3.1.2 Pengukuran Waktu Kerja dengan Menggunakan Metode Work Sampling
Sampling atau dalam bahasa asingnya sering disebut dengan Work Sampling, Ratio Delay Study, atau Random Observation Method adalah suatu
teknik untuk mengadakan sejumlah besar pengamatan terhadap aktivitas kerja dari mesin, proses atau pekerja operator. Pengukuran kerja dengan metode sampling
kerja ini seperti halnya dengan pengukuran kerja jam henti stop-watch time study diklasifikasikan sebagai pengukuran kerja langsung, karena pelaksanaan
kegiatan pengukuran harus secara langsung ditempat kerja yang diteliti Metoda sampling kerja sangat cocok digunakan dalam melakukan pengamatan atas
pekerjaan yang sifatnya tidak berulang dan yang memiliki siklus, waktu yang relatif panjang. Pada dasarnya prosedur pelaksanaanya cukup sederhana, yaitu
melakukan pengamatan aktivitas kerja untuk selang waktu yang diambil secara acak terhadap suatu atau lebih mesinoperator dan kemudian mencatatnya apakah
mereka ini dalam keadaan bekerja atau menganggur idle. Frekwensi pengamatan tergantung pada jumlah pengamatan yang diperlukan dan waktu yang tersedia
untuk pengumpulan data yang direncanakan, apabila frekuensi yang diambil terlalu padat dan sulit sekali dilaksanakan maka frekwensi pengamatan perari bisa
dikurangi dengan konsekwensi penyelesaian pengamatan akan lebih lama lagi.
3.2 Faktor Penyesuaian Menurut Westinghouse
Westinghouse company 1927 juga ikut memperkenalkan sistem yang dianggap lebih lengkap dibandingkan dengan sistem yang dilaksanakan oleh
Bedaux. Disini selain kecakapan skill dan usaha effort yang telah dinyatakan oleh Bedaux sebagai faktor yang mempengaruhi performa manusia, maka
Westinghouse menambahkan lagi dengan kondisi kerja working condition dan konsistensi consistency dari operator di dalam melakukan pekerjaan. Untuk
ini Westinghouse telah berhasil membuat suatu tabel performance rating yang berisikan nilai-nilai angka yang berdasarkan tingkatan yang ada untuk masing-
masing faktor tersebut. Untuk menormalkan waktu yang ada maka hal ini dilakukan dengan jalan mengalikan waktu yang diperoleh dari pengukuran kerja
dengan jumlah ke empat rating faktor yang dipilih sesuai dengan performance rating yang ditunjukkan oleh operator.
3.3. Kelonggaran
Waktu normal untuk suatu elemen operasi kerja adalah semata-mata menunjukkan bahwa seorang operator yang berkualifikasi baik akan bekerja
menyelesaikan pekerjaan pada kecepatan atau tempo kerja yang normal. Walaupun demikian pada prakteknya kita akan melihat bahwa tidaklah bisa
diharapkan operator tersebut akan mampu bekerja secara terus-menerus sepanjang hari tanpa adanya interupsi sama sekali. Disini kenyataannya operator
akan sering menghentikan pekerjaan dan membutuhkan waktu- waktu khusus untuk keperluan seperti personal needs, istirahat melepas lelah, dan alasan-
alasan lain yang diluar kontrolnya. Waktu longgar yang dibutuhkan dan akan menginterupsi proses produksi ini diklasifikasikan menjadi personal allowance,
fatique allowance, dan delay allowance.
3.3.1 Kelonggaran Waktu Untuk Kebutuhan Personal
Pada dasarnya setiap pekerja haruslah diberikan kelonggaran waktu untuk keperluan pribadi personal needs. Jumlah waktu longgar untuk kebutuhan
pribadi dapat ditetapkan dengan jalan melaksanakan aktivitas time study sehari kerja penuh atau dengan metode sampling kerja. Untuk pekerjaan relatif ringan,
dimana operator bekerja selama 8 jam per hari tanpa jam istirahat yang resmi sekitar 2 sampai 5 10 sampai 24 menit Meskipun jumlah waktu longgar untuk
kebutuhan pribadi yang diperlukan ini akan bergantung pada individu pekerjanya dibandingkan dengan jenis pekerjaan yang dilaksanakan, akan tetapi kenyataannya
untuk pekerjaan-pekerjaan yang berat dan kondisi kerja yang tidak enak terutama temperatur tinggi akan menyebabkan kebutuhan waktu untuk personil ini lebih
besar lagi. Allowance untuk hal ini bisa lebih besar dari 5.
3.3.2 Kelonggaran Waktu Untuk Melepas Lelah Fatique Allowance
Kelelahan fisik manusia bisa disebabkan oleh beberapa penyebab diantaranya adalah kerja yang membutuhkan pikiran banyak lelah mental dan
kerja fisik. Masalah yang dihadapi untuk menetapkan jumlah waktu yang diijinkan untuk istirahat melepas lelah ini sangat sulit dan kompleks sekali.
Disini waktu yang dibutuhkan untuk keperluan istirahat sangat tergantung pada individu yang bersangkutan, interval waktu dari siklus kerja dimana
pekerja akan memikul beban kerja secara penuh, kondisi lingkungan fisik pekerjaan, dan faktor-faktor lainnya
3.3.3 Kelonggaran Waktu Karena Keterlambatan-Keterlambatan Delay
Allowance
Keterlambatan atau delay bisa disebabkan oleh faktor-faktor yang sulit untuk dihindarkan Unavoidable Delay, tetapi bisa juga disebabkan oleh
beberapa faktor yang sebenarnya masih bisa dihindari Avoidable Delay. Keterlambatan yang terlalu besar atau lama tidak akan dipertimbangkan
sebagai dasar untuk menetapkan waktu baku. Untuk avoidable delay disini terjadi dari saat ke saat yang umumnya
disebabkan oleh mesin, operator, ataupun hal-hal lain yang diluar kontrol. Mesin dan peralatan kerja lainnya selalu diharapkan tetap pada kondisi siap pakai atau
kerja. Apabila terjadi kerusakan dan perbaikan berat terpaksa harus dilaksanakan, operator biasanya akan ditarik dari stasiun kerja ini sehingga delay yang
terjadi akan dikeluarkan dari pertimbangan untuk menetapkan waktu baku untuk proses kerja tersebut.
Untuk unvoidable delay sebaiknya dipertimbangkan sebagai tantangan dan sewajarnya dilakukan usaha-usaha keras untuk mengeliminir delay semacam
ini. Macam dan lamanya keterlambatan untuk suatu aktivitas kerja dapat ditetapkan dengan teliti dengan melaksanakan aktivitas time study secara
penuh ataupun bisa juga dengan kegiatan sampling kerja.
3.4 Perhitungan Waktu Normal dan Waktu baku
Jika pengukuran-pengukuran telah selesai maka data waktu yang telah memiliki keseragaman data, jumlahnya telah memenuhi syarat yang diinginkan
maka baru kita dapat menghitung waktu baku. Waktu baku ini sangat diperlukan untuk :
a. Man power planning perencanaan kebutuhan tenaga kerja
b. Estimasi biaya-biaya untuk upah karyawan atau pekerja.
c. Penjadwalan produksi dan penganggaran.
d. Perencanaan sistem pemberian bonus dan insentif bagi karyawan pekerja
yang berprestasi. e.
Indikasi keluaran output yang mampu dihasilkan oleh seorang pekerja. Waktu baku ini merupakan waktu yang dibutuhkan oleh seseorang
pekerja yang memiliki tingkat kemampuan rata-rata untuk menyelesaikan suatu pekerjaan. Waktu baku ini disini sudah meliputi kelonggaran waktu yang
diberikan dengan memperhatikan situasi dan kondisi pekerjaan yang harus diselesaikan tersebut. Dengan demikian maka waktu baku yang dihasilkan dalam
aktivitas pengukuran kerja ini akan dapat digunakan sebagai alat untuk membuat rencana penjadwalan kerja yang menyatakan berapa lama serta berapa jumlah
tenaga kerja yang dibutuhkan untuk menyelesaikan pekerjaan tersebut. Di sisi lain dengan adanya waktu baku yang sudah ditetapkan ini akan dapat pula ditentukan
upah ataupun insentif bonus yang harus dibayar sesuai dengan performa yang ditunjukkan oleh pekerja konsep
“ a fair day’s work for a fair day’s pay”. Cara mendapatkan waktu baku dari data yang telah terkumpul yaitu
adalah sebagai berikut : 1.
Hitung waktu siklus rata-rata dengan : Ws =
2. Hitung waktu normal dengan :
Wn = Ws x p Dimana p adalah faktor penyesuaian. Faktor ini diperhitungkan jika
pengukur berpendapat bahwa operator bekerja dengan kecepatan tidak wajar, sehingga hasil perhitungan waktu perlu disesuaikan atau dinormalkan dulu untuk
mendapatkan waktu siklus rata-rata yang wajar. Jika pekerja bekerja dengan wajar, maka faktor penyesuaiannya p sama dengan 1, artinya waktu siklus
rata-rata sudah normal. Jika bekerja terlalu lambat maka untuk menormalkannya pengukur harus memberi harga p1 atau p100, dan sebaliknya, jika p1 atau
p100, artinya dianggap bekerja cepat. 3. Hitung waktu baku dengan :
Wb = Wn + 1 Dimana 1 adalah kelonggaran atau allowance yang diberikan kepada
pekerja unuk menyelesaikan pekerjaannya di samping waktu normal. Kelonggaran ini diberikan untuk hal-hal seperti kebutuhan pribadi,
menghilangkan rasa fatique, dan gangguan-gangguan yang mungkin terjadi yang tidak dapat dihindarkan pekerja. Umumnya kelonggaran ini dinyatakan dalam
persen dari waktu normal.
BAB IV METODOLOGI PENELITIAN
4.1. Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan di PT. Mutiara Mukti Farma yang berlokasi di Jalan Besar Namorambe Km 8,5 No. 68 Kecamatan Deli tua, Kabupaten Deli
Serdang Provinsi Sumatera Utara. Penelitian ini dimulai sejak bulan Maret 2015 sampai dengan selesai
4.2. Objek Penelitian
Objek penelitian dalam penelitian ini adalah 5 orang operator pengepakan sirup untuk mengetahui waktu siklus, waktu baku dan jumlah operator yang
paling sesuai.
4.3. Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian deskriptif survei dengan analisa kuantitatif, yang dilakukan dengan tujuan utama untuk membuat gambaran
atau deskripsi tentang keadaan secara objektif yang digunakan untuk memecahkan serta menjawab permasalahan yang sedang dihadapi sekarang, selain itu dengan
penelitian deskriptif survei, penelitian tidak dilakukan terhadap seluruh objek yang diteliti atau populasi, tetapi hanya mengambil sebagian dari populasi tersebut
4.4. Kerangka Konseptual
Dalam metode penelitian, dibuat suatu kerangka konseptual yang dapat mempermudah peneliti dalam pengambilan data dan pengolahan data. Kemudian
direncanakan cara atau prosedur beserta tahapan-tahapan yang jelas dan disusun secara sistematis dalam proses penelitian. Tiap tahapan merupakan bagian yang
menentukan tahapan selanjutnya sehingga harus dilalui dengan cermat. Kerangka konseptual penelitian dapat dilihat pada Gambar 4.1.
.
Distribusi Pekerjaan
Waktu Pemindahan Kardus Obat
Beban Angkut Operator
Jumlah Operator Jumlah Operator Sesuai
- Waktu Siklus - Waktu Standar
- Waktu Normal -Work dan Idle
- Beban Kerja
Gambar 4.1 Kerangka Konseptual
4.5. Instrumen Penelitian
Pada penelitian ini instrument penelitian yang dilakukan adalah sebagai berikut:
1. Meteran sebagai intrumen untuk mengukur jarak pengerjaan pada operator.
2. Kamera sebagai instrument untuk mengambil gambar dan merekam.