Autokorelasi Multikolinearitas Heteroskedastisitas Uji Asumsi Klasik Persamaan regresi linier dengan persamaan Y =

b. Jika |t hitung | t table maka H diterima dan H i ditolak berarti variabel bebas tidak berpengaruh terhadap variabel terikat.

3.5. Uji Asumsi Klasik Persamaan regresi linier dengan persamaan Y =

β + β 1 X 1 + β 2 X 2 + β 3 X 3 + β 4 X 4 +e i. Persamaan regresi tersebut harus bersifat BLUE Best Linier Unbiased Estimator , artinya pengambilan keputusan uji t tidak boleh bias. Untuk menghasilkan keputusan yang BLUE maka harus dipenuhi tiga asumsi dasar yang tidak boleh di langgar oleh regresi linier, yaitu : 1. Tidak boleh ada autokorelasi 2. Tidak boleh ada multikolinearitas 3. Tidak boleh ada heteroskedastisitas Apabila salah satu dari tiga asumsi dasar tersebut di langgar maka persamaan regresi yang diperoleh tidak lagi bersifat BLUE sehingga pengambilan keputusan melalui uji t menjadi bias Gujarati, 2000 : 152

3.5.1. Autokorelasi

Autokorelasi digunakan untuk menguji apakah dalam sebuah model regresi linier berganda ada korelasi antara kesalahan pengganggu pada periode t dengan kesalahan pada periode t-1 sebelumnya. Mengidentifikasi ada tidaknya gejala autokorelasi maka kita dapat mengetahui dengan melihat table Durbin – Watson dengan jumlah variabel bebas k dan jumlah data n sehingga dl dan du dapat diperoleh distribusi daerah keputusan ada atau tidaknya korelasi Gujarati, 1995 : 215 Pedoman model regresi untuk mendeteksi autokorelasi menurut besaran DW Durbin – Watson : a. Angka D-W dibawah -2 berarti ada autokorelasi positif b. Angka D-W -2 sampai +2 berarti tidak ada autokorelasi c. Angka D-W dibawah +2 berarti ada autokorelasi negatif Hak Cipta © milik UPN Veteran Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.

3.5.2. Multikolinearitas

Multikolinearitas merupakan salah satu keadaan dimana satu atau lebih variabel independen terdapat korelasi atau hubungan dengan variabel independen lainnya. Diagnosis atau dugaan secara sederhana terhadap adanya multikolinearitas didalam model regresi adalah sebagai berikut : 1. Koefisien determinan berganda R square tinggi. 2. Koefisien korelasi sederhana tinggi. 3. Nilai F hitung tinggi signifikan, sebagian besar atau bahwa seluruh koefisien regresi tidak signifikan. Dari diagnosis atau dugaan adanya multikolinearitas tersebut maka perlu adanya pembuktian atau identifikasi secara statistik ada tidaknya gejala multikolinearitas yang dapat dilakukan dengan cara menghitung Variance Inflaction Factor VIF. VIF menyatakan tingkat “pembengkakan” variance, apabila nilai VIF lebih besar dari 10, hal itu berarti terdapat multikolinearitas pada persamaan.Gujarati, 1995 : 339

3.5.3. Heteroskedastisitas

Uji heteroskedastisitas bertujuan menguji apakah dalam model regresi terjadi ketidaksamaan variance dari residual atau pengamatan ke pengamatan lainnya. Kebanyakan data cross section mengandung situasi heteroskedastisitas, karena ini menghimpun data yang terwakili berbagai ukuran kecil, sedang, dan besar. Salah satu cara untuk mendeteksi ada atau tidaknya heteroskedastisitas adalah dengan cara menggunakan uji Rank Spearman yaitu dengan membandingkan antara residual dengan seluruh variabel bebas. Gujarati, 2000:177 Mendeteksi adanya heteroskedastisitas adalah sebagai berikut: a. Nilai probabilitas 0,05 berarti bebas dari heteroskedastisitas. b. Nilai probabilitas 0,05 berarti terkena heteroskedastisitas. Hak Cipta © milik UPN Veteran Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber. 51

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

4.1. Deskripsi Obyek Penelitian 4.1.1. Sejarah Singkat Pasar Modal Sejarah pasar modal di Indonesia mengungkapkan bahwa di Indonesia pernah dibentuk suatu perserikatan perdagangan uang dan efek yaitu pada tanggal 11 Januari 1952 atau tiga belas tahun setelah dibentuknya perserikatan yang sama di kota Jakarta 1912. Kemudian pada tahun 1927 dibentuk bursa – bursa efek di tiga kota besar di Indonesia, yaitu Jakarta, Semarang, dan Surabaya. Pada masa revolusi kemerdekaan kegiatan perdagangan efek di bursa – bursa efek tersebut otomatis berhenti karena situasi politik saat itu. Setelah proklamasi kemerdekaan Indonesia tepatnya tahun 1951 pemerintah memberlakukan Undang – Undang Darurat No. 15 tahun 1952 tentang Bursa Efek. Pada tanggal 10 Agustus 1990 berdasarkan keputusan Presiden Republik Indonesia No. 52 tahun 1976, pasar modal di Indonesia dari tahun 1977 sampai tahun 1987 relatif kurang memberikan hasil seperti yang diharapkan meskipun pemerintah telah memberikan fasilitas kepada perusahaan – perusahaan yang menarik dana dari pasar modal. Tersendat – sendatnya perkembangan pasar modal selama itu disebabkan oleh beberapa hal, antara lain mengenai prosedur emisi saham dan obligasi yang terlalu ketat, adanya batasan fluktuasi harga saham dan campur tangan pemerintah pasar perdana. Untuk mengatasi permasalahan yang menghambat perkembangan pasar modal tersebut diatas, pemerintah mengeluarkan serangkaian deregulasi yang berkaitan dengan perkembangan pasar modal yaitu Paket Kebijaksanaan Desember Pakdes 1987, Paket Kebijaksanaan Oktober Pakto 1988, Paket Kebijaksanaan Desember Pakdes 1988. Hak Cipta © milik UPN Veteran Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.