Pelaksanaan Otonomi Daerah di Indonesia

melalui interpretasi dan analogi. Tidak kalah pentingnya adalah dilakukan pembaharuan dengan mengubah Undang-Undang Pokok Agraria Nomor. 5 Tahun 1960 selanjutnya disebut UUPA yang sudah berusia hampir setengah abad ini dengan undang-undang baru yang disesuaikan dengan perkembangan terkini di bidang hukum tanah nasional.

B. Pelaksanaan Otonomi Daerah di Indonesia

Hubungan antara Pemerintah Pusat dan Daerah pada masa Orde Baru diatur dengan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1974 Tentang Pokok-Pokok Pemerintahan Daerah. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1974 lebih banyak menitikberatkan pada penyelenggaraan pemerintahan yang sentralistik ketimbang desentralisasi atau otonomi daerah. Sistem pemerintahan yang sentralistik tersebut terselubung melalui pelaksanaan dekonsentrasi, karena sesungguhnya dekonsentrasi merupakan penghalusan dari sentralistik. Dekonsentrasi juga merupakan sarana ampuh bagi seperangkat birokrasi Pemerintah Pusat untuk menjalankan praktik sentralisasi, sehingga mengakibatkan daerah selalu tergantung kepada Pemerintah Pusat yang pada akhirnya berakibat mengurangi kemandirian daerah dan menjadi penghambat bagi proses pembangunan dan pengembangan Daerah. Seiring dengan bergulirnya era reformasi maka kemudian dilakukan perombakan secara radikal terhadap sistem pemerintahan daerah melalui Undang- Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah. Undang-undang ini mengubah hubungan antara Pemerintah Pusat dengan Daerah dari yang bersifat Universitas Sumatera Utara sentralistik menjadi desentralisasi. Esensi dari desentralisasi adalah pelaksanaan otonomi daerah secara luas. Istilah otonomi berasal dari bahasa Yunanai, yaitu autos yang artinya sendiri dan nomos yang artinya peraturan. Secara harafiah otonomi berarti peraturan sendiri atau undang-undang sendiri, yang kemudian berkembang pengertiannya menjadi menjalankan pemerintahan sendiri. 62 Otonomi daerah adalah penyerahan sebagian urusan rumah tangga dari pemerintah yang lebih tinggi kepada pemerintah di bawahnya dan sebaliknya pemerintah di bawah yang menerima penyerahan atau pelimpahan tersebut mampu melaksanakannya. Ada pula yang memaknai otonomi daerah sebagai pemberian hak, wewenang dan kewajiban kepada daerah yang memungkinkan daerah tersebut untuk mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri guna meningkatkan daya guna dan hasil guna dalam penyelenggaraan pemerintahan untuk meningkatkan pelayanan kepada masyarakat dan dalam pelaksanaan pembangunan daerah. Selama ini ada yang menyamakan pengertian otonomi daerah dan desentralisasi, walaupun sebenarnya pengertian otonomi daerah dan desentralisasi tidaklah sama. Secara singkat istilah desentralisasi mengandung pengertian adanya pembentukan daerah otonom atau penyerahan wewenang tertentu kepada daerah otonom yang dibentuk oleh Pemerintah Pusat. Sedang istilah otonomi daerah mengandung arti pemerintahan yang dijalankan oleh, dari dan untuk rakyat di bagian 62 Dharma Setyawan Salam, Otonomi Daerah Dalam Perspektif Lingkungan Nilai dan Sumber Daya Alam, Jakarta: Djambatan, 2003, hal. 81. Universitas Sumatera Utara wilayah nasional suatu Negara melalui lembaga-lembaga pemerintahan yang secara formal berada di luar Pemerintah Pusat. 63 Dalam otonomi daerah terdapat dua komponen utama, yaitu Pertama, komponen wewenang untuk menetapkan dan melaksanakan kebijakan sebagai komponen yang mengacu pada konsep “pemerintahan” yang terdapat di dalam pengertian otonomi. Kedua, komponen kemandirian sebagai komponen yang mengacu pada kata-kata “oleh, dari dan untuk rakyat”. Kemandirian tersebut diterjemahkan oleh Mohammad Hatta sebagai upaya untuk mendorong tumbuhnya prakarsa dan aktivitas sendiri. 64 Kewenangan yang merupakan komponen pertama otonomi daerah diperoleh dari Pemerintah Pusat melalui desentralisasi wewenang, dan wewenang tersebut merupakan kekuasaan formal formal power dalam bidang-bidang kehidupan yang terliput di dalam wewenang yang ditetapkan oleh Pemerintah Pusat berdasarkan peraturan perundang-undangan. Sebagai wujud dari penyelenggaraan pemerintahan daerah, maka daerah yang memiliki otonomi Daerah Otonom harus memiliki sumber keuangan yang dikelola secara terpisah dari keuangan Pemerintah Pusat Dari komponen kedua tersebut terlihat bahwa otonomi daerah adalah penyelenggaraan pemerintahan oleh daerah yang diselenggarakan secara demokratis dengan melibatkan rakyat secara langsung dalam penyelenggaraan pemerintahan. 63 Bhenyamin Hoessein, Berbagai Faktor yang Mempengaruhi Besarnya Otonomi Daerah Tingkat II : Suatu Kajian Desentralisasi dan Otonomi Daerah Dari Segi Ilmu Administrasi Negara, Disertasi, Pascasarjana Universitas Indonesia, Jakarta, 1993, hal. 17. 64 Ibid., hal. 18. Universitas Sumatera Utara untuk mendukung dan melaksanakan kebijakan di daerahnya terutama untuk tugas- tugas rutin dan tugas pembangunan demi untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Dengan demikian maka wewenang yang dilimpahkan oleh Pemerintah Pusat kepada Daerah dapat diperbesar atau diperkecil atau juga dapat ditarikdicabut kembali secara keseluruhan. Penambahan bobot atau besaran wewenang oleh Pemerintah Pusat kepada Pemerintah Daerah tidak akan mengakibatkan munculnya staat atau negara dalam negara di negara bersangkutan. Pelimpahan wewenang tersebut tidak meliputi kewenangan untuk menetapkan produk legislatif yang disebut secara formal dalam undang-undang, dan kewenangan mengadili atau yudikatif rechtspraak seperti yang dimiliki oleh suatu negara bagian dalam sistem federal. Komponen kedua yaitu kemandirian dalam otonomi daerah dapat dilihat dari adanya kemandirian Pemerintah Daerah untuk menggali Pendapatan Asli Daerah PAD, di samping bantuan dari Pemerintah Pusat dalam bentuk Dana Alokasi Umum DAU dan Dana Alokasi Khusus DAK. Apabila suatu daerah memiliki PAD lebih besar dari DAU dan DAK yang diperoleh dari Pusat, berarti Daerah yang bersangkutan mempunyai kemandirian yang lebih besar, dibanding daerah yang PAD-nya kecil. Apabila PAD suatu daearah kecil, maka daerah tersebut ketergantungannya kepada Pemerintah Pusat sangat besar karena dana untuk penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan masih ditopang oleh Pemerintah Pusat. Menurut Pasal 1 angka 5 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintah Daerah, dikatakan bahwa otonomi daerah adalah hak, wewenang dan Universitas Sumatera Utara kewajiban daerah untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Sedang pengertian desentralisasi adalah penyerahan wewenang pemerintahan oleh Pemerintah kepada daerah otonom untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintahan dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia Pasal 1 angka 7. Daerah otonom sebagai penerima penyerahan wewenang dari Pemerintah adalah kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai batas-batas wilayah yang berwenang mengatur dan mengurus urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia Pasal 1 angka 6. Penyelenggaraan otonomi daerah di Indonesia merupakan amanat UUD 1945 yang intinya menyatakan bahwa Pemerintah Daerah berwenang untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan menurut asas otonomi dan tugas pembantuan. Pemberian otonomi luas kepada daerah diarahkan untuk mempercepat terwujudnya kesejahteraan masyarakat melalui peningkatan pelayanan, pemberdayaan dan peran serta masyarakat. Melalui otonomi luas maka daerah diharapkan mampu meningkatkan daya saing dengan memperhatikan prinsip demokrasi, pemerataan, keadilan, keistimewaan dan kekhususan serta potensi dan keanekaragaman daerah dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia. Dalam pelaksanaan otonomi daerah di Indonesia diterapkan prinsip otonomi seluas-luasnya dalam arti kepada daerah diberikan kewenangan mengurus dan mengatur semua urusan pemerintahan yang diterapkan berdasarkan undang-undang. Universitas Sumatera Utara Daerah memiliki kewenangan untuk membuat kebijakan daerah guna member pelayanan, peninhkatan peran serta, prakarsa dan pemberdayaan masyarakat yang bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat. Di samping itu juga diterapkan prinsip otonomi nyata dan bertanggung jawab, yakni bahwa dalam menangani urusan pemerintahan dilaksanakan berdasarkan tugas, wewenang dan kewajiban yang senyatanya telah ada dan berpotensi untuk tumbuh, hidup dan berkembang sesuai dengan potensi dan kekhasan daerah. Isi dan jenis otonomi bagi setiap daerah tidak selalu sama dengan daerah lainnya. Prinsip otonomi yang bertanggung jawab adalah otonomi yang dalam penyelenggaraannya harus benar-benar sejalan dengan tujuan dan maksud pemberian otonomi, yaitu untuk memberdayakan daerah dan meningkatkan kesejahteraan rakyat yang merupakan bagian utama dari tujuan nasional. Oleh karena itu penyelenggaraan otonomi daerah harus selalu berorientasi pada peningkatan kesejahteraan masyarakat dengan selalu memperhatikan kepentingan dan aspirasi yang tumbuh dalam masyarakat. Otonomi daearah juga harus menjamin keserasian hubungan antara daerah dengan daerah lain, yaitu mampu membangun kerjasama antar daerah untuk meningkatkan kesejahteraan bersama dan mencegah ketimpangan antar daerah. Di samping itu juga harus dijamin keserasian hubungan antara Daerah dengan Pusat, artinya harus mampu memelihara dan menjaga keutuhan wilayah Negara dan tetap tegaknya Negara Kesatuan Republik Indonesia dalam rangka mewujudkan tujuan Negara. Penyelenggaraan otonomi daerah di Indonesia sebenarnya sudah dimulai sejak Tahun 1903 dengan keluarnya Decentralisatie Wet. Pada tahun 1903 Pemerintah Universitas Sumatera Utara Belanda menetapkan Wet Houdende Descentralisatie van het Bestuur in Nederlandsh Indie Stb. 1903 No. 219 dan Stb. 1903 No. 329. Kelahiran Undang-Undang Desentralisasi tersebut disebabkan oleh adanya dorongan dari berbagai pihak tentang perlunya diberikan kemandirian kepada bangsa Indonesia untuk mengatur pemerintahan sendiri. Untuk melaksanakannya maka kemudian oleh Pemerintah Kolonial dibentuk daerah otonom di wilayah gewest sedang bagian gewest yang bercorak perkotaan disebut gemeente. Pembentukan daerah otonom dan pelaksanaan pemerintahannya pada jaman colonial tersebut merupakan titik awal dari adanya hubungan antara pemerintah Pusat dan Daerah di Indonesia. 65 Tuntutan adanya perubahan sistem pemerintahan di Hindia Belanda tersebut didasarkan pada politik etis etische politiek yang dipelopori oleh Van Deventer. Berdasarkan Undang-Undang Desentralisasi 1903 tersebut maka Pemerintah Hindia Belanda dimungkinkan membentuk daerah otonom beriktu Dewan Perwakilan Rakyat Daerah di daerah otonom tersebut, yaitu di luar dari otonomi yang sudah ada sebelumnya yaitu Swapraja dan Desa yang berdasarkan hukum adat. 66 65 Safri Nugraha, dkk, Hukum Administrasi Negara, Depok-Jakarta: CLGS-FHUI, 2007, hal. 20. Kendati dimungkinkan dibentuk daerah otonom berdasarkan Decentralisatie Wet 1903, namun penyelenggaraan pemerintahan daerah dengan prinsip otonomi pada waktu itu tidaklah sama dengan desentralisasi yang dijalankan pada masa setelah kemerdekaan, karena sudah menjadi ciri khas dari setiap pemerintah kolonial yang lebih 66 Soetandyo Wignyosoebroto, Desentralisasi Dalam Tata Pemerintahan Kolonial Hindia Belanda, Malang: Bayumedia, 2004, hal. 24. Universitas Sumatera Utara mengutamakan pengerukan dan pengurasan kekayaan alam serta penguasaan sumber daya manusia atas negara jajahannya. 67 Otonomi daerah di Indonesia kemudian berkembang pesat seiring tumbangnya rezim Orde Baru pada tahun 1998. Seperti kita ketahui pada era Orde Baru sistem pemerintahan diselenggarakan secara sentralistis, yakni semuanya dikendalikan oleh Pemerintah Pusat. Kemudian ketika rezim Orde Reformasi berkuasa maka dilakukan perubahan yang sangat radikal dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah, yakni dari sentralisasi ke desentralisasi. Melalui Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 Tentang Pemerintahan Daerah dilakukan perimbakan pengaturan hubungan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah sesuai prinsip keadilan dan kesetaraan. Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah kemudian diganti dengan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah yang juga mengatur pelimpahan urusan atau kewenangan dari Pemerintah Pusat kepada Pemerintah Daerah. Namun tidak semua urusan pemerintahan diserahkandilimpahkan kepada Daerah. Terdapat sebelas urusan pemerintahan yang sebelumnya dipegang penuh oleh Pemerintah Pusat kemudian diserahkan kepada Pemerintah Daerah untuk diurusi sendiri, salah satunya adalah urusan pemerintahan di bidang pertanahan. 67 Lihat Sudono Syueb, Dinamika Hukum Pemerintahan Daerah di Indonesia, Sejak Jaman Penjajah sampai Era Reformasi, Yogyakarta: LaksBang Mediatama, 2008, hal. 22. Universitas Sumatera Utara

C. Kewenangan Pemerintah Dalam Urusan Pertanahan Menurut Peraturan Perundang-undangan