serat tidak baik pada kasus 68 responden 98,6 pada kelompok kontrol sebanyak 60 responden 87,0.
4.8. Hasil Analisis Faktor Risiko yg Bisa Dimodifikasi terhadap DM tipe 2
Untuk melihat ada tidaknya pengaruh yang bermakna antara variabel bebas terhadap terjadinya Diabetes Mellitus, maka dilakukan analisis tabel 2×2
pada semua variabel bebas yang diteliti, uji statistik yang digunakan adalah Uji- Chi Sguare dengan Matched analysis, perhitungan OR Odd Rasio dengan
menggunakan perhitungan OR dengan 95 CI. Faktor yang di matching dalam penelitian ini adalah umur dan jenis kelamin, pada kelompok kasus adalah
penderita Diabetes Mellitus tipe 2 sedangkan pada kelompok kontrol adalah yang tidak menderita Diabetes mellitus Tipe 2, maka analisa faktor risiko yang bisa
dimodifikasi terhadap Diabetes Mellitus tipe 2 dapat dijelaskan pada tabel dibawah
Tabel 4.11 Hasil Analisis Hubungan IMT terhadap Terjadinya Diabetes
Mellitus Tipe 2 di Rumah Sakit Umum Hadrianus Sinaga Pangururan Kabupaten Samosir
IMT Kasus
Kontrol
X²
OR 95 CI
n n
≥ 23 23
54 15
78.3 21,7
28 41
40,6 59,4
0,000 5.2
2,4 - 11,12
Jumlah 69
100 69
100
Dari hasil analisis yang terdapat pada tabel 4.11 proporsi kasus dengan IMT
≥ 23 adalah 54 78,3 dan pada kontrol 28 orang 40,6 sedangkan IMT 23 kgm² pada kasus 15 orang 21,7 dan pada kontrol sebanyak 41 orang
59,4. Hasil uji statistik diperoleh nilai p = 0,000 p 0,05 artinya bahwa ada
Universitas Sumatera Utara
pengaruh yang significant antara IMT ≥ 23 kgm² dengan kejadian DM tipe 2.
Nilai OR 5,2 95 CI: 2,49 – 11,12, hal ini berarti penderita DM tipe 2 kemungkinan IMT
≥ 23 kgm² 5,2 kali lebih besar dibandingkan dengan kelompok kontrol p 0,05 .
Tabel 4.12 Hasil Analisis Hubungan Hipertensi terhadap Terjadinya
Diabetes Mellitus Tipe 2 di Rumah Sakit Umum Hadrianus Sinaga Pangururan Kabupaten Samosir
Hipertensi
Kasus Kontrol
X²
OR 95 CI
n n
Hipertensi Tidak
28 41
40,6 59,4
16 53
23,2 76,8
0,028 2,26 1,082-4,7
Jumlah 69
100 69
100
Dari hasil analisis yang terdapat pada tabel 4.10 proporsi kasus dengan hipertensi adalah 28 40,6 dan kontrol 16 orang 23,2 sedangkan orang yang
tidak hipertensi pada kasus 41 orang 59,4 dan kontrol sebanyak 53 orang 76,8 . Terdapat pengaruh yang significant hipertensi dengan kejadian DM tipe
2, nilai OR 2,26, hal ini berarti penderita Diabetes tipe 2 kemungkinan hipertensi 2,26 kali lebih besar dibandingkan kelompok kontrol p 0,05.
Tabel 4.13 Hasil Analisis Hubungan Aktivitas Fisik terhadap Terjadinya Diabetes Mellitus Tipe 2 di Rumah Sakit Umum Hadrianus Sinaga
Pangururan Kabupaten Samosir
Aktivitas Fisik
Kasus Kontrol
X²
OR 95 CI
n n
Tidak Baik Baik
55 14
79,7 20,3
43 26
62,3 37,7
0,024 2,37 1,108-5,092
Jumlah 69
100 69
100
Universitas Sumatera Utara
Dari hasil analisis yang terdapat pada tabel 4.13 proporsi kasus dengan aktivitas fisik tidak baik adalah 55 79,7 dan pada kontrol 43 orang 62,3
sedangkan orang yang aktivitasnya baik pada kasus 14 orang 20,3 dan pada kontrol sebanyak 26 orang 37,7 .
Ada pengaruh yang significant aktivitas fisik yang tidak baik dibanding dengan kontrol terhadap kejadian DM tipe 2. Nilai OR 2,37 95 CI: 2,1 – 5,0
hal ini berarti penderita DM tipe 2 kemungkinan aktivitas fisik tidak baik 2,3 kali lebih besar dibandingkan dengan kelompok kontrol p 0,05 .
Untuk Melihat analisis bivariat konsumsi karbohidrat terhadap Diabetes Mellitus Tipe 2 di Rumah Sakit Umum Hadrianus Sinaga Pangururan dapat dilihat
pada tabel dibawah ini:
Tabel 4.14 Hasil Analisis Hubungan Karbohidrat terhadap Diabetes
Mellitus Tipe 2 di Rumah Sakit Umum Hadrianus Sinaga Pangururan Kabupaten Samosir
Karbohidrat Kasus
Kontrol
X²
OR 95 CI
n n
Tidak Baik Baik
58 11
84,1 15,9
44 25
63,8 36,2
0,007 2,99 1,332-6,736
Jumlah 69
100 69
100
Dari hasil analisis yang terdapat pada tabel 4.14 proporsi kasus dengan karbohidrat tidak baik adalah 58 84,1 dan pada kontrol 44 orang 63,8
sedangkan orang yang karbohidrat baik pada kasus 11 orang 15,9 dan pada kontrol sebanyak 25orang 36,2 .
Universitas Sumatera Utara
Ada pengaruh yang significant bermakna antara karbohidrat yang tidak baik dengan kejadian DM tipe 2, nilai OR 2,9 95 CI : 1,3 – 6,7 hal ini berarti
penderita Diabetes Mellitus tipe 2 kemungkinan yang mengkonsumsi karbohirat yang tidak baik 2,9 kali lebih besar dibandingkan dengan kelompok kontrol P
0,05 . Untuk melihat analisis konsumsi serat terhadap Diabetes Mellitus tipe 2
di Rumah Sakit Umum Hadrianus Sinaga Pangururan Kabupaten Samosir dapat kita lihat dari tabel berikut dibawah ini:
Tabel 4.15 Hasil Analisis Hubungan Serat terhadap Diabetes Melitus Tipe 2 di Rumah Sakit Umum Hadrianus Sinaga Pangururan Kabupaten
Samosir
Serat Kasus Kontrol
X²
OR 95 CI
n n
Tidak Baik Baik
68 1
98,6 1,4
60 9
87,0 13,0
0,009 10,2 1,255-82,87
Jumlah 69
100 69
100
Dari hasil analisis yang terdapat pada tabel 4. 15 proporsi kasus dengan serat tidak baik adalah 68 98,6 dan pada kontrol 60 orang 87,0
sedangkan orang yang seratnya baik pada kasus 1 orang 1,4 dan pada kontrol sebanyak 9 orang 13,0 ada pengaruh yang significant antara serat dengan
kejadian DM tipe 2 dimana p = 0,009 p 0,05 Nilai OR 10,2 95, CI: 1,2 – 82 hal ini berarti penderita DM tipe 2 kemungkinan konsumsi serat yang tidak
baik 10,2 kali lebih besar dibandingkan kelompok kontrol p 0,05.
Universitas Sumatera Utara
Untuk mengetahui pengaruh semua variabel yang bermakna terhadap Diabetes Mellitus dilakukan analisis multivariat dengan menggunakan uji regresi
logistik , variabel - variabel yang melalui uji bivariat mendapat nilai p 0,25 yang bisa dimasukkan kedalam uji multivariat, ternyata yang memiliki nilai p 0,25
adalah IMT, hipertensi, aktivitas fisik, karbohidrat dan serat Dahlan, 2009. Faktor yang bisa dimodifikasi yang dapat dilihat dari uji multivariat adalah
untuk melihat pengaruh yang paling dominan dari variabel-variabel bebas.
Tabel 4.16 Hasil Analisis Regresi Logistik Pengaruh IMT, Karbohidrat, Hipertensi, Serat
Variabel Independen
β P
OR 95CI
Langkah 1 IMT
Karbohidrat Aktivitas
Serat Hipertensi
Constant 1,703
1 473 0,558
2,209 0,743
-4,861 0,000
0,002 0,219
0,061 0,90
5,490 4,362
1,748 9,105
2,103 2,353-12,81
1,683-11,30 0,718-4,256
0,901-91,90 0,891-4,963
Langkah 2 IMT
Karbohidrat Serat
Hipertensi Constant
1,761 1,549
2,128 0,729
-4,464 0,000
0,001 0,068
0,094 5,815
4,709 8,401
2,073 2,513-13,45
1,844-12.02 0,851-82,90
0,884-4,862
Langkah 3 IMT
Karbohidrat Serat
Constant 1,844
1,561 2,026
-4,200 0,000
0,001 0,078
6,320 4,763
7,581 2,761-14,47
1,888-12,01 0,795-72,33
Langkah 4 IMT
Karbohidrat Constant
1,929 1,511
-2,284 0,000
0,001 6,884
4,530 3,061-15,465
1,827-11,229
Universitas Sumatera Utara
Dari Tabel 4.16 dapat dilihat bahwa variabel yang paling dominan berpengaruh terhadap Diabetes Mellitus adalah IMT dengan nilai p 0.000 dengan
nilai OR 6.883. Kekuatan hubungan dari yang terbesar keterkecil adalah IMT 6,883, karbohidrat 4,530. Menurut Dahlan 2009 Persamaan yang diperoleh
adalah:
p =
� �+�
−�
dimana, y = -2,284 + 1,929
≥ 23 kgm²
+ 1,511
Karbohidrat
Contoh interpretasi pada salah seorang responden peneliti: Seorang responden dengan jenis kelamin perempuan , umur 53 tahun, ibu tersebut
memiliki berat badan dengan hasil IMT ≥ 23 kgm² dan karbohidrat yang
dikonsumsi melebihi dari kebutuhan karbohidrat berdasarkan kelompok umur dan jenis kelamin, maka peluang ibu tersebut untuk DM tipe 2 adalah:
y = - 2,284 +1,929
1
+1,511
1
y = 1,156, maka: p =
� �+�,�
−�,���
p = 0,84 + 1 p= 1 1,84
p= 0,54 Artinya Probabilitas peluang orang yang IMT
≥ 23 kgm² dan karbohidrat tidak baik untuk penyakit DM tipe 2 adalah sebesar 54 kali
dibanding dengan kontrol.
Universitas Sumatera Utara
BAB 5 PEMBAHASAN
5.1. Faktor Risiko yang Bisa Dimodifikasi
Fakor risiko yang diteliti dalam penelitian ini adalah IMT, hipertensi, aktivitas fisik, karbohidrat dan serat.
5.1.1. IMT
≥ 23 kgm²
Berdasarkan penelitian di RSU Hadrianus Sinaga Pangururan Samosir bahwa yang mengalami Diabetes Mellitus karena IMT
≥ 23 kgm² adalah 54 orang 78,3 sedangkan orang yang tidak menderita DM tetapi memiliki IMT
≥ 23 kgm² adalah 28 orang 40,6. Hasil uji statistik menunjukkan nilai p adalah
0,000 dimana p 0,05 yaitu ada pengaruh yang bermakna antara IMT ≥ 23 kgm²
terhadap Diabetes Mellitus. Nilai OR 5,2 95, CI: 2,49-11,2 hal ini berarti penderita DM tipe 2 kemungkinan IMT
≥ 23 kgm² 5,2 kali lebih besar dibandingkan dengan kelompok kontrol.
Hasil ini tidak sesuai dengan penelitian Hartati 2004 yang dilakukan di RSUD Tugurejo Semarang yaitu tidak ada pengaruh IMT dengan kejadian
Diabetes Mellitus Tipe 2 , dengan hasil p value 0,05. IMT
≥ 23 kgm² merupakan kelebihan lemak didalam tubuh, akibat dari kelebihan lemak orang masuk kriteria overweihgt kelebihan berat badan dan
obesitas, keadaan inilah yang memungkinkan terjadinya resistensi insulin, dimana
Universitas Sumatera Utara