BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Negara Indonesia mengalami perubahan yang cukup signifikan dan fundamental dalam mekanisme penyelenggaraan pemerintahan pada tahun 2001
yaitu sejak diberlakukannya otonomi daerah secara efektif. Saat ini, otonomi daerah telah menjadi semacam new product dari sebuah industri bernama
pemerintahan yang begitu masuk di pasar langsung memperoleh tanggapan yang sangat tinggi. Hal ini tertuang sebagaimana yang diamanatkan dalam UU No.
221999 tentang Pemerintah Daerah dan UU No. 251999 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Daerah. Implementasi otonomi daerah
telah memasuki era baru setelah Pemerintah dan DPR sepakat untuk mengesahkan UU No.322004 tentang Pemerintahan Daerah serta UU No.332004 tentang
Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah. Kedua UU Otonomi Daerah ini merupakan revisi terhadap UU No. 221999 dan UU
No.251999 sehingga kedua undang-undang tersebut kini tidak berlaku lagi. Sejalan dengan diberlakukannya UU Otonomi Daerah tersebut maka hal ini
memberikan harapan baru terhadap tumbuhnya kesadaran untuk membangun daerah secara lebih optimal, tidak lagi terkonsentrasi ke pusat. Hal tersebut berarti
bahwa dengan adanya UU Otonomi Daerah yang telah direvisi tersebut pemerintah daerah diberi kewenangan penyelenggaraan pemerintah daerah yang
lebih luas, nyata, dan bertanggung jawab. Namun dibalik adanya sisi positif atas
Universitas Sumatera Utara
penerapan otonomi daerah tersebut, tetap saja terdapat adanya sisi negatif atas penerapan otonomi daerah tersebut. Dengan adanya otonomi daerah ini akan
mengakibatkan kekhawatiran munculnya ‘desentralisasi masalah’ dan ‘desentralisasi kemiskinan’. Artinya pelimpahan beberapa wewenang dari pusat di
daerah juga disertai dengan pelimpahan masalah dan kemiskinan yang selama ini tidak mampu ditangani dan diselesaikan oleh pemerintah pusat. Menurut UU
No.322004 2004 : 5, “Desentralisasi adalah penyerahan wewenang pemerintahan oleh Pemerintah kepada daerah otonom untuk mengatur dan
mengurus urusan pemerintahan dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia”.
Menurut UU No.322004 2004 : 4, “Otonomi daerah adalah hak, wewenang, dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan
pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan”. Dari pengertian tersebut diatas maka akan tampak bahwa
daerah diberi hak otonom oleh pemerintah pusat untuk mengatur dan mengurus kepentingannya sendiri.
Otonomi daerah identik dengan tuntutan akuntabilitas, good governance, dan sebagainya. Pemerintah yang baik adalah pemerintahan yang dapat
mempertanggung jawabkan kepercayaan masyarakatnya secara jujur Roesyanto, 2007 : 1.
Selaras dengan tuntutan good governance, maka salah satu upaya konkrit untuk mewujudkan transparansi dan akuntabilitas pengelolaan keuangan negara
adalah penyampaian laporan pertanggungjawaban keuangan pemerintah yang
Universitas Sumatera Utara
memenuhi prinsip tepat waktu dan disusun dengan mengikuti standar akuntansi pemerintahan yang telah diterima secara umum. Hal tersebut diatur dalam
Undang-Undang No.17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara yang mewajibkan Presiden dan Gubernur Bupati Walikota untuk menyampaikan laporan
pertanggungjawaban dalam bentuk dan isi laporan pertanggungjawaban pelaksanaan APBNAPBD disusun dan disajikan sesuai dengan Standar
Akuntansi Pemerintahan yang ditetapkan dengan peraturan pemerintah. Di bidang peraturan perundang-undangan, pemerintah dengan persetujuan
DPR-RI telah menetapkan satu paket undang-undang di bidang keuangan negara, yaitu UU No.17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara, UU No.1 Tahun 2004
tentang Perbendaharaan Negara, dan UU No.15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan Tanggung Jawab Keuangan Negara. Ketiga undang-undang tersebut
menjadi dasar bagi institusi negara untuk mengubah pola administrasi keuangan financial administration menjadi pengelolaan keuangan financial
management. Kemudian pemerintah melalui UU No. 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara dan UU No.1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara
selanjutnya mengamanatkan tugas penyusunan standar tersebut kepada suatu komite standar yang independen yang ditetapkan dengan suatu keputusan presiden
tentang Komite Standar Akuntansi Pemerintahan. Hal ini juga diperkuat oleh Presiden RI untuk menyusun suatu standar akuntansi pemerintahan melalui
Keputusan Presiden Nomor 84 Tahun 2004 tentang Komite Standar Akuntansi Pemerintahan KSAP, sebagaimana diubah dengan Keputusan Presiden Nomor 2
Tahun 2005.
Universitas Sumatera Utara
Dalam rangka menyusun dan menghasilkan laporan keuangan pemerintah yang memenuhi prinsip tepat waktu dan disusun dengan mengikuti standar
akuntansi pemerintahan yang telah diterima secara umum, kini pemerintah melalui KSAP telah berhasil menyusun dan mengeluarkan suatu standar akuntansi
pemerintahan yang ditetapkan Presiden sebagai Peraturan Pemerintah No.24 Tahun 2005 yang selanjutnya disebut dengan PP No.24, tentang Standar
Akuntansi Pemerintahan yang disingkat dengan SAP, tertanggal 13 Juni 2005. Menurut PP No.24 pada bagian Pengantar Standar Akuntansi Pemerintahan 2005
: 2, “SAP adalah prinsip-prinsip akuntansi yang diterapkan dalam menyusun dan menyajikan laporan kuangan pemerintahan”. Dengan demikian SAP merupakan
persyaratan yang mempunyai kekuatan hukum dalam upaya meningkatkan kualitas laporan keuangan pemerintah di Indonesia. Namun Roesyanto 2007 : 3,
menyatakan bahwa “rata-rata pemerintah daerah belum dapat menyusun laporan keuangan daerah sesuai dengan ketentuan yang ada yaitu PP No. 24 Tahun 2005
mengenai Standar Akuntansi Pemerintahan SAP”. Terkait dengan penyusunan laporan keuangan daerah sesuai dengan SAP,
maka perlu diperhatikan faktor pemahaman terhadap SAP. Pemahaman terhadap SAP ini diperlukan supaya hasil dari laporan keuangan daerah dapat
dipertanggungjawabkan. Selain pemahaman terhadap SAP, maka faktor lain yang perlu diperhatikan adalah pendidikan dan pelatihan terhadap Satuan Kerja
Perangkat Daerah SKPD. Pendidikan dan pelatihan ini diperlukan agar perangkat SKPD tidak mengalami kesulitan dalam menyusun laporan keuangan
daerah karena telah terbiasa melalui adanya pendidikan dan pelatihan. Hal
Universitas Sumatera Utara
tersebut senada dengan pendapat Latoirner dalam Saksono 1993 bahwa “para pegawai dapat berkembang lebih pesat dan lebih baik serta bekerja lebih efisien
apabila sebelum bekerja mereka menerima latihan di bawah bimbingan dan pengawasan seorang instruktur yang ahli” serta Dessler 1995
yang menyatakan bahwa “kebutuhan pendidikan dan pelatihan training need bagi suatu organisasi
pada hakekatnya muncul dikarenakan adanya masalah-masalah yang mengganggu kinerja organisasi itu, seperti penurunan prestasi”. Begitu juga dengan
Simanjuntak 1983 : 226 dalam Kurnia 2005 yang menyatakan bahwa “
pendidikan membentuk dan menambah pengetahuan seseorang untuk mengerjakan sesuatu dengan lebih cepat dan tepat”. Sementara itu, Dessler 1995
melihat kebutuhan pendidikan dan pelatihan training need bagi suatu organisasi pada hakekatnya muncul dikarenakan adanya masalah-masalah yang mengganggu
kinerja organisasi itu, seperti penurunan prestasi Namun Menpan 2005 menyatakan “pendidikan dan pelatihan pegawai yang berlaku dewasa ini bersifat
formalitas guna memenuhi persyaratan jabatan”. Akibatnya pendidikan dan pelatihan yang dilakukan kurang efektif dan efisien.
Faktor lain yang juga perlu diperhatikan adalah latar belakang pendidikan. Latar belakang pendidikan juga faktor yang dapat mempengaruhi penyusunan
laporan keuangan. Dengan memperhatikan latar belakang pendidikan dari perangkat SKPD, maka akan membantu dalam menyusun laporan keuangan
daerah. King dalam Efendi 2005 melakukan penelitian tentang penempatan Pegawai Negeri Sipil PNS di beberapa daerah seperti kota atau kabupaten di
Indonesia, menyimpulkan bahwa “penempatan PNS sering tidak sesuai dengan
Universitas Sumatera Utara
kapasitas pegawai yang bersangkutan”. Sularyono dalam Koran Suara Merdeka 28 Juni 2005 menyatakan “latar belakang pendidikan perangkat kerja di daerah,
ada yang kurang pas dengan jabatan yang diemban”. Sejalan dengan hal tersebut menurut Menpan 2006, “tingkat pendidikan birokrasi negara Indonesia sebagian
besar berpendidikan SLTA ke bawah dan rendahnya tingkat pendidikan ini sangat memengaruhi inovasi dan kreatifitasnya dalam mengambil keputusan”.
Berdasarkan uraian latar belakang masalah diatas , peneliti tertarik untuk mengetahui pengaruh dari pemahaman terhadap SAP, pendidikan dan pelatihan,
serta latar belakang pendidikan terhadap penyusunan laporan keuangan daerah
dalam sebuah skripsi dengan judul “Pengaruh Pemahaman SAP, Pendidikan dan Pelatihan, serta Latar Belakang Pendidikan terhadap Penyusunan
Laporan Keuangan Daerah pada Pemerintah Kota Medan”
B. Batasan Penelitian Peneliti memberi batasan masalah agar penelitian terfokus pada topik yang