Nayagenggong bercerita tentang apa yang terjadi di kerajaan Majapahit setelah kepemimpinan Prabu Brawijaya V yang diawali
dengan cerita mengenai perang Baratayudha antara Pandawa dan Kurawa. Setelah bercerita mengenani perang BarataYudha, Sabdopalon-Nayagenggong lalu
menjelaskan kepada Putri Cina bahwa kelak dia dan kaumnya kaum Tionghoa juga akan menerima kutukan yang sama seperti dalam perang Baratayudha.
Setelah mendengar cerita dari Sabdopalon-Nayagenggong Putri Cina kemudian diam sejenak kemudian berpikir bahwa kaum Tionghoa akan menjadi pihak yang
dipersalahkan atas konflik yang terjadi diantara sesama kaum Jawa.
2.1.3 Tahap rising action tahap peningkatan konflik