umumnya berada pada tahap berpikir operasional konkret namun tidak menutup kemungkingan mereka masih berada pada tahap praoperasi.
Berdasarkan uraian tersebut, dapat disimpulkan bahwa pembelajaran matematika di sekolah dasar adalah proses belajar mengajar matematika yang
diawali dengan penanaman konsep, kemudian pemahaman konsep dan yang terakhir pembinaan keterampilan dengan catatan guru harus mampu
mengkonkretkan materi yang bersifat abstrak.
2.1.6 Bilangan Bulat
Dalam pembelajaran matematika tidak dapat terlepas dari istilah bilangan. Bilangan merupakan suatu ide yang bersifat abstrak yang akan memberikan
keterangan mengenai banyaknya suatu kumpulan benda. Bilangan dalam pembelajaran matematika dibedakan menjadi 9, yakni bilangan asli, bilangan
prima, bilangan cacah, bilangan bulat, bilangan rasional, bilangan irasional, bilangan riil, bilangan imajiner, dan bilangan kompleks. Pada penelitian ini,
peneliti hanya memfokuskan pada bilangan bulat saja. Menurut Karso 2007: 6.13-6.14, bilangan bulat merupakan penggabungan
dari bilangan asli, bilangan nol, dan bilangan asli negatif. Bilangan bulat, khususnya bilangan bulat negatif diajarkan di SD sebab banyak digunakan dalam
keseharian. Pembelajaran pengenalan bilangan bulat, cara membaca dan menulis lambang bilangan bulat, dan lawan bilangan bulat sebaiknya selalu dimulai
dengan lingkungan kehidupan sehari-hari seperti maju-mundur, untung-rugi, naik- turun, simpan-pinjam, kanan-kiri, dan sebagainya. Penggunaan bilangan bulat
negatif bertujuan agar siswa mampu mengetahui dan memahami pengukuran yang
bernilai negatif, seperti pengukuran suhu temperatur di daerah kutub, kedalaman laut, dan sebagainya. Selain itu pembelajaran materi bilangan bulat bertujuan agar
siswa mampu menyelesaikan soal-soal terkait dengan operasi hitung pada bilangan bulat khususnya pada kelas IV yaitu operasi penjumlahan dan
pengurangan bilangan bulat. Banyak persoalan yang muncul pada sistem bilangan bulat bagi siswa-siswa sekolah dasar, misalkan mereka akan melakukan operasi
hitung, seperti: 4 + –7; –6 + 9; –3 – 6; dan sebagainya. Persoalan yang
muncul dalam kaitannya dengan soal-soal seperti itu, yakni bagaimana memberikan penjelasan dan cara memberikan pengertian operasi tersebut secara
konkrit, pada umumnya siswa dalam berpikir dari hal-hal yang bersifat konkrit menuju hal-hal yang bersifat abstrak.
Menurut Muhsetyo 2007: 1.11, untuk mengenalkan konsep operasi hitung bilangan bulat dapat dilakukan melalui 3 tahap, yaitu:
1. Tahap pengenalan konsep secara konkret
2. Tahap pengenalan konsep secara semi konkret atau semi abstrak
3. Tahap pengenalan konsep secara abstrak.
Dalam tahap pertama ada dua model peragaan yang dapat dikembangkan, yaitu model yang menggunakan pendekatan himpunan menggunakan alat peraga
manik-manik, sedangkan kedua menggunakan menggunakan hukum kekekalan panjang menggunakan alat peraga balok garis bilangan atau pita garis bilangan
atau tangga garis bilangan. Pada tahap kedua, proses pengerjaan operasi hitungnya diarahkan menggunakan garis bilangan dan pada tahap ketiga kepada
siswa baru diperkenalkan dengan konsep-konsep operasi hitung yang bersifat abstrak.
Dari pengertian tersebut, dapat disimpulkan bahwa dalam membelajarkan operasi hitung bilangan bulat kepada siswa sekolah dasar, guru harus
menggunakan alat peraga yang sesuai dengan materi pelajaran, dan membimbing siswa agar dapat menggunakan alat peraga sehingga siswa dapat berpikir konkrit
terhadap materi operasi hitung bilangan bulat serta menjadikan aktif dalam pembelajaran.
2.1.7 Model Pembelajaran TPS