Pemanfaatan Dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) Bagi Siswa Kurang Mampu

(1)

PEMANFAATAN DANA BANTUAN OPERASIONAL SEKOLAH (BOS)

BAGI SISWA KURANG MAMPU

(Studi Komparatif: Pada Siswa Kurang Mampu Di SMPN 1 Bilah Hulu Dan SMP Swasta Bina Widya Aeknabara, Kecamatan Bilah Hulu, Kabupaten Labuhanbatu)

DIAJUKAN OLEH:

NIM (080901007)

AHMED FERNANDA DESKY

DEPARTEMEN SOSIOLOGI

GUNA MEMENUHI SALAH SATU SYARAT UNTUK MEMPEROLEH GELAR SARJANA FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN


(2)

(3)

ABSTRAK

Penulisan skripsi yang berjudul “Pemanfaatan Dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) Bagi Siswa Kurang Mampu” berawal dari ketertarikan penulis dalam melihat kebijakan sekolah dalam mengurangi beban biaya sekolah siswa terutama pada siswa kurang mampu. Kebijakan pemerintah direalisasikan melalui program dana khusus berupa uang transportasi bagi siswa kurang mampu. Dalam pengalokasian dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS), pihak sekolah melakukan penyeleksian kepada siswanya yang layak dibantu atau tidak sama sekali. Hal ini dibutuhkan kejelian pihak sekolah dalam melihat kondidsi sosial ekonomi orang tua siswa. Selain itu setiap sekolah juga memiliki kebijakan yang berbeda-beda dalam memberikan bantuan kepada siswa kurang mampu. Ada sekolah yang memberikan dana bantuan tersebut dalam bentuk barang misalnya sepeda, buku pelajaran, dan seragam sekolah. Namun ada juga sekolah yang memberikan uang langsung tunai sesuai dengan kebijakan sekolah dalam menetapkan jumlah uang yang diberikan kepada siswa kuran mampu. Hal ini harus diperhatikan pengalokasiannya agar program Bantuan Operasional Sekolah (BOS) tepat sasaran.

Metode penelitian yang digunakan adalah metode penelitian survei dengan pendekatan kuantitatif. Interpretasi dan teknik pengumpulan data dilakukan dengan cara menyebarkan kuesioner kepada siswa kurang mampu dan orang tua siswa, observasi, dan wawancara. Setelah data diperoleh kemudian data dianalisis menggunakan rumus distribusi frekuensi, lalu data di komparasikan dan di deskripsikan mengenai pemanfaatan dan pengalokasian dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) bagi siswa kurang mampu di SMPN 1 Bilah Hulu dan SMP swasta Bina Widya, kecamatan Bilah Hulu, kabupaten Labuhan Batu. Dalam hal ini peneliti mengambil sampel siswa kurang mampu dan orang tua siswa di dua sekolah yaitu di SMPN 1 Bilah Hulu dan SMP swasta Bian Widya. Di SMPN 1 Bilah Hulu sampel siswa kurang mampu dan orang tua siswa masing-masing diambil sebanyak 70 responden. Sedangkan sampel siswa kurang mampu dan orang tua siswa di SMP swasta Bina Widya masing-masing sebanyak 20 responden.

Dalam aspek fungsionalnya di dua sekolah ini memiliki kebijakan yang berbeda-beda, SMPN 1 Bilah Hulu memberikan uang transportasi kepada siswa kurang mampu sebesar Rp 350.000 per siswanya sedangkan di SMP swasta Bina Widya sebesar Rp 375.000 per siswanya dalam kurun waktu setahun sekali. Selain itu pendataan siswa kurang mampu di dua sekolah ini ternyata belum 100% tepat pada sasarannya. Di SMPN 1 Bilah Hulu sekitar 47,1% orang tua siswa masih mampu membiayai kebutuhan hidup keluarga setiap bulannya, sekitar 37,2% orang tua siswa memiliki status rumah milik sendiri, dan sekitar 91,4% orang tua siswa memiliki kendaraan bermotor. Sedangkan di SMP swasta Bina Widya sekitar 60% masih mampu membiayai kebutuhan hidup keluarga setiap bulannya, sekitar 25% orang tua siswa memiliki status rumah milik sendiri, dan sekitar 90% orang tua siswa memiliki kendaraan bermotor. Fungsi menifes kebijakan Bantuan Operasional Sekolah (BOS) bagi siswa kurang mampu di SMPN 1 Bilah Hulu dan SMP swasta Bina Widya yaitu orang tua siswa tidak bersusah payah membiayai pendidikan anak karena sudah tertutupi oleh kebijakan yang diberikan oleh pemerintah berupa bantuan perlengkapan sekolah. Sedangkan Fungsi laten pada kebijakan Bantuan Opersional Sekolah (BOS) ada pengaruhnya terhadap peningkatan prestasi belajar siswa kurang mampu yang dilihat berdasarkan nilai rata-rata raport siswa kurang mampu.


(4)

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT atas segala limpahan rahmat dan berkat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini. Skripsi yang berjudul “Pemanfaatan Dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) Bagi Siswa Kurang Mampu”, disusun sebagai salah satu persyaratan untuk memperoleh gelar sarjana di departemen Sosiologi, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara. Secara ringkas skripsi ini mendeskripsikan dan mengkomparasikan sekolah negeri dengan sekolah swasta mengenai pengalokasian dan pemanfaatan dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) yang diterima oleh siswa kurang mampu di SMPN 1 Bilah Hulu dan SMP swasta Bina Widya Aeknabara Kecamatan Bilah Hulu, Kabupaten Labuhan Batu.

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa tanpa dukungan dari berbagai pihak skripsi ini tidak akan terselesaikan. Penghargaan yang tinggi dan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya penulis ucapkan kepada kedua orang tua yaitu ayahanda tersayang Drs.H. Sanudin Desky, M.M dan ibunda tercinta Hj. Epi Salmah yang telah melahirkan dan membesarkan serta mendidik penulis dengan penuh kasih sayang dan kesabaran dalam mendidik anak. Inilah persembahan yang dapat penulis berikan sebagai tanda ucapan terima kasih dan tanda bakti penulis kepada kedua orang tua.

Dalam penulisan ini penulis menyampaikan penghargaan yang tulus dan ucapan terimakasih yang mendalam kepada pihak-pihak yang telah membantu penyelesaian skripsi ini kepada:

1. Bapak Prof. Dr. Badaruddin, M.Si, selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Sumatera Utara.

2. Ibu Dra. Lina Sudarwati, M.Si, Selaku ketua Departemen Sosiologi dan juga menjadi dosen pembimbing penulis yang selalu memberikan masukan-masukan dalam penulisan skripsi dan Drs. T. Ilham Saladin, M.Sp, selaku Sekretaris Departemen Sosiologi Fakultas Ilmu Sosial


(5)

dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara.

3. Terima kasih banyak sebesar-besarnya kepada Ibu Dra. Lina Sudarwati, M.Si, selaku dosen pembimbing skripsi penulis yang telah banyak mencurahkan waktu, tenaga, ide-ide dan pemikiran dalam membimbing penulis dari awal hingga penyelesaian penulisan skripsi ini. 4. Terima kasih kepada Bapak Drs. Junjungan Simajuntak, M.Si selaku dosen penguji skripsi

penulis dan terima kasih kepada Bapak Drs. Henri Sitorus, M.si selaku dosen wali penulis ucapkan terima kasih yang tulus telah bersedia menjadi dosen wali penulis sejak awal hingga akhir perkuliahan di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Sumatera Utara. 5. Terima kasih kepada para dosen Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik terutama dosen

departemen Sosiologi yang telah membimbing, memberikan sumbangsih pemikiran dalam aspek sosiologis serta pengalaman penelitian dari proses pembuatan proposal penelitian lalu terjun langsung di lapangan dalam melihat realitas sosial, serta pengolahan data penelitian sejak awal perkuliahan hingga selesai kepada penulis.

6. Terima kasih kepada seluruh pegawai Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Sumatera Utara. Kak Fenni Khairifa dan Kak Betty, yang telah banyak membantu penulis selama masa perkuliahan dalam hal administrasi.

7. Ucapan terima kasih sebesar-besarnya juga saya ucapkan kepada ayah penulis Drs.H. Sanudin Desky, M.M dan ibu Hj. Epi Salmah yang sangat penulis sayangi dan cintai, yang telah mencurahkan kasih sayangnya tiada terhingga dan tiada batasnya, selalu memberikan doa, semangat, nasehat, dan mendidik penulis dengan dukungan moril maupun materil pada masa kuliah.

8. Terima kasih buat gadis manis ku Henny Susanti (Aiy) yang selalu mendampingi penulis saat suka maupun duka, memberi semangat menghadapi semua masalah, dan dukungan sepenuh hatinya selama 3 tahun ini, baik dalam proses menjalankan bisnis “NILA ORGANIK”


(6)

bersama maupun meningkatkan pemikiran kita lebih dewasa. Pil pahit sudah terlewati, manisnya gula akan kita nikmati, tepat tanggal 28 januari, tanggal yang bertuah bagi kita “aiy”.

9. Secara khusus penulis ucapkan terima kasih kepada keluarga besarnya yaitu abang kandung beserta kakak ipar penulis Hasmad Renaldi Desky, S.T (Bang Wo) dan istri Sri Astuti (Kak Wo), Yopi Husein Desky, S.Pd (Bang Ngah) dan istri Vica Rahmayanti, S.E (Kak Ngah), Deden Ulul Albab Desky (Bang Ayang) yang juga turut memberikan doa, semangat, nasehat kepada penulis serta masukan yang tidak ternilai harganya sejak awal perkuliahan hingga penyelesaian skripsi ini. Tak lupa pula kepada adik kandung penulis M. Fathir Rahman Desky, Dinda Sri Mahera Desky, dan Rian Mursalaat Desky yang selalu membuat penulis terhibur dengan kejailan dan tingkah kocak kalian pada saat proses penyelesaian skripsi ini.

10. Terima kasih buat teman-teman PKL dan sahabat-sahabat penulis yang senantiasa bekerja sama selama perkuliahan “Geng Terong” Putra (sos 08), Fikar(sos 08), Rudi (sos 08), Reza (sos 08), Aldy (sos 08 ), Anggre (sos 08), Jhon (sos 08), Okta (sos 08), Esti (sos 08), Elfi (sos 08), Mita (sos 08), Ayu (sos 08), Imay (sos 08), srik (sos 08), Leni (sos 08), Vera (sos 08), Gusnimar (sos 08), Sahrul (sos 08), Dicky (sos 08) dan Sugi (08) yang telah memberikan dukungan dan bantuan dalam proses penyelesaian skripsi ini, dan semua teman yang tidak dapat penulis ucapkan satu persatu, terima kasih buat dukungannya kawan-kawan.

11. Terima kasih juga penulis ucapkan kepada kawan-kawan di HMI FISIP USU yang telah sama-sama berproses walaupun proses itu terhenti di tengah jalan tapi penulis bangga telah menjadi bagian dari kalian dan segenap rekan-rekan seperjuangan PEMA FISIP USU priode 2010-2011 yang telah memberikan indahnya pengalaman pahit manisnya berproses di organisasi. Tidak lupa pula penulis berterima kasih kepada pengurus Student


(7)

Entrepreneurship Center Universitas Sumatera Utara (SEC USU) periode kedua tahun 2011-2012 yang telah memberikan kepercayaan kepada penulis berupa dukungan moril maupun materilnya secara hibah untuk menjalankan kewirausahaan “NILA ORGANIK”. Hal ini tentu saja menambah wawasan dan pengalaman penulis dalam menjalankan bisnis yang menjanjikan di bidang kewirausahaan.

12. Terima kasih juga yang sebesar-besarnya kepada Bapak Muklis Baizuri, S.Pd selaku kepala kepala sekolah SMPN 1 Bilah Hulu yang memberikan izin serta informasi tentang penelitian karya ilmiah bagi penulis, dan Ibu Maryana selaku wakil kepala sekolah bidang kesiswaan SMPN 1 Bilah Hulu yang memberikan waktu luangnya untuk mengumpulkan responden, serta kepada ibu Zubaidah selaku kepala sekolah SMP swasta Bina Widya Aeknabara yang telah memberikan izin penulis serta memberikan waktu luangnya untuk mengumpulkan di sekolah tersebut. Terima kasih juga kepada para responden baik siswa maupun orangtua siswa yang telah banyak membantu memberikan informasi yang sangat dibutuhkan dalam penulisan skripsi ini.

Penulis merasa bahwa dalam penulisan skripsi masih terdapat berbagai kekurangan dan keterbatasan, untuk itu penulis sangat mengharapkan masukan dan saran-saran yang sifatnya membangun demi kebaikan tulisan ini. Demikianlah yang dapat penulis sampaikan, harapan saya agar tulisan ini dapat berguna bagi pembacanya, dan akhir kata dengan kerendahan hati, penulis mengucapkan terima kasih banyak kepada semua pihak yang telah membantu penulisan skripsi ini.

Medan, Februari 2013 (Penulis)

NIM: 080901007 AHMED FERNANDA DESKY


(8)

DAFTAR ISI

ABSTRAK ………..………... i

KATA PENGANTAR ……….. ii

DAFTAR ISI ………. vi

DAFTAR TABEL ... xi

BAB I PENDAHULUAN …...……… 1

1.1. Latar Belakang Masalah ………... 1

1.2. Perumusan Masalah ……….. 10

1.3. Tujuan Penelitian ……….. 11

1.4. Manfaat Penelitian ……… 11

BAB II KERANGKA TEORI .………. 13

2.1. Kebijakan Pemerintah Dalam Meningkatkan Pendidikan ………...…. 13

2.2. Fungsi Pendidikan Sebagai Pengentasan Kemiskinan ………. 25

2.3. Fungsi Pendidikan Sebagai Mobilitas Sosial ……… 26

2.4. Definisi Konsep ……… 28


(9)

BAB III METODE PENELITIAN …..………. 37

3.1. Jenis penelitian ………. 37

3.2. Lokasi Penelitian ……….. 37

3.3. Populasi Dan Sampel ……… 38

3.3.1 Populasi ………... 38

3.3.2. Sampel dan Teknik Sampling ……… 39

3.3.2.1. Sampel SMPN 1 Bilah Hulu ………... 39

3.3.2.2. Sampel SMP Swasta Bina Widya Aeknabara ………...…. 40

3.4. Teknik Pengumpulan Data ………... 41

3.5. Teknik Analisis Data ……… 43

3.6. Jadwal Kegiatan ………...… 44

BAB IV Deskripsi Lokasi Penelitian ……… 45

4.1. Deskripsi Wilayah Kecamatan Bilah Hulu ………... 45

4.2. Sejarah SMPN 1 Bilah Hulu ……… 46

4.3. Profil SMPN 1 Bilah Hulu ………... 47

4.4. Sejarah SMP Swasta Bina Widya Aeknabara ……….. 53


(10)

4.5.1. Data Siswa SMP Swasta Bina Widya Aeknabara ………. 57

4.5.2. Data Ruangan SMP Swasta Bina Widya Aeknabara ……… 59

4.5.3. Data Personil SMP Swasta Bina Widya Aeknabara ………. 60

BAB V TEMUAN DATA DAN ANALISISNDATA ………..………. 62

5.1. Karakteristik Responden Siswa Kurang Mampu dan Orang Tua siswa Kurang Mampu SMPN 1 Bilah Hulu ……….. 62

5.1.1.Karakteristik Responden Siswa Kurang Mampu SMPN 1 Bilah Hulu ……….. 62

5.1.2.Karakteristik Responden Orang Tua Siswa Kurang Mampu SMPN 1 Bilah Hulu ………….….………... 64

5.2. Pengalokasian Dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) Bagi Siswa Kurang Mampu SMPN 1 Bilah Hulu ………..……… 68

5.3. Kondisi Sosial Ekonomi Orang Tua Dan Siswa Kurang Mampu SMPN 1 Bilah Hulu ……… 70

5.3.1. Kondisi Sosial Ekonomi Orang Tua Siswa Kurang Mampu SMPN 1 Bilah Hulu ………..……….………… 72

5.3.2. Kondisi Sosial Ekonomi Siswa Kurang Mampu SMPN 1 Bilah Hulu ………..……. 90

5.4. Pemanfaatan Dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) Bagi Siswa Kurang Mampu Dan Orang Tua Siswa SMPN 1 Bilah Hulu ………. 95


(11)

5.4.1. Pemanfaatan Dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) Bagi

Siswa Kurang Mampu SMPN 1 ……….. 96 5.4.2. Pemanfaatan Dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) Bagi

Orang Tua Siswa SMPN 1 Bilah Hulu ………..…. 110 5.5. Karakteristik Responden Siswa Kurang Mampu Dan Orang Tua Siswa

SMP Swasta Bina Widya Aeknabara ………. 118 5.5.1. Karaktersistik Responden Siswa Kurang Mampu SMP Swasta

Bina Widya ……… 118

5.5.2. Karakteristik Responden Orang Tua Siswa SMP Swasta Bina

Widya ……….………… 120

5.6. Pengalokasian Dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) SMP Swasta

Bina Widya ………..………. 123

5.7. Kondisi Sosial Ekonomi Orang Tua Siswa Dan Siswa Kurang Mampu SMP

Swasta Bina Widya ………...……… 127

5.7.1. Kondisi Sosial Ekonomi Orang Tua Siswa SMP Swasta Bina

Widya ……… 128

5.7.2. Kondisi Sosial Ekonomi Siswa Kurang Mampu SMP Swasta

Bina Widya ………. 144

5.8. Pemaanfaatan Dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) Bagi Siswa Kurang Mampu Dan Orang Tua Siswa SMP Swasta Bina Widya


(12)

Aeknabara .………... 149

5.8.1. Pemanfaatan Dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) Bagi Siswa Kurang Mampu SMP Swasta Bina Widya Aeknabara ……….. 154

5.8.2. Pemanfaatan Dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) Bagi Orang Tua Siswa ……… 166

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN ………..… 179

6.1. Kesimpulan ………... 179

6.2. Saran ………. 181

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN


(13)

DAFTAR TABEL

Tabel 1. Jadwal Kegiatan ……… 44

Tabel 2. Jumlah Siswa SMPN 1 Bilah Hulu Nonformal ………... 50

Tabel 3. Jumlah Siswa SMPN 1 Bilah Hulu Nonformal ………... 51

Tabel 4. Jumlah Populasi Siswa SMPN 1 Bilah Hulu Berdasarkan Kondisi Sosial Ekonomi ……… 51

Tabel 5. Jumlah bangunan berdasarkan ukuran dan unit kebutuhannya ………. 52

Tabel 6. Jumlah personil berdasarkan bidang masing-masing ………. 53

Tabel 7. Jumlah siswa SMP Swasta Bina Widya di masing-masing kelas ………... 57

Tabel 8. Jumlah populasi siswa SMP Swasta Bina Widya berdasarkan kondisi sosial Ekonomi ………. 59

Tabel 9. Jumlah bangunan berdasarkan ukuran dan unit kebutuhannya ……….. 60

Tabel 10. Data personil berdasarkan bidang masing-masing ………... 61

Tabel 11. Komposisi responden siswa kurang mampu SMPN 1 Bilah Hulu berdasarkan jenis kelamin ……… 63

Tabel 12. Komposisi responden siswa kurang mampu SMPN 1 Bilah Hulu berdasarkan usia ………... 63

Tabel 13. Komposisi responden siswa kurang mampu SMPN 1 Bilah Hulu berdasarkan kelas ………. 64

Tabel 14. Komposisi responden orang tua siswa SMPN 1 Bilah Hulu menurut jenis Kelamin ……… 65


(14)

Tabel 15. Komposisi responden orang tua siswa SMPN 1 Bilah Hulu berdasarkan usia .. 65 Tabel 16. Komposisi responden orang tua siswa SMPN 1 Bilah Hulu berdasarkan

tingkat pendidikan ……… 66 Tabel 17. Komposisi responden orang tua siswa SMPN 1 Bilah Hulu berdasarkan

jenis pekerjaan ……….. 67 Tabel 18. Distribusi jawaban responden orang tua siswa tentang penghasilan keluarga

selama sebulan ……….. 72 Tabel 19. Distribusi jawaban responden orang tua siswa tentang jumlah anggota

keluarga yang menjadi tanggungan hidup sehari-hari ……… 73 Tabel 20. Distribusi jawaban responden orang tua siswa tentang pengeluaran biaya

hidup keluarga selama sebulan ……….. 74

Tabel 21. Distribusi jawaban responden orang tua siswa tentang status penguasaan

bangunan rumah ……… 75 Tabel 22. Distribusi jawaban responden orang tua siswa tentang jenis lantai terluas …… 76 Tabel 23. Distribusi jawaban responden orang tua siswa tentang jenis dinding terluas … 77 Tabel 24. Distribusi jawaban responden orang tua siswa tentang jenis atap terluas …….. 77 Tabel 25. Distribusi jawaban responden orang tua siswa tentang sumber air minum

yang digunakan keluarga setiap hari ……….. 78 Tabel 26. Distribusi jawaban responden orang tua siswa tentang sumber penerangan

utama yang digunakan keluarga setiap hari ……… 79 Tabel 27. Distribusi jawaban responden orang tua siswa tentang bahan bakar yang

digunakan keluarga untuk memasak setiap hari ………. 80 Tabel 28. Distribusi jawaban responden tentang status kepemilikan WC keluarga ……… 80


(15)

Tabel 29. Distribusi jawaban responden orang tua siswa tentang bentuk pembuangan

air tinja keluarga ………. 81 Tabel 30. Distribusi jawaban responden orang tua siswa tentang kepemilikan

Kendaraan ……….. 82 Tabel 31. Distribusi jawaban responden orang tua siswa tentang status kepemilikan

kendaraan ………... 83 Tabel 32. Distribusi jawaban responden orang tua siswa tentang kepemilikan surat

keterangan miskin ……….. 84 Tabel 33. Distribusi jawaban responden orang tua siswa tentang bantuan raskin yang

diberikan pemerintah ……….. 85 Tabel 34. Distribusi jawaban responden orang tua siswa tentang kepemilikan tabungan

masa depan keluarga ……….. 85 Tabel 35. Distribusi jawaban responden orang tua siswa tentang kemampuan orang

tua dalam menyekolahkan anak ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi …….. 86 Tabel 36. Distribusi jawaban responden orang tua siswa tentang jumlah anak yang

masih sekolah berdasarkan tingkat pendidikan ……….. 88 Tabel 37. Distribusi jawaban responden orang tua siswa tentang pengeluaran biaya

pendidikan anak per bulan ………. 89 Tabel 38. Distribusi jawaban responden siswa kurang mampu tentang status pekerjaan

orang tua ……… 90 Tabel 39. Distribusi jawaban responden siswa kurang mampu tentang jumlah anak

yang masih ditanggung biaya pendidikan ……….. 91 Tabel 40. Distribusi jawaban responden siswa kurang mampu tentang anak ke berapa


(16)

dalam keluarga ………... 91 Tabel 41. Distribusi jawaban responden siswa kurang mampu tentang kecukupan

kebutuhan hidup keluarga setiap hari ……… 92 Tabel 42. Distribusi jawaban responden siswa kurang mampu tentang pekerjaan

sampingan untuk membantu ekonomi keluarga ………. 93 Tabel 43. Distribusi jawaban responden siswa kurang mampu tentang kepemilikan

uang saku untuk biaya sekolah setiap hari ………. 94 Tabel 44. Distribusi jawaban responden siswa kurang mampu tentang jumlah uang

saku yang diberi orang tua setiap hari ……… 94 Tabel 45. Distribusi jawaban responden siswa kurang mampu tentang awal mula

mendapatkan dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) ……….. 96 Tabel 46. Distribusi jawaban responden siswa kurang mampu tentang berapa kali

mendapatkan dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) ………. 97 Tabel 47. Distribusi jawaban responden siswa kurang mampu tentang syarat untuk

mendapatkan dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) harus memiliki

surat miskin ……… 98 Tabel 48. Distribusi jawaban responden siswa kurang mampu tentang syarat lain

untuk mendapatkan dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) ……… 99 Tabel 49. Distribusi jawaban responden siswa kurang mampu tentang bantuan lain

yang di dapat selain dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) ……… 100 Tabel 50. Distribusi jawaban responden siswa kurang mampu tentang syarat lain


(17)

Tabel 51. Distribusi jawaban responden siswa kurang mampu tentang pembagian

dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) yang tersendat ……… 103 Tabel 52. Distribusi jawaban responden siswa kurang mampu tentang lamanya

dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) di berikan kepada siswa

setelah masa pendataan dilakukan pihak sekolah ……….. 104 Tabel 53. Distribusi jawaban responden siswa kurang mampu tentang penggunaan

dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) ……… 105 Tabel 54. Distribusi jawaban responden siswa kurang mampu tentang pengaruh

dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) dapat meringankan beban

biaya sekolah ………. 106 Tabel 55. Distribusi jawaban responden siswa kurang mampu tentang pengaruh

dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) terhadap peningkatan minat

belajar siswa ……….. 107 Tabel 56. Distribusi jawaban responden siswa kurang mampu tentang pengaruh

dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) terhadap tingkat prestasi

belajar siswa ……….. 108 Tabel 57. Distribusi jawaban responden siswa kurang mampu tentang pengaruh

dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) dapat menambah aktifitas

belajar siswa ……….. 109 Tabel 58. Distribusi jawaban responden tentang kegiatan ekstrakurikuler yang

diikuti siswa kurang mampu ………. 110 Tabel 59. Distribusi jawaban responden orang tua siswa tentang pengetahuan


(18)

Tabel 60. Distribusi jawaban responden orang tua siswa tentang pengetahuan orang tua terhadap dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) yang di berikan

sekolah kepada siswa kurang mampu ……… 112 Tabel 61. Distribusi jawaban responden orang tua siswa tentang penggunaan dana

Bantuan Operasional Sekolah (BOS) oleh orang tua siswa kurang mampu …. . 113 Tabel 62. Distribusi jawaban responden orang tua siswa tentang penggunaan dana

Bantuan Operasional Sekolah (BOS) untuk keperluan keluarga ……… 114 Tabel 63. Distribusi jawaban responden orang tua siswa tentang penggunaan dana

Bantuan Operasional Sekolah (BOS) dalam meringankan beban ekonomi

Keluarga ………. 114 Tabel 64. Distribusi jawaban responden orang tua siswa tentang pengaruh dana

Bantuan Operasional Sekolah (BOS) dapat mengurangi beban ekonomi

Keluarga ………. 115 Tabel 65. Distribusi jawaban responden orang tua siswa tentang perlengkapan sekolah

yang di beli untuk anak melalui dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) ….. 116 Tabel 66. Distribusi jawaban responden tentang perubahan anak yang di rasakan

orang tua setelah mendapatkan dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) …... 117 Tabel 67. Komposisi responden siswa kurang mampu SMP Swasta Bina Widya

menurut jenis kelamin ……… 119 Tabel 68. Komposisi responden SMP swasta Bina Widya berdasarkan usia ………. 119 Tabel 69. Komposisi responden siswa kurang mampu SMP swasta Bina Widya

berdasarkan kelas ……… 120 Tabel 70. Komposisi responden SMP swasta Bina Widya berdasarkan usia ………. 121


(19)

Tabel 71. Komposisi responden SMP swasta Bina Wiya berdasarkan jenis kelamin…….. 121 Tabel 72. Komposisi responden SMP swasta Bina Widya berdasarkan tingkat

Pendidikan ……….. 122 Tabel 73. Komposisi responden orang tua siswa SMP swasta Bina Widya berdasarkan

Pekerjaan ……… 123 Tabel 74. Distribusi jawaban responden orang tua siswa tentang penghasilan

keluarga selama sebulan ………. 128 Tabel 75. Distribusi jawaban responden orang tua siswa tentang jumlah anggota

keluarga yang menjadi tanggungan hidup sehari-hari ……… 129 Tabel 76. Distribusi jawaban responden orang tua siswa tentang pengeluaran biaya

hidup keluarga ……… 130 Tabel 77. Distribusi jawaban responden orang tua siswa tentang status penguasaan

bangunan rumah ………. 130 Tabel 78. Distribusi jawaban responden orang tua siswa tentang jenis lantai terluas …… 131 Tabel 79. Distribusi jawaban responden orang tua siswa tentang jenis dinding terluas … 132 Tabel 80. Distribusi jawaban responden orang tua siswa tentang jenis atap terluas …….. 133

Tabel 81. Distribusi jawaban responden orang tua siswa tentang sumber air minum

yang digunakan keluarga sehari-hari ………. 133 Tabel 82. Distribusi jawaban responden orang tua siswa tentang sumber penerangan

utama yang digunakan keluarga sehari-hari ………... 134 Tabel 83. Distribusi jawaban responden orang tua siswa tentang bahan bakar yang


(20)

Tabel 84. Distribusi jawaban responden orang tua siswa tentang status kepemilikan

WC keluarga ……….. 135 Tabel 85. Distribusi jawaban responden orang tua siswa tentang bentuk pembuangan

air tinja keluarga ……… 136 Tabel 86. Distribusi jawaban responden orang tua siswa tentang kepemilikan

Kendaraan ……….. 137 Tabel 87. Distribusi jawaban responden orang tua siswa tentang status kepemilikan

kendaraan ………... 138 Tabel 88. Distribusi jawaban responden tentang kepemilikan surat keterangan miskin … 138 Tabel 89. Distribusi jawaban responden orang tua siswa tentang bantuan raskin

yang diberikan pemerintah ………. 139 Tabel 90. Distribusi jawaban responden orang tua siswa tentang kepemilikan

tabungan masa depan keluarga ……….. 140 Tabel 91. Distribusi jawaban responden orang tua siswa tentang kemampuan keluarga

dalam menyekolahkan anak ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi ………... 141 Tabel 92. Distribusi jawaban responden orang tua siswa tentang jumlah anak yang

masih sekolah berdasarkan tingkat pendidikan ……….. 142 Tabel 93. Distribusi jawaban responden orang tua siswa tentang pengeluaran biaya

pendidikan anak per bulan ………. 143 Tabel 94. Distribusi jawaban responden siswa kurang mampu tentang status

pekerjaan orang tua ……….. 144

Tabel 95. Distribusi jawaban responden siswa kurang mampu tentang jumlah anak


(21)

Tabel 96. Distribusi jawaban responden siswa kurang mampu tentang anak ke

berapa dalam keluarga ……… 145 Tabel 97. Distribusi jawaban responden siswa kurang mampu tentang kecukupan

kebutuhan hidup keluarga setiap hari ………. 146 Tabel 98. Distribusi jawaban responden siswa kurang mampu tentang pekerjaan

sampingan untuk membantu ekonomi keluarga ………. 147

Tabel 99. Distribusi jawaban responden siswa kurang mampu tentang kepemilikan

uang saku untuk biaya sekolah setiap hari ………. 148 Tabel 100. Distribusi jawaban responden siswa kurang mampu tentang jumlah uang

saku yang di kasih orang tua setiap hari ……….. 148 Tabel 101. Distribusi perbandingan data responden orang tua siswa SMPN 1 Bilah

Hulu dengan SMP Swasta Bina Widya mengenai pengahasilan dan

pengeluaran keluarga selama sebulan ……….. 150 Tabel 102. Distribusi jawaban responden siswa kurang mampu tentang awal mula

mendapatkan dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) ……… 154 Tabel 103. Distribusi jawaban responden siswa kurang mampu tentang berapa kali

mendapatkan dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) ……… 155 Tabel 104. Distribusi jawaban responden siswa kurang mampu tentang syarat untuk

mendapatkan dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) harus memiliki

surat miskin ……….. 156 Tabel 105. Distribusi jawaban responden siswa kurang mampu tentang syarat lain

untuk mendapatkan dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) ………. 157 Tabel 106. Distribusi jawaban responden tentang bantuan lain yang diperoleh selain


(22)

dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) ……….. 157 Tabel 107. Distribusi jawaban responden siswa kurang mampu tentang syarat lain

untuk mendapatkan dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) ………. 158 Tabel 108. Distribusi jawaban responden siswa kurang mampu tentang pembagian

dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) yang tersendat ………. 159 Tabel 109. Distribusi jawaban responden siswa kurang mampu tentang lamanya

dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) diberikan kepada siswa

setelah masa pendataan dilakukan pihak sekolah ……… 160 Tabel 110. Distribusi jawaban responden siswa kurang mampu tentang penggunaan

dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) ……….. 161 Tabel 111. Distribusi jawaban responden siswa kurang mampu tentang dengan

adanya dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) dapat meringankan

beban biaya sekolah ………. 162 Tabel 112. Distribusi jawaban responden siswa kurang mampu tentang pengaruh

dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) terhadap peningkatan minat

belajar siswa ………. 162 Tabel 113. Distribusi jawaban responden siswa kurang mampu tentang pengaruh

dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) terhadap tingkat prestasi

belajar siswa ………. 163 Tabel 114. Distribusi jawaban responden siswa kurang mampu tentang pengaruh

dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) dapat menambah aktifitas

belajar siswa ………. 164 Tabel 115. Distribusi jawaban responden siswa kurang mampu tentang kegiatan


(23)

ekstrakurikuler yang diikuti siswa kurang mampu ……….. 165 Tabel 116. Distribusi jawaban responden orang tua siswa tentang pengetahuan

dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) untuk siswa kurang mampu ……. 166 Tabel 117. Distribusi jawaban responden orang tua siswa tentang pengetahuan

orang tua terhadap dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) yang di

berikan sekolah kepada siswa kurang mampu ………. 167 Tabel 118. Distribusi jawaban responden orang tua siswa tentang penggunaan

dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) oleh orang tua siswa kurang

mampu ……… 168

Tabel 119. Distribusi jawaban responden orang tua siswa tentang penggunaan

dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) untuk keperluan keluarga ……… 169 Tabel 120. Distribusi jawaban responden orang tua siswa tentang penggunaan

dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) dalam meringankan beban

ekonomi keluarga ……… 169 Tabel 121. Distribusi jawaban responden orang tua siswa tentang pengaruh dana

Bantuan Operasional Sekolah (BOS) dapat mengurangi beban ekonomi

Keluarga ……….. 170 Tabel 122. Distribusi jawaban responden tentang perlengkapan sekolah yang dibeli

untuk anak melalui dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) ……….. 171 Tabel 123. Distribusi jawaban responden orang tua siswa tentang perubahan anak

yang dirasakan orang tua setelah mendapatkan dana Bantuan Operasional

Sekolah (BOS) ………. 172 Tabel 124. Distribusi perbandingan data responden siswa kurang mampu SMPN 1


(24)

Bilah Hulu dengan SMP Swasta Bina Widya mengenai pengeluaran biaya pendidikan keluarga per bulan dengan pemanfaatan dana Bantuan

Operasional Sekolah (BOS) ……….. 174 Tabel 125. Distribusi perbandingan data responden siswa kurang mampu SMPN 1

Bilah Hulu dengan SMP Swasta Bina Widya mengenai pengaruh dana


(25)

ABSTRAK

Penulisan skripsi yang berjudul “Pemanfaatan Dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) Bagi Siswa Kurang Mampu” berawal dari ketertarikan penulis dalam melihat kebijakan sekolah dalam mengurangi beban biaya sekolah siswa terutama pada siswa kurang mampu. Kebijakan pemerintah direalisasikan melalui program dana khusus berupa uang transportasi bagi siswa kurang mampu. Dalam pengalokasian dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS), pihak sekolah melakukan penyeleksian kepada siswanya yang layak dibantu atau tidak sama sekali. Hal ini dibutuhkan kejelian pihak sekolah dalam melihat kondidsi sosial ekonomi orang tua siswa. Selain itu setiap sekolah juga memiliki kebijakan yang berbeda-beda dalam memberikan bantuan kepada siswa kurang mampu. Ada sekolah yang memberikan dana bantuan tersebut dalam bentuk barang misalnya sepeda, buku pelajaran, dan seragam sekolah. Namun ada juga sekolah yang memberikan uang langsung tunai sesuai dengan kebijakan sekolah dalam menetapkan jumlah uang yang diberikan kepada siswa kuran mampu. Hal ini harus diperhatikan pengalokasiannya agar program Bantuan Operasional Sekolah (BOS) tepat sasaran.

Metode penelitian yang digunakan adalah metode penelitian survei dengan pendekatan kuantitatif. Interpretasi dan teknik pengumpulan data dilakukan dengan cara menyebarkan kuesioner kepada siswa kurang mampu dan orang tua siswa, observasi, dan wawancara. Setelah data diperoleh kemudian data dianalisis menggunakan rumus distribusi frekuensi, lalu data di komparasikan dan di deskripsikan mengenai pemanfaatan dan pengalokasian dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) bagi siswa kurang mampu di SMPN 1 Bilah Hulu dan SMP swasta Bina Widya, kecamatan Bilah Hulu, kabupaten Labuhan Batu. Dalam hal ini peneliti mengambil sampel siswa kurang mampu dan orang tua siswa di dua sekolah yaitu di SMPN 1 Bilah Hulu dan SMP swasta Bian Widya. Di SMPN 1 Bilah Hulu sampel siswa kurang mampu dan orang tua siswa masing-masing diambil sebanyak 70 responden. Sedangkan sampel siswa kurang mampu dan orang tua siswa di SMP swasta Bina Widya masing-masing sebanyak 20 responden.

Dalam aspek fungsionalnya di dua sekolah ini memiliki kebijakan yang berbeda-beda, SMPN 1 Bilah Hulu memberikan uang transportasi kepada siswa kurang mampu sebesar Rp 350.000 per siswanya sedangkan di SMP swasta Bina Widya sebesar Rp 375.000 per siswanya dalam kurun waktu setahun sekali. Selain itu pendataan siswa kurang mampu di dua sekolah ini ternyata belum 100% tepat pada sasarannya. Di SMPN 1 Bilah Hulu sekitar 47,1% orang tua siswa masih mampu membiayai kebutuhan hidup keluarga setiap bulannya, sekitar 37,2% orang tua siswa memiliki status rumah milik sendiri, dan sekitar 91,4% orang tua siswa memiliki kendaraan bermotor. Sedangkan di SMP swasta Bina Widya sekitar 60% masih mampu membiayai kebutuhan hidup keluarga setiap bulannya, sekitar 25% orang tua siswa memiliki status rumah milik sendiri, dan sekitar 90% orang tua siswa memiliki kendaraan bermotor. Fungsi menifes kebijakan Bantuan Operasional Sekolah (BOS) bagi siswa kurang mampu di SMPN 1 Bilah Hulu dan SMP swasta Bina Widya yaitu orang tua siswa tidak bersusah payah membiayai pendidikan anak karena sudah tertutupi oleh kebijakan yang diberikan oleh pemerintah berupa bantuan perlengkapan sekolah. Sedangkan Fungsi laten pada kebijakan Bantuan Opersional Sekolah (BOS) ada pengaruhnya terhadap peningkatan prestasi belajar siswa kurang mampu yang dilihat berdasarkan nilai rata-rata raport siswa kurang mampu.


(26)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masalah

Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran atau pelatihan agar peserta didik secara aktif dapat menambah potensi dirinya supaya memiliki kekuatan spiritual keagamaan, emosional, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya dan masyarakat. Fungsi pendidikan sangat penting sebagai salah satu faktor pendorong pembangunan sumber daya manusia dengan tujuan meningkatkan kemampuan pada masyarakatnya dalam mengembangkan ilmu pengetahuan dan juga teknologi-teknologi canggih supaya mampu menyaingi negara-negara lain yang sudah lebih maju dari negara Indonesia. Oleh sebab itu pemerintah berkomitmen dalam meningkatkan kesempatan kepada warga negaranya untuk memperoleh pendidikan yang layak. Tujuannya agar seluruh rakyat Indonesia menjadi warga negara yang mengenal dan mencintai tanah air juga memanfaatkan sumber daya dan peka terhadap situasi yang ada pada saat ini supaya terhindar dari dehumanisasi, eksploitasi dan juga intervensi dari negara lain maupun negara sendiri. Akan tetapi sampai saat ini pendidikan belum sepenuhnya dinikmati oleh masyarakat Indonesia dikarenakan fasilitas dan kesadaran pemerintah terhadap pendidikan masih rendah bila dibandingkan dengan negara-negara lain yang terdapat di benua Asia.


(27)

Menurut Nursyam, berdasarkan laporan Kompas, 29/09/2011, melalui Education Development Index (EDI) mengungkapkan bahwa dari sebanyak 127 negara, Indonesia menempati peringkat ke 69, sementara Malaysia berada di urutan 65 dan Brunei di urutan 34. Brunei memang maju pesat dalam indeks pendidikannya yang tentu saja disebabkan oleh kepedulian pemerintah terhadap dunia pendidikan. Malaysia juga berkembang pesat dalam pengelolaan pendidikannya, meskipun di tahun 1970-an pernah memperoleh bantuan asistensi dalam program pendidikan tinggi dari Indonesia. Selain itu, berdasarkan konsepsi Education for All (EFA), yang kemudian dijadikan sebagai tolok ukur oleh Global Monitoring Report (GMR) setiap tahun, maka Indonesia menempati angka 0,934 pada tahun 2008. Education Development Index (EDI) dikatakan tinggi jika capaiannya adalah 0,95. Kategori medium jika capaiannya adalah di atas 0,80 dan rendah adalah di bawah angka 0,80. Nilai Education Development Index (EDI) Indonesia sebesar 0,934 tersebut diperoleh dari rangkuman perolehan empat kategori, yaitu angka partisipasi pendidikan dasar, angka melek huruf pada usia 15 tahun ke atas, angka partisipasi menurut kesetaraan gender dan angka bertahan siswa hingga kelas V sekolah dasar (SD). Pencapaian angka Education Development Index (EDI) Indonesia ini tentu saja bukan sesuatu yang menggembirakan mengingat bahwa sebenarnya pemerintah Indonesia memiliki peluang yang besar untuk peningkatan Education Development Index (EDI) ini

Dapat dilihat bahwa saat ini bangsa Indonesia masih terbentur pada berbagai permasalahan yang ditunjukkan dari kenyataan masih banyaknya masyarakat yang memiliki keterbatasan akses untuk memperoleh pendidikan bermutu disebabkan masalah kemiskinan dan mahalnya biaya pendidikan. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) dalam melihat kondisi kemiskinan secara keseluruhan pada bulan maret tahun 2010 bahwa jumlah dan presentase penduduk miskin dihitung per provinsi dengan garis kemiskinan yang berbeda-beda. Misalnya di Jakarta besaran garis kemiskinan mencapai Rp 331.169 per kapita setiap bulannya, sementara di Papua besaran garis kemiskinannya Rp 259.128 per kapita setiap bulannya. Jadi data di level nasional merupakan penjumlahan keseluruhan penduduk miskin di seluruh provinsi sehingga jumlah keseluruhannya sebesar 31,02 juta (13,33%) dari total keseluruhan penduduk dengan garis kemiskinan sebesar Rp 211,726 per kapita setiap bulannya. Penyebab terjadinya kemiskinan karena naiknya harga Bahan Bakar Minyak (BBM) dan mengakibatkan harga sembako juga naik membuat perekonomian masyarakat semakin lemah. Banyaknya jumlah penduduk miskin membuat masyarakatnya tidak mampu untuk mengikuti perkembangan dunia pendidikan bahkan sampai putus di tengah jalan yang dikarenakan faktor ekonomi yang semakin lemah.


(28)

Upaya pemerintah dalam menuntaskan kesejahteraan masyarakatnya di dunia pendidikan dapat dilihat pada UUD RI 1945 dalam perubahan keempatnya tentang pendidikan dan kebudayaan pada pasal 31 ayat (3) bahwa “pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem pendidikan nasional yang meningkatkan keimanan dan ketakwaan serta akhlak mulia dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa yang diatur dengan undang-undang” tidak sepenuhnya berjalan dengan efektif karena masih banyak masyarakat yang kekurangan dalam mengenyam pendidikan yang lebih baik. Akan tetapi pemerintah juga menegaskan lagi di dalam UUD 1945 RI perubahan keempat pada pasal 31 ayat (2) bahwa “setiap warga negara wajib mengikuti pendidikan dasar dan pemerintah wajib membiayainya”. Hal ini dapat dilihat bahwa pemerintah bertanggung jawab kepada masyarakatnya dalam memberikan pendidikan yang layak tanpa mengenakan biaya kepada masyarakatnya.

Dalam undang-undang yang tertera diatas maka pemerintah memiliki beberapa landasan dalam membuat program kebijakan untuk meningkatkan fasilitas sekolah serta mutu pendidikannya bagi masyarakat terutama pada masyarakat yang memiliki ekonomi lemah, karena di Indonesia kebutuhan pendidikan selalu dikaitkan dengan dana yang cukup mahal sehingga masyarakat kurang mampu masih menjadi salah satu pusat perhatian pemerintah dalam mengentaskan masalah pendidikan yang layak. Salah satu program pemerintah yang tertera dalam undang-undang tersebut adalah program Bantuan Operasional Sekolah (BOS). Bantuan Operasional Sekolah (BOS) terealisasikan mulai tahun 2005 yang menyediakan bantuan bagi sekolah dengan tujuan membebaskan biaya pendidikan bagi seluruh siswa. Berdasarkan peraturan menteri pendidikan nasional no.37 tahun 2011 mengatakan bahwa jumlah dana yang dialokasikan pada tahun 2011 ini adalah sebanyak 16,265 triliun rupiah. Melalui program ini pemerintah memberikan dana kepada sekolah-sekolah setingkat Sekolah Dasar (SD) dan Sekolah


(29)

Menengah Pertama (SMP) berupa perlengkapan sekolah berupa alat tulis, perbaikan infrastruktur, gaji guru honor, dan lain-lain. Bantuan Operasional Sekolah (BOS) diberikan ke sekolah untuk dikelola sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan pemerintah pusat. Besarnya dana untuk tiap sekolah ditetapkan berdasarkan jumlah keseluruhan siswa yang ada di sekolah tersebut. Sehingga semua siswa baik dari kondisi sosial ekonomi tinggi maupun kondisi sosial ekonomi yang rendah mendapatkan bantuan tersebut. Menurut Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2010 bahwa jumlah sekolah pada tingkat SMP secara keseluruhan yang ada di Indonesia kurang lebih sebanyak 34.185 sekolah dengan jumlah siswa secara keseluruhan sebanyak 9.526.216 siswa.

Dalam pengalokasian dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) juga terdapat dana khusus bagi siswa kurang mampu yang menghadapi masalah biaya transportasi ke sekolah. Setiap sekolah memiliki cara yang berbeda-beda dalam memberikan dana bantuan khusus kepada siswa kurang mampu yang dilihat dari kebijakan kepala sekolah dalam memberikan bantuan khusus tersebut. Misalnya saja sekolah swasta yang tidak langsung memberikan dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) berupa uang transportasi bagi siswa kurang mampu, tetapi uang tersebut langsung dibayarkan untuk biaya pembangunan sekolah dan hutang uang buku pelajaran dengan guru. Ada juga sekolah yang tidak menggunakan dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) bagi siswa kurang mampu tetapi pihak sekolah memberiakan bantuan kepada siswa kurang mampu melalui program lain misalnya dari Beasiswa Siswa Miskin (BSM) dan beasiswa dari bank BTN.

Berdasarkan buku petunjuk teknis penggunaan dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) tahun anggaran 2011 yaitu bantuan khusus bagi siswa miskin berupa uang transportasi dapat direalisasikan dalam bentuk barang berupa sepeda ataupun perahu. Dari hasil pra observasi


(30)

peneliti di Aeknabara Kabupaten Labuhanbatu bahwa Bantuan Operasional Sekolah (BOS) yang diberikan kepada siswa kurang mampu berupa uang tunai diberikan kepada siswa kurang mampu sesuai dengan jumlah siswa kurang mampu yang terdaftar di setiap sekolah. Jadi siswa diharapkan tidak memiliki kendala untuk pergi ke sekolah dengan alasan biaya sekolah yang kurang memadai baik dalam kebutuhan alat tulis, seragam sekolah dan perlengkapan sekolah lainnya. Sehingga Bantuan Operasional Sekolah (BOS) dapat meringankan beban bagi siswa kurang mampu maupun orang tua siswa kurang mampu yang memiliki kondisi sosial ekonomi yang lemah.

Kebijakan yang dikeluarkan pemerintah ternyata tidak semuanya berjalan dengan apa yang diharapkan oleh pemerintah, karena dalam pemanfaatan dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) masih banyak sekolah-sekolah yang serba kekurangan untuk melakukan aktifitas belajar mengajar. Misalnya saja infrastruktur sekolah yang tidak layak, gaji guru honor yang tersendat, dan masih ada siswa kurang mampu yang serba kekurangan dalam memiliki buku pelajaran, alat tulis, dan lain sebagainya. Hal ini menjadi masalah bagi pemerintah dan juga instansi pendidikan yang kurang melakukan pengawasan dalam mengalokasikan dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) ke daerah-daerah kecil.

Salah satu contoh kasus penyalahgunaan dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) seperti yang terjadi di salah satu daerah Kabupaten Karo misalnya. Menurut Surbakti (dalam Koran Sinar Indoneia Baru 2012) telah terjadi penyalahgunaan pemanfaatan dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) dan beasiswa di Kecamatan Laubaleng, Kecamatan Mardinding, Tiganderket dan umumnya terjadi di setiap kecamatan di Kabupaten Karo. Salah satunya di SMPN 3 Lau Solu Kecamatan Mardinding, diungkapkan bahwa bantuan beasiswa kepada siswa yang kurang mampu dipotong oknum kepala sekolah sekitar Rp 100.000 per siswa dan


(31)

penyaluran dan pemanfaatan dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) tidak dimusyawarahkan dengan komite sekolah, orang tua siswa ataupun para guru yang bersangkutan. Pengurus komite sekolah, oknum guru serta beberapa orangtua siswa mengaku, mereka tidak dilibatkan dan tidak pernah diundang kepala sekolah untuk musyawarah tentang penyaluran dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) dan penyaluran beasiswa. Termasuk berapa dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) yang diterima pun sama sekolah tidak diketahui (Koran Sinar Indonesia Baru, Rabu, 15 Februari 2012, hal 14).

Berbeda di kabupaten Labuhanbatu, penyaluran dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) sekitar 20 miliar rupiah tidak dapat dipertanggungjawabkan. Pasalnya, angka itu tidak masuk dalam Laporan Keterangan Pertanggungjawaban (LKPj) bupati Labuhanbatu. Berdasarkan data dinas pendidikan Kabupaten Labuhanbatu, jumlah dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) yang dikucurkan pemerintah pusat melalui Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) mencapai 77,5 miliar rupiah. Bantuan itu ditujukan kepada sekolah dasar/madrasah ibtidaiyah (SD/MI) dan sekolah menengah pertama/madrasah tsanawiyah (SMP/MTS). Sementara itu, dalam LKPj Bupati yang disampaikan di hadapan anggota dewan baru-baru ini disebutkan bahwa dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) yang direalisasikan hanya 57,3 miliar rupiah. Dengan begitu, terdapat selisih sekira 20 miliar rupiah dengan data Dinas Pendidikan. Sementara itu, seluruh data penerima dan besaran anggaran yang diterima masing-masing sekolah telah diserahkan kepada petugas pembuat LKPj Bupati. Data itu juga telah diserahkan kepada Pemerintah Provinsi Sumatera Utara (Pemprovsu) sebagai bentuk pertanggungjawaban laporan realisasi penggunaan anggaran. Dan faktanya sampai sekarang data itu tidak ada lagi dipertanggungjawabkan dengan apa yang diharapkan dan yang ada hanya data


(32)

ini membuat oknum pendidikan yang telah melakukan tindak kecurangan kepada siswa kurang mampu lebih leluasa memperuntungkan dirinya dalam menikmati dana yang di alokasikan oleh pemerintah. Karena kurangnya pengawasan sehingga memuculkan kesempatan kepada orang yang melakukan tindakan kejahatan demi mendapatkan keuntungan pribadi saja.

Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2010, Kabupaten Labuhanbatu merupakan salah satu wilayah yang terletak di provinsi Sumatera Utara dan ibu kotanya adalah Rantauprapat dengan luas wilayah sekitar 2.562,01 km2 dan jumlah penduduknya sebanyak 857.692 jiwa. Dan berdasarkan ketetapan departemen pendidikan bahwa jumlah siswa SMP sebanyak 15.379 siswa dengan jumlah sekolah sebanyak 56 sekolah. Selain itu, Kabupaten Labuhanbatu memiliki sembilan kecamatan yaitu dan kecamatan Bilah Barat, Bilah Hilir, Bilah Hulu, Panai Hulu, Panai Hilir, Panai Tengah, Pangkatan, Rantau Utara dan Rantau Selatan. Dari ke sembilan kecamatan, maka sekolah yang akan dijadikan lokasi penelitian ini dilakukan di kecamatan Bilah Hulu yaitu di SMPN 1 Bilah Hulu dan SMP swasta Bina Widya yang akan di jadikan lokasi penelitian.

SMPN 1 Bilah Hulu merupakan SMP negeri yang terletak di kecamatan Bilah Hulu, kabupaten Labuhan Batu tepatnya di daerah dekat perkebunan kelapa sawit milik PT. Perkebunan Nusantara III (PTPN III). Dari hasil observasi, peneliti melihat SMP ini sedang melakukan perehapan gedung belajar yang sudah tidak layak pakai. Menurut kepala sekolah SMPN 1 Bilah Hulu, dana tersebut berasal dari PTPN III yaitu salah satu progaram Corporate Social Responsibility (CSR) yang sengaja diberikan untuk SMP tersebut pada tahun 2011. Sekolah ini memiliki jumlah siswa yang cukup banyak yaitu kurang lebih 859 siswa. Dari jumlah


(33)

keseluruhan siswa yang telah di seleksi sesuai dengan kriteria yang dicari oleh pihak sekolah, jumlah siswa kurang mampu pada tahun 2011 sebanyak 232 siswa. Masuk dan mulai di alokasi dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) di sekolah ini pada tahun 2005, tetapi masih banyak infrastuktur dan siswa kurang mampu kekurangan fasilitas belajarnya. Sehingga dari jumlah siswa kurang mampu tersebut perlu mendapat perhatian lebih dari pemerintah melalui pihak sekolah untuk meringankan beban biaya sekolah mereka melalui dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS).

Lain halnya dengan SMP swasta Bina Widya Aeknabara yang merupakan salah satu sekolah milik yayasan Bina Widya. Sekolah ini memiliki infrastruktur yang memadai, tetapi minat masyarakat di kecamatan Bilah Hulu untuk sekolah di SMP ini kurang. Dapat dilihat dari jumlah siswa SMP secara keseluruhan hanya 47 orang. Hal ini mungkin dikarenakan biaya sekolah yang terlalu membebani orang tua siswa. Karena biaya sekolah di SMP negeri lebih murah daripada SMP swasta. Oleh karena itu masyarakat lebih banyak menyekolahkan anaknya ke sekolah negeri. Dapat dilihat di SMP Swasta Bina Widya ini bahwa 50% siswa-siswinya memiliki latar belakang keluarga kurang mampu. Dari hasil pendataan pihak sekolah tahun 2011 bahwa siswa kurang mampu di SMP ini sebanyak 20 orang. Biaya sekolah di SMP ini cukup mahal bagi masyarakat kurang mampu, yaitu sebesar Rp 50.000 per bulannya. Hal ini sudah menjadi beban kepada orang tua untuk membiayai pendidikan anaknya walaupun alokasi dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) diterima pihak sekolah setiap tahunnya.

Dapat dilihat dalam perspektif sosiologi makro yaitu dalam teori sruktural fungsional bahwa semua kebijakan memiliki ikatan yang saling berkaitan satu dengan yang lainnya. Dalam hal ini struktural fungsional sangat mempengaruhi kebijakan yang diturunkan pemerintah kepada sekolah dan siswa kurang mampunya. Akan tetapi apabila suatu kebijakan terkendala dalam


(34)

mengalokasikan dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) kepada siswa kurang mampu dan pihak sekolah maka kegiatan belajar mengajar akan terkendala. Dapat dilihat dari kasus diatas bahwa masih ada kendala yang membuat sistem pendidikan yang seharusnya tidak berjalan sesuai dengan apa yang diharapkan. Padahal peraturan yang dikeluarkan pemerintah sangat banyak untuk mengantisipasi terjadinya disfungsi di lembaga pendidikan. Meskipun demikian, alokasi yang diberikan pemerintah masih banyak yang berjalan sesuai dengan apa yang diharapkan. Hal ini dikarenakan oleh pengaruh dari pemerintah daerah dan kepala sekolahnya dalam mensejahterakan guru dan siswa kurang mampu. Apabila dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) dijalankan sesuai dengan yang diharapkan sehingga siswa kurang mampu tidak terkendala untuk ke sekolah. Karena dengan adanya dana khusus berupa uang transportasi yang tertera dalam program Bantuan Operasional Sekolah (BOS) diharapkan siswa kurang mampu tidak memiliki kendala untuk pergi ke sekolah.

Penyelewengan dana yang dilakukan oleh pihak yang tidak bertanggung jawab atas sasaran yang dituju mengalami hambatan dalam pengalokasiannya, karena lembaga pendidikan telah mengalami disfungsi dalam menjalankan program dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) dikalangan struktur maupun sistem pendidikannya. Maksud disfungsi yang terjadi pada instansi pendidikan disini yaitu telah terjadi pemotongan dana khusus siswa kurang mampu yang tidak jelas alasannya, pertanggungjawaban dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) yang tidak sesuai dengan kenyataannya di sekolah, serta tertundanya gaji guru honor, gaji petugas tata usaha sekolah, dan gaji petugas kebersihan sekolah. Hal seperti ini dikemukakan oleh Robert K. Merton dalam konsep disfungsi yang terkait dengan teori struktural fungsionalnya. Padahal secara fungsional kebijakan tersebut sangat membantu masyarakat untuk mengurangi beban hidup keluarga terutama kepada siswa kurang mampu. Alokasi dana serta pengawasan harus


(35)

diperhatikan oleh pemerintah pusat maupun pemerintah daerah sehingga sekolah-sekolah yang membutuhkan tidak kebingunan dalam mengatur kebutuhan yang diperlukan sekolah. Selain untuk pembangunan infrastruktur, gaji guru honor, gaji tata usaha, gaji petugas kebersihan, bantuan buku pelajaran maupun bantuan sosial lainnya, beberapa sekolah juga memberikan dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) kepada siswa kurang mampu.

1.2. Perumusan Masalah

Dari latar belakang masalah diatas, pendidikan di Indonesia belum bisa dikatakan negara yang bersih dalam merealisasikan kebijakan. Hal ini dapat dilihat dari kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintah untuk mengentaskan kemiskinan yang terjadi pada saat ini. Banyak masyarakat yang masih memiliki tingkat pendapatan yang rendah sehingga memutuskan untuk berhenti sekolah dan tidak dapat melanjutkan pendidikan yang lebih tinggi. Hal ini perlu ketelitian pihak sekolah dalam menyeleksi siswa yang benar-benar kurang mampu dalam aspek kondisi sosial ekonominya. Selain itu masih ada sekolah-sekolah yang memiliki infrastruktur yang memprihatinkan sehingga kegiatan belajar mengajar terpaksa dilakukan dalam kondisi darurat serta masih ada siswa siswi yang membeli buku pelajaran dengan menggunakan uang pribadi mereka masing-masing. Oleh sebab itu peneliti tertarik untuk melakukan penelitian dengan membuat perbandingan antara sekolah negeri dengan sekolah swasta dalam melihat kondisi kebijakan dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) bagi siswa kurang mampu dengan mengambil sampel di SMPN 1 Bilah Hulu dan SMP Swasta Bina Widya Aeknabara, Kecamatan Bilah Hulu Kabupaten Labuhan Batu. Adapun perumusan masalahnya yaitu:


(36)

1. Apakah alokasi dan pemanfaatan dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) sudah tepat pada sasarannya?

2. Bagaimana pemanfaatan dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) bagi siswa kurang mampu?

1.3. Tujuan Penelitian

Adapun yang di harapkan menjadi tujuan penelitian ini adalah:

1. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan menganalisa bagaimana perbandingan alokasi dan pemanfaatan dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) bagi siswa kurang mampu di SMPN 1 Bilah Hulu dan SMP Swasta Bina Widya Aeknabara, Kecamatan Bilah Hulu Kabupaten Labuhan Batu. Hal ini dimaksudkan untuk mengetahui dan memperoleh sebuah gambaran yang jelas mengenai masalah yang terjadi pada kedua sekolah dan siswa kurang mampu.

2. Untuk mengetahui perbandingan antara sekolah negeri dengan sekolah swasta mengenai kebijakan sekolah dalam memberikan dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) bagi siswa kurang mampu. Hal ini dimaksudkan untuk melihat kegunaan dana yang diberikan sekolah kepada siswa dalam melengkapi kebutuhan sekolah serta memberikan pengaruh dalam melakukan kegiatan siswa di sekolah.

1.4. Manfaat Penelitian

Adapun manfaat yang diharapkan dalam penelitian ini adalah: 1. Manfaat Teoritis


(37)

Hasil yang diperoleh dalam penelitian ini diharapkan untuk menambah pengetahuan dan pemahaman peneliti tentang alokasi dan pemanfaatan dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) bagi siswa kurang mampu yang dikaitkan dengan kerangka pemikiran sosiologi terutama dalam perspektif sosiologi pendidikan dan studi kebijakan publik. Selain itu penelitian ini juga diharapkan dapat menambah rujukan bagi mahasiswa mengenai penelitian yang berkaitan dengan penelitian ini.

2. Manfaat Praktis

Penelitian ini diharapkan menjadi masukan kepada pemerintah untuk mengefektifkan program Bantuan Operasional Sekolah (BOS) di seluruh Indonesia. Sehingga dapat menjadi masukan dan bahan pertimbangan selanjutnya bagi dinas pendidikan dan pemerintah daerah Kabupaten Labuhanbatu. Serta dapat bermanfaat bagi peneliti sendiri sebagai bahan latihan dan pembentukan pola pikir ilmiah yang rasional dalam menghadapi realita sosial.


(38)

BAB II

KERAGKA TEORI

2.1. Kebijakan Pemerintah Dalam Meningkatkan Pendidikan

Menurut Robert K. Merton (Ritzer & Goodman, 2008:141) suatu sistem yang telah mandiri dapat ditandai dengan adanya fungsi manifest (nyata) dan fungsi latent (tersembunyi). Dalam hal ini dapat dilihat bahwa pendidikan memiliki fungsi manifest dengan tujuan untuk meningkatkan ilmu pengetahuan bagi masyarakatnya adalah sebagai berikut: (a) harus menanamkan nilai-nilai dan norma-norma masyarakat yaitu pendidikan dibuat untuk mengembangkan suatu keyakinan di dalam diri peserta didik, kebiasaan berfikir, dan bertindak yang dianggap perlu diharapkan dalam masyarakat, (b) pendidikan harus mempertahankan solidaritas sosial dengan mengembangkan rasa saling memiliki hak dan kewajiban peserta didik serta keterikatan pada cara hidupnya di dunia pendidikan, (c) pendidikan harus menyampaikan pengetahuan yang meliputi warisan sosial, (d) mengembangkan potensi demi pemenuhan kebutuhan pribadi dan pengembangan masyarakat serta mengembangkan kemampuan berfikir secara rasional dan bebas, (e) mengembangkan cakrawala dan kretifitas peserta didik, (f) pendidikan juga diharapkan mengembangkan pengetahuan baru, (g) mempersiapkan anggota masyarakat untuk mencari nafkah, (h) mengembangkan bakat perseorangan demi kepuasan pribadi demi kepentingan masyarakat, (i) melestarikan kebudayaan, (j) menanamkan keterampilan yang dibutuhkan sebagai partisispasi dalam demokrasi.


(39)

Sementara itu fungsi latentnya (tersembunyi) yang tidak direncanakan lembaga pendidikan bagi masyarakatnya yaitu: (a) pemupukan keremajaan peserta didik, (b) pengurangan pengendalian orang tua, (c) penyediaan sarana untuk pembangkangan (d) dipertahankannya sistem kelas sosial, (e) sekolah merupakan tempat penitipan anak.

Dari fungsi pendidikan yang dikemukakan Merton di atas dapat dilihat bahwa pendidikan sangat berpengaruh besar dalam mengubah pola pikir masyarakat untuk mengembangkan potensi diri. Akan tetapi saat ini pendidikan di Indonesia masih belum mencapai kualitas pendidikan yang diharapkan. Karena telah masih rendahnya pemerataan pendidikan bagi semua warga negara, khususnya bagi generasi penerus bangsa. Berdasarkan hasil pengumuman yang di keluarkan Departemen Pendidikan pada tahun 2007 menunjukkan, secara nasional pendidikan di Sumatera Utara berada di peringkat ke 8. Dapat dikatakan bahwa Sumatera Utara berada di bawah DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa tengah, Jawa Timur, Bali. Prestasi ini tentu kabar duka cita yang mendalam bagi perkembangan pendidikan Sumatera Utara karena daerah ini yang sarat dengan masyarakat pendidik di tingkat nasional, kaya dengan sumber daya manusia, syarat dengan lembaga pendidikan dari berbagai tingkatan hanya dapat mencapai peringkat delapan 14 November 2011 pukul 16:30).

Dengan ini sangat dibutuhkan peran pemerintah dalam melakukan pemerataan pendidikan di daerah ini dengan cara membuat kebijakan dalam mensejahterakan rakyatnya di dunia pendidikan secara merata. Karena pemerataan pendidikan sangat penting dilakukan guna untuk melancarkan aktifitas belajar mengajar masyarakat dalam menggali potensi-potensi yang ada di dunia pendidikan. Pemerataan tersebut dapat berupa menigkatkan daya tampung penerimaan peserta didik, pembangunan infrastruktur dan sarana prasarana lainnya serta


(40)

meningkatkan tenaga kerja guru ke berbagai daerah-daerah terpencil yang jauh dari jangkauan pemerintah agar seluruh masyarakat dapat memiliki pendidikan yang layak. Oleh karena itu pemerintah telah membuat kebijakan yang diharapkan oleh masyarakat dengan tujuan untuk meningkatkan mutu pendidikan seluruh masyarakat di Indonesia.

Dalam hal ini dapat dilihat melalui pernyataan James E. Anderson yang bercerita tentang kebijakan publik. James E. Anderson mendefenisikan kebijakan publik sebagai kebijakan yang ditetapkan oleh badan-badan dan aparat pemerintah. Walaupun disadari bahwa kebijakan publik dapat dipengaruhi oleh para aktor dan faktor dari luar pemerintah misalnya partai politik. Kebijakan publik dipahami sebagai pilihan kebijakan yang dibuat oleh pejabat atau badan pemerintah dalam bidang tertentu, misalnya bidang pendidikan, politik, ekonomi, pertanian, industri, pertahanan dan lain sebagainya (Subarsono, 2005:2). Kebijakan dilaksanakan harus dengan kesepakatan bersama melalui permasalahan-permasalahan yang terjadi dan kebutuhan masyarakat dengan tujuan untuk mensejahterakan warga negaranya. Hal ini berkenaan dengan kebijakan yang dilakukan oleh pemerintah Indonesia dalam mencanangkan pemerataan pendidikan melalui program Bantuan Operasional Sekolah (BOS) untuk mengurangi beban ekonomi masyarakat dan memiliki beberapa proses yang harus dilewati sehingga kebijakan tersebut dapat terealisasikan tepat pada sasarannya. Menurut Michael Howlet dan Ramesh (1995:11) dalam (Subarsono, 2005:13-14) menyatakan bahwa proses kebijakan publik terdiri dari lima tahapan sebagai berikut:

1. Penyusunan agenda, yaitu suatu proses agar suatu masalah bisa mendapat perhatian dari pemerintah. Dalam proses ini, kebijakan muncul berdasarkan masalah-masalah yang terjadi pada saat ini. Misalnya kebijakan Bantuan Operasional sekolah (BOS) muncul karena naiknya harga sembako dan meninggkatnya harga bahan bakar minyak di


(41)

Indonesia membuat perekonomian masyarakat semakin lemah sehingga tidak mampu membayar biaya pendidikan anak. Padahal pendidikan itu sangat penting bagi seluruh masyarakat agar tidak tertinggal oleh zaman.

2. Formulasi kebijakan, yaitu proses perumusan pilihan-pilihan kebijakan oleh pemerintah. Disini menjelaskan bagaimana cara pemerintah memecahkan permasalahan kemiskinan agar masyarakat mampu mengenyam pendidikan tanpa menambah beban ekonomi mereka.

3. Pembuatan kebijakan, yaitu proses ketika pemerintah memilih untuk melakukan suatu tindakan atau tidak melakukan suatu tindakan. Pembuatan kebijakan dilakukan apabila kebijakan tersebut benar-benar dibutuhkan oleh masyarakat dan menjadi suatu pemecah permasalahan bagi pemerintah dalam mengurangi beban masyarakatnya. Misalnya dikeluarkannya kebijakan progaram dana Bantuan Opersional Sekolah (BOS) guna untuk mengurangi biaya pendidikan bagi masyarakat miskin.

4. Implementasi kebijakan, yaitu proses untuk melaksanakan kebijakan supaya mencapai hasil. Dalam pelaksaannya, pemerintah merealisasikan program dan Bantuan Operasional Sekolah (BOS) dengan harapan dapat mengurangi kemiskinan di Indonesia.

5. Evaluasi kebijakan, yaitu proses untuk memonitor dan menilai hasil kinerja kebijakan. Setelah kebijakan tersebut diimplementasikan, pemerintah mengevaluasi kebijakan tersebut dengan cara melakukan pengawasan serta menilai berhasil atau tidaknya kebijakan tersebut.

Dari proses kebijakan diatas maka pemerintah dapat merealisasikan kebijakan kepada masyarakat. Dalam proses pembuatan kebijakan perlu juga melakukan pendekatan terhadap lingkungan. Teori sistem berpendapat bahwa pembuatan kebijakan tidak dapat dilepaskan dari


(42)

pengruh lingkungan. Tuntutan terhadap kebijakan dapat dilahirkan karena pengaruh lingkungan dan ditransformasikan ke dalam suatu sistem politik (Subarsono, 2005:14). Kebijakan dibuat berdasarkan undang-undang yang telah ditetapkan oleh DPR dan MPR sehingga kebijakan tidak lepas dari kendalinya. Begitu juga kebijakan publik yang telah dibuat dengan tujuan untuk mengontrol pemerintah yang di fokuskan pada sektor pendidikan nasional dalam melaksakan amanat yang telah disepakati bersama.

Kebijakan yang dicanangkan pemerintah melalui program Bantuan Operasional Sekolah (BOS) telah memiliki berbagai macam hasil yang telah dicapai untuk meringankan beban masyarakat terutama pada masyarakat yang kurang mampu. Hal ini dapat dilihat dari hasil penelitian yang terdahulu, yang melihat berbagai keanekaragaman cara pemerintah maupun sekolah dalam mengimplementasikan kebijakan tersebut. Menurut Rusdianto (2011) dalam penelitiannya di kecamatan Bluluk kabupaten Lamongan, telah menemui berbagai perbedaan dalam pelaksanaan program tersebut. “Dalam pengalokasian dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS), sekolah masih banyak ditemui kelemahan-kelemahannya. Dimana prioritas penggunaan dana di sekolah belum menunjukkan keberpihakannya terhadap sasaran yang menjadi target kebijakan, yaitu siswa miskin, sebagian besar dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) masih tersedot pada anggaran belanja pegawai. Keberadaan RAPBS yang diterapkan sebagai fungsi kontrol dan acuan dalam penggunaan Bantuan Operasional Sekolah (BOS) belum berjalan sebagaimana mestinya, RAPBS hanya sebatas formalitas bagi sekolah untuk mendapatkan dana BOS. Program BOS juga belum menunjukkan dampak yang progresif dalam menekan laju angka putus sekolah, permasalahan murid putus sekolah ternyata bukan semata-mata karena biaya pendidikan yang membumbung tinggi”.Dari hasil penelitian ini menunjukkan bahwa kebijakan dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) belum sepenuhnya mengurangi


(43)

tingkat putus sekolah di Indonesia, karena pemerintah belum matang dalam menyusun strategi untuk meningkatkan mutu pendidikan. Pemerintah masih saja berbicara tentang dana yang di butuhkan sekolah-sekolah. Sekolah juga masih kebingungan untuk membagi waktu dan kebutuhan materi yang paling diprioritaskan demi berjalannya kegiatan belajar mengajar guru dan siswa. Padahal sekolah harus berjalan secara bersamaan dalam melaksanakan program tersebut.

Sebagaimana telah disebutkan sebelumnya bahwa salah satu pemikiran Robert K. Merton yaitu tentang fungsional, fungsi manifes (nyata), fungsi laten (tersembunyi), disfungsi, dan nonfungsional dalam suatu sistem (Ritzer & Goodman, 2008:141). Bagi Robert K. Merton pendekatan fungsional bukanlah suatu teori komperehensif dan terpadu, melainkan suatu strategi untuk analisa. Strategi ini merupakan suatu titik tolak dan memberikan suatu bimbingan, tetapi teori-teori taraf menengah yang dikembangkan dari titik tolak ini harus mampu berada dalam kesatuannya sendiri yang didukung oleh data empiris yang sesuai (Paul, 1990:146). Dari teori tersebut dapat diartikan bahwa setiap kebijakan yang dibuat pemerintah dalam mengentaskan kemiskinan melalui pendidikan akan berjalan dengan teratur apabila strategi pengambilan kebijakan harus sesuai dengan sistematika pengawasan, kebutuhan sekolah maupun masyarakat, serta kondisi sosial ekonomi masyarakat di daerah masing-masing sehingga kebijakan yang dikeluarkan dalam mengentaskan kemiskinan dapat berfungsi. Maka sangat dibutuhkan pengalaman dan pengetahuan yang lebih dalam melihat situasi masyarakat disuatu daerah tersebut.

Berlandaskan pemikiran Robert K. Merton mengenai fungsi kebijakan dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) telah terbagi menjadi dua yaitu fungsi manifest dan fungsi latent. Fungsi manifest dalam Bantuan Operasional Sekolah (BOS) sangat diinginkan oleh masyarakat


(44)

yang membutuhkan. Dengan kata lain, dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) yang diketahui masyarakat terutama peserta didik adalah memiliki pendidikan yang layak dan tidak di pungut biaya sedikitpun kepada siswa. Sehingga dengan adanya dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) diharapakan agar siswa siswi memiliki mutu pendidikan yang sangat baik tanpa ada hambatan berupa kurangnya biaya sekolah.

Fungsi manifest dari dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) juga dapat diilihat pada peraturan menteri pendidikan nasional Republik Indonesia nomor 37 tahun 2010 yang mengingat pada UU Nomor 20 Tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional sebenarnya sudah mengamanatkan tentang pentingnya alokasi anggaran dana untuk pembiayaan dan pembangunan pendidikan ini. Selain itu di dalam pasal 31 ayat (4) menyatakan bahwa “negara memprioritaskan anggaran pendidikan sekurang-kurangnya dua puluh persen dari anggaran pendapatan dan belanja negara serta dari anggaran pendapatan dan belanja daerah untuk memenuhi kebutuhan penyelenggaraan pendidikan nasional”. Dari pasal tersebut telah melatarbelakangi terselenggaranya pengalokasian dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) yang dibuat oleh pemerintah. Berikut adalah fungsi manifest Bantuan Operasional Sekolah (BOS) yang berisikan tentang alokasi dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) berdasarkan peraturan menteri pendidikan nomor 37 tahun 2010 yang di tetapkan sebagai berikut:

1. Tim manajemen Bantuan Operasional Sekolah (BOS) kabupaten/kota dengan koordinasi tim

manajemen Bantuan Operasional Sekolah (BOS) provinsi menyerahkan data jumlah siswa tiap sekolah kepada kementerian pendidikan nasional.

2. Atas dasar data jumlah siswa tiap sekolah, kementerian pendidikan nasional membuat alokasi dana

Bantuan Operasional Sekolah (BOS) tiap kabupaten/kota untuk selanjutnya dikirim ke kementerian keuangan.

3. Kementerian keuangan menetapkan alokasi anggaran sementara per kabupaten/kota melalui peraturan

menteri keuangan.

4. Alokasi prognosa definitif Bantuan Operasional Sekolah (BOS) akan ditetapkan setelah kementerian

keuangan menerima data rekonsiliasi mengenai jumlah sekolah da jumlah siswa tahun ajaran baru (2011-2012) dari kementerian pendidikan nasional.


(45)

5. Alokasi dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) per sekolah negeri ditetapkan oleh kementerian pendidikan nasional, sedangkan alokasi per sekolah swasta ditetapkan oleh pemerintah daerah (melalui pejabat pengelola keuangan daerah) atas usulan dinas pendidikan kabupaten/kota berdasarkan data jumlah siswa.

6. Alokasi dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) per sekolah untuk periode Januari-Juni 2011

didasarkan jumlah siswa tahun pelajaran 2010-2011, sedangkan periode Juli-Desember 2011 didasarkan pada data tahun pelajaran 2011-2012.

Dari hasil kebijakan pemerintah dalam mencanangkan program dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS), bahwa pemanfaatan atau pengguanaan dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) harus berpedoman pada panduan pelaksanaan program Bantuan Operasional Sekolah (BOS) tahun anggaran 2011. Penggunaan dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) di sekolah harus berdasarkan pada kesepakatan dan keputusan bersama antara tim manjemen Bantuan Operasional Sekolah (BOS) sekolah, dewan guru, dan komite sekolah. Dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) harus di daftar sebagai salah satu sumber penerimaan dalam RKAS/RAPBS, disamping dana yang diperoleh dari pemerintah daerah atau sumber lain. Dari seluruh dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) yang diterima oleh sekolah, sekolah menggunakan dana tersebut untuk membiayai kegiatan-kegiatan berikut:

1. Pembelian/penggandaan buku teks pelajaran. Jenis buku yang dibeli/digandakan untuk SMP sebanyak 2

macam buku yaitu (a) pendidikan jasmani, olahraga dan kesehatan, dan (b) seni budaya dan keterampilan. Jika buku dimaksud belum ada di sekolah/belum mencukupi sebanyak jumlah siswa, maka sekolah wajib membeli/menggandakan sebanyak jumlah siswa. Jika jumlah buku telah terpenuhi satu siswa satu buku, baik yang telah dibeli dari dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) maupun dari pemerintah daerah, maka sekolah tidak harus menggunakan dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) untuk pembelian/penggandaan buku tersebut. Selain daripada iu, dana Bantuan (BOS) juga boleh untuk membeli buku teks pelajaran lainnya yang mecukupi sejumlah siswa;

2. Pembiayaan seluruh kegiatan dalam rangka penerimaan siswa baru, yaitu biaya pendaftaran,

penggandaan formulir, administrasi pendaftaran, dan pendaftaran ulang, pembuatan spanduk sekolah bebas pungutan, serta kegiatan lain yang berkaitan langsung dengan kegiatan tersebut (misalnya untuk fotocopy, konsumsi panitia, dan uang lembur dalam rangka penerimaan siswa baru, dan lainnya yang relevan);

3. Pembiayaan kegiatan pembelajaran remedial, pembelajaran pengayaan, pemantapan persiapan ujian,

olahraga, kesenian, karya ilmiah remaja, pramuka, palang merah remaja, Usaha Kesehatan Sekolah (UKS) dan sejenisnya (misalnya untuk honor jam mengajar tambahan di luar jam peajaran, biaya transportasi dan akomodasi siswa/guru dalam rangka mengikuti lomba, fotocopy, membeli alat olahraga, alat kesenian dan biaya pendaftaran mengikuti lomba);


(46)

4. Pembiayaan ulangan harian, ulangan umum, ujian sekolah dan laporan hasil belajar siswa (misalnya untuk fotocopy/penggandaan soal, honor koreksi, ujian dan honor guru dalam rangka penyusunan rapor siswa);

5. Pembelian bahan-bahan habis pakai seperti buku tulis, kapur tulis, pensil, spidol, kertas, bahan

praktikum, buku induk siswa, buku inventaris, langganan koran/majalah pendidikan, minuman dan makanan ringan untuk kebutuhan sehari-hari di sekolah, serta pengadaan suku cadang alat kantor;

6. Pembiayaan langganan daya dan jasa, yaitu listrik, air, telepon, internet, termasuk untuk pemasangan

baru jika sudah ada jaringan di sekitar sekolah. Khusus di sekolah yang tidak ada jaringan listrik, dan jika sekolah tersebut memerlukan listrik untuk proses belajar mengajar di sekolah, maka diperkenankan untuk membeli genset;

7. Pembiayaan perawatan sekolah, yaitu pengecatan, perbaikan atap bocor, perbaikan pintu dan jendela,

perbaikan mebeler, perbaikan sanitasi sekolah, perbaikan lantai ubin/keramik dan perawatan fasilitas sekolah lainnya;

8. Pembayaran honorarium bulanan guru honorer dan tenaga kependidikan honorer.

9. Pengembangan profesi guru seperti pelatihan, KKG/MGMP dan KKS/MKKS. Khusus untuk sekolah

yang memperoleh hibah/block grant pengembangan KKG/MGMP atau sejenisnya pada tahun anggaran yang sama tidak diperkenankan menggunakan dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) untuk peruntukan yang sama;

10. Pemberian bantuan biaya transportasi bagi siswa miskin yang menghadapi masalah biaya transport dari

dan ke sekolah. Jika dinilai lebih ekonomis, dapat juga untuk membeli alat transportasi sederhana yang akan menjadi barang inventaris sekolah (misalnya sepeda, perahu penyeberangan, dll);

11. Pembiayaan pengelolaan Bantuan Operasional Sekolah (BOS) seperti alat tulis kantor (ATK termasuk

tinta printer, CD dan flash disk), penggandaan, surat-menyurat, insentif bagi bendahara dalam rangka penyusunan laporan Bantuan Operasional Sekolah (BOS) dan biaya transportasi dalam rangka mengambil dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) di Bank/PT Pos;

12. Pembelian computer (desktop/work station) dan printer untuk kegiatan belajar siswa, masing-masing

maksimum 1 unit dalam satu tahun anggaran;

13. Bila seluruh komponen 1 s/d 12 di atas telah terpenuhi pendanaannya dari Bantuan Operasional Sekolah

(BOS) dan masih terdapat sisa dana, maka sisa dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) tersebut dapat digunakan untuk membeli alat peraga, media pembelajaran, mesin ketik, peralatan UKS dan mebeler sekolah.

Dalam penggunaannya yang sudah ditetapkan pemerintah diatas, terdapat larangan yang tidak diperbolehkan pemerintah sama sekali untuk menggunakan dana Bantuan Operasional Sekolah tersebut. Adapun yang menjadi larangan dalam mengalokasikan dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) tersebut adalah sebagai berikut.

1. Disimpan dalam jangka waktu lama dengan maksud dibungakan.

2. Dipinjamkan kepada pihak lain.

3. Membiayai kegiatan yang tidak menjadi prioritas sekolah dan memerlukan biaya besar, misalnya studi


(47)

4. Membiayai kegiatan yang diselenggarakan oleh UPTD kecamatan/kabupaten/kota/provinsi/pusat, atau pihak lainnya walaupun pihak sekolah tidak ikut serta dalam kegiatan tersebut. Sekolah hanya diperbolehkan menanggung biaya untuk siswa/guru yang ikut serta dalam kegaitan tersebut.

5. Membayar bonus dan transportasi rutin untuk guru.

6. Membeli pakaian/seragam bagi guru/siswa untuk kepentingan pribadi (bukan inventaris sekolah).

7. Digunakan untuk rehabilitasi sedang dan berat.

8. Membangun gedung/ruangan baru.

9. Membeli bahan/peralatan yang tidak mendukung proses pembelajaran.

10. Menanamkan saham.

11. Membiayai kegiatan yang telah dibiayai dari sumber dana pemerintah pusat atau pemerintah daerah

secara penuh/wajar, misalnya guru kontrak/guru bantu.

12. Kegiatan penunjang yang tidak ada kaitannya dengan operasi sekolah, misalnya iuran dalam rangka

perayaan hari besar nasional dan upacara keagamaan/acara keagamaan.

13. Membiayai kegiatan dalam rangka mengikuti pelatihan/sosialisasi/pendampingan terkait program BOS

yang diselenggarakan lembaga di luar dinas pendidikan provinsi/kabupaten/kota dan kementerian pendidikan nasional.

Dari penggunaannya sudah jelas tertera bahwa dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) sudah ada upaya pemerintah dalam peningkatan fasilitas sekolah, guru dan juga siswanya dalam melaksanakan proses belajar mengajar. Akan tetapi disisi lain, amanat yang jelas-jelas memiliki dasar untuk dijalankan sesuai dengan pernyataan diatas bahwasanya masih ada yang melakukan tindak kecurangan dalam mengalokasikan diberikan pemerintah. Misalnya saja penyalahgunaan yang sudah jelas tidak diperbolehkan untuk penggunaan dana dalam kegiatan diatas. Sehingga terjadi disfungsi yaitu mengalami sebuah krisis pengetahuan karena telah membuat struktur dan sistem pendidikan kehilangan fungsinya.

Seperti pernyataan yang dikemukakan oleh Robert K. Merton dalam (Paul, 1990:153) tentang disfungsi laten atau masalah yang muncul dari tindakan manusia, banyak fungsi positif yang menguntungkan masyarakat atau diri seseorang sebagai individu berupa hasil produk sampingan yang tidak dimaksudkan dari tindakan-tindakan yang diarahkan pada tujuan-tujuan lain. Dengan kata lain bahwa fungsi kebijakan disalahgunakan oleh sistem dalam mencari


(48)

keuntungan melalui dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS). Dari peraturan menteri pendidikan Republik Indonesia nomor 37 tahun 2010 sudah terlihat jelas bahwa kebijakan yang akan direalisasikan oleh pemerintah kepada sekolah dan siswanya namun terjadi penyelewengan serta kurangnya pengawasan dalam mengalokasikan dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) yang dilakukan oleh oknum pendidikan yang tidak bertanggung jawab. Selain itu masih ada infrastruktur sekolah yang tidak layak pakai, masih ada beban siswa dalam pembelian buku pelajaran, gaji para honorer yang tersendat, dan dana khusus untuk siswa kurang mampu dipotong oleh pihak sekolah tanpa ada alasan yang jelas.

Hal seperti inilah yang dinamakan disfungsi laten yaitu fungsi yang diharapkan masyarakat untuk dapat mengenyam pendidikan yang layak telah beralih fungsi menjadi kerugian dan ketidakpercayaan masyarakat terhadap kebijakan pemerintah yang disalahgunakan oleh oknum yang terdapat di instansi pendidikan. Karena telah terjadi ketidakmerataannya pengalokasian dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) dari pemerintah maupun pihak sekolah terutama untuk siswa kurang mampu yang seharusnya memiliki bantuan secara eksklusif berupa uang transportasi tetapi kurang terealisasikan dengan baik. Sehingga dapat dikatakan pihak sekolah belum mampu menjalankan amanah yang sudah tertera pada peraturan menteri pendidikan dan kebudayaan nomor 37 tahun 2010 dalam mengalokasikan dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) dengan baik. Hadirnya kebijakan dalam program Bantuan Operasional Sekolah (BOS) yang tujuannya sebagai pemerataan pendidikan dianggap positif dalam kehidupan masyarakat. Tetapi kebijakan tersebut tidak semua dipandang positif bahkan kebijakan dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) bisa dianggap negatif apabila kebijakan tersebut digunakan sebagai alat untuk mencari keuntungan pribadi bagi pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab. Masyarakat memandang negatif karena merasa telah dirugikan dan tidak


(49)

sesuai lagi dengan apa yang dijanjikan oleh pemerintah. Misalanya tidak adanya bantuan yang di khususkan untuk siswa kurang mampu dan kurang tepatnya sasaran pihak sekolah dalam memberikan dana bantuan kepada siswa yang sebenarnya tidak layak mendapatkan dana khusus untuk siswa kurang mampu.

Sedangkan fungsi latennya merupakan fungsi yang tidak dimaksudkan atau tidak diketahui perubahannya mengenai kebijakan Bantuan Operasional Sekolah (BOS) yang dapat dilihat dari pengaruh dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) terhadap minat belajar dan prestasi siswa. Pada awalnya kebijakan ini hanya terlihat sebatas kebutuhan materi yang menjadi suatu wadah untuk memenuhi kebutuhan kegiatan belajar mengajar di sekolah, tetapi disatu sisi telah memiliki pengaruh terhadap perkembangan siswa dalam meningkatkan prestasi belajar siswa. Hal ini dinetralisir dengan cara meningkatkan fasilitas infrastruktur yang baik dan kebutuhan sekolah yang cukup lengkap demi membatu meningkatkan mutu pendidikan siswa terutama bagi siswa kurang mampunya.

Selain itu Merton juga mengemukakan konsep nonfungsional yaitu sebagai akibat-akibat yang sama sekali tidak relevan dengan sistem yang sedang diperhatikan (Ritzer & Goodman, 2008:140). Kebijakan Bantuan Operasioanal Sekolah (BOS) dilihat berfungsi apabila seluruh sistem dan struktur sosial yang di dalamnya berjalan sesuai dengan fungsi yang diharapkan. Akan tetapi ketika sudah terjadi kesalahan yang bersifat nonfungsional di dalam sistem berarti salah satu sistem tidak berjalan karena adanya hambatan-hambatan yang terjadi dalam lembaga pendidikan maupun masyarakatnya. Misalnya ketika dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) merugikan sekolah-sekolah yang dikarenakan terbatasnya dana yang diberikan membuat pihak sekolah kewalahan dalam mengatur dana yang dialokasikan pemerintah sementara kebutuhan sekolah setiap saat bertambah mengikuti perkembangan pendidikan bagi peserta didiknya. Oleh


(50)

karena itu sebagian pihak sekolah memandang bahwa dengan adanya dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) dapat merugikan mereka. Karena tidak adanya dana cadangan dalam menutupi segala kebutuhan sekolah, misalnya penambahan guru honor yang disebabkan oleh kurangnya tenaga pengajar yang ada di sekolah sehingga secara otomatis kebutuhan sekolah akan bertambah untuk menggaji guru honor tersebut sedangkan jatah yang diberikan pemerintah masih sesuai dengan jumlah siswanya maka kegiatan belajar mengajar pun dibatasi dengan kuantitas tenaga pengajar yang cukup minim.

2.2. Fungsi Pendidikan Sebagai Pengentasan Kemiskinan

Kemiskinan bukan lagi sekedar masalah kesenjangan pendapatan, tetapi lebih kompleks lagi menyangkut ketidakberdayaan, ketiadaan pengetahuan dan keterampilan, serta kelangkaan akses pada modal dan sumber daya. Kemiskinan merupakan masalah kompleks yang dipengaruhi oleh berbagai faktor yang saling berkaitan antara lain pendapatan, kesehatan, pendidikan, akses terhadap barang dan jasa, lokasi geografis, gender dan kondisi lingkungan. Kemiskinan tidak lagi dipahami hanya sebatas ketidakmampuan ekonomi, tetapi juga kegagalan memenuhi hak-hak dasar dan perbedaan perlakuan bagi seseorang atau kelompok orang dalam menjalani kehidupan secara bermartabat. Sedangkan hak-hak dasar yang diakui secara umum adalah terpenuhinya kebutuhan pangan, kesehatan, pendidikan, pekerjaan, perumahan, air bersih, pertahanan dan lingkungan hidup, rasa aman dari perlakuan atau ancaman tindak kekeraan dan hal-hal untuk berpartisipasi dalam kehidupan sosial politik (Djantika, 2009:3).

Fungsi pendidikan dalam pengentasan kemiskinan dapat dilihat melalui pendekatan ekonomis yang melihat masalah pendidikan sebagai sarana untuk peningkatan produktifitas. Menurut perspektif Amartya Sen dan Jeffrey Sachs (dalam Djantika, 2009:4) menyatakan bahwa


(51)

pengentasan kemiskinan melalui pendidikan yang dibutuhkan adalah kemerdekaan dalam pengembangan pribadi manusia. Proses memenjarakan kemerdekaan pribadi atau tidak mengembangkan kemampuan seseorang tentunya tidak dapat diharapkan untuk mengatasi masalah-masalah kemiskinan. Selain itu penuntasan kemiskinan bukan hanya dapat dicapai melalui pengembangan satu sektor tertentu saja tetapi berbagai sektor penting yang berkenaan dengan kepentingan seluruh masyarakat. Salah satu program pentingnya adalah pendidikan serta pengembangan ilmu pengetahuan melalui pendidikan. Dengan pendidikan yang baik, setiap orang memiliki bekal pengetahuan dan keterampilan, mempnyai pilihan untuk mendapatkan pekerjaan menjadi lebih produktif sehingga dapat meningkatkan pendapatan. Dengan demikian pendidikan dapat memutus mata rantai kemiskinan dan menghilangkan masalah sosial, untuk kemudian meningkatkan kualitas hidup dan mewujudkan kesejahteraan masyarakat.

2.3. Fungsi Pendidikan Sebagai Mobilitas Sosial

Pendidikan dipandang sebagai jalan untuk mencapai kedudukan yang lebih baik di dalam masyarakat. Semakin tinggi pendidikan yang diperoleh semakin besar harapan untuk mencapai tujuan itu. Dengan demikian terbuka kesempatan untuk meningkatkan kedudukan atau derajat seseorang yang lebih tinggi. Pendidikan dilihat sebagai kesempatan untuk beralih dari golongan satu ke golongan yang lebih tinggi (dalam Nasution, 2010:38). Golongan yang dimaksud adalah kelas sosial masyarakat yang mengalami dinamika yang terus bergerak seiring dengan perkembangan zaman ataupun perkembangan dunia pendidikan. Hanya saja tergantung kepada masyarakatnya yang mampu atau tidak dalam mengikuti perubahan ke arah yang lebih baik.

Pendidikan merupakan jalan bagi mobilitas sosial. Dengan adanya pendidikan, masyarakat akan terus mengalami pergerakan yang lebih maju dalam mengikuti perkembangan


(1)

6.2. Saran

1. Pengawasan pemerintah dalam pengalokasian dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) harus lebih intensif turun ke sekolah-sekolah dengan cara melihat kondisi sekolah serta kondisi sosial ekonomi siswanya agar tujuan pemerintah dalam mensejahterakan rakyatnya tercapai dengan baik.

2. Pihak sekolah harus lebih jeli dalam menyeleksi siswa kurang mampu dengan cara melihat langsung kondisi sosial ekonomi keluarga. Serta menjauhi hubungan kekerabatan dengan orang tua siswa karena dapat menimbulkan nepotisme dalam mengalokasikan dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) bagi siswa kurang mampu.

3. Sebaiknya pemerintah dan pihak sekolah lebih memprioritaskan kualitas dan kedisiplinan sekolah dari pada kuantitas pembangunan gedung dan jumlah siswa di yang sering terjadi di sekolah-sekolah negeri yang telah banyak menghamburkan uang Negara yaitu dengan cara membuat kegiatan berupa pelatihan pengembangan belajar siswa, membuat perlombaan karya ilmiah mengenai pengetahuan umum bagi pengembangan diri siswa.


(2)

DAFTAR PUSTAKA

Badan Pusat Statistik, 2009. Hasil Sensus Penduduk 2008: Kabupaten Labuhan Batu, Medan:

Badan Pusat Statistik Provinsi Sumatera Utara.

Badan Pusat Statistik, 2010. Hasil Resmi Statistik: Profil Kemiskinan Di Indonesia Maret 2010,

No.45/07/Th. XIIV, 1 Juli 2010, Jakarta: BPS Indonesia

Black, James A., 2009. Metode & Masalah Penelitian Sosial. Bandung : PT. Refika Aditama.

Bungin, Burhan. 2009. Metodologi Penelitian Kuantitatif. Jakarta : Kencana.

Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar. 2011. Peningkatan Manajemen Melalui Penguatan Tata

Kelola Dan Akuntabilitas Di Sekolah/Madrasah. Jakarta : Kementerian Pendidikan Nasional.

Departemen Dalam Negeri. 2007. Diklat Teknis Pengentasan Kemiskinan. Jakarta : Lembaga

Administrasi Negara.

Djatnika, Diky. 2009. Peranan Pendidikan Dalam Pengentasan Kemiskinan, (online), Vol.6,

N

WIB).


(3)

Paul, Doyle, 1990. Teori Sosiologi Klasik Dan Modern. Terjemahan Oleh Robert M.Z. Lawang.

1990. Jakarta : Gramedia Pustaka Utama.

Peraturan Mentri Pendidikan Nasional, No.37. Petunjuk Teknis Penggunaan Dana

Bantuan Operasional Sekolah (BOS) Tahun Anggaran 2011. Direktorat Jenderal

Pendidikan Dasar, Jakarta, 2010.

Ritzer, George. 2008. Teori Sosiologi Modern. Jakarta : PT. Kencana Prenada Media Group.

Rusdianto, M. 2011. Umpan Balik Atas Implementasi Kebijakan Bantuan Operasional Sekolah. Diakses pada 18 September 2012

Siahaan, Amiruddin dkk. 2006. Manajemen Pengawas Pendidikan. Ciputat : Quantum

Teching.

Singarimbun, Masri. 2008. Metode Penelitian Survai. Jakarta : LP3S.

Subarsono, AG, Drs, M.si, MA, 2005. Analisis Kebijakan Publik. Yogyakarta : Pustaka

Pelajar.

Surbakti, Darwin, Drs. 2012. Pengawas Sekolah Temukan Penyalahgunaan Pemanfaatan Dana BOS dan Beasiswa Di Karo. Medan : Koran Sinar Indonesia Baru, No. 12.386 Rabu, 15 Februari 2012, hal 14.


(4)

Sumber Internet:

14 November 2011 pukul 16:30 WIB)


(5)

(6)