Kepemimpinan Gaya Kepemimpinan Landasan Teori

kelebihan dari sifat pribadi dan idealnya memiliki suatu kombinasi dari kebanyakan sifat, sebagai berikut : 1 Inteligensi. Umumnya para pemimpin memiliki kecerdasan yang relatif lebih tinggi daripada karyawannya. 2 Kematangan dan keluasan pandangan sosial. Pemimpin harus lebih matang dan lebih luas dalam hal-hal yang berkaitan dengan kemasyarakatan. 3 Mempunyai motivasi dan keinginan berprestasi yang datang dari dalam. Seorang pemimpin diharapkan harus selalu mempunyai dorongan yang besar untuk dapat menyelesaikan sesuatu. 4 Mempunyai kemampuan mengadakan hubungan antar manusia. Seorang pemimpin lebih mengetahui situasi karyawannya, sebab dalam kehidupan organisasi diperlukan adanya kerjasama atau saling ketergantungan antara anggota- anggota kelompok.

4. Gaya Kepemimpinan

a. Pengertian Gaya Kepemimpinan Menurut Wahjosumidjo 1987:63, gaya kepemimpinan adalah bagaimana pemimpin itu berhubungan dengan karyawan. Sedangkan menurut Handoko 2003:63, ada gaya dua gaya kepemimpinan yaitu : gaya kepemimpinan orientasi tugas ialah manajer berorientasi tugas, mengarahkan, dan mengawasi karyawan secara tertutup untuk menjamin bahwa tugas dilaksanakan sesuai yang diinginkan, dan yang kedua gaya berorientasi karyawan ialah mencoba untuk lebih memotivasi karyawan dibanding mengawasi mereka. Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa gaya kepemimpinan merupakan kemampuan yang dimiliki pemimpin untuk mempengaruhi karyawannya supaya sasaran atau tujuan dapat tercapai. Pemimpin dalam menetapkan perilaku atau gaya kepemimpinan akan sangat diwarnai oleh seberapa jauh penguasaan dan pemahaman nilai-nilai moral serta sifat-sifat kepribadian yang ada pada diri pemimpin. Kegagalan perilaku yang sering dialami oleh para pemimpin dalam menggerakkan sumber daya dalam organisasi diakibatkan oleh ketidakmatangan pribadinya seperti harga diri, pengendalian diri, keteladanan, emosional, dan sebagainya waluapun pemimpin itu sendiri memiliki berbagai keterampilan. Gaya kepemimpinan dari seorang manajer akan menjadi ukuran bagi sistem kerja karyawan pada saat dan kondisi tertentu. Diharapkan adanya suatu komunikasi timbal balik antara pemimpin dan karyawan agar tujuan organisasi dapat tercapai, maka karyawan akan termotivasi untuk melakukan pekerjaannya penuh tanggung jawab karena karyawan tahu akan kepribadian yang terpancar dalam diri pemimpinnya. b. Macam-macam Gaya Kepemimpinan Menurut Ruky 2002:148, gaya kepemimpinan diidentifikasikan menjadi dua, yaitu : 1 Gaya kepemimpinan yang berorientasi pada tugas otoriter Ciri-cirinya : a Pemimpin selalu memberikan pengarahan kepada karyawannya. b Pemimpin mengawasi secara ketat karyawan untuk menjamin tugas yang dilaksanakan secara memuaskan. c Pemimpin lebih mementingkan tugas itu terlaksana daripada pengembangan dan pertumbuhan karyawan. 2 Gaya kepemimpinan yang berorientasi pada karyawan demokratis Ciri-cirinya : a Pemimpin lebih memotivasi daripada mensupervisi karyawan. b Pemimpin dalam mengambil keputusan juga mengikutsertakan karyawannya. c Pemimpin membina hubungan yang akrab, penuh kepercayaan dan penuh penghargaan dengan anggota kelompok. c. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Gaya Kepemimpinan Gaya kepemimpinan apapun yang dianut seorang manajer akan mempengaruhi sistem kerja karyawannya baik secara langsung maupun tidak langsung. Faktor yang mempengaruhi gaya kepemimpinan adalah pimpinan sendiri dan dari karyawan dalam melaksanakan tugas organisasi. Dari pemimpin sendiri akan mempengaruhi sistem kerja yaitu dilihat dari cara memimpin dan mengkoordinasikan tugas pada karyawan. Hal ini akan mempengaruhi cara kerja dari karyawan sendiri dalam melakukan kerja di perusahaan tersebut. Faktor dari karyawan yaitu dilihat dari keadaan, kondisi karyawan dalam melakukan kerja. Di sini akan mempengaruhi gaya kepemimpinan manajer dalam memberikan perintah pada karyawan untuk mencapai tujuan kerja dalam suatu organisasi. Situasi dan kondisi perusahaan juga akan mendukung gaya kepemimpinan pada saat gaya kepemimpinan dipakai dalam perusahaan tersebut. Maka untuk mencapai tujuan diperlukan kerjasama yang terpadu antara atasan, karyawan, maupun situasi sebagai faktor dalam menentukan gaya kepemimpinan.

5. Loyalitas Karyawan

Loyalitas karyawan terhadap perusahaan memiliki makna kesediaan seseorang untuk melanggengkan hubungannya dengan organisasi, jika perlu dengan mengorbankan kepentingan pribadinya tanpa mengharapkan apapun. Kesediaan karyawan untuk mempertahankan diri bekerja dalam organisasi adalah hal yang penting dalam menunjang komitmen karyawan terhadap perusahaan dimana mereka bekerja. Hal ini dapat diupayakan bila karyawan merasakan adanya keamanan dan kepuasan di dalam organisasi tempat ia bergabung untuk bekerja. Nitisemito 1996:177 mengungkapkan bahwa kesetiaanloyalitas para karyawan terhadap perusahaan akan dapat menimbulkan rasa tanggung jawab. Tanggung jawab dapat menciptakan kegairahan dan semangat kerja. Untuk dapat menimbulkan loyalitas para karyawan terhadap perusahaan, maka pihak pimpinan harus mengusahakan agar para karyawan merasa senasib dengan perusahaan. Dengan perasaan senasib, kemajuan dan kemunduran perusahaan akan dirasakan juga oleh karyawan. Dalam kenyataan pihak perusahaan biasanya mengusahakan agar karyawan dapat merasakan kemajuan perusahaan dengan cara membagikan laba perusahaan membagikan bonus. Cara lain untuk menimbulkan perasaan loyal para karyawan terhadap perusahaan ialah dengan memberikan kesempatan kepada mereka untuk ikut membeli saham perusahaan, tetapi hal ini hanya dapat dilakukan jika perusahaan berbentuk perseroan terbatas. Sebenarnya loyalitas dapat juga ditimbulkan dengan cara pemberian gaji yang cukup, perhatian terhadap kebutuhan rohani, dan hal-hal positif lainnya. Dalam praktek memang sulit menimbulkan loyalitas semua karyawan terhadap perusahaan, apalagi jika jumlah karyawan terlalu banyak. Jika karyawan terlalu banyak maka titik beratnya adalah kepada para karyawan yang memegang posisi penting. Dari beberapa pernyataan di atas, dapat disimpulkan bahwa loyalitas karyawan dibentuk dan dibina oleh perusahaan melalui pemenuhan kebutuhan karyawannya.

B. Penelitian Terdahulu

Nugroho 2010 dalam penelitiannya yang berjudul “Hubungan antara Persepsi Ga ya Kepemimpinan Demokratis dengan Komitmen Organisasi” mempunyai tujuan untuk mengetahui apakah ada hubungan positif antara persepsi gaya kepemimpinan demokratis dengan komitmen organisasi PT. Walser Automotive Textiles Indonesia. Hipotesis penelitian ini adalah : ada hubungan positif persepsi gaya kepemimpinan demokratis dengan komitmen organisasi pada PT. Walser Automotive Textiles Indonesia. Subjek dalam penelitian ini adalah karyawan fungsi produksi PT. Walser Automotive Textiles Indonesia sejumlah 76 karyawan yang diambil dengan menggunakan teknik purposive sampling dari dua bagian di fungsi produksi yaitu cutting dan maintenance. Metode pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan dua skala pengukuran model Likert, yaitu skala persepsi gaya kepemimpinan demokrasi dan skala komitmen organisasi. Uji coba skala dilakukan pada 93 karyawan bagian cutting dan maintenance yang menghasilkan koefisien reliabilitas pada skala persepsi gaya kepemimpinan demokratis sebesar 0,876 dan pada skala komitmen organisasi sebesar 0,877. Dari hasil penelitian yang dianalisis dengan menggunakan teknik korelasi product moment dari Pearson menunjukkan bahwa ada hubungan positif antara persepsi gaya kepemimpinan demokratis dengan komitmen organisasi pada karyawan PT. Walser Automotive Textiles Indonesia. Hal ini dapat dilihat dari koefisien korelasi yang bernilai 0,789 p=0,000 dengan probabilitas 1 p0,01. Dari hasil penelitian tersebut, penulis kemudian tertarik untuk meneliti lebih lanjut apakah gaya kepemimpinan juga mempengaruhi loyalitas karyawan.

C. Kerangka Berpikir

Karyawan bekerja dengan mendapat pengawasan dari atasannya. Jika pemimpin tidak bisa menjaga hubungan baik dengan karyawannya, dan karyawan merasa tertekan dengan gaya kepemimpinan atasannya maka diduga tidak akan memiliki loyalitas kepada perusahaan. Dia akan berusaha berpindah kerja ke perusahaan yang memperlakukan karyawan dengan lebih baik. Hal ini berarti semakin baik gaya kepemimpinan atasan diduga akan semakin baik pula loyalitas karyawannya.