39
D. Hubungan Religiusitas Dengan Konsep Diri
Mahasiswa sebagai bagian dari generasi muda berada pada masa antara remaja akhir dan dewasa awal, sehingga pada masa ini menghadapi masalah
yang kompleks karena perubahan fisik, sosial dan mentalnya. Untuk dapat menghadapi masalah yang kompleks tersebut, mahasiswa perlu memiliki
religiusitas agar tidak mudah terjebak dalam hal-hal yang negatif. Mahasiswa termasuk dalam kriteria orang yang telah mencapai kematangan keberagamaan
sehingga religiusitasnya diharapkan mampu mengatasi persoalan-persoalan yang dihadapi dalam hidupnya, termasuk persoalan yang berhubungan dengan
kegiatan-kegiatan akademiknya. Religiusitas merupakan kesatuan unsur yang komprehensif dan
menjadikan mahasiswa disebut sebagai orang beragama. Dengan religiusitas tiap
mahasiswa menyakini, mengetahui, memahami, menyadari dan
mempraktekkan agama yang dianutnya dalam kehidupan sehari-hari. Hal ini berkaitan dengan perilaku, kehidupan sosial dan ajaran agama yang melibatkan
seperangkat tata cara ibadah dan nilai-nilai dari sebuah ajaran yang kemudian dapat mengasah mahasiswa menjadi diri yang lebih baik. Dengan cara ini
mahasiswa merasa lebih yakin akan konsep dirinya. Konsep diri berkaitan dengan bagaimana mahasiswa menilai dirinya, kemudian memanifestasikan hal
tersebut pada perilaku dan kehidupan sehari-hari. Bangga menjadi diri sendiri secara positif akan membantu mahasiswa untuk memandang orang lain secara
positif pula. Dengan demikian tingkat religiusitas mahasiswa mempunyai peranan yang cukup besar dalam mewujudkan konsep dirinya.
40
Mahasiswa yang memiliki konsep diri yang positif akan memancarkan suatu keoptimisan pada dirinya. Dengan konsep diri yang positif ini, maka
mahasiswa akan mampu melihat dirinya, dan melihat hal-hal yang positif yang akan menentukan keberhasilan. Sementara mahasiswa yang memiliki konsep
diri yang negatif cenderung memandang dirinya negatif sehingga identik dengan kegagalan. Oleh karena itu, mahasiswa perlu memiliki religiusitas yang
tinggi agar dapat mewujudkan konsep diri yang positif. Hal ini berarti tingkat religiusitas mahasiswa berhubungan dengan
konsep diri mahasiswa. Demikian pula dengan mahasiswa prodi Bimbingan dan Konseling BK angkatan 2010. Semakin baik tingkat religiusitas
mahasiswa prodi BK angkatan 2010, maka semakin baik pula konsep diri pada mahasiswa prodi BK angkatan 2010, dan sebaliknya semakin kurang tingkat
religiusitas mahasiswa prodi BK angkatan 2010, maka semakin kurang pula konsep diri yang terbentuk pada mahasiswa prodi BK angkatan 2010.
E. Paradigma Penelitian
Menurut Sugiyono 2012:42, paradigma penelitian adalah pola pikir yang menunjukkan hubungan antara variabel yang akan diteliti yang sekaligus
mencerminkan jenis dan jumlah rumusan masalah yang perlu dijawab melalui penelitian, teori yang digunakan untuk merumuskan hipotesis, jenis dan jumlah
hipotesis, dan teknik analisis statistik yang akan digunakan. Paradigma yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah paradigma sederhana. Paradigma
sederhana terdiri atas satu variabel independen dan dependen Sugiyono, 2012: 42. Paradigma dalam penelitian ini dapat digambarkan sebagai berikut:
41
Gambar 1. Paradigma Penelitian Keterangan: X = Variabel bebas Religiusitas
Y = Variabel Terikat Konsep Diri
F. Hipotesis Penelitian
Berdasarkan kajian teori yang telah diuraikan di atas, maka diajukan hipotesis dalam penelitian ini adalah
1. Hipotesis Nol
“Tidak terdapat hubungan yang positif antara religiusitas dengan konsep diri mahasiswa Program Studi Bimbingan dan Konseling UNY angkatan 2010”.
Hal ini berarti semakin baik tingkat religiusitas mahasiswa Program Studi Bimbingan dan Konseling UNY angkatan 2010, maka semakin tidak baik
konsep dirinya.
2. Hipotesis Kerja
“Terdapat hubungan yang positif antara religiusitas dengan konsep diri mahasiswa Program Studi Bimbingan dan Konseling UNY angkatan 2010”.
Hal ini berarti semakin baik tingkat religiusitas mahasiswa Program Studi Bimbingan dan Konseling UNY angkatan 2010, maka semakin baik pula
konsep dirinya.
x Y