43
Revitalisasi Pendidikan Vokasi
IV. Peta Jalan Revitalisasi Pendidikan Vokasi
Pelibatan  pemerintah,  baik  pusat  maupun  daerah,  merupakan suatu  kewajiban  sebagai  sumber  pendukung  utama  dalam  mengatur
keberlangsungan  SMK,  baik  proses  maupun  investasi  seperti  pengaturan melalui  perundang-undangan  peraturan-peraturan  kebijakan-kebijakan,
pendanaan  dan  atau  pengadaan,  monitoring  dan  evaluasi  pelaksanaan, perancangan  dan  pengembangan  kerangka  program,  penetapan  standar
pelaksanaan, dan sebagainya.
4.3   Keterlibatan Dunia Usaha dan Dunia Industri
Pendekatan pendidikan vokasi saat ini masih terlihat bersifat supply-driven, seolah-olah terlihat masih dilakukan secara sepihak penyelenggara pendidikan
vokasi.  Hal  tersebut  disebabkan  masih  kakunya  perubahan  penjurusan kejuruan sehingga kurikulum tidak mampu mengikuti perkembangan industri
yang sangat pesat. Akibatnya, industri mengeluhkan lulusan pendidikan vokasi tidak sesuai dengan kebutuhan mereka.
Sejatinya  pendidikan  vokasi  menekankan  pada  pendidikan  yang mampu  menyesuaikan  dengan  1  permintaan  pasar  demand driven;
2  kebersambungan  link  antara  pengguna  lulusan  pendidikan  dan penyelenggara pendidikan vokasi; dan 3 kecocokan match antara karyawan
employee  dengan  pengusaha  employer.  Penyelenggaraan  dan  ukuran keberhasilan  penyelenggaraan  pendidikan  vokasi  dapat  dilihat  dari  tingkat
mutu dan relevansi, yaitu jumlah penyerapan lulusan dan kesesuaian bidang pekerjaan dengan bidang keahlian.
Oleh karena itu, reorientasi jurusan kejuruan bersifat permintaan pasar demand driven  menjadi  hal  yang  penting  dilakukan.  Penjurusan  kejuruan
harus  bersifat  leksibel  berdasarkan  pada  permintaan  dan  perkembangan dunia  kerja.  Pihak  dunia  kerja  diharapkan  bersama-sama  dengan  dunia
pendidikan berperan aktif dalam menentukan, mendorong, dan menggerakkan penyelenggaraan pendidikan vokasi mulai dari perencanaan dan pelaksanaan.
Perencanaan pendidikan vokasi yang bersifat permintaan pasar demand driven
diawali dengan keterlibatan dunia kerja dalam menentukan program dan  bidang  keahlian  apa  yang  diperlukan  dan  dimana  lembaga  pendidikan
akan didirikan, termasuk dalam penyusunan kurikulumnya kurikulum berbasis kompetensi. Dunia kerja menentukan standar kompetensi yang harus dicapai
oleh setiap lulusan pendidikan vokasi karena mereka yang lebih mengetahui kompetensi yang dibutuhkan. Dunia kerja juga berperan dalam pelaksanaan
44
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan
pendidikan  vokasi  termasuk  dalam  evaluasi  dan  pengujian  sertiikasi  agar hasil pendidikan terjamin kesesuaiannya dengan kompetensi dunia kerja.
Untuk  menjaga  kesinambungan  perencanaan  pendidikan  vokasi  yang bersifat  permintaan  pasar  demand driven  diperlukan  kerjasama  permanen
antara  Pemerintah  dan  industri.  Kerjasama  ini  dapat  mencakup  1 penyusunan dan perancangan kerangka pendidikan vokasi; 2 pembiayaan;
3  pengembangan  kurikulum  dan  implementasinya,  dan  4  bersama-sama melaksanakan assessment proses dan lulusan pendidikan vokasi itu. Demikian
juga  dilakukan  sebuah  kesepakatan  tentang  sertiikasi  kompetensi  yang mencerminkan harapan kualitas lulusan dengan tuntutan kompetensi sesuai
standar yang berlaku di industri.
Untuk  meningkatkan  mutu  proses  dan  kompetensi  hasil  pembelajaran pendidikan  vokasi,  kerjasama  dan  sinergi  dengan  berbagai  instansi
pemerintah  maupun  swastaindustri  sangatlah  penting,  baik  di  tingkat regional  maupun  internasional.    Untuk  tujuan  tersebut,  Kementerian
Pendidikan dan Kebudayaan telah melakukan kerjasama dan sinergi dengan Kementerian BUMN, Kementerian Perindustrian, Kementerian Tenaga Kerja
BNP2TKI dalam memfasilitasi dan penguatan kursus dan pelatihan. Dengan pihak swastadunia usaha dunia industri DUDI, Kementerian Pendidikan dan
Kebudayaan juga melakukan kerjasama dengan KADIN, APINDO, dan berbagai asosiasi profesi.
Kerjasama tingkat internasional Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, melalui  Direktorat  Jenderal  PAUD  dan  Dikmas,  juga  telah  dilaksanakan
dengan berbagai lembaga pendidikan di Korea Selatan. Disamping kerjasama pada  tingkat  birokrasi,  di  lapangan  juga  sudah  banyak  terjadi  kerjasama
sinergi  antarlembaga  kursus  dan  pelatihan  dengan  SMK,  serta  DUDI  untuk menyediakan sumber daya, baik dalam proses pembelajaran, praktek maupun
permagangan.
Skema kerjasama yang selama ini terjadi masih bersifat “inisiatif lembaga” belum  tersistem  dengan  baik.  Oleh  karena  itu,  dalam  rangka  revitalisasi
pendidikan vokasikerjasama dan sinergi antar kementerian dan lembaga KL, pendidikan  dan  pelatihan,  asosiasi  profesi  dan  dengan  dunia  usaha  dunia
industri DUDI, perlu diatur dengan kebijakan atau peraturan-perundangan yang memadai, untuk menjamin kepastian hukum dan insentif-insentif yang
dapat diperoleh oleh pihak swasta atau DUDI.
45
Revitalisasi Pendidikan Vokasi
IV. Peta Jalan Revitalisasi Pendidikan Vokasi