Karakteristik Responden Keluarga Lansia

48 akan diperoleh gambaran tentang komposisi umur sebagai berikut. Komposisi umur yang paling menonjol dijumpai pada kelompok umur 40-49 tahun, karena lebih dari separuh 56,00 persen responden keluarga lansia terletak pada kelompok umur tersebut. Kelompok umur 40-49 tahun sering pula disebut sebagai usia puncak prime age, karena pada kelompok umur tersebut seseorang umumnya memiliki tingkat produktivitas paling tinggi. Sementara itu, kelompok umur yang paling rendah proporsinya ditemukan pada kelompok umur kurang dari 20 tahun, yaitu hanya sebanyak 1,33 persen. Selengkapnya informasi tentang distribusi responden keluarga lansia menurut umur dapat diikuti pada Tabel 4.3. Selain umur, karakteristik demografi yang penting dibahas dalam laporan penelitian ini adalah karakteristik responden keluarga lansia menurut jenis kelamin, yang mencakup laki-laki dan perempuan. Kalau dikaitkan dengan pembahasan sebelumnya, komposisi responden lansia menggambarkan bahwa sebagian besar responden lansia adalah perempuan, dan sisanya sebagai kecil adalah responden lansia berjenis laki-laki. Sementara itu, responden keluarga lansia menggambarkan kebalikannya, yaitu sekitar 85 persen adalah laki-laki dan sisanya 15 persen adalah perempuan. Hal ini tentu akan menimbulkan pertanyaan, mengapa perempuan lansia lebih lama bertahan hidup ketimbang lansia laki-laki? Pertanyaan ini akan memunculkan berbagai versi jawaban. Mungkin ada yang mengatakan bahwa laki-laki memikul beban yang lebih berat dibandingkan perempuan, karena menjadi tiang ekonomi rumah tangga. Atau pekerjaan laki-laki jauh lebih berat daripada perempuan. Kebanyakan perempuan bekerja mengurus rumah tangga, sementara laki-laki cenderung bekerja di luar rumah tangga dan 49 memiliki risiko kecelakaan lebih besar. Atau, bahkan mungkin ada yang mengatakan bahwa perempuan memang diciptakan lebih kuat daripada laki-laki karena tidak hanya mengerjakan pekerjaan dengan irama rutin, namun lebih dari itu. Kelebihannya adalah perempuan memiliki fungsi reproduksi, hamil, melahirkan, merawat dan membesarkan anak. Tabel 4.3 Distribusi Responden Keluarga Lansia Menurut Umur, Pada Studi Pola Perawatan Penduduk Lanjut Usia Pada Masyarakat Bali di Kota Denpasar dan Kabupaten Tabanan, 2015 Kelompok Umur Tahun Responden Keluarga Lansia Persentase Kumulatif Orang Persen Kurang dari 20 2 1,33 1,33 20-29 3 2,00 3,33 30-39 40 26,67 30,00 40-49 84 56,00 86,00 50-59 21 14,00 100,00 Jumlah: 150 100,00 Sumber: Hasil Penelitian Data Primer. Berikutnya adalah tentang karakteristik pendidikan responden keluarga lansia. Pendidikan responden keluarga lansia sangat variatif; mulai dari mereka yang tidak pernah sekolah sampai dengan yang berhasil mengenyam pendidikan di perguruan tinggi ditemukan dalam penelitian ini Tabel 4.4. Pendidikan yang paling menonjol adalah SLTA, yang mencakup sekitar 55 persen responden keluarga lansia. Besarnya proporsi responden yang berpendidikan SLTA tampaknya sesuai dengnan pola umum kecenderungan pendidikan masyarakat 50 secara keseluruhan di Provinsi Bali. Selanjutnya, tempat kedua yang menonjol adalah pendidikan Perguruan Tinggi, dengan cakupan hampir mencapai 35 persen dari seluruh responden keluarga lain. Hal ini mengindikasikan ada hubungan antara banyaknya penduduk lansia dengan kondisi pendidikan responden keluarga. Artinya, bahwa mereka yang berpendidikan lebih tinggi akan memiliki pengetahuan, sikap, dan praktek lebih baik dalam hal perawatan secara fisik dan non fisik terhadap lansia yang ada di keluarga mereka. Berbeda halnya dengan pendidikan SLTA dan Perguruan Tinggi, responden keluarga lansia yang berpendidikan SLTP yang ditemukan dalam penelitian kurang dari tiga persen. Tabel 4.4 Distribusi Pendidikan Responden Keluarga Lansia, Pada Pola Perawatan Penduduk Lanjut Usia Pada Masyarakat Bali di Kota Denpasar dan Kabupaten Tabanan, 2015 Tingkat Pendidikan Responden Keluarga Lansia Persentase Kumulatif Orang Persen Tidak pernah sekolah 1 0,66 0,66 Sekolah Dasar 10 6,67 7,33 SLTP 4 2,67 10,00 SLTA 83 55,33 65,33 Perguruan Tinggi 52 34,67 100,00 Jumlah: 150 100,00 Sumber: Hasil Penelitian Data Primer. Gambaran berikutnya tentang responden keluarga lansia adalah status perkawinan. Status perkawinan responden dalam penelitian ini dibedakan menjadi 1 kawin; 2 belum kawin; 3 jandadudacerai. Distribusi responden keluarga 51 lansia menurut status perkawinan dapat dilihat langsung pada Tabel 4.3. Informasi yang dapat dipetik dari Tabel 4.5 sangat menarik, sebab hampir keseluruhan 94 persen responden keluarga lansia ada dalam status kawin. Hal ini menandakan bahwa sebagian besar para lansia yang diteliti hidup dalam keluarga yang masih utuh. Sisanya sebanyak 6 enam persen responden lansia menunjukkan bahwa mereka hidup dalam keluarga yang berstatus membujang belum kawin, dan menjandadudacerai. Tabel 4.5 Distribusi Status Perkawinan Responden Keluarga Lansia Pada Pola Perawatan Penduduk Lanjut Usia Pada Masyarakat Bali di Kota Denpasar dan Kabupaten Tabanan, 2015 Status Perkawinan Responden Keluarga Lansia Persentase Kumulatif Orang Persen Kawin 141 94,00 94,00 Belum Kawin 5 3,33 97,33 JandaDudaCerai 4 2,67 100,00 Jumlah: 150 100,00 Sumber: Hasil Penelitian Data Primer. Informasi yang berkaitan erat dengan status perkawinan adalah jumlah anak yang masih hidup atau umur anak terakhir. Sehubungan dengan hal tersebut berikut ini akan disoroti lebih jauh tentang kondisi kedua variabel tersebut. Hal ini sangat penting, berkaitan dengan banyaknya perhatian yang dicurahkan oleh responden keluarga lansia baik terhadap anak-anaknya maupun terhadap lansia yang mesti diurusnya. Dalam penelitian ditemukan bahwa proporsi tertinggi digambarkan oleh responden dengan 2 dua anak, yang hampir mencapai 50 persen dari seluruh responden keluarga lansia. Selanjutnya disusul oleh responden 52 dengan seorang anak masih hidup, yang digambarkan oleh sekitar 30 persen responden keluarga lansia. Responden keluarga lansia dengan anak masih hidup antara 3 sampai 4 orang sekitar 15 persen dari seluruh responden, dan sisanya sebanyak 5 persen adalah responden keluarga lansia yang menyatakan tidak punya anak. Berdasarkan berbagai kondisi yang digambarkan di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa responden keluarga lansia memiliki kondisi yang sangat bervariasi, setidaknya ditinjau dari banyaknya anak yang mesti diurusnya. Informasi tentang jumlah anak masih hidup yang dipaparkan di atas masih membuka peluang untuk menyoroti lebih jauh mengenai tingkat kesibukan dan kesulitan dalam mengurus anak-anak mereka. Orang tua akan sangat sibuk atau bahkan memberikan perhatian lebih terutama pada anak-anak balita bawah lima tahun ketimbang anak-anak yang lebih besar. Begitu pula untuk mengurus mereka yang kurang dari 15 tahun lebih berat dibandingkan mereka yang sudah tergolong usia kerja 15 tahun ke atas. Kesibukan mereka mengurus anak-anak yang masih kecil, sementara di sisi lain responden keluarga lansia juga dihadapkan pada kepelikan dalam mengurus lansia yang notabene adalah orang- orang tua mereka. Disinilah diperlukan adanya seni di dalam mengelola waktu agar tidak menimbulkan konflik, melainkan keduanya dapat berjalan dengan baik. Pembahasan lebih jauh tentang kondisi yang dipaparkan di atas, akan didekati dengan menyoroti umur anak terakhir seperti tertera pada Tabel 4.6. Untuk memudahkan pemahaman dalam uraian ini umur anak terakhir akan dikelompokkan ke dalam interval lima tahunan, yang dimulai dari kelompok umur 0-4, 5-9, 10-14, 15-19, dan 20 tahun ke atas. Dari seluruh responden keluarga 53 lansia yang menyatakan mempunyai anak masih hidup; distribusinya menggambarkan keadaan yang sangat variatif. Tabel 4.6 Distribusi Umur Anak Terakhir Responden Keluarga Lansia,Studi Pola Perawatan Penduduk Lanjut Usia Pada Masyarakat Bali di Kota Denpasar dan Kabupaten Tabanan, 2015 Umur Anak Terakhir tahun Responden Keluarga Lansia Persentase Kumulatif Orang Persen 0-4 39 26,90 26,90 5-9 23 15,86 42,76 10-14 35 24,14 66,90 15-19 23 15,86 82,76 20+ 25 17,24 100,00 Jumlah: 145 100,00 Sumber: Hasil Penelitian Data Primer. Memang secara keseluruhan responden yang memiliki anak balita 0-4 tahun paling tinggi proporsinya, mencakup 26,90 persen responden, sementara mereka dengan anak terakhir umur 5-9 tahun hanya sebesar 15,86 persen, dan yang menarik adalah anak terakhir umur 10-14 tahun mencapai 24,14 persen dari seluruh responden keluarga lansia. Memperhatikan uraian di atas maka sebanyak 26,90 persen responden keluarga membutuhkan waktu ekstra untuk mengurus anak-anak balita mereka. Sementara itu, jika diperhatikan secara umum maka akan diperoleh sebanyak 67 persen responden keluarga membutuhkan perhatian untuk mengurus anak-anak yang berumur 0-14 tahun. 54 4.3 Pola Perawatan Penduduk Lansia 4.3.1 Pola perawatan yang dilakukan oleh Lansia Pola perawatan penduduk lansia akan dapat mencerminkan bagaimana kesejahteraan lansia baik secara fisik maupun mental. Sangat penting untuk diketahui pola perawatan yang ideal diterapkan yang disenangi oleh lansia dan juga yang dapat dilakukan oleh keluarga lansia. Dengan demikian pandangan atau harapan baik dari sisi lansianya sendiri dan juga dari keluarga lansia yang akan merawatnya perlu diketahui atau dikaji sehingga pada masa yang akan datang dapat diterapkan pola perawatan yang lebih baik daripada sebelumnya. 1. Pengetahuan tentang Bina Keluarga Lansia BKL Bina Keluarga Lansia BKL adalah sebuah kelompok yang terdiri atas keluarga yang memiliki lansia dan lansia tersebut yang berkumpul untuk mendapatkan pengetahuan dan cara-cara atau pola perawatan terhadap lansia yang mereka miliki. Sampai saat ini kelompok BKL dianggap sebagai sebuah kelompok yang ideal untuk mensejahterakan lansia dimana kelompok atau kegiatan ini dilaksanakan atau dikomandani oleh BKKBN Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional. Untuk mengkaji bagaimana pola perawatan terhadap lansia yang ada selama ini di wilayah penelitian, maka salah satu pertanyaan yang diberikan kepada lansia adalah tentang pengetahuan mereka para lansia tentang BKL. Sebagian besar responden lansia yaitu sekitar 61 persen mereka pernah mendengar tentang BKL. Sisanya hanya 39 persen yang belum pernah mendengar tentang kelompok BKL. Persentase lansia yang pernah mendengar BKL relatif tinggi, hal ini menjadi modal yang sangat penting untuk 55 mengajak mereka para lansia untuk mengikuti kegiatan BKL tersebut dalam mengelola hari-hari mereka baik untuk bekerja maupun untuk kegiatan lainnya agar mereka dapat mencapai kesejahteraan dalam kehidupan hari tua mereka. Sumber informasi dari mana mereka mendengar tentang BKL tersebut memang bervariasi. Paling banyak mereka mendengar informasi tentang BKL dari sumber informasi dari banjar yang mencapai 49 persen, sisanya ada yang mendengar dari desa, sebanyak 38 dan sisanya dari puskesmas ataupun dari saudara. Selanjutnya responden lansia yang pernah mengikuti BKL atau menjadi anggota BKL hanya sekitar 25 persen dari total responden lansia, atau sekitar 41 persen dari responden lansia yang pernah mendengar tentang BKL. Jadi sekitar 59 persen responden lansia yang pernah mendengar tentang BKL tidak pernah menjadi anggota BKL. Saat penelitian dilakukan hanya sekitar 7 persen dari responden lansia yang masih aktif menjadi anggota BKL sampai sekarang saat penelitian dilakukan, atau sekitar 27 persen dari lansia yang pernah menjadi anggota BKL. BKL yang mereka ikuti apakah pernah mendapatkan pembinaan dalam 12 bulan atau setahun terakhir ini, juga ditanyakan kepada mereka yang pernah menjadi BKL, dan yang sampai saat ini masih aktif menjadi anggota BKL. Data menunjukkan bahwa mereka yang memperoleh pembinaan sekitar 7 persen dari total responden lansia, dan 100 persen dari lansia yang masih aktif menjadi anggota BKL. Dengan demikian semua responden lansia yang masih aktif mengikuti BKL pernah memperoleh pembinaan dalam jangka waktu 12 bulan terakhir ini. Lembaga yang melakukan pembinaan tehadap lansia tersebut sebagian besar dilakukan oleh PUSKESMAS.