STRATEGI PEMBELAJARAN TUTOR SEBAYA UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR MATEMATIKA ANAK BERKESULITAN BELAJAR KELAS IIIA SD NEGERI KEPATIHAN SURAKARTA TAHUN PELAJARAN 2010 2011

(1)

STRATEGI PEMBELAJARAN TUTOR SEBAYA UNTUK

MENINGKATKAN HASIL BELAJAR MATEMATIKA

ANAK BERKESULITAN BELAJAR KELAS IIIA

SD NEGERI KEPATIHAN SURAKARTA

TAHUN PELAJARAN 2010/2011

SKRIPSI

Oleh :

NUR AFIFAH

K5107028

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS SEBELAS MARET

SURAKARTA

2011


(2)

STRATEGI PEMBELAJARAN TUTOR SEBAYA UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR MATEMATIKA

ANAK BERKESULITAN BELAJAR KELAS IIIA SD NEGERI KEPATIHAN SURAKARTA

TAHUN PELAJARAN 2010/2011

Oleh :

NUR AFIFAH

K5107028

Skripsi

Ditulis dan diajukan untuk memenuhi syarat mendapatkan gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Pendidikan Khusus

Jurusan Ilmu Pendidikan

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS SEBELAS MARET

SURAKARTA

2011


(3)

(4)

(5)

ABSTRAK

Nur Afifah. STRATEGI PEMBELAJARAN TUTOR SEBAYA UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR MATEMATIKA ANAK BERKESULITAN BELAJAR KELAS IIIA SD NEGERI KEPATIHAN SURAKARTA TAHUN PELAJARAN 2010/2011. Skripsi, Surakarta: Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta. Maret. 2011.

Tujuan penelitian ini adalah untuk meningkatan Hasil Belajar Matematika Anak Berkesulitan Belajar melalui Strategi Pembelajaran Tutor Sebaya. Penelitian ini dilaksanakan di kelas IIIA SD Negeri Kepatihan Surakarta tahun pelajaran 2010/2011.

Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode penelitian tindakan kelas. Subjek yang digunakan dalam penelitian tindakan kelas ini berjumlah 5 siswa berkesulitan belajar terdiri atas 3 laki-laki dan 2 perempuan. Teknik pengumpulan data menggunakan teknik tes. Teknik analisis data yang digunakan adalah teknik analisis deskriptif kuantitatif.

Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa Penggunaan Strategi Pembelajaran Tutor Sebaya dalam Pembelajaran Matematika pokok bahasan Pecahan Sederhana dapat meningkatkan hasil belajar Matematika pada Anak Berkesulitan Belajar kelas IIIA SD Negeri Kepatihan Surakarta Tahun Pelajaran 2010/2011.


(6)

ABSTRACT

Nur Afifah.PEER TUTORING LEARNING STRATEGY TO IMPROVE THE MATHEMATICS LEARNING ACHIEVEMENT IN LEARNING DISABILITY IIIA GRADERS OF SD NEGERI KEPATIHAN SURAKARTA IN THE SCHOOL YEAR OF 2010/2011.Skripsi, Surakarta: Teacher Training and Education Faculty of Sebelas Maret University. March. 2011.

The objective of this research is to improve The Mathematics Learning Achievement In Learning Disability with Peer Tutoring Learning Strategy. This research was taken place in IIIA graders of SD Negeri Kepatihan Surakarta in the school year of 2010/2011.

This study employed classroom action research. The subjects of research in this classroom action research were 5 students with learning disability consisting of 3 boys and 2 girls. The method of data collection was technique test. The technique of analyzing data was a descriptive quantitative analysis.

Considering the result of research it can be concluded that the use of Peer Tutoring Learning Strategy in Simple Fraction Subject Matter of Mathematics Learning can improve the mathematics learning achievement in IIIA Graders with Learning Disability of SD Negeri Kepatihan Surakarta in the school year of 2010/2011.


(7)

MOTTO

Membina serta Meningkatkan Selendang Persaudaraan

(Bayu Wardhanu)


(8)

PERSEMBAHAN

Karya ini dipersembahkan untuk:

¾ Bapak dan Ibu tercinta yang telah memberikan segalanya, semoga Allah SWT memberikan kebaikan dan kemuliaan di dunia dan akhirat

¾ Mas Gita Setyawan Uma

¾ Kak Ari, Kak Intan, Kak Iyo, Kak Danang, Kak Ninda, Kak Arif

¾ Sahabatku Rahma, Christin, Winda, Ita

¾ Kak Maya dan semua saudaraku

¾ Rekan-rekan PPL di SLB E Bhina Putera: Anjar, Dhita, Maria, Dini, Aji, Abas

¾ Teman-teman PKh angkatan 2007


(9)

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas rahmat dan berkah-Nya skripsi ini akhirnya dapat diselesaikan, untuk memenuhi sebagian persyaratan mendapatkan gelar Sarjana Pendidikan.

Banyak hambatan yang menimbulkan kesulitan dalam penyelesaian penulisan skripsi ini, namun berkat bantuan dari berbagai pihak akhirnya kesulitan-kesulitan yang timbul dapat teratasi. Untuk itu atas segala bentuk bantuannya, disampaikan terima kasih kepada yang terhormat :

1. Prof. Dr. H. M. Furqon Hidayatulah, M.Pd, Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta, yang telah memberikan ijin penelitian guna menyusun skripsi ini

2. Prof. Dr. rer. nat. Sajidan, M.Si, Pembantu Dekan 1 Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta, yang telah memberikan ijin penelitian guna menyusun skripsi ini

3. Drs. Amir Fuady, M.Hum, Pembantu Dekan III Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta, yang telah memberikan ijin penelitian guna menyusun skripsi ini.

4. Drs. Rusdiana Indianto, M.Pd, Ketua Jurusan Ilmu Pendidikan FKIP UNS Surakarta, yang telah memberikan ijin penyusunan skripsi

5. Drs. Abdul Salim Choiri, M.Kes, Ketua Program Studi Pendidikan Khusus FKIP UNS yang telah memberikan ijin untuk menyusun skripsi

6. Drs. Gunarhadi, M.A, Ph.D, Pembimbing I yang dengan sabar telah memberikan pengarahan, bimbingan dan motivasi sehingga skripsi ini dapat terselesaikan

7. Sugini, M.Pd, Pembimbing II yang dengan sabar telah memberikan bimbingan, pengarahan dan dorongan selama penulis menyelesaikan skripsi ini

8. Drs. Sudakiem, M.Pd, pembimbing akademik yang telah memberikan bimbingan serta pengarahan


(10)

9. Marji Astuti, S.Pd, Kepala Sekolah SD Negeri Kepatihan Surakarta yang telah memberikan ijin penelitian

10.Jamiati, A.Ma, selaku Guru Kelas IIIA SD Negeri Kepatihan Surakarta yang selalu meluangkan waktu guna terselesaikannya penelitian

11.Dumadimarning,A.Ma. Pd, selaku Guru Kelas IIIB SD Negeri Kepatihan Surakarta yang telah membantu jalannya penelitian ini

12.Segenap Bapak/Ibu dosen Program Studi Pendidikan Khusus yang telah memberikan bekal ilmu pengetahuan, sehingga penulis mampu menyelesaikan penulisan skripsi ini

13.Berbagai pihak yang telah membantu penulis demi lancarnya penulisan skripsi ini yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu.

Penyusunan skripsi ini telah berusaha semaksimal mungkin, namun penulis menyadari bahwa skripsi ini masih terdapat kekurangan karena keterbatasan penulis. Dengan segala rendah hati penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun untuk menyempurnakan skripsi ini.

Penulis berharap semoga skripsi ini bermanfaat bagi perkembangan ilmu pengetahuan dan juga dunia pragmatika.

Surakarta, 10 Maret 2011


(11)

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PENGAJUAN ... ii

HALAMAN PERSETUJUAN ... iii

HALAMAN PENGESAHAN ... iv

ABSTRAK ... v

ABSTRACT... vi

HALAMAN MOTTO ... vii

HALAMAN PERSEMBAHAN ... viii

KATA PENGANTAR ... ix

DAFTAR ISI ... xi

DAFTAR TABEL ... xiv

DAFTAR BAGAN ... xv

DAFTAR GRAFIK ... xvi

DAFTAR LAMPIRAN ... xvii

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Rumusan Masalah ... 3

C. Tujuan Penelitian ... 3

D. Manfaat Hasil Penelitian ... 4

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS TINDAKAN A. Kajian Pustaka 1. Kajian tentang Anak Berkesulitan Belajar a. Pengertian Anak Berkesulitan Belajar ... 5

b. Karakteristik Anak Berkesulitan Belajar ... 8

c. Klasifikasi Anak Berkesulitan Belajar ... 12


(12)

e. Hambatan dan Kebutuhan Khusus Anak Berkesulitan

Belajar ... 23

2. Kajian tentang Hasil Belajar a. Pengertian Hasil Belajar ... 25

b. Faktor Pengaruh Strategi Pembelajaran ... 28

c. Hasil Belajar Anak Berkesulitan Belajar ... 29

3. Kajian tentang Strategi Pembelajarn Tutor Sebaya dalam Pembelajaran Matematika a. Pengertian Strategi Pembelajaran ... 30

b. Pengertian Tutor Sebaya ... 33

c. Pembelajaran Matematika ... 41

4. Strategi Pembelajaran Tutor Sebaya untuk Meningkatkan Hasil Belajar Matematika Anak Berkesulitan Belajar ... 48

B. Hasil-hasil Penelitian Sebelumnya ... 50

C. Kerangka Berfikir ... 51

D. Hipotesis Tindakan... 52

BAB III METODE PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian ... 53

B. Subjek Penelitian ... 55

C. Data dan Sumber Data ... 56

D. Teknik Pengumpulan Data ... 56

E. Uji Validitas ... 59

F. Teknik Analisis Data ... 61

G. Indikator Keberhasilan ... 61

H. Prosedur Penelitian ... 61

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Pelaksanaan Penelitian ... 63

B. Hasil Penelitian ... 71

C. Pembahasan ... 73

BAB V PENUTUP A. Simpulan ... 81


(13)

B. Implikasi ... 81

C. Saran ... 81

DAFTAR PUSTAKA ... 82


(14)

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 1. Jadwal penelitian dan waktu penelitian ... 55

Tabel 2. Rancangan Pelaksanaan Siklus ... 62

Tabel 3. Daftar Hasil Belajar Sementara Tutee (ABB) ... 64

Tabel 4. Daftar Hasil Belajar Sementara Tutor ... 65

Tabel 5. Daftar Hasil Belajar Siklus I ... 71

Tabel 6. Daftar Hasil Belajar Siklus II ... 72

Tabel 7. Daftar Hasil Belajar Siklus III ... 72

Tabel 8. Peningkatan Hasil Belajar Tutee (ABB) ... 73

Tabel 9. Peningkatan Hasil Belajar Siswa Ad ... 74

Tabel 10. Peningkatan Hasil Belajar Siswa Kn ... 75

Tabel 11. Peningkatan Hasil Belajar Siswa D ... 77

Tabel 12. Peningkatan Hasil Belajar Siswa Rk ... 78


(15)

DAFTAR BAGAN

Halaman Bagan 1. Peningkatan Hasil Belajar Siswa ... 48 Bagan 2. Kerangka Berfikir ... 52 Bagan 3. Skema Siklus Penelitian ... 62


(16)

DAFTAR GRAFIK

Halaman

Grafik 1. Siklus I ... 71

Grafik 2. Siklus II ... 72

Grafik 3. Siklus III ... 72

Grafik 4. Peningkatan Hasil Belajar Tutee (ABB) ... 73

Grafik 5. Peningkatan Hasil Belajar Siswa Ad ... 75

Grafik 6. Peningkatan Hasil Belajar Siswa Kn ... 76

Grafik 7. Peningkatan Hasil Belajar Siswa D ... 77

Grafik 8. Peningkatan Hasil Belajar Siswa Rk ... 78


(17)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran 1. KKM ... 87

Lampiran 2. Daftar kelompok tutorial ... 88

Lampiran 3. Kisi-kisi soal tes ... 89

Lampiran 4. Rencana Proses Pembelajaran (RPP) ... 91

Lampiran 5. Soal Evaluasi Siklus I ... 95

Lampiran 6. Soal Evaluasi Siklus II ... 101

Lampiran 7. Soal Evaluasi Siklus III ... 107

Lampiran 8. Kunci Jawaban Evaluasi Siklus I ... 113

Lampiran 9. Kunci Jawaban Evaluasi Siklus II ... 115

Lampiran 10. Kunci Jawaban Evaluasi Siklus III ... 117

Lampiran 11. Foto Kegiatan Penelitian ... 119

Lampiran 12. Permohonan ijin research / try out kepada rektor UNS di Surakarta... ... 123

Lampiran 13. Permohonan ijin menyusun skripsi kepada dekan c.q pembantu dekan 1 FKIP-UNS di Surakarta ... 124

Lampiran 14. Surat keputusan dekan FKIP tentang ijin penyusunan skripsi/ makalah ... 125

Lampiran 15. Surat kepada kepala sekolah SD Negeri Kepatihan untuk mengadakan research ... 126

Lampiran 16. Surat keterangan telah mengadakan research di SD Negeri Kepatihan Surakarta ... 127


(18)

commit to user

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Matematika merupakan mata pelajaran yang sangat diperlukan bagi kehidupan. Matematika berfungsi sebagai alat yang digunakan dalam berbagai ilmu dan kehidupan. Jika dicermati pada setiap aspek kehidupan manusia tidak lepas dari asas yang berlaku atau dipelajari dalam matematika dan pada gilirannya akan mempermudah dalam pemecahannya. Salah satu contohnya saat kita berbelanja di supermarket atau saat belajar mata pelajaran fisika pasti akan menemukan penggunaan simbol matematika. Penggunaan simbol yang bervariasi dan rumus yang beragam akan menuntut siswa untuk lebih berfikir menemukan cara bagaimana menguasai semua konsep dalam matematika. Begitu pentingnya mata pelajaran matematika untuk kehidupan, maka banyak dibuka Bimbingan Belajar khusus Matematika seperti kumon dan berbagai cara jitu untuk mempermudah penguasaan konsep matematika seperti jarimatika, sempoa, dsb.

Banyak siswa tidak suka dengan mata pelajaran matematika. Dari hasil pembagian angket pada siswa kelas 3 SD Negeri Kepatihan Surakarta menyatakan 70% tidak menyukai mata pelajaran matematika. Berbagai alasan siswa diantaranya adalah siswa menganggap matematika tidak bermanfaat karena matematika hanya berlaku dengan penyajian yang berbentuk angka-angka. Selain itu, siswa merasa bosan saat pembelajaran matematika berlangsung. Guru hanya menuntut siswa untuk tenang dan diam selama proses pembelajaran berlangsung sehingga tidak terjadi pola interaksi antara guru dan siswa.

Selain proses pembelajaran Matematika yang kurang menyenangkan, kemampuan siswa dalam memahami, mengerti, dan menganalisis suatu materi (khususnya matematika) sangat berbeda-beda sehingga menyebabkan hasil belajar matematika siswa rendah. Hasil kajian dokumen dan wawancara dengan guru kelas IIIA SD Negeri Kepatihan Surakarta, peneliti menemukan beberapa siswa dengan hasil belajar rendah serta tidak mencapai Kriteria Ketuntasan Minimal


(19)

(KKM). Bahkan ada siswa yang membutuhkan bantuan orang lain atau membutuhkan pelayanan khusus dalam proses pembelajaran untuk memahami suatu materi. Anak tersebut masuk di dalam kategori anak berkesulitan belajar. Anak berkesulitan belajar dapat ditemui pada kelas-kelas awal, salah satunya adalah kelas 3 SD. Seperti yang disaPSDLNDQ6XQDUGL³6HEDJLDQEHVDU dari siswa yang mengalami kesulitan dalam mengikuti pelajaran terdapat di kelas-kelas awal adalah anak secara pedagogis disebut Berkesulitan Belajar Spesifik DWDXVHULQJGLNHQDOGHQJDQ'LVIXQJVL 0LQLPDO2WDN´$QDk berkesulitan belajar dapat ditemui hampir di setiap sekolah, bahkan setiap kelas bisa dipastikan menemukan anak berkesulitan belajar.

Prevalensi anak berkesulitan belajar yang ditemukan mencapai 6,2% dari populasi yang ada. Hal tersebut merupakan hasil analisis berdasarkan penelitian yang dilakukan Sunardi di tahun 2000. Sedangkan Anton Sukarno (2006: 45) PHQ\HEXWNDQ ³SUHYDOHQVL VLVZD EHUNHVXOLWDQ EHODMDU GLSHUNLUDNDQ VHEHVDU HQDP EHODV GDUL SRSXODVL VLVZD VHNRODK´ 8QWXN PHQHQWXNDQ VLVZD WHUJRORQJ anak berkesulitan belajar dapat dengan cara melihat nilai atau hasil belajar dalam kurun waktu tertentu.

Alternatif yang dapat digunakan untuk meningkatkan hasil belajar matematika anak berkesulitan belajar adalah dengan mengubah strategi pembelajaran saat pembelajaran matematika berlangsung. Guru hanya perlu mengubah strategi yang awalnya ceramah menjadi strategi yang dapat menciptakan pola interaksi edukasi yang sesuai dengan kondisi yang ada. Salah satu cara yang bisa digunakan adalah dengan menerapkan strategi tutor sebaya. Tutor Sebaya merupakan salah satu strategi pembelajaran untuk membantu memenuhi kebutuhan peserta didik dengan pendekatan kooperatif, dimana terdapat rasa saling menghargai dan mengerti dibina diantara peserta didik yang bekerja sama sehingga Anak Berkesulitan Belajar dapat mengikuti pembelajaran dengan hasil belajar sesuai harapan.

Tutor Sebaya merupakan salah satu jenis pembelajaran kooperatif. Menurut Eggen dan Kauchak dalam Isjoni (2010: 10) mendefinisikan pembelajaran kooperatif sebagai sekumpulan strategi mengajar yang digunakan


(20)

guru agar siswa saling membantu dalam mempelajari sesuatu. Maheady, Harper dan Mallete menyebutkan Class-Wide Peer Tutoring (CWPT) adalah suatu strategi pembelajaran dimana siswa diajari oleh teman sebaya yang dilatih dan diawasi oleh guru kelas (Tina Diandani : 2009).

Dengan demikian, Tutor Sebaya sebagai strategi pembelajaran diharapkan dapat meningkatkan hasil belajar matematika Anak Berkesulitan Belajar. Dari penjelasan di atas, maka peneliti mengangkat penelitian yang berjudul ³Strategi Pembelajaran Tutor Sebaya Untuk Meningkatkan Hasil Belajar Matematika Anak Berkesulitan Belajar Kelas IIIA SD Negeri

Kepatihan Surakarta Tahun Pelajaran 2010/2011´

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan di atas, maka masalah pokok dalam penelitian tindakan kelas ini dapat dirumuskan sbb:

Apakah penggunaan Strategi Pembelajaran Tutor Sebaya dalam Pembelajaran Matematika di kelas IIIA SD Negeri Kepatihan Surakarta dapat meningkatkan Hasil Belajar Anak Berkesulitan Belajar?

C. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah:

Untuk meningkatkan Hasil Belajar Matematika Anak Berkesulitan Belajar melalui Strategi Pembelajaran Tutor Sebaya di kelas IIIA SD Negeri Kepatihan Surakarta tahun Pelajaran 2010/2011.

D. Manfaat Hasil Penelitian

Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah: 1. Manfaat teoritis


(21)

b.Untuk menambah pengetahuan dan informasi bagi guru maupun calon guru agar memperhatikan Strategi yang digunakan dalam pembelajaran sehingga dapat meningkatkan hasil belajar siswa.

c.Untuk menambah referensi kajian mengenai Anak Berkesulitan Belajar bagi perkembangan Ilmu Pendidikan pada umumnya dan Ilmu Pendidikan Khusus pada khususnya.

2. Manfaat praktis a. Bagi siswa:

1) Untuk menambah pengalaman variasi strategi dalam pembelajaran matematika di kelas IIIA SD Negeri Kepatihan Surakarta tahun pelajaran 2010/2011.

2) Untuk mencari solusi yang disesuaikan dengan kebutuhan siswa di kelas IIIA SD Negeri Kepatihan Surakarta tahun pelajaran 2010/2011. b. Bagi guru:

1) Untuk menambah pengalaman guru dan meningkatkan hasil belajar Matematika dengan Strategi Pembelajaran Tutor Sebaya.

2) Untuk meningkatkan kepedulian guru terhadap Anak Berkesulitan Belajar.


(22)

commit to user

BAB II

KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS TINDAKAN

A. Kajian Pustaka

1. Kajian tentang Anak Berkesulitan Belajar

a. Pengertian Anak Berkesulitan Belajar

3DGD XPXPQ\D ³NHVXOLWDQ´ PHUXSDNDQ VXDWX NRQGLVL WHUWHQWX \DQJ ditandai dengan adanya hambatan-hambatan dalam kegiatan mencapai tujuan, sehingga diperlukan usaha untuk mengatasinya. Anak yang mengalami kesulitan dalam kegiatan belajar sering disebut anak berkesulitan belajar.

³6HWLDSLQGLYLGXPHPDQJWLGDNDGD \DQJVDPD3HUEHGDDQLQGLYLGXDO ini pulalah yang menyebabkan perbedaan tingkah laku belajar di kalangan anak didik. Dalam keadaan di mana anak didik/ siswa tidak dapat belajar VHEDJDLPDQD PHVWLQ\D LWXODK \DQJ GLVHEXW GHQJDQ NHVXOLWDQ EHODMDU´ $EX Ahmadi dan Widodo Supriyono, 2004: 77)

Definisi kesulitan belajar khusus (specific learning disability) yang telah disetujui oleh pemerintah federasi adalah suatu gangguan pada satu atau lebih proses psikologi dasar yang meliputi pemahaman atau penggunaan bahas, lisan atau tulisan, yang dapat diwujudkan dengan kemampuan yang tidak sempurna dalam mendengar, berfikir, berbicara, membaca, menulis, mengeja, atau melakukan perhitungan matematis. (Smith, 2006: 75)

Namun, definisi Federal tersebut tidak dapat diterima begitu saja. National Joint Committee on Learning Disability (NJCLD), suatu kelompok yang terdiri dari perwakilan beberapa organisasi profesional, PHPSXEOLNDVLNDQ VXDWX GHILQLVL DOWHUQDWLI ³NHVXOLWDQ EHODMDU learning disability) adalah suatu istilah umum yang mengacu pada beragam kelompok gangguan yang terlihat pada kesulitan dalam menguasai dan menggunakan kemampuan mendengarkan, berbicara, membaca, menulis, berfikir, atau


(23)

Banyak pihak yang ingin mendefinisikan Anak Berkesulitan Belajar, salah satunya Balitbang Dikbud. Anak berkesulitan belajar didefinisikan sebagai anak yang secara nyata mengalami kesulitan dalam tugas-tugas akademik khusus maupun umum, baik disebabkan oleh adanya disfungsi neurologis, proses psikologis dasar maupun sebab-sebab lain sehingga prestasi EHODMDUQ\DUHQGDKGDQDQDNWHUVHEXWEHUHVLNRWLQJJLWLQJJDONHODV´ (Munawir Yusuf, 2005: 59)

/DLQ KDOQ\D GHQJDQ 0XO\DGL ³.HVXOLWDQ EHODMDU GDSDW diartikan sebagai suatu kondisi dalam suatu proses belajar yang ditandai adanya hambatan-hambatan tertentu untuk mencapai hasil belajar. Hambatan-hambatan ini mungkin disadari dan mungkin juga tidak disadari oleh orang yang mengalaminya, dan dapat bersifat sosiologis, psikologis, ataupun ILVLRORJLVGDODPNHVHOXUXKDQSURVHVEHODMDUQ\D´

Sedangkan Kamus Merriam Webster mendefinisikan anak berkesulitan belajar sebagai berikut:

"any of various conditions (as dyslexia) that interfere with an individual's ability to learn and so result in impaired functioning in language, reasoning, or academic skills and that are thought to be caused by difficulties in processing and integrating information" Public Law juga mendefinisikan kesulitan belajar (learning diabilities), sebagai gangguan dalam satu atau lebih dari proses psikologis dasar yang terlibat dalam memahami atau menggunakan bahasa lisan atau tertulis. Hasil gangguan tersebut dalam masalah dalam keterampilan tersebut dan kemampuan seperti mendengarkan, berpikir, berbicara, membaca, menulis, ejaan, atau melakukan perhitungan matematis.

Public Law, the Education for All Handicapped Childrend Act of 1975, provides the most widely used definition of a learning disability. Within this law, a learning disability is defined as the disorder in one or more of the basic psychological processes involved in understanding or in using spoken or written language. The disorder results in problems in such skills and abilities as listening, thinking, speaking, reading, writing, spelling, or doing mathematical calculations. (Strichart, Stephen dan Mangrum II, Charles., 1993: 1)


(24)

Smith dan Dowdy dalam Strichart, Stephen dan Mangrum II, Charles (1993: 1) menggambarkan ketidakmampuan belajar sebagai kegagalan pemecahan dalam urutan pengambilan informasi (input), membuat informasi (proses), dan menggunakan informasi (output). Siswa dengan ketidakmampuan belajar mungkin mengalami kerusakan pada suatu titik dalam urutan ini.

Tidak kurang dari 40 istilah dan 40 definisi untuk menjelaskan/ mengartikan istilah Anak Berkesulitan Belajar. Bahkan setiap istilah diartikan berbeda oleh setiap ahli, salah satunya Mulyadi (2010: 6-7) memilih beberapa istilah dan mendefinisikannya untuk menggambarkan kesulitan belajar mempunyai pengertian luas, diantaranya:

1) Learning Disorder (ketergangguan belajar)

Suatu keadaan yang dialami seseorang saat proses belajar mengajar, timbul gangguan karena respon yang bertentangan. Akibat dari gangguan tersebut adalah hasil belajar yang dicapai lebih rendah dari potensi yang dimiliki sehingga terganggunya prestasi belajar.

2) Learning Disabilities (ketidakmampuan belajar)

Suatu keadaan yang dialami seorang siswa menunjukkan ketidakmampuan dalam belajar bahkan menghindari belajar, sehingga hasil belajarnya di bawah potensi intelektualnya.

3) Learning Disfunction (ketidakfungsian belajar)

Suatu keadaan siswa yang menunjukkan gejala tidak berfungsinya proses belajar dengan baik meskipun pada dasarnya tidak ada tanda-tanda subnormalitas mental, gangguan alat indera, atau gangguan-gangguan psikologis lainnya.

4) Under Achiever (prestasi di bawah kemampuan)

Suatu keadaan siswa yang memiliki tingkat potensi intelektual di atas normal, tetapi prestasi belajarnya tergolong rendah.


(25)

Suatu keadaan siswa yang lambat dalam proses belajarnya sehingga membutuhkan waktu dibandingkan dengan murid yang lain yang memiliki taraf potensi intelektual yang sama.

Dalam penelitian Sunardi (2000: 70) kesulitan belajar merupakan istilah umum yang menunjuk kepada kelompok kelainan heterogen, ditandai dengan kesulitan penguasaan dan penggunaan kemampuan mendengar, berbicara, membaca, menulis, bernalar, dan berhitung. Kelainan ini bersifat instrinsik, diduga disebabkan oleh disfungsi sistem syaraf pusat dan bukan merupakan akibat langsung dari kecacatan lain ataupun dari faktor lingkungan meskipun terjadi secara bersamaan. Disebutkan pula bahwa anak berkesulitan belajar sebagian besar ditemukan di kelas-kelas awal/ kelas rendah.

Dari beberapa pengertian di atas, maka dapat penulis simpulkan anak berkesulitan belajar adalah suatu kondisi yang dialami siswa berupa hambatan dalam menerima pelajaran sehingga hasil belajar mereka rendah. Anak Berkesulitan belajar ini sering ditemui di kelas rendah ditandai dengan kesulitan dalam penggunaan kemampuan mendengar, berbicara, membaca, menulis, berfikir dan berhitung sehingga memerlukan usaha tertentu untuk mengatasinya.

b. Karakteristik Anak Berkesulitan Belajar

Karakteristik utama kesulitan belajar menurut Sunardi (2000: 70) DGDODK³DGDQ\DSHUEHGDDQPHQFRORNDQWDUDSRWHQVLGDQSUHVWDVL´'DODPKDO ini perbedaan antara hasil tes prestasi dengan hasil tes intelegensi.

Ada banyak ahli yang menyebutkan karakteristik siswa dengan ketidakmampuan belajar. Salah satunya Taylor, et al (2009: 99) menyebutkan ada 10 karakteristik umum yang tampak dari seorang anak berkesulitan belajar, diantaranya sebagai berikut:

1) Hiperaktif (hyperactivity)

2) Gangguan persepsi motorik (perceptual-motor impairments) 3) Emosi labil (emotional lability)


(26)

4) Lemah dalam mengoordinasi secara umum (general coordination deficits)

5) Gangguan pemusatan perhatian (disorder of attention) 6) Impulsif (impulsivity)

7) Gangguan berfikir dan mengingat (disorders of memory and thinking) 8) Kesulitan belajar spesifik (specific learning disabilities)

9) Gangguan wicara dan pendengaran (disorders of speech and hearing) 10)Tanda neorologi tampak samar (neurological signs)

Sedangkan Munawir Yusuf (2005: 43) menyebutkan beberapa karakteristik Anak Berkesulitan Belajar dilihat dari gejala yang tampak, sebagai berikut:

1) Tidak dapat mengikuti proses pembelajaran seperti teman yang lain 2) Sering terlambat bahkan tidak mau menyelesaikan tugas

3) Menghindari tugas-tugas yang agak berat

4) Ceroboh dan kurang teliti dalam menyelesaikan tugas khususnya 5) Acuh tak acuh atau masa bodoh

6) Menampakkan semangat belajar rendah 7) Tidak mampu berkonsentrasi

8) Perhatian terhadap suatu objek singkat 9) Suka menyendiri, sulit menyesuaikan diri 10)Murung

11)Suka memberontak, agresif 12)Hasil belajar rendah

Berbeda lagi dengan Anton Sukarno (2006: 75) ia mengatakan karakteristik kesulitan belajar tampak pada beberapa symtom diantaranya sebagai berikut:

1) Gangguan perhatian: hiperaktif dan mudah beralih perhatian

2) Ketidakmampuan menentukan strategi untuk belajar dan mengorganisasikan belajar


(27)

3) Lemah dalam kemampuan gerak: antara koordinasi gerakan baik dan kasar serta persoalan spasial

4) Permasalahan persepsi: perbedaan stimulus pendengaran, penglihatan, closure dan cequensi pendengaran dan penglihatan

5) Kesulitan bahasa lisan, pendengaran dan kemampuan linguistik

6) Kesulitan membaca: pengkodean, keterampilan dasar membaca dan membaca komprehensif

7) Kesulitan menulis: mengeja, mengarang

8) Kesulitan matematika dalam berhitung, menentukan waktu dan ruang 9) Tingkah laku sosial yang kurang pantas, seperti: persepsi sosial dan

tingkah laku emosi

Beberapa penjelasan tentang karakteristik Anak Berkesulitan Belajar belum dapat diterapkan pada seluruh anak yang teridentifikasi sebagai anak berkesulitan belajar karena aspek perkembangan. Karakteristik Anak Berkesulitan Belajar menurut Sutjihati Somantri (2007: 200-201) dikelompokkan menjadi 4 berdasarkan aspek perkembangan, diantaranya:

1) Aspek kognitif

Masalah-masalah kemampuan bicara, membaca, menulis, mendengarkan, berpikir, dan matematis semuanya merupakan penekanan terhadap aspek akademik atau kognitif. Tidak jarang anak yang mengalami kesulitan membaca menunjukan kemampuan berhitung yang tinggi. Hal tersebut membuktikan bahwa anak berkesulitan belajar memiliki kemampuan kognitif yang normal, akan tetapi kemampuan tersebut tidak berfungsi secara optimal sehingga terjadi keterbelakangan akademik yakni terjadinya kesenjangan antara apa yang mestinya dilakukan anak dengan apa yang dicapainya secara nyata.

2) Aspek bahasa

Masalah bahasa anak berkesulitan belajar menyangkut bahasa reseptif maupun ekspresif. Bahasa reseptif adalah kecakapan menerima dan


(28)

memahami bahasa. Sedangkan bahasa ekspresif adalah kemampuan mengekspresikan diri secara verbal. Di dalam proses belajar kemampuan berbahasa merupakan alat untuk memahami dan menyatakan pikiran.

3) Aspek motorik

Masalah motorik anak berkesulitan belajar biasanya menyangkut keterampilan motorik-perseptual yang diperlukan untuk mengembangkan keterampilan meniru pola. Kemampuan ini sangat diperlukan untuk menggambar, menulis atau menggunakan gunting. Keterampilan tersebut sangat memerlukan koordinasi yang baik antara tangan dan mata yang dalam banyak hal koordinasi tersebut tidak dimiliki anak berkesulitan belajar.

4) Aspek sosial dan emosi

Terdapat 2 karakteristik sosial-emosional anak berkesulitan belajar ialah: kelabilan emosional dan ke-impulsif-an. Kelabilan emosional ditunjukakan oleh sering berubahnya suasana hati dan temperamen. Ke-impulsif-an merujuk kepada lemahnya pengendalian terhadap dorongan-dorongan untuk berbuat sesuatu.

Meskipun belum ada kesepakatan dalam merumuskan karakteristik anak berkesulitan belajar, penulis dapat menyimpulkan dari beberapa pandangan menurut para ahli bahwa karakteristik anak berkesulitan belajar sebagai berikut:

1) Mengalami gangguan pemusatan perhatian (perhatian terhadap satu objek singkat)

2) Mengalami gangguan dalam berfikir dan mengingat 3) Mengalami gangguan dalam emosi

4) Hiperaktif dan impulsif

5) Mengalami kesulitan belajar spesifik seperti membaca, menulis dan berhitung


(29)

7) Terlambat bahkan tidak menyelesaikan tugas 8) Sering menghindari tugas

9) Ceroboh dan kurang teliti 10)Hasil belajar rendah

c. Klasifikasi Anak Berkesulitan Belajar

Munawir Yusuf (2005: 58) kembali mengelompokkan Anak Berkesulitan Belajar berdasarkan faktor penyebab menjadi 4 jenis diantaranya:

1) Anak yang sebenarnya IQ nya rata-rata atau di atas rata-rata tetapi hasil belajarnya rendah karena faktor eksternal, disebut sebagai anak yang mengalami hambatan belajar

2) Anak yang sebenarnya IQ nya rata-rata atau di atas rata-rata tetapi mengalami kesulitan dalam bidang akademik tertentu (misal: membaca, menulis, berhitung) tidak seluruh mata pelajaran, diduga karena faktor neurologis, disebut sebagai anak yang mengalami kesulitan belajar spesifik

3) Anak yang prestasi belajarnya rendah tetapi IQ nya sedikit di bawah rata-rata disebut dengan anak lamban belajar

4) Anak yang prestasi belajarnya rendah disertai adanya hambatan-hambatan komunikasi sosial, sedangkan IQ nya jauh di bawah rata-rata disebut retardasi mental atau tunagrahita

Sutjihati Somantri (2007: 202-205) juga mengklasifikasikan Anak Berkesulitan Belajar berdasarkan sebab-sebab kesulitan belajar akan tetapi sedikit berbeda dengan pendapat Yusuf diantaranya sebagai berikut:

1) Minimal Brain Dysfunction (ketidakfungsian otak secara minimal) Merupakan kondisi gangguan syaraf minimal yang dialami anak menunjukkan pada kesulitan dalam persepsi, konseptualisasi, bahasa, memori, pengendalian perhatian, impulsive (dorongan), fungsi motorik. Dengan kondisi yang dialami anak tersebut menyebabkan anak mengalami kesulitan belajar.


(30)

2) Aphasia

Merupakan kondisi yang dialami anak dalam penguasaan bahasa. Sering dilihat (didengar) anak gagal menguasai ucapan-ucapan bahasa yang bermakna pada usia sekitar 3 tahun. Kegagalan bicara tersebut dapat dikarenakan dari faktor ketulian, keterbelakangan mental, gangguan organ bicara atau faktor lingkungan.

3) Dyslexia

Merupakan kondisi yang dialami anak dalam kecakapan membaca. Disleksia atau ketidakcakapan membaca adalah jenis lain gangguan belajar.

4) Kelemahan Perseptual/ perseptual motorik

Merupakan kondisi anak yang mengalami kesulitan dalam menyatakan ide.

Sedangkan Abu Ahmadi dan Widodo Supriyono, (2004: 78) mengklasifikasi anak berkesulitan belajar menjadi empat macam, yaitu sebagai berikut:

1) Dilihat dari jenis kesulitan belajar a) berat

b) sedang

2) Dilihat dari bidang studi yang dipelajari a) sebagian bidang studi

b) seluruh bidang studi 3) Dilihat dari sifat kesulitannya

a) bersifat permanen b) bersifat sementara

4) Dilihat dari segi faktor penyebabnya a) Faktor intelegensi


(31)

Secara garis besar, Mulyono Abdurrahman (2003: 11) dan Munawir Yusuf (2005: 60-66) mengklasifikasikan kesulitan belajar ke dalam dua kelompok, yaitu:

1) Kesulitan belajar yang berhubungan dengan perkembangan (developmental learning disabilities). Mencakup:

a) Gangguan perkembangan motorik dan persepsi b) Gangguan perkembangan bahasa dan komunikasi c) Gangguan penyesuaian perilaku sosial

d) Kesulitan belajar kognitif

2) Kesulitan belajar akademik (academic learning disabilities). Menunjuk kepada adanya kegagalan-kegagalan pencapaian prestasi akademik sesuai dengan kapasitas yang diharapkan. Kesulitan belajar jenis ini sangat berkaitan erat dengan mata pelajaran yang didapat di bangku sekolah. Meskipun sekolah mengajarkan berbagai mata pelajaran atau bidang studi, klasifikasi kesulitan belajar akademik tidak dikaitkan dengan semua mata pelajaran atau bidang studi tersebut. Berbagai literatur yang mengkaji kesulitan belajar hanya menyebutkan tiga jenis kesulitan belajar akademik sebagai berikut: a) Kesulitan belajar membaca (Disleksia)

Kesulitan belajar membaca sering disebut disleksia. Jamila Muhammad (2008: 140) mengemukakan anak penderita disleksia adalah anak yang menghadapi kesulitan dalam membaca, menulis dan mengeja. Sedangkan menurut Gearheart dalam Shodig (tanpa WDKXQ ³GLVOHNVLD PHUXSDNDQ NHVXOLWDQ PHPEDFD EHUDW \DQJ disertai oleh gangguan persepsi visual dan problem-problem dalam PHQXOLV´ 0HQXUXt Le Fanu, James (2006: 53) disleksia terjadi pada 5 sampai 10 persen dari seluruh anak di dunia dan cenderung dialami oleh anak laki-laki dibandingkan dengan anak perempuan. Anak yang mengalami disleksia menurut Le Fanu, James (2006: 53) dan Shodig (tanpa tahun: 5) akan menunjukkan tanda-tanda sebagai berikut:


(32)

(1)Membaca dengan amat sangat lambat dan terkesan tidak yakin atas apa yang ia ucapkan;

(2)Menggunakan jarinya untuk mengikuti pandangan matanya yang beranjak dari satu teks ke teks berikutnya;

(3)Melewatkan beberapa suku kata, kata, frasa atau bahkan baris-baris dalam teks;

(4)Menambahkan kata-kata atau frasa-frasa yang tidak ada dalam teks yang dibaca;

(5)Membolak-balik susunan huruf atau suku kata dengan memasukkan huruf-huruf lain;

(6)Salah melafalkan kata-kata yang sedang ia baca, walaupun kata-kata tersebut sudah akrab;

(7)Mengganti suku kata dengan kata lainnya, sekalipun kata yang diganti tidak memiliki arti yang penting dalam teks yang dibaca;

(8)Membuat kata-kata sendiri yang tidak mempunyai arti; (9)Mengabaikan tanda-tanda baca.

Sedangkan menurut Ott dalam Jamila Muhammad (2008: 142) menguraikan ciri-ciri disleksia:

(1)Perkembangan penuturan dan bahasa lambat (2)Kemampuan mengeja lemah

(3)Kemampuan membaca lemah

(4)Keliru membedakan kata yang hampir sama (5)Sulit mengikuti arahan

(6)Sulit dalam menyalin tulisan (7)Sulit mengeja dengan benar

(8)Sering melupakan huruf yang ada pada awal kata (9)Sering menambah huruf pada akhir kata

(10) Bermasalah dalam penyusunan huruf (11) Sulit untuk memahami perkataan


(33)

(12) Daya ingat lemah

(13) Sulit membuat abstraksi terhadap suatu kata

(14) Selalu menggerakkan tangan dengan terlampau cepat (15) Lambat dalam menulis

(16) Tulisan buruk dan sulit dibaca (17) Koordinasi lemah

(18) Sulit memegang pensil dengan benar b) Kesulitan belajar menulis (Disgrafia)

Kesulitan belajar menulis disebut juga disgrafia. Menurut Jamila Muhammad (2008: 137) disgrafia adalah masalah pembelajaran spesifik yang berdampak terhadap kesulitan dalam menyampaikan hal yang ada dalam pikiran dalam bentuk tulisan, yang akhirnya menyebabkan tulisannya menjadi buruk. Tanda-tanda anak yang mengalami masalah disgrafia:

(1)Anak-anak dapat berkomunikasi dengan baik tetapi menghadapi masalah dalam kemampuan menulis

(2)Menggunakan tanda baca yang tidak benar, ejaan yang salah, mengulang kalimat atau perkataan yang sama

(3)Salah dalam mengartikan pertanyaan yang diberikan (4)Sulit menulis nomor menurut urutannya

(5)Tidak konsisten dalam membuat tulisan yang berfariasi dalam kemiringan huruf dan ukuran tulisan

(6)Kalimat atau kata tidak ditulis lengkap dan sering terdapat huruf atau kata yang terlewat

(7)Garis dan batas halaman kertas tidak sama antara satu halaman dengan halaman yang lain

(8)Jarak antar kata tidak konsisten

(9)Menggenggam alat tulis dengan sangat erat (10) Sering bicara sendiri saat menulis

(11) Selalu memperhatikan tangan jika sedang menulis (12) Lambat dalam menulis


(34)

c) Kesulitan belajar menghitung (Diskalkulia)

Kesulitan belajar berhitung disebut juga diskalkulia. Masalah diskalkulia menurut Jamila Muhammad (2008: 134) adalah masalah yang memberi dampak terhadap operasi penghitungan dalam matematika. Mereka mengalami kelemahan dalam proses pengamatan dan mengingat fakta dan rumus untuk menyelesaikan perhitungan matematika. Tanda-tanda diskalkulia menurut Jamila Muhammad (2008: 134) adalah:

(1)Sulit menyusun nomer berdasarkan orientasi ruang dan tidak bisa membedakan antara kiri dan kanan

(2)Sulit memahami konsep matematika dalam kalimat (3)Keliru mengenali yang bentuknya hampir sama (4)Mengalami masalah dalam menggunakan kalkulator

(5)Tidak mengalami masalah dalam membaca dan biasanya pintar dalam mata pelajaran ilmu pasti dan seni

(6)Sulit mengingat dan memahami konsep waktu dan arah (7)Sulit untuk mengingat nama orang lain

(8)Kemampuan matematika rendah dan memiliki kesulitan dalam aktifitas yang berhubungan dengan penghitungan uang

(9)Tidak dapat mengingat konsep matematika, seperti rumus dan faktor dasar dalam operasi hitung matematika

Sedangkan menurut Lerner dalam Mulyono Abdurrahman (2003: 259-262) kekeliruan umum yang dilakukan oleh anak berkesulitan belajar matematika adalah:

(1)Kekurangan pemahaman tentang simbol

Kondisi ini dialami anak saat mengahadapi soal seperti

« «atau «í4=7. Kesulitan semacam ini umum

karena anak tidak memahami simbol-simbol seperti sama GHQJDQ WLGDNVDPDGHQJDQWDPEDKNXUDQJíGDQ sebagainya.


(35)

(2)Nilai tempat

Anak belum memahami nilai tempat seperti satuan, puluhan, ratusan, dan seterusnya. Ketidakpahaman tentang nilai tempat akan semakin mempersulit anak jika anak berhadapan dengan lambang bilangan basis bukan sepuluh.

(3)Penggunaan proses yang kelir

Kekeliruan dalam penggunaan proses perhitungan dapat dilihat pada:

(a) Mempertukarkan simbol-simbol

(b) Jumlah satuan dan puluhan ditulis tanpa memperhatikan nilai tempat

(c) Semua digit ditambahkan bersama

(d) Digit ditambahkan dari kiri ke kanan dan tidak memperhatikan nilai tempat

(e) Dalam menjumlahkan puluhan digabungkan dengan satuan

(f) Bilangan yang besar dikurangai bilangan yang kecil tanpa memperhatikan nilai tempat

(g) Bilangan yang telah dipinjam nilai tempatnya (4)Perhitungan

Anak yang belum mengenal dengan baik konsep perkalian tetapi akan mencoba menghafalkan perkalian maka timbul kekeliruan jika hafalannya salah.

(5)Tulisan yang tidak terbaca

Ada anak yang tidak dapat membaca tulisannya sendiri karena bentuk tulisan yang tidak tepat atau tidak lurus mengikuti garis akibatnya anak mengalami kekeliruan karena tidak mampu lagi membaca tulisannya sendiri.


(36)

d. Faktor Penyebab Anak Bekesulitan Belajar

Menentukan penyebab kesulitan belajar tidaklah mudah karena memiliki parameter yang sangat luas. Penyebab yang paling sering dikenal dan diteliti saat ini dapat dikelompokkan menjadi 3 neurologi, genetik, dan faktor penyebab lingkungan (Taylor, et al 2009: 98).

Lask dan Reber dalam Muhibbin Syah (2009: 186) menyebutkan kesulitan belajar siswa tidak hanya disebabkan oleh minimal brain disfungsi, yaitu gangguan ringan pada otak melainkan masih banyak penyebab lainnya. Abu Ahmadi dan Widodo Supriyono (2004: 77) juga menyebutkan bahwa kesulitan belajar tidak selalu disebabkan karena faktor intelegensi yang rendah (kelainan mental), akan tetapi dapat juga disebabkan oleh faktor-faktor non-intelegensi, dengan kata lain IQ tinggi belum tentu menjamin keberhasilan.

Ada beberapa faktor menurut Munawir Yusuf (2005: 44-51) yang menjadi penyebab anak mengalami problem belajar. Secara umum dijelaskan sebagai berikut: (digolongkan menjadi faktor perbedaan individual)

1) Perbedaan tingkat kecerdasan

Perbedaan tingkat kecerdasan yang dapat dilihat dari IQ dengan standart pengukuran dan alat ukur tertentu

2) Perbedaan kreativitas

Seperti halnya kecerdasan (IQ), kreativitas juga dapat diukur dengan menggunakan tes tertentu

3) Perbedaan kelainan atau cacat fisik

Kelainan atau cacat fisik dapat menyebabkan anak menjadi kesulitan belajar.

4) Perbedaan kebutuhan khusus

Setiap anak yang memiliki kebutuhan khusus sering kali juga mengalami kesulitan dalam belajar.

5) Perbedaan pertumbuhan dan perkembangan kognisi

Perbedaan pertumbuhan dan perkembangan kognisi dapat dilihat dari hasil belajar siswa.


(37)

Perbedaan ekonomi dan budaya seseorang dapat menyebabkan anak mengalami kesulitan belajar.

Sedangkan menurut Muhibbin Syah (2009: 184-185) anak yang mengalami kesulitan belajar berawal dari keterabaiannya anak yang termasuk kategori di luar rata-rata. Penyelenggaraan pendidikan di sekolah-sekolah pada umumnya hanya ditujukan kepada para siswa yang berkemampuan rata-rata, sehingga siswa yang berkemampuan kurang menjadi terabaikan. Dengan demikian, siswa-VLVZD\DQJEHUNDWHJRUL³GLOXDUUDWD-UDWD´LWXWLGDNPHQGDSDW kesempatan yang memadai untuk berkembang sesuai dengan kapasitasnya. Dari sini kemudian muncul anak berkesulitan belajar yang tidak hanya menimpa siswa berkemampuan rendah saja, tetapi juga dialami oleh siswa yang berkemampuan tinggi juga. Berikut ini faktor-faktor tertentu yang menjadi penyebab terhambatnya pencapaian kinerja akademik sesuai harapan.

1) Faktor Intern Siswa

Faktor intern siswa yaitu keadaan yang muncul dari dalam diri siswa sendiri, meliputi gangguan psiko-fisik siswa diantaranya:

a) Bersifat kognitif (ranah cipta), antara lain seperti rendahnya kapasitas intelektual/ intelegensi siswa

b) Bersifat afektif (ranah rasa), antara lain seperti labilnya emosi dan sikap

c) Bersifat psikomotor (ranah karsa), antara lain seperti tergangguanya alat-alat indera pengelihat dan pendengar

2) Faktor Ekstern Siswa

Faktor ekstern siswa yaitu keadaan yang datang dari luar diri siswa meliputi semua situasi dan kondisi lingkungan sekitar yang tidak mendukung aktivitas belajar siswa, diantaranya:

a) Lingkungan keluarga, contohnya ketidakharmonisan hubungan antara ayah dan ibu dan rendahnya kehidupan ekonomi keluarga b) Lingkungan masyarakat, contohnya wilayah perkampungan kumuh


(38)

c) Lingkungan sekolah, contohnya kondisi dan letak gedung sekolah yang buruk (dekat pasar) dan kondisi guru serta alat-alat belajar yang berkualitas rendah.

Faktor tersebut merupakan faktor umum, sedangkan faktor khusus menurut Reber dalam Muhibbin Syah (2009: 186) berupa sindrom psikologis learning disability (ketidakmampuan belajar). Sindrom (syndrome) yang berarti satuan gejala yang muncul sebagai indikator adanya keabnormalan psikis yang menimbulkan kesulitan belajar disleksia, disgrafia, dan diskalkulia.

Abu Ahmadi dan Widodo Supriyono (2004: 78-79) juga menggolongkan faktor-faktor penyebab kesulitan belajar ke dalam dua golongan, yaitu faktor intern dan faktor ekstern. Akan tetapi berbeda penjelasan dengan apa yang dikemukakan Syah diatas. Antara lain sebagai berikut:

1) Faktor intern, merupakan faktor yang muncul dari dalam diri manusia itu sendiri yang meliputi:

a) Faktor fisiologis, yang disebabkan oleh kondisi fisik. Seperti : sakit, kurang sehat, dan cacat tubuh

b) Faktor psikologis, yang disebabkan karena rohani seseorang. Seperti: intelegensi, bakat, minat, motivasi, kesehatan mental, dan tipe khusus siswa.

2) Faktor ekstern, merupakan faktor yang muncul dari luar manusia, meliputi:

a) Faktor-faktor non-sosial (1) Keluarga

(a) Orang tua: cara mendidik anak, Hubungan anak-orang tua, contoh dan bimbingan dari oran tua

(b)Suasana rumah (c) Ekonomi keluarga (2) Sekolah


(39)

(a) Guru: pemilihan strategi dan metode pembelajaran (b)Fasilitas sekolah

(c) Kondisi gedung (d)Kurikulum

(e) Waktu dan tingkat kedisiplinan sekolah b) Faktor-faktor sosial

(1) Mass Media: bioskop, TV, surat kabar, majalah, komik, dsb (2) Lingkungan Sosial: pemilihan teman bergaul, tetangga, dan

aktifitas masyarakat

Sedangkan menurut Mulyono Abdurrahman (2003: 13) faktor penyebab kesulitan belajar (learning disabilities) adalah faktor internal dan faktor eksternal.

1) Faktor internal, yaitu kemungkinan adanya disfungsi neurologis 2) Faktor eksternal, diantaranya:

a) kekeliruan/ ketidaktepatan guru dalam pemilihan strategi pembelajaran

b) pengelolaan kegiatan belajar yang tidak membangkitkan motivasi belajar anak, dan

c) pemberian penguatan (reinforcement) yang tidak tepat

Akan tetapi, Mulyono Abdurrahman menegaskan bahwa penyebab utama kesulitan belajar datang dari faktor eksternal.

Lain halnya yang disampaikan oleh Anton Sukarno (2006: 85-87) menyebutkan ada empat faktor yang menyebabkan anak mengalami kesulitan belajar. Faktor-faktor tersebut adalah:

1) Neurologis

Bermacam-macam faktor dapat menyebabkan kerusakan syaraf sehingga menimbulkan kesulitan belajar. Kerusakan disebabkan oleh beberapa hal yaitu: posisi janin yang tidak normal, anoxia (kekurangan oksigen), infeksi dan luka di otak.


(40)

2) Hambatan Kematangan (maturation delay) 3) Genetik

Abnormalisasi genetik yang diwariskan oleh orang tua kepada anak merupakan salah satu faktor penyebab terjadinya kesulitan belajar. 4) Lingkungan

Dari beberapa faktor penyebab yang telah disebutkan di atas, dapat penulis simpulkan bahwa faktor penyebab anak berkesulitan belajar dibagi menjadi dua yaitu: faktor internal yang datang dari diri individu anak sendiri salah satunya disfungsi minimal otak dan faktor eksternal yang datang dari luar atau lingkungan contohnya keluarga.

e. Hambatan dan Kebutuhan Khusus Anak Berkesulitan Belajar

National Joint Committe on Learning Disabilities (NJCLD) dalam Mulyono Abdurrahman (2003: 7) menetapkan bahwa Hambatan Perkembangan Belajar adalah

³VXDWX LVWLODK XPXP \DQJ EHUNHQDDQ GHQJDQ KDPEDWDQ SDGD NHORPSRN KHWHURJHQ

yang benar-benar mengalami kesulitan dalam memahami dan menggunakan

NHPDPSXDQSHQGHQJDUDQELFDUDPHPEDFDPHQXOLVEHUILNLUDWDXPDWHPDWLN´

Menurut Mulyadi (2010: 8) dalam bukunya Diagnosis Kesulitan Belajar menyebutkan hambatan pada anak berkesulitan belajar dapat ditunjukkan dan dilihat dari tingkah laku. Tingkah laku yang dimaksud dalam proses pembelajaran baik langsung maupun tidak langsung. Ciri-ciri tingkah laku yang merupakan pernyataan menifestasi gejala kesulitan belajar antara lain:

1) Menunjukkan hasil belajar rendah di bawah rata-rata nilai yang dicapai oleh kelompokknya atau di bawah potensi yang dimiliki.

2) Hasil yang dicapai tidak seimbang dengan usaha yang telah dilakukan. Mungkin ada murid yang sudah berusaha untuk belajar dengan giat, tetapi nilai yang dicapainya selalu rendah.


(41)

3) Lambat dalam melakukan tugas-tugas kegiatan belajar. Selalu tertinggal dari teman-temannya dalam meyelesaikan tugas sesuai dengan waktu yang ditentukan.

4) Menunjukkan sikap yang kurang wajar seperti: acuh tak acuh, menentang, berpura-pura, dusta, dsb.

5) Menunjukkan tingkah laku yang kurang wajar seperti: membolos, datang terlambat, tidak mengerjakan pekerjaan rumah, mengganggu di dalam maupun di luar kelas, tidak mau mencatat pelajaran, tidak tertib dalam kegiatan belajar-mengajar, mengasingkan diri, tidak mau bekerjasama, dsb.

6) Menunjukkan gelaja emosional yang kurang wajar seperti: pemurung, mudah tersinggung, pemarah, kurang gembira, tidak sedih dan menyesal dalam menghadapi nilai rendah, dsb.

Sedangkan Smith, D. J (2006: 80) menyebutkan masalah-masalah yang ditemukan pada anak berkesulitan belajar sebagai berikut:

1) Masalah bahasa (language problem)

2) Masalah perhatian dan aktifitas (attention and activity problem) 3) Masalah ingatan (memory problem)

4) Masalah kognitif (cognitive problem)

5) Masalah sosial emosi (social and emotional problem)

Dari beberapa penjelasan di atas, dapat penulis simpulkan bahwa Anak berkesulitan belajar memiliki banyak hambatan khususnya dalam proses pembelajaran diantaranya sebagai berikut:

1) Hambatan dalam memahami dan menggunakan kemampuan mendengar, berbicara, membaca, menulis, berfikir atau berhitung. 2) Hambatan dalam berbahasa, perhatian, mengingat, kognitif, sosial


(42)

3) Hambatan yang ditunjukkan dengan hasil belajar rendah, lambat dalam menyelesaikan tugas, menunjukkan sikap, tingkah laku dan emosi yang tidak wajar.

2. Kajian tentang Hasil Belajar

a. Pengertian Hasil Belajar 1) Pengertian Belajar

%HODMDU PHQXUXW 6ODPHWR GLGHILQLVLNDQ VHEDJDL ³6XDWX proses yang dilakukan individu untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku secara keseluruhan, sebagai hasil pengalaman individu itu VHQGLULGDODPLQWHUDNVLGHQJDQOLQJNXQJDQ´

Pandangan Skinner tentang belajar dalam Dimyati dan Mujiono (2009: 9) adalah suatu perilaku. Pada saat orang belajar, maka responsnya menjadi lebih baik. Sebaliknya, bila ia tidak belajar maka responsnya menurun. Dalam belajar ditemukan adanya hal berikut:

a) Kesempatan terjadinya peristiwa yang menimbulkan respons pebelajar

b) Respons si pebelajar, dan

c) Konsekuensi yang bersifat menguatkan konsekuensi tersebut. Sedangkan pengertian belajar menurut Gagne masih dalam Dimyati dan Mujiono (2009: 10) merupakan kegiatan yang kompleks. Belajar terdiri atas 3 komponen penting, yaitu: kondisi eksternal, kondisi internal, dan hasil belajar. Dan terdiri atas 3 tahap yang meliputi 9 fase. Tahapan tersebut diantaranya:

a) Persiapan untuk belajar

b) Pemerolehan dan unjuk perbuatan (performansi) c) Alih belajar

Tak ketinggalan, Piaget juga mengartikan belajar sebagai pengetahuan yang dibentuk oleh individu. Sebab individu melakukan


(43)

interaksi terus-menerus dengan lingkungan. Lingkungan tersebut mengalami perubahan. Dengan adanya interaksi dengan lingkungan maka fungsi intelek semakin berkembang. (Dimyati dan Mujiono, 2009: 9)

Menurut Aunurrahman (2009: 33) belajar merupakan sebagian besar aktivitas di dalam kehidupan sehari-hari. Dalam bukunya menyebutkan pengertian belajar dari beberapa ahli sebagai berikut:

a) Burton merumuskan belajar sebagai perubahan tingkah laku pada diri individu berkat adanya interaksi antara individu dengan individu dan individu dengan lingkungannya.

b) H.C. Witherington mengemukakan bahwa belajar adalah suatu perubahan di dalam kepribadian yang menyatakan diri sebagai suatu pola baru dari reaksi berupa kecakapan, sikap, kebiasaan, kepribadian atau pengertian.

c) James O. Whittaker mengemukakan belajar adalah proses dimana tingkah laku ditimbulkan atau diubah melalui latihan atau pengalaman.

d) Abdillah berpendapat bahwa belajar adalah suatu usaha sadar yang dilakukan oleh individu dalam perubahan tingkah laku baik melalui latihan dan pengalaman yang menyangkut aspek-aspek kognitif, afektif dan psikomotirik untuk memperoleh tujuan tertentu.

Lain halnya dengan Syaiful Bahri dan Azwan Zain (2002: 13) yang PHQGHILQLVLNDQ EHODMDU VHEDJDL ³VHUDQJNDLDQ NHJiatan jiwa raga untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku sebagai hasil dari pengalaman individu dalam interaksi dengan lingkungannya yang menyangkut NRJQLWLIDIHNWLIGDQSVLNRPRWRU´

Dari beberapa pengertian belajar di atas, dapat penulis simpulkan bahwa belajar merupakan kegiatan sehari-hari yang mempunyai tahapan-tahapan tersendiri dilakukan dengan sadar sehingga terjadi perubahan tingkah laku yang merupakan hasil interaksi diri sendiri dengan lingkungannya.


(44)

2) Pengertian Hasil Belajar

Kegiatan yang dilakukan seseorang dengan sadar sehingga menimbulkan perubahan tingkah laku disebut belajar. Dalam segi pendidikan, perubahan tingkah laku tersebut salah satunya adalah nilai, merupakan hasil belajar yang dicapai setelah proses pembelajaran.

Seperti halnya yang disampaikan oleh Herman Panoe (2007: 725) menyebutkan pengertian dari beberapa ahli, seperti:

a) Dick dan Reiser, Gronlund dalam menyatakan bahwa hasil belajar adalah sejumlah kemampuan yang dimiliki siswa sebagai hasil kegiatan pembelajaran.

b) Gagne yang menyatakan bahwa hasil belajar adalah kapasitas atau kemampuan yang diperoleh dari belajar.

0HQXUXW 1DQD 6XGMDQD GDODP $]L] 6DSSH ³KDVLO belajar adalah perubahan tingkah laku sebagai akibat belajar yang mencakup aspek kognitif, afektif dan psLNRPRWRU´.HWLJDPHUXSDNDQVDWX kesatuan yang tidak dapat dipisahkan dan mencakup beberapa jenjang yaitu:

a) Aspek kognitif adalah kemampuan intelektual yang mencakup jenjang:

(1)Pengetahuan (2)Pemahaman (3)Penerapan (4)Analisis (5)Sintesis (6)evaluasi

b) Aspek afektif adalah perasaan, emosi, atau nilai. Afektif memiliki jenjang:

(1)Penerimaan (2)Tanggapan (3)Penilaian


(45)

(4)Pengorganisasian (5)pemeran

c) Aspek psikomotor adalah kemampuan yang mengutamakan gerak perilaku yang melibatkan pemahaman yang dimiliki. Aspek psikomotor memiliki jenjang:

(1)Persepsi (2)Kesiapan (3)Respon (4)Mekanisme (5)respon kompleks (6)penyesuaian (7)kreatifitas

Dari beberapa pengertian hasil belajar di atas, dapat penulis simpulkan bahwa hasil belajar merupakan suatu kemampuan yang diperoleh siswa sebagai hasil kegiatan pembelajaran berupa perubahan tingkah laku yang mencakup aspek kognitif, afektif dan psikomotorik.

b. Faktor Pengaruh Strategi Pembelajaran

Hasil belajar juga disebut prestasi belajar diperoleh dari proses belajar yang terungkap melalui evaluasi belajar. Hasil belajar dipengaruhi dan tergantung beberapa faktor. Menurut Carrol dalam Aziz Sappe (2006: 142) hasil belajar dalam suatu bidang bergantung kepada ketabahan atau kesempatan untuk belajar dan relatif terhadap bakat pada suatu bidang studi, di samping itu dipengaruhi pula oleh beberapa hal yang minat, sikap, perhatian dan motivasi. Motivasi belajar biasanya sangat tergantung pula pada pendekatan dan model belajar yang digunakan dalam proses belajar, karena itu pendekatan berkaitan erat pula dengan hasil belajar yang dicapai. Salah satu pendekatan yang diyakini dapat meningkatkan hasil belajar adalah cooperative learning.

Dalam kegiatan pembelajaran, guru hendaknya memilih dan menggunakan strategi yang melibatkan siswa secara aktif dalam belajar, baik secara mental, fisik, maupun sosial terutama dalam proses


(46)

pembelajaran Matematika. Dalam mengaktifkan siswa, guru dapat memberikan bentuk-bentuk soal yang mengarah pada jawaban konvergen, disvergen (terbuka, dimungkinkan lebih dari satu jawaban) dan penyelidikan. (Parwoto, 2007: 176)

Berdasarkan penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa pemilihan strategi pembelajaran yang tepat sangat berpengaruh dan menunjang peningkatan hasil belajar siswa.

c. Hasil Belajar Anak Berkesulitan Belajar

Berdasarkan Hambatan dan Kebutuhan khusus Anak Berkesulitan %HODMDU GL DWDV PHQXUXW 0XO\DGL ³DQDN EHUNHVXOLWDQ EHODMDU menunjukkan beberapa ciri tingkah laku yang merupakan pernyataan manifestasi gejala kesulitan belajar di antaranya hasil belajar rendah di bawah rata-UDWDNHODVGLEDQGLQJGHQJDQWHPDQODLQQ\D´+DOWHUVHEXWVHVXDLGHQJDQ data yang penulis peroleh dari SD Negeri Kepatihan Surakarta pada tahun 2008 dimana menunjukkan 10% dari populasi mempunyai hasil belajar rendah dan juga data dari SD Negeri Petoran Surakarta pada tahun pelajara 2010/2011 terdeteksi 54 siswa (sekitar 11%) yang mengalami kesulitan dalam belajar dan kesemuanya mempunyai nilai yang lebih rendah dari teman lainya atau di bawah KKM SD Negeri Petoran Surakarta. Selain itu, sebuah penelitian yang dilakukan Anton Sukarno (2006: 70) menunjukkan hasil 50% anak berkesulitan belajar berprestasi di bawah hasil belajar yang diharapkan.

Berdasarkan pernyataan tersebut di atas, dapat penulis simpulkan bahwa hasil belajar anak berkesulitan belajar lebih rendah dibandingkan dengan teman yang lain (teman sekelas) maka sesuai dengan karakteristik anak berkesulitan belajar yang mana menyebutkan bahwa salah satu karakteristik anak berkesulitan belajar adalah mempunyai hasil belajar yang rendah dengan berbagai faktor penyebab yang salah satu di antaranya adalah pemilihan dan penerapan strategi pembelajaran yang digunakan guru dalam proses pembelajaran.


(47)

3. Kajian tentang Strategi Pembelajaran Tutor Sebaya dalam Pembelajaran Matematika

a. Pengertian Strategi Pembelajaran

Made Wena (2009: 2) mengartikan strategi pembelajaran berarti cara dan seni untuk menggunakan semua sumber dalam upaya membelajarkan siswa. Sebagai suatu cara, strategi pembelajaran dikembangkan dengan kaidah-kaidah tertentu sehingga membentuk suatu bidang pengetahuan tersendiri. Sebagai suatu bidang pengetahuan, strategi pembelajaran dapat dipelajari dan kemudian diaplikasikan dalam kegiatan belajar mengajar. Sedangkan sebagai suatu seni, strategi pembelajaran kadang-kadang secara implisit dimiliki oleh seorang tanpa pernah belajar secara formal tentang ilmu strategi pembelajaran.

Sedangkan Strichart, Stephen dan Mangrum II, Charles (1993: 1) mengatakan, strategi belajar membantu siswa menguasai informasi materi pelajaran dan membantu mereka menunjukkan penguasaan mereka dalam berbagai cara. ³study strategies help student master subject matter information and help them demonstrate their mastery in a variety of ways´.

Hamzah Uno (2007: 1) dalam bukunya Model Pembelajaran mengemukakan beberapa pengertian strategi pembelajaran menurut beberapa ahli, diantaranya sebagai berikut:

a) Kozna secara umum menjelaskan bahwa strategi pembelajaran dapat diartikan sebagai setiap kegiatan yang dipilih, yaitu yang dapat memberikan fasilitas atau bantuan kepada peserta didik menuju tercapainya tujuan pembelajaran tertentu.

b) Gerlach dan Ely menjelaskan bahwa strategi pembelajaran merupakan cara-cara yang dipilih untuk menyampaikan metode pembelajaran dalam lingkungan pembelajaran tertentu. Selanjutnya dijabarkan bahwa strategi pembelajaran dimaksud meliputi sifat lingkup dan urutan kegiatan pembelajaran yang dapat memberikan pengalaman belajar peserta didik.


(48)

c) Gropper mengatakan bahwa strategi pembelajaran merupakan pemilihan atas berbagai jenis latihan tertentu yang sesuai dengan tujuan pembelajaran yang ingin dicapai. Ia menegaskan bahwa setiap tingkah laku yang diharapkan dapat dicapai oleh peserta didik dalam kegiatan belajarnya harus dapat dipraktekkan.

Lain halnya dengan Iskandarwassid dan Dadang Sunendar (2008: 8) dalam bukunya Strategi Pembelajaran Bahasa mengemukakan beberapa pengertian strategi pembelajaran menurut beberapa ahli, diantaranya sebagai berikut:

a) Menurut Subyantoro dkk, strategi belajar mengacu pada perilaku dan proses berfikir yang digunakan oleh peserta didik, yang mempengaruhi apa yang dipelajari, termasuk proses mememori dan metakognitif.

b) Menurut Mujiono mengatakan bahwa strategi pembelajaran memiliki dua dimensi sekaligus. Pertama, strategi pembelajaran pada dimensi perancangan. Kedua, strategi pembelajaran pada dimensi pelaksanaan. c) Menurut Zaini dan Bahri strategi pembelajaran mempunyai

pengertian suatu garis-garis besar haluan untuk bertindak dalam usaha mencapai sasaran yang telah ditentukan. Dihubungkan dengan pembelajaran, strategi bisa diartikan sebagai pola-pola umum kegiatan pengajar dan peserta didik dalam mewujudkan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan yang telah digariskan.

Ada empat strategi dasar dalam pembelajaran, yaitu: (1)mengidentifikasi apa yang diharapkan,

(2)memilih system pendekatan,

(3)memilih dan menetapkan prosedur, metode, dan teknik pembelajaran,


(49)

Menurut Deshler dan Schumaker dalam Parwoto (2007: 95) tentang strategi pembelajaran adalah teknik-teknik, prinsip-prinsip, atau aturan-aturan yang memungkinkan siswa untuk belajar, memecahkan masalah, dan menyelesaikan tugas-tugas secara mandiri. Seel dan Richey mendefinisikan strategi pembelajaran sebagai rincian (spesifikasi) dari seleksi pengurutan peristiwa dan kegiatan dalam pelajaran. Sedangkan Dick dan Carey mengatakan bahwa strategi pembelajaran menjelaskan komponen-komponen umum dari suatu set materi pembelajaran dan prosedur yang akan digunakan bersama materi tersebut untuk menghasilkan hasil belajar tertentu pada siswa. Jika dikaitkan dengan konteks pembelajaran, strategi pembelajaran dapat diartikan sebagai berikut:

a) Sistem pendekatan belajar-mengajar utama yang dipandang paling efektif guna mencapai sasaran tersebut, sehingga dapat dijadikan pegangan oleh para guru dalam merencanakan dan mengorganisasikan kegiatan belajar-mengajar atau pengalaman belajar (learning experience) siswa

b) Prosedur, metode dan teknik pembelajaran (teaching method) yang dapat dijadikan pegangan oleh para guru dalam melaksanakan kegiatan pembelajaran (Parwoto, 2007: 95).

Strategi pembelajaran berkenaan dengan bagaimana penyajian materi pelajaran agar dapat meningkatkan hasil belajar. Suatu pembelajaran harus memenuhi kriteria:

a) Daya tarik

b) Daya guna (efektivitas) c) Hasil guna (efisiensi)

Strategi pembelajaran adalah suatu cara yang dipilih pendidik untuk membantu peserta didik dalam mencapai tujuan seperti memecahkan masalah dan menyelesaikan tugas-tugas secara mandiri.


(50)

b.

Pengertian Tutor Sebaya

Sebelum membahas tutor sebaya alangkah baiknya kita membahas pembelajaran kooperatif (cooperative learning) karena tutor sebaya termasuk dalam pembelajaran kooperatif.

Lie dalam buku Isjoni (2010: 16) menyebutkan:

Cooperative learning dengan istilah gotong royong, yaitu sistem pembelajaran yang memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk bekerjasama dengan siswa lain dalam tugas-tugas yang terstruktur. Lebih jauh dikatakan, cooperative learning hanya berjalan kalau sudah terbentuk suatu kelompok atau suatu tim yang di dalamnya siswa bekerja secara terarah untuk mencapai tujuan yang sudah ditentukan dengan jumlah anggota kelompok pada umumnya terdiri atas 4-6 orang saja.

Pembelajaran Kooperatif merupakan pendekatan alternatif baru dalam sistem kelas reguler yang mendukung penyerapan antara siswa berkebutuhan khusus dengan siswa normal lainnya dalam pembelajaran yang mana kedua-duanya juga sama berpeluang mengalami kesulitan belajar. Pembelajaran kooperatif melibatkan sebuah pendekatan tim untuk mendukung siswa yang GLSDGXNDQDQWDUDDQDNEHUNHEXWXKDQNKXVXVGHQJDQVLVZDODLQ\DQJ³QRUPDO´ Hal ini disampaikan oleh Parwoto (2007: 107).

6ODYLQ GDODP ,VMRQL PHQ\HEXWNDQ ³cooperative learning merupakan model pembelajaran yang telah dikenal sejak lama, di mana pada saat itu guru mendorong para siswa untuk melakukan kerja sama dalam kegiatan-kegiatan tertentu seperti diskusi atau pengajaran oleh teman sebaya (peer tutoring´

Dari segi bahasa, sesuai yang dimuat dalam Kamus Besar Bahasa ,QGRQHVLD NDWD WXWRU PHPSXQ\DL DUWL ³RUDQJ \DQJ PHPEHUL SHODMDUDQ PHPELPELQJNHSDGDVHVHRUDQJDWDXVHMXPODKNHFLOVLVZD´

Sedangkan menurut Abu Ahmadi dan Widodo Supriyono (2004: 184) ³7XWRU DGDODK VLVZD \DQJ VHED\D \DQJ GLWXQMXN DWDX GLWXJDVNDQ membantu temannya yang mengalami kesulitan belajar, karena hubungan antara guru dan VLVZD´


(51)

Kata sebaya dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia mempunyai arti sama umurnya (tuanya). Istilah tutor sebaya karena yang menjadi tutor adalah siswa yang mempunyai umur atau usia yang hampir sama atau sebaya. Istilah LQLXQWXNPHPEHGDNDQ³WXWRUVHUXPDK´\DLWXSHQJDMDUDQ\DQJGLODNXNDQROHK orang tua, kakak atau anggota keluarga yang lain yang bertempat tinggal serumah dengan siswa tersebut. Selain itu dapat juga untuk membedakan dengan tutor yang dilakukan oleh staf pengajar yang lain bukan dari siswa.

,VFKDN6:GDQ:DUMLPHQJDUWLNDQWXWRUVHEDJDL³RUDQJ yang memberikan bimbingan belajar kepada siswa yang mengalami kesulitan EHODMDU´'LMHODVNDQMXJDEDKZD para siswa yang mengalami kesulitan dalam memahami bahan yang dipelajarinya, mendapat bantuan dari teman sekelasnya sendiri yang telah tuntas (mastery) terhadap bahan tersebut.

'LMHODVNDQ MXJD ROHK 2UQVWHLQ HW DO ³peer tutoring is assignment of students to help one another on a one-to-one basis or in small groups in a variety of situations´ 0HQXUXW GLD WXWRU VHED\D DGDODK menugaskan seorang siswa untuk menolong temannya. Siswa yang ditugasi untuk menolong siswa lain (temannya) merupakan siswa yang sudah paham materi (spesifik)/ sudah tahu pelajaran sepenuhnya (tuntas) dan telah memahami pelajaran yang telah diajarkan akan dipasangkan dengan siswa \DQJPHPEXWXKNDQEDQWXDQ³A student who has mastered specific material or who has completed a lesson and has shown understanding of the material is paired with a student who needs help´

Sejalan dengan pemikiran yang lain, Orlich et al (1998: 267) mendefinisikan Tutor sebaya sebagai strategi yang paling sering digunakan untuk membantu siswa yang mengalami kesulitan belajar atau kesulitan dalam pengolahan informasi dengan setingan kelompok sangat kecil (biasanya empat atau lebih sedikit) dan berfokus pada kisaran yang sempit bahan. Dijelaskan juga bahwa strategi tutor sebaya banyak digunakan guru seperti mata pelajaran membaca, matematika, ekonomi rumah, seni, dan bisnis untuk instruksi perbaikan.


(52)

Dari beberapa pengertian diatas, dapat penulis simpulkan bahwa Cooperative learning adalah suatu model pembelajaran yang saat ini banyak digunakan untuk mewujudkan kegiatan belajar mengajar yang berpusat pada siswa (student oriented), terutama untuk mengatasi permasalahan yang ditemukan guru dalam mengaktifkan siswa, tidak dapat bekerja sama dengan orang lain, siswa yang agresif dan tidak peduli pada yang lain. Tutor sebaya merupakan pendekatan kooperatif bukan kompetitif termasuk dalam salah satu model pembelajaran cooperative learning, jigsaw, yang mana pelaksanaannya dalam bentuk kelompok yang terdiri dari 4-6 orang dengan kemampuan akademik yang heterogen. Tutor sebaya lebih menekankan kerja sama, antarsiswa, kelas dibagi menjadi kelompok belajar yang terdiri dari siswa-siswa yang bekerja sama dalam suatu perencanaan kegiatan mengajar dengan tutor sebaya. Setiap kelompok diharapkan dapat saling bekerja sama secara sportif satu sama lain dan bertanggung jawab kepada dirinya maupun kepada anggota dalam satu kelompok. Tujuannya untuk membantu memenuhi kebutuhan siswa dengan cara memberdayakan kemampuan siswa yang memiliki daya serap tinggi untuk melatih teman-teman yang belum faham. Istilah tutor digunakan untuk anak yang berperan sebagai guru sedangkan tutee adalah siswa lain yang berkesulitan belajar.

1) Macam-macam Tutor Sebaya

Menurut Ornstein et al (2000: 320) ada 3 jenis peer tutoring, yaitu: a) Students tutor other whithin the same class

Tipe ini baik tutor maupun tutee dalam satu kelas yang sama. b) Older students tutor students in lower grades outsiteof class

Tipe ini mempunyai ciri tutor lebih tua usia/ jenjang sedangkan tutee usia/ jenjang di bawah tutor

c) Two student work together and help each other as equals whit learning activities


(53)

Lain halnya dengan Miller, April. D et al (tanpa tahun), mengelompokkan peer tutoring menjadi lima jenis diantaranya:

a) Classwide peer tutoring

Jenis ini menggambarkan sebuah kelas besar (siswa/ tutee banyak) dengan satu orang tutor.

b) Cross-aged tutoring

Jenis ini mempunyai ciri tutor lebih tua dua tahun atau lebih dari sekolah yang sama

c) One-to-one tutoring

Jenis ini merupakan pasangan tutor dan tutee, dimana satu tutor membimbing satu tutee

d) Small group instruction

Jenis ini berbentuk kelompok (mengelompok) e) Home-based tutoring

Bimbingan ini dilaksanakan di rumah. Bisa orang tua sendiri atau saudara maupun orang lain dianggap sebagai pengajar.

2) Syarat Tutor

Adapun persyaratan yang harus diperhatikan sebelum menunjuk siswa menjadi seorang tutor menurut Soekarwati (1995: 22) syarat-syarat tersebut meliputi :

a) Menguasai bahan yang akan disampaikan atau ditutorkan b) Mengetahui cara mengajarkan bahan tersebut

c) Memiliki hubungan emosional yang baik, bersahabat dan menjunjung situasi tutoring

d) Siswa yang berprestasi akan lebih menunjang pelajaran dengan metode ini karena siswa yang menjadi tutor tersebut lebih mempunyai kepercayaan diri.


(54)

Menurut Suharsimi Arikunto (1992: 62-63) untuk menentukan siswa yang menjadi tutor perlu mempertimbangkan beberapa hal sebagai berikut :

a) Dapat diterima atau disetujui oleh siswa yang mendapat program perbaikan, sehingga siswa tidak mempunyai rasa takut atau enggan untuk bertanya kepadanya

b) Dapat menerangkan bahan perbaikan yang dibutuhkan oleh siswa yang menerima program perbaikan

c) Tidak tinggi hati, kejam atau keras hati sesama kawan

d) Mempunyai daya kreatifitas yang cukup untuk memberikan bimbingan, yaitu dapat menerangkan pelajaran kepada kawannya

Sejalan dengan Soekarwati dan Suharsimi Arikunto, Ishack, S. W dan Warji (1982: 44) juga memiliki persyaratan dalam menentukan tutor. Sebaiknya siswa mempunyai kriteria:

a) Mendapat skor 75% atau lebih

b) Menguasai bahan yang akan ditutorkan

c) Menguasai cara penyampaian bahan yang ditutorkan

d) Mempunyai hubungan yang baik, bersahabat, dan menunjang situasi tutoring

e) Diterima dan disetujui oleh siswa yang akan ditutorkan

f) Mempunyai daya kreatifitas yang cukup untuk memberi bantuan/ bimbingan.

Dari penjelasan di atas, dapat penulis simpulkan syarat siswa yang dapat dijadikan tutor sebagai berikut:

a) Diterima dan disetujui oleh semua pihak yang terlibat b) Menguasai bahan yang akan ditutorkan

c) Berprestasi

d) Tutor adalah siswa yang memiliki kemampuan di atas rata-rata di dalam kelas tersebut. Dapat dilihat dari prestasi/ hasil belajar yaitu rangking 1-5.


(55)

e) Mempunyai daya kreatifitas

f) Dapat berinteraksi dan berkomunikasi dengan baik

3) Kebaikan dan kelemahan Strategi Tutor Sebaya

Setiap metode ataupun strategi pasti memiliki kelebihan dan kekurangan, begitu juga dengan strategi tutor sebaya. Dalam Taylor et al (2009: 122) menyatakan bahwa lebih banyak keuntungan dari pada kerugian ketika pembelajaran dilaksanakan dengan strategi tutor sebaya. Adapun beberapa yang dapat ditangkap, diantaranya:

a) Tutor sebaya terlihat efektif untuk anak yang berkesulitan belajar, baik di sekolah dasar ataupun di sekolah lanjutan.

b) Tutor sebaya terbukti dapat meningkatkan nilai akademik untuk anak berkesulitan belajar dalam hal membaca, berbicara, berhitung, bersosialisasi, penggunaan tanda baca dan huruf kapital.

c) Tutor sebaya juga dapat meningkatkan tingkah laku sosial (positif) dan memberi pengaruh positif untuk tutor sendiri maupun para tutee.

d) Tutor sebaya dapat mengembangkan hubungan yang posifit dengan anak berkesulitan belajar dan mengembangkan komunikasi serta interaksi.

Masih banyak orang yang mengakui bahwa tutor sebaya dapat membawa manfaat. Seperti yang disebutkan Mulyadi (2010: 86) menyebutkan beberapa keuntungan dari tutor sebaya sebagai berikut:

a) Tutor sebaya dapat meningkatkan rasa tanggung jawab dan kepercayaan diri

b) Adanya hubungan yang lebih dekat dan akrap antara murid yang dibantu dan tutor yang membantu

c) Manfaat bagi tutor sendiri adalah mendapat kesempatan utuk pengayaan dalam belajar dan juga dapat menambah motivasi belajar


(56)

Donald dan Roger dalam Ornstein et al (2000: 319-320) menyebutkan manfaat dari pelaksanaan peer tutoring.

They find these advanteges in peer tutoring:

a) Peer tutors are often effective in teaching students who do not respond well to aduls.

b) Peer tutoring can develop a bond of friendship between the tutor and tutee, which is important for integrating slow learners into the group.

c) Peer tutoring allows the teacher to teach a large group of student, but still give slow learners the individuals attention they need

d) Tutors benefit by learning to teach, a general skill that can be useful in an adult society

Manfaat atau kebaikan dari pembelajaran yang menggunakan model tutor sebaya menurut Syaiful Bahri dan Azwan Zain (2002: 29) adalah :

a) Ada kala hasilnya lebih baik beberapa anak yang mempunyai perasaan takut atau enggan terhadap gurunya

b) Bagi siswa yang menjadi tutor, kegiatan tutoring ini akan mempunyai akibat memperkuat konsep yang sedang dibahas dengan memberitahukan kepada siswa lain maka seolah-olah ia menelaah serta menghafal kembali

c) Bagi siswa yang menjadi tutor, kegiatan tutoring merupakan kesempatan untuk melatih diri memegang tanggung jawab dalam mengemban suatu tugas dan melatih kesabaran

d) Mempercepat hubungan antar sesama siswa sehingga mempertebal perasaan sosial

Kelemahan atau kesulitan metode tutor sebaya menurut Syaiful Bahri dan Azwan Zain (2002):

a) Siswa yang dibantu sering kali belajar kurang serius karena hanya berhadapan dengan kawannya sehingga hasilnya kurang memuaskan


(57)

b) Ada beberapa anak yang malu bertanya karena takut rahasianya diketahui oleh kawannya

c) Pada kelas-kelas tertentu model ini sukar dilaksanakan karena perbedaan kelamin antar tutor dengan siswa yang diberi materi pelajaran

d) Tidak semua siswa yang pandai atau cepat tempo belajarnya dapat mengajarkan kembali kepada kawan-kawannya

Dari kebaikan dan kelemahan metode tutor sebaya di atas, dapat penulis simpulkan bahwa setiap metode atau strategi pembelajaran mempunyai kelemahan dan kelebihan. Tutor sebaya mempunyai kelebihan sebagai berikut:

a) Efektif dalam pembelajaran

b) Meningkatkan hasil belajar, rasa tanggung jawab dan kepercayaan diri

c) Mengembangkan hubungan yang positif

d) Bagi siswa yang menjadi tutor, dapat memperkuat konsep dan melatih kepemimpinan

e) Mempertebal perasaan sosial

f) Interaksi antarsiswa lebih baik serta siswa lebih aktif.

Adapun kelemahan dari strategi tutor sebaya

a) Siswa yang dibantu (tutee) sering mengabaikan karena berhadapan dengan teman sendiri

b) Malu bertanya karena tidak ingin rahasia diketahui temannya c) Jarang dilaksanakan karena sulit menemukan siswa yang loyal

4) Pelaksanaan Tutor Sebaya

³'DODP SHODNVDQDDQQ\D WXWRU DGDODK VLVZD \DQJ PHPLOLNL kemampuan di atas teman yang lainnya, serta memiliki persyaratan


(58)

kepribadian yang baik, luwes, menyenangkan, ulet, sabar, dan ikhlas GDODPPHPEHULNDQEDQWXDQNHSDGDWHPDQQ\D´6LWL)DGKLODK.

,VFKDN 6 : GDQ :DUML PHQMHODVNDQ ³VHEHOXP melaksanakan tutoring (bimbingan), guru hendaknya memberikan SHQJDUDKDQNHSDGDWXWRUVHED\D\DQJGLWXQMXN´

Strategi tutor sebaya dapat berjalan efektif apabila dalam pelaksanaannya jika disusun secara hati-hati, tutor dilatih, materi disiapkan, lokasi didesain sesuai agar efektif. Terbukti dalam banyak SHQJDODPDQ³«IRUDQ\SHHUWXWRULQJH[SHULHQFHWREHHIIHFWLYHLWPXVWEH carefully structured, with tutors trained, materials prepared, and an apprRSULDWHORFDWLRQGHVLJQDWHG´(Taylor et al, 2009: 122)

Menurut Titik Setiyaningsih, (2008: 13) pelaksanaan metode tutor sebaya sebagai berikut :

a) Siswa dibagi menjadi beberapa kelompok, tiap kelompok terdiri dari 10 siswa masing-masing kelompok terdapat 1-2 siswa yang menjadi tutor yang nantinya akan menjelaskan kepada temannya tentang materi yang belum mereka pahami b) Melakukan diskusi untuk membahas materi yang menjadi

permasalahannya

c) Penegasan dan penambahan materi oleh guru terhadap persoalan yang belum terpecahkan

d) Guru bersama siswa menyimpulan hasil belajar

c. Pembelajaran Matematika

1) Pengertian Matematika

Russel dalam Herman Paneo (2007: 724) menyatakan bahwa ³Mathematics is the queen dan server of the sciences´DUWLQ\D³PDWHPDWLND adalah ratu dan pelayan ilmu-LOPX ODLQ´ .HPXGLDQ +HUPDQ 3DQHR PHQ\LPSXONDQ EDKZD ³PDWHPDWLND DGDODK LOPX SHQJHWDKXDQ WHQWDQJ struktur yang terorganisasikan yang didasarkan pada unsur-unsur yang tidak terdefinisi, terdefinisi, aksioma atau postulat dan dapat diturunkan menjadi teorema atau dalil yang pembuktiannya dapat diterima secara GHGXNWLI´


(59)

3XUZRWR PHQ\DPSDLNDQ ³0DWHPDWLND DGDODK pengetahuan tentang pola keteraturan, pengetahuan tentang struktur yang terorganisasi mulai dari unsur-unsur yang tidak didefinisikan ke unsur yang didefinisikan ke aksioma-aksioma dan postulat dan akhirnya ke GDOLO´ 6HGDQJNDQ 0HQXUXW =DP]DLOL GDODP 3DUZRWR ³PDWHPDWLNDDGDODKLOPX\DQJPHPSHODMDUDLNRQVHSELODQJDQGDQUXDQJ´

Ruseffendi dalam Heruman (2008: 1) mengemukakan bahwa ³0DWHPDWLND DGDODK EDKDVD VLPERO LOPX GHGXNWLI \DQJ WLGDN PHQHULPD pembuktian secara induktif; ilmu tentang pola keteraturan, dan struktur yang terorganisasi mulai dari unsur yang tidak didefinisikan, ke aksioma DWDXSRVWXODWGDQDNKLUQ\DNHGDOLO´

Berdasarkan pendapat para ahli di atas, dapat penulis simpulkan bahwa matematika adalah ilmu pengetahuan tentang struktur yang terorganisasi dan merupakan ilmu deduktif, tentang pola dan hubungan dengan penyajian berupa simbol dan angka. Matematika adalah bahasa simbol untuk mengekspresikan hubungan-hubungan kuantitatif dan keruangan yang memudahkan manusia berfikir dalam memecahkan masalah dalam kehidupan sehari-hari.

2) Prinsip Pembelajaran Matematika

Susento dan M. Andy Rudhito (2008) menyebutkan prinsip pembelajaran matematika yang terkandung di kurikulum 2004 diantaranya sebagai berikut:

a) Prinsip pedagogis (pendidikan) secara umum

Pembelajaran diwali dari kongkrit menuju ke abstrak, dari sederhana menuju ke kompleks (rumit), dan dari mudah menuju ke sulit dengan menggunakan berbagai sumber belajar.

b) Konstruktivisme

Belajar akan bermakna bagi siswa apabila mereka aktif dengan berbagai cara untuk mengkonstruksi (membangun) sendiri pengetahuannya. Dalam hal ini tugas guru adalah menciptakan


(1)

Grafik 6. Peningkatan hasil belajar siswa Kn Pembahasan Grafik 6:

Grafik 6 menyajikan hasil belajar matematika siswa Kn yang dibandingkan dengan KKM. Garis merah putus-putus adalah batang KKM yaitu 63 sedangkan garis putus-putus berwarna hitam adalah garis pembatas Keadaan Awal siswa Kn yang merupakan hasil rerata dari ulangan harian matematika, ujian tengah semester gasal dan ulangan akhir sekolah semester I menunjukkan belum ada ketercapaian oleh KKM yaitu 59 ditunjukkan dengan titik yang pertama. Siswa Kn sering sekali tidak masuk sekolah sehingga banyak sekali materi yang tertinggal. Siswa Kn juga sering tidak menyelesaikan tugas yang diberikan guru. Titik yang kedua menunjukkan hasil belajar matematika yang diperoleh siswa Kn dalam siklus I yaitu menunjukkan nilai 58. Jika dibandingkan dengan KKM maka siswa Kn belum mencapai KKM pada siklus bahkan terjadi penurunan dari keadaan awal. Siklus II guru kelas sudah menerapkan strategi pembelajaran tutor sebaya. Siswa Kn mendapatkan skor 60 pada evaluasi siklus II akan tetapi masih belum juga mencapai KKM, maka diadakan siklus ketiga dan siswa Kn mendapatkan hasil belajar 70. Sehingga dapat disimpulkan siswa Kn telah mencapai KKM pada siklus ketiga.

59 58 60

70

0 10 20 30 40 50 60 70 80

KA SIKLUS I SIKLUS II SIKLUS III

2. Siswa Kn

2. Kn


(2)

commit to user

3. Siswa D

Tabel 11. Peningkatan hasil belajar siswa D

KKM KA SIKLUS I SIKLUS II SIKLUS III

49 55 60 65

Grafik 7. Peningkatan hasil belajar siswa D Pembahasan Grafik 7:

Grafik 7 menyajikan hasil belajar matematika siswa D yang dibandingkan dengan KKM. Titik yang pertama adalah keadaan awal siswa D merupakan hasil rerata dari ulangan harian matematika, ujian tengah semester gasal dan ulangan akhir sekolah semester I menunjukkan belum ada ketercapaian oleh KKM yaitu 49. Siswa D termasuk anak yang cuek dan belum mempunyai rasa tanggung jawab. Pada titik yang kedua menunjukkan hasil belajar matematika yang diperoleh siswa D dalam siklus I yaitu menunjukkan nilai 55. Jika dibandingkan dengan KKM maka siswa D belum mencapai KKM pada siklus. Siklus II guru kelas sudah menerapkan strategi pembelajaran tutor sebaya. Siswa D mendapatkan skor 60 pada evaluasi siklus II akan tetapi masih belum juga mencapai KKM, maka diadakan siklus ketiga dan siswa D mendapatkan hasil belajar 65 dinyatakan dalam garis keempat. Sehingga dapat disimpulkan siswa D telah mencapai KKM pada siklus ketiga.

49

55

60

65

0 10 20 30 40 50 60 70

KA SIKLUS I SIKLUS II SIKLUS III

3. D

3. D


(3)

4. Siswa Rk

Tabel 12. Peningkatan hasil belajar siswa Rk

KKM KA SIKLUS I SIKLUS II SIKLUS III

63 57 60 65 75

Grafik 8. Peningkatan hasil belajar siswa Rk Pembahasan Grafik 8:

Grafik 8 menyajikan hasil belajar matematika siswa Rk yang dibandingkan dengan KKM. Keadaan awal siswa Rk merupakan hasil rerata dari ulangan harian matematika, ujian tengah semester gasal dan ulangan akhir sekolah semester I menunjukkan belum ada ketercapaian oleh KKM yaitu 57 disajikan pada titik pertama. Siswa Rk termasuk anak yang memiliki rasa ingin tahu yang tinggi dan kreatif. Akan tetapi siswa Rk kurang diperhatikan oleh orang tuanya. Pada titik yang kedua menunjukkan hasil belajar matematika yang diperoleh siswa siswa Rk dalam siklus I yaitu menunjukkan nilai 60. Jika dibandingkan dengan KKM maka siswa Rk belum mencapai KKM pada siklus. Siklus II guru kelas sudah menerapkan strategi pembelajaran tutor sebaya, siswa Rk mendapatkan skor 65 pada evaluasi siklus II artinya siswa Rk sudah mencapai KKM. Dalam Siklus ketiga siswa Rk mendapatkan hasil belajar 70 disajikan pada titik keempat.

57 60

65

75

0 10 20 30 40 50 60 70 80

KA SIKLUS I SIKLUS II SIKLUS III

4. Rk

4. Rk


(4)

commit to user

47 50

60

73

0 10 20 30 40 50 60 70 80

KA SIKLUS I SIKLUS II SIKLUS III

5. Fn

5. Fn

KKM 63

5. Siswa Fn

Tabel 13. Peningkatan hasil belajar siswa Fn

KKM KA SIKLUS I SIKLUS II SIKLUS III

63 47 50 60 73

Grafik 9. Peningkatan hasil belajar siswa Fn Pembahasan Grafik 9:

Garis putus-putus berwarna merah menunjukkan indikator keberhasilan dari penelitian ini yaitu KKM dengan skor 63. Titik yang pertama adalah keadaan awal siswa Fn yang merupakan hasil rerata dari ulangan harian matematika, ujian tengah semester gasal dan ulangan akhir sekolah semester I menunjukkan belum ada ketercapaian oleh KKM yaitu 47. Siswa Fn dikenal sebagai siswa yang pendiam dan enggan bertanya dengan guru maupun teman jika dia kurang paham dengan materi yang diajarkan. Pada titik kedua menunjukkan hasil belajar matematika yang diperoleh siswa Fn dalam siklus I yaitu menunjukkan nilai 50. Jika dibandingkan dengan KKM maka siswa Fn belum mencapai KKM pada siklus. Siklus II guru kelas sudah menerapkan strategi pembelajaran tutor sebaya. Siswa Fn mendapatkan skor 60 pada evaluasi siklus II akan tetapi masih belum juga mencapai KKM, maka diadakan siklus ketiga. Siswa Fn mendapatkan hasil


(5)

belajar 73. Sehingga dapat disimpulkan siswa Fn telah mencapai KKM pada siklus ketiga.

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dijelaskan di atas, bahwa hasil belajar yang diperoleh siswa berkesulitan belajar terjadi peningkatan pada setiap siklus setelah diterapkan strategi pembelajaran tutor sebaya dan akhirnya mereka semua mencapai KKM. Maka teori yang dikemukakan oleh Made Wena (2009: 3) terbukti bahwa pemilihan dan penggunaan strategi pembelajaran yang tepat dalam kegiatan pembelajaran sangat perlu karena karena untuk mempermudah proses pembelajaran sehingga dapat mencapai hasil belajar yang optimal. Selain itu, penggunaan strategi pembelajaran tutor sebaya harus memperhatikann prasyarat pemilihan dan penggunaan tutor.

Salah satu syarat yang dikemukakan oleh Soekarwati (1995: 22) bahwa seorang tutor memang harus mengetahui cara mengajarkan bahan sependapat dengan Suharsimi Arikunto (1992: 62-63), seorang tutor harus mempunyai daya kreatifitas yang cukup untuk memberikan bimbingan yaitu dapat menerangkan pelajaran kepada kawannya. Hal tersebut dapat dianalisis dari hasil refleksi siklus II yang merupakan hambatan baru yang muncul akibat tutor belum dapat membimbing kawannya sehingga peneliti merencanakan siklus III dengan memberikan bimbingan terlebih dahulu kepada tutor sebelum mereka mambimbing teman-teman mereka dan hasilnya para tutor lebih mempunyai rasa percaya diri dalam melaksanakan tanggung jawabnya yaitu membimbing teman-temannya.


(6)

commit to user

BAB V

SIMPULAN, IMPLIKASI, DAN SARAN

A. Simpulan

Adapun simpulan yang dapat diambil dari penelitian tindakan kelas ini adalah bahwa Penggunaan Strategi Pembelajaran Tutor Sebaya dalam Pembelajaran Matematika pokok bahasan Pecahan Sederhana dapat meningkatkan hasil belajar Matematika pada Anak Berkesulitan Belajar kelas IIIA SD Negeri Kepatihan Surakarta Tahun Pelajaran 2010/2011.

B. Implikasi

Merujuk dari hasil penelitian yang telah dijelaskan di atas, bahwa terjadi peningkatan hasil belajar setelah strategi pembelajaran tutor sebaya diterapkan dalam pembelajaran matematika, maka Strategi Pembelajaran Tutor Sebaya dapat diadopsi atau diterapkan pada situasi siswa yang sama.

C. Saran

Berkaitan dengan simpulan di atas, maka peneliti dapat mengajukan saran-saran bagi siswa sebagai berikut:

a. Dalam upaya meningkatkan hasil belajar dan pemahaman terhadap materi dalam pembelajaran Matematika, sebaiknya siswa mengikuti proses pembelajaran dengan baik sesuai dengan strategi pembelajaran tutor sebaya yang telah direncanakan.

b. Dalam proses pembelajaran menggunakan strategi pembelajaran tutor sebaya, siswa disarankan untuk meningkatkan komunikasi dan kerja sama positif antar teman.


Dokumen yang terkait

PENERAPAN STRATEGI TUTOR SEBAYA DALAM MENINGKATKAN KREATIVITAS BELAJAR MATEMATIKA SISWA Penerapan Strategi Tutor Sebaya Dalam Meningkatkan Kreativitas Belajar Matematika Siswa Kelas IV SD N 02 Mayong Kidul Tahun 2013/2014.

0 1 15

PENERAPAN STRATEGI TUTOR SEBAYA DALAM MENINGKATKAN KREATIVITAS BELAJAR MATEMATIKA SISWA Penerapan Strategi Tutor Sebaya Dalam Meningkatkan Kreativitas Belajar Matematika Siswa Kelas IV SD N 02 Mayong Kidul Tahun 2013/2014.

0 1 12

UPAYA MENINGKATKAN PRESTASI BELAJAR IPAMELALUI METODE EKSPERIMEN BAGI ANAK BERKESULITAN BELAJAR KELAS IV B SD NEGERI PETORAN SURAKARTA TAHUN AJARAN 2010 2011

0 1 92

PENINGKATAN HASIL BELAJAR MATEMATIKA PADA MATERI PECAHAN DENGAN STRATEGI PEMBELAJARAN TUTOR SEBAYA Peningkatan Hasil Belajar Matematika Pada Materi Pecahan Dengan Strategi Pembelajaran Tutor Sebaya Bagi Siswa Kelas Viia Smp Negeri 2 Gatak Tahun 2012/201

0 1 16

PENINGKATAN HASIL BELAJAR MATEMATIKA PADA MATERI PECAHAN DENGAN STRATEGI PEMBELAJARAN TUTOR SEBAYA Peningkatan Hasil Belajar Matematika Pada Materi Pecahan Dengan Strategi Pembelajaran Tutor Sebaya Bagi Siswa Kelas Viia Smp Negeri 2 Gatak Tahun 2012/201

0 1 14

PENDAHULUAN PENERAPAN STRATEGI PEMBELAJARAN ACTIVE LEARNING DENGAN PENDEKATAN TUTOR SEBAYA BERDASARKAN HASIL UASBN UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR MATEMATIKA SISWA (PTK Pembelajaran Matematika Di Kelas VI SD Negeri Banaran 02 Grogol, Sukoharjo).

0 1 7

PENDAHULUAN PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN TERARAH DENGAN MEDIA PUZZLE TERHADAP PRESTASI BELAJAR MATEMATIKA BAGI ANAK BERKESULITAN BELAJAR MATEMATIKA KELAS III DI SD NEGERI MANGKUBUMEN KIDUL N0. 16 SURAKARTA TAHUN PEMBELAJARAN 2010 / 2011.

0 0 8

PENERAPAN METODE PEMBELAJARAN TUTOR SEBAYA UNTUK MENINGKATKAN PRESTASI BELAJAR AKUNTANSI PADA SISWA KELAS XII IPS 2 SMA NEGERI 1 KARTASURA TAHUN PELAJARAN 2010/2011.

0 2 9

EFEKTIFITAS PENDEKATAN PEMBELAJARAN TUTOR SEBAYA UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR BIOLOGI SISWA EFEKTIFITAS PENDEKATAN PEMBELAJARAN TUTOR SEBAYA UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR BIOLOGI SISWA KELAS VIII SMP NEGERI 1 TULUNG KLATEN TAHUN AJARAN 2006/2007.

0 1 15

UPAYA MENINGKATKAN HASIL BELAJAR SISWA MELALUI PENDEKATAN TUTOR SEBAYA BERDASARKAN Upaya Meningkatkan Hasil Belajar Siswa Melalui Pendekatan Tutor Sebaya Berdasarkan Nilai Hasil Ujian Tahun 2010/2011 (PTK Pembelajaran Matematika Di Kelas VI SDN Telukan

0 0 16