Jika di kemudian hari terdapat masalah, maka surat kuasa khusus itu dapat menjadi alat bukti yang sangat kuat untuk membatalkan transaksi jual beli tanah tersebut.
Dengan kata lain, suatu perbuatan hukum dapat dibatalkan oleh pengadilan jika terbukti dilakukan oleh pihak yang tidak berwenang. Dalam referensi hukum, hal itu
disebut dengan tidak terpenuhinya syarat sahnya suatu perjanjian, sebagaimana yang diatur dalam Pasal 1320 KUH Perdata.
B. Kuasa Mutlak
Menurut pasal 1792 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata “pemberian kuasa adalah suatu perjanjian, dengan mana seseorang memberikan kekuasaan
kepada orang lain yang menerimanya, untuk atas namanya, menyelesaikan suatu pekerjaan”. Akan tetapi, tidak semua hal dapat dikuasakan kepada pihak lain.
Perbuatan seperti antara lain membuat testamen, melangsungkan perkawinan
kecuali ada alasan kuat untuk itu, dan pengangkatan anak tidak dapat diwakilkan kepada pihak lain.
Surat Kuasa ini dapat berbentuk akta autentik akta notaris, secara di bawah tangan, secara biasalisan dan secara diam-diam pasal 1793 Kitab Undang-Undang
Hukum PerdataKUHPerdata. Akta kuasa yang harus dibuat secara autentik antara lain Kuasa untuk melangsungkan Perkawinan pasal 79 KUHPerdata, kuasa untuk
menghibahkan pasal 1683 KUHPer-dengan berlakunya UUPA sepanjang
Universitas Sumatera Utara
menyangkut tanah sudah dicabut, sedangkan di luar itu belum dicabut, dan Kuasa untuk memberikan Hak Tanggungan dan Kuasa untuk menjual barang tidak bergerak
tanah. Ada satu jenis kuasa yang tidak diperbolehkan lagi untuk dibuat yaitu yang
disebut dengan Surat Kuasa Mutlak. Pelarangan kuasa mutlak ini khususnya dalam hubungannya dengan Tanah benda tidak bergerak yaitu berdasarkan Instruksi
Menteri Dalam Negeri tanggal 6 Maret 1982 nomor 141982 jo Jurisprudensi Mahkamah Agung tanggal 14 April 1988 nomor 2584. Pembuatan kuasa mutlak ini
sebelumnya banyak disalah gunakan oleh pihak-pihak yang berkepentingan. Dengan kata lain kuasa mutlak ini merupakan jual beli tanah secara terselubung, dimana
didalam klausul kuasa mutlak tersebut selalu dicantumkan “kuasa yang tidak dapat dicabut kembali” dan si penerima kuasa dapat melakukan perbuatan apapun juga
baik itu tindakan pengurusan maupun tindakan kepemilikan atas tanah yang dimaksud. Sedangkan kuasa mutlak dalam transaksi selain jual beli tanah masih
dimungkinkan mengingat Hukum Perjanjian itu sifatnya mengatur dan terjadi karena adanya kesepakatan antara para pihak.
Pengertian kuasa mutlak menurut Instruksi Menteri Dalam Negeri Nomor 14 Tahun 1982 tanggal 6 Maret 1982 tentang larangan penggunaan kuasa mutlak sebagai
pemindahan Hak Atas Tanah adalah kuasa yang di dalamnya mengandung unsur :
68
68
Departemen Dalam Negeri, Instruksi Menteri Dalam Negeri Tentang Larangan Penggunaan Kuasa Mutlak sebgai Pemindahan Hak Atas Tanah, IMDN No. 14 Tahun 1982.
Universitas Sumatera Utara
1. Tidak dapat ditarik kembali oleh penerima kuasa.
2. Memberikan kewenangan kepada penerima kuasa untuk menguasai dan
menggunakan tanahnya serta melakukan segala perbuatan hukum yang menurut hukum hanya dapat dilakukan oleh pemegang haknya.
Latar belakang dikeluarkannya Instruksi tersebut adalah adanya penyalahgunaan kuasa mutlak diantaranya terhadap ketentuan mengenai penetapan
luas tanah pertanian yang tercantum di dalam Undang-undang Nomor 56 Tahun 1960, pemilikan atas tanah hak oleh subyek hukum tertentu menurut Undang-undang
Nomor 5 Tahun 1960 tentang peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria UUPA, yaitu larangan pemilikan tanah terhadap orang asing atas Hak Milik Pasal 21 UUPA, Hak
Guna Usaha Pasal 30 UUPA, Hak Guna Bangunan Pasal 36 UUPA, atau ketentuan mengenai pengenaan pajak atas tanah.
69
Oleh karenanya Pemerintah telah melarang camat dan kepala desa atau pejabat yang setingkat dengan itu, untuk membuat atau menguatkan pembuatan Surat
Kuasa Mutlak yang pada hakikatnya merupakan pemindahan hak atas tanah dan juga melarang pejabat-pejabat agraria untuk melayani penyelesaian status hak atas tanah
yang menggunakan surat kuasa mutlak sebagai bahan pembuktian pemindahan hak atas tanah.
70
69
Herlien Budiono, Pengikatan Jual Beli Dan Kuasa Mutlak, Renvoi Maret 2004, halaman 60.
70
Departemen Dalam Negeri, Instruksi Menteri Dalam Negeri Tentang Larangan Penggunaan Kuasa Mutlak Sebagai Pemindahan Hak Atas Tanah, IMDN No. 14 Tahun 1982.
Universitas Sumatera Utara
Kuasa adalah wewenang yang diberikan oleh seseorang kepada orang lain untuk dan atas namanya melakukan tindakan hukum danatau menerima
pernyataan.
71
Pemberian kuasa atau lastgeving adalah suatu persetujuan dengan mana seorang memberikan kekuasaan kepada orang lain, yang menerimanya, untuk atas
namanya menyelenggarakan suatu urusan. Kuasa dapat diberikan dan diterima dalam suatu akta umum, dalam suatu tulisan di bawah tangan, bahkan sepucuk surat atau
pun dengan lisan. Penerimaan suatu kuasa dapat pula terjadi secara diam-diam dan disimpulkan dari pelaksanaan kuasa itu oleh si kuasa.
72
Suatu pemberian kuasa atau lastgeving pada umumnya merupakan suatu perjanjian sepihak, kewajiban untuk melaksanakan prestasi hanya terdapat pada satu
pihak saja yaitu pada penerima kuasa. Unsur-unsur dari pemberian kuasa adalah :
73
1. Persetujuan.
2. Memberikan kekuasaan kepada penerima kuasa.
3. Atas nama pemberi kuasa menyelenggarakan suatu urusan, hal ini dimaksudkan
penerima kuasa melakukan tindakan hukum tersebut demi kepentingan dan untuk dan atas nama pemberi kuasa baik yang dirumuskan secara umum maupun
dinyatakan dengan kata-kata yang tegas.
71
Effendi Perangin-Angin, Praktek Jual Beli Tanah, Jakarta : CV. Rajawali, 1987, halaman 97.
72
Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Burgerlijk Wetboek, diterjemahkan oleh R. Subekti dan R. Tjitrosudibio, cet. 27, Jakarta : Pradnya Paramita, 1995, Pasal 1792 dan Pasal
1793.
73
Herlin Budiono, Op. cit, halaman 57.
Universitas Sumatera Utara
Penerima kuasa diberikan wewenang untuk mewakili pemberi kuasa, akibatnya tindakan hukum yang dilakukan oleh penerima kuasa adalah merupakan
tindakan hukum dari pemberi kuasa. Ada 2 dua macam dalam pemberian kuasa, yaitu :
74
1. Pemberian kuasa secara umum, yang mengenai kepentingan dari si pemberi kuasa
hanya meliputi perbuatan-perbuatan pengurusan. Contohnya mengurus pembayaran listrik, telepon, air, penghunian dan pemeliharaan.
2. Pemberian kuasa secara langsung, yang hanya mengenai satu kepentingan tertentu
atau lebih, sebagai contoh kuasa untuk mengalihkan suatu barang bergerak dan kuasa untuk membebankan Hak Tanggungan, kuasa untuk mewakili klien
berpekara di Pengadilan bagi seorang Pengacara. Dalam perkembangan praktik hukum, kuasa yang berdiri sendiri dengan
obyek bidang tanah dilarang jika memuat klausula :
75
1. Kuasa tersebut tidak akan berakhir karena sebab-sebab apapun menurut hukum
termasuk sebab-sebab tercantum dalam Pasal 1813 KUHPerdata. 2.
Kuasa tersebut tidak dapat dicabut kembali oleh pemberi kuasa. 3.
Penerima kuasa dibebaskan dari pertanggung jawaban kepada pemberi kuasa. 4.
Penerima kuasa diberi wewenang untuk menjualmengalihkan bidang tanah tersebut kepada penerima kuasa sendiri.
74
Wirjono Prodjodikoro, Hukum Perdata Tentang Persetujuan-Persetujuan Tertentu, Jakarta : Sumur Bandung, 1981, halaman 153.
75
Pieter E. Latumeten, Problema Kenotariatan, Renvoi September 2003, halaman 37.
Universitas Sumatera Utara
Tujuan dibuatnya kuasa mutlak dan sebab tidak dibuat akta jual beli adalah :
76
1. Agar sertipikat tanah itu tetap tertulis atas nama si penerima kuasa dan secara
hukum terlihat, bahwa bukan si penerima kuasa yang tercatat oleh Kantor Pertanahan sebagai pemilik, maka mungkin ketahuan si penerima kuasa memiliki
tanah terlalu luas, bahkan mungkin melewati batas maksimum yang diperbolehkan peraturan perundang-undangan.
2. Agar tidak perlu membayar biaya jual beli, termasuk biaya pendaftaran tanah.
Karena jual beli tidak dilakukan, maka pemberi kuasa tidak perlu membayar honorarium PPAT, biaya balik nama pendaftaran dan uang saksi.
3. Agar si penerima kuasa dapat menguasai tanah itu sebagaimana layaknya seorang
pemilik. Sehingga si penerima kuasa dapat mempergunakan, menjual, menjaminkan, dan berbuat sesukanya atas tanah itu, tanpa harus mempertanggung
jawabkan tindakannya kepada pemiliknya si penerima kuasa. 4.
Agar terhindar dari larangan pemilikan tanah secara absentee. Transaksi berdasarkan kuasa mutlak bertentangan dengan ketertiban umum dan
telah jelas dilarang. Akibat lebih lanjut atas pelanggaran tersebut adalah : 1.
Perjanjian transaksi batal demi hukum dan dapat dikualifikasikan sebagai transaksi illegal.
2. Akibat batalnya perjanjian maka para pihak harus mengembalikan keadaan seperti
semula.
76
Effendi Perangin Angin, Op.cit, halaman 99.
Universitas Sumatera Utara
Dengan demikian, maka dalam hal ini peran pejabat pembuat akta tanah sangat dibutuhkan khususnya dalam peralihan hak atas tanah. Hal ini mengingat masih
banyaknya pihak-pihak yang dalam melakukan peralihan hak atas tanah masih menggunakan akta kuasa mutlak. Padahal sudah jelas penggunaan kuasa mutlak
untuk peralihan hak atas tanah itu dilarang sebagaimana yang terdapat dalam Instruksi Mendagri Nomor 14 Tahun 1982. maka dari itu, diperlukan adanya
ketelitian dan kecermatan dari seorang PPAT apakah kuasa yang diberikan pemberi kuasa kepada penerima kuasa dalam hal peralihan hak atas tanah itu
termasuk dalam kuasa mutlak atau tidak.
Universitas Sumatera Utara
BAB III TANGGUNG JAWAB PPAT YANG MELAKUKAN PERBUATAN
MELAWAN HUKUM DALAM PEMBUATAN AKTA PPAT
A. Tinjauan Tentang PPAT