4. Ketertarikan Fashion Fashion Involvement
Antil dalam Setiadi 2003 menyebutkan bahwa keterlibatan adalah tingkat kepentingan pribadi yang dirasakan dan atau minat yang
dibangkitkan oleh stimulus di dalam situasi spesifik hingga jangkauan kehadirannya.
Konsumen bertindak
dengan sengaja
untuk meminimumkan resiko dan memaksimumkan manfaat yang diperoleh
dari pembelian dan pemakaian. Keterlibatan involvement mengacu pada persepsi konsumen
tentang pentingnya personal suatu objek,kejadian, atau aktivitas. Konsumen yang melihat bahwa produk yang memiliki konsekuensi
relevan secara pribadi dikatakan terlibat dengan produk dan memiliki hubungan dengan produk tersebut Setiadi, 2003.
Keterlibatan adalah status motivasi yang menggerakkan serta mengarahkan proses kognitif dan perilaku konsumen pada saat mereka
membuat keputusan. Jika keterlibatan suatu produk tinggi, seseorang akan mengalami taggapan pengaruh yang lebih kuat seperti emosi dan
perasaan yang kuat Setiadi, 2003. Dengan demikian, keterlibatan merupakan refleksi dari motivasi yang kuat di dalam bentuk relevansi
pribadi yang sangat dirasakan dari suatu produk atau jasa dalam konteks tertentu.
Dari definisi di atas, dapat disimpulkan bahwa keterlibatan adalah kepentingan pribadi atau minat yang dirasakan seseorang yang
ditimbulkan oleh rangsangan pada suatu produk atau jasa, sehingga
menimbulkan motivasi ang mengarahkan proses kognitif dan perilaku konsumen pada saat membuat keputusan.
Menurut Mowen 2002, keterlibatan konsumen adalah tingkat kepentingan pribadi yang dirasakan atau minat yang ditimbulkan oleh
sebuah rangsangan. Dengan semakin meningkatnya keterlibatan, konsumen memiliki motivasi yang lebih besar untuk memperhatikan,
memahami, dan mengolaborasi informasi tentang pembelian. Dalam pemasaran fashion, fashion involvement mengacu pada
ketertarikan perhatian dengan kategori produk fashion seperti pakaian. Fashion involvement digunakan terutama untuk meramalkan
variabel tingkah laku yang berhubungan dengan produk pakaian seperti keterlibatan produk, perilaku pembelian, dan karakteristik konsumen
Browne and Kaldenberg, 1997 dalam Edwin Japarianto dan Sugiono Sugiharto, 2011.
Secara singkat, O’Cass 2000, 2004 dalam Park et al., 2006 menemukan bahwa fashion involvement pada pakaian sangat terkait
dengan karakteristik pribadi yaitu perempuan dan anak muda dan pengetahuan fashion, yang kemudian dapat memengaruhi kepercayaan
konsumen dalam membuat keputusan pembelian. Hubungan positif antara tingkat fashion involvement dan pembelian pakaian Fairhurst et
al., 1989, Soe et al., 2001 dalam Park et al., 2006 mengusulkan bahwa konsumen dengan fashion involvement yang tinggi akan
memiliki kemungkinan besar membeli pakaian dengan gaya terbaru.
Oleh karena itu, diasumsikan konsumen dengan fashion involvement yang tinggi lebih cenderung terlibat dalam impulse buying berorientasi
fashion.
B. Penelitian yang Relevan
1. Eun Joo Park et al., 2006 dengan judul “A Structural Model of
Fashion-Oriented Impulse Buying Behavior ”. Sampel dalam penelitian
ini adalah 217 mahasiswa universitas metropolitan di USA. Variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah fashion involvement,
positive emotion, hedonic consumption tendency sebagai variabel independen, dan impulse buying sebagai variabel dependen. Variabel
penelitian diukur dengan menggunakan skala likert dengan tujuh poin tingkatan perasaan. Alat analisis menggunakan Structural Equation
Model SEM. Hasil penenlitian menunjukkan bahwa fashion involvement memiliki pengaruh positif pada impulse buying konsumen
yang berorientasi fashion dengan nilai signifikansi sebesasr 0,47 0,470,001. Sedangkanpositive emotion memiliki pengaruh positif
pada impulse buying konsumen yang berorientasi fashion dengan nilai signifikansi sebesasr 0,23 0,230,001. Dari kedua faktor tersebut
fashion involvement mempunyai pengaruh terbesar. Hedonic consumption tendency merupakan mediator penting dalam menentukan
impulse buying berorientasi fashion.