KEEFEKTIFAN MODEL PEMBELAJARAN LEARNING CYCLE BERNUANSA ETNOMATEMATIKA PADA MATERI SEGIEMPAT TERHADAP KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIKA PESERTA DIDIK

(1)

i

LEARNING CYCLE BERNUANSA ETNOMATEMATIKA

PADA MATERI SEGIEMPAT TERHADAP KEMAMPUAN

PEMECAHAN MASALAH MATEMATIKA PESERTA DIDIK

Skripsi

Disajikan sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan

Program Studi Pendidikan Matematika

Oleh Lutfi Ariani 4101410009

JURUSAN MATEMATIKA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG


(2)

(3)

(4)

iv

MOTTO DAN PERSEMBAHAN

MOTTO

 Kebenaran adalah kunci kehidupan.

 Man Jadda Wa Jadda (Barang siapa yang bersungguh-sungguh, maka akan

berhasil)

 “Karena sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan.”

(QS. Al-Insyiroh: 5)

PERSEMBAHAN

 Kedua orang tuaku Bapak Munasir dan

Ibu Siti Rohyati yang selalu memberikan doa dan semangatnya untukku.

 Adik-adikku tercinta Faik Fauzi dan

Fadila Ismawati yang selalu menjadi

penyemangatku untuk mengerjakan

skripsi.

 Keluarga-keluargaku yang selalu

mendo’akanku.

 Sahabat-sahabat GPT 48 yang selalu

memberi semangat.

 Teman-teman Wisma Mulya yang selalu

mendukungku di saat suka dan duka.

 Teman-teman Pendidikan Matematika


(5)

v

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT, yang telah melimpahkan Rahmat, Taufik, Hidayah, serta Inayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Selama menyusun skripsi ini, penulis telah banyak menerima bantuan, kerjasama, dan sumbangan pikiran dari berbagai pihak. Pada kesempatan ini penulis menyampaikan terima kasih kepada:

1. Prof. Dr. Fathur Rokhman, M.Hum., Rektor Universitas Negeri Kebumen

(Unnes).

2. Prof. Dr. Wiyanto, M.Si., Dekan Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan

Alam (FMIPA) Universitas Negeri Kebumen.

3. Drs. Arief Agoestanto, M.Si., Ketua Jurusan Matematika.

4. Dr. Zaenuri M., S.E., M.Si. Akt., Dosen Pembimbing yang telah memberikan

bimbingan pada penulis selama menyusun skripsi.

5. Drs. Sugiarto, M.Pd., selaku penguji pertama.

6. Dra. Kristina Wijayanti, M.S., selaku penguji kedua.

7. Drs. Sugiarto, M.Pd., Dosen wali yang telah memberikan saran dan bimbingan

selama penulis menjalani studi.

8. Bapak dan Ibu Dosen Jurusan Matematika yang telah memberikan bekal ilmu

kepada penulis dalam penyusunan skripsi ini.

9. Ibu Kristiningsih, S.Pd., Kepala SMP Negeri 4 Kebumen yang telah memberikan


(6)

vi

10.Ibu Siti Nurkhoeriyah, S.Pd. dan Ibu Endang Sumardiningsih, S.Pd. Guru

matematika kelas VII SMP Negeri 4 Kebumen yang telah membimbing selama penelitian.

11.Peserta didik kelas VII SMP Negeri 4 Kebumen yang telah membantu proses

penelitian.

12.Semua pihak yang telah membantu, sehingga terselesaikannya skripsi ini

yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu.

Penulis menyadari bahwa dalam skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, baik kritik maupun saran sangat penulis harapkan demi kesempurnaan penyusunan hasil karya selanjutnya. Akhirnya penulis berharap semoga skripsi ini bermanfaat bagi pembaca demi kebaikan di masa mendatang.

Kebumen, Agustus 2014


(7)

vii ABSTRAK

Ariani, Lutfi. 2014. Keefektifan Model Pembelajaran Learning Cycle Bernuansa

Etnomatematika pada Materi Segiempat terhadap Kemampuan Pemecahan Masalah Peserta Didik. Skripsi, Jurusan Matematika Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Negeri Kebumen. Pembimbing Dr. Zaenuri M., S.E., M.Si.Akt.

Kata kunci: Etnomatematika, kemampuan pemecahan masalah, Learning Cycle,

segiempat.

Kemampuan pemecahan masalah merupakan kemampuan berpikir ilmiah yang sangat penting dalam pelajaran matematika. Salah satu model pembelajaran yang dapat diterapkan dalam pembelajaran matematika untuk meningkatkan

kemampuan pemecahan masalah peserta didik adalah model pembelajaran Learning

Cycle bernuansa etnomatematika. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui ketuntasan kemampuan pemecahan masalah matematika peserta didik melalui

penerapan model pembelajaran Learning Cycle bernuansa etnomatematika pada

materi segiempat; menganalisis kemampuan pemecahan masalah matematika peserta

didik yang telah memperoleh pembelajaran dengan model pembelajaran Learning

Cycle bernuansa etnomatematika pada materi segiempat dibandingkan dengan model ekspositori; mengetahui pengaruh sikap terhadap budaya lokal terhadap kemampuan pemecahan masalah peserta didik; menganalisis sikap peserta didik terhadap budaya lokal setelah mendapat pembelajaran bernuansa etnomatematika dibandingkan sebelum mendapat pembelajaran bernuansa etnomatematika.

Populasi yang digunakan dalam penelitian eksperimen ini adalah siswa kelas

VII SMP Negeri 4 Kebumen dan dipilih secara cluster random sampling diperoleh

sampel yaitu peserta didik kelas VII F sebagai kelas eksperimen dengan model

pembelajaran Learning Cycle bernuansa etnomatematika dan peserta didik kelas VII

E sebagai kelas kontrol dengan model pembelajaran ekspositori. Metode pengumpulan data yang digunakan yaitu metode tes, dan angket. Data kemampuan pemecahan masalah matematika peserta didik dianalisis menggunakan uji proporsi,

uji kesamaan rata-rata pihak kanan, paired sample t-test, dan regresi linear sederhana.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa peserta didik kelas eksperimen yang

diberi perlakuan model Learning Cycle bernuansa etnomatematika dan kelas kontrol

yang diberi perlakuan model ekspositori telah mencapai ketuntasan. Kelas eksperimen memiliki rata-rata kemampuan pemecahan masalah lebih baik dari kelas

kontrol. Sikap siswa terhadap budaya setelah mendapat pembelajaran model Learning

Cycle bernuansa etnomatematika lebih baik daripada sikap siswa terhadap budaya

sebelum mendapat pembelajaran model Learning Cycle bernuansa etnomatematika.

Sikap terhadap budaya berpengaruh terhadap kemampuan pemecahan masalah peserta didik dengan kontribusi sebesar 61,5%.


(8)

viii

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL ... i

PERNYATAAN ... ii

PENGESAHAN ... iii

MOTTO DAN PERSEMBAHAN ... iv

KATA PENGANTAR ... v

ABSTRAK ... vii

DAFTAR ISI ...viii

DAFTAR TABEL ...xiv

DAFTAR GAMBAR ... xv

DAFTAR LAMPIRAN ... xvii

BAB 1. PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang ... 1

1. 2 Rumusan Masalah ... 10

1. 3 Tujuan Penelitian... 11

1. 4 Manfaat Penelitian ... 12

1. 5 Penegasan Istilah ... 14

1.5.1 Keefektifan ... 14

1.5.2 Model Pembelajaran Learning Cycle ... 15


(9)

ix

1.5.4 Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika ... 15

1.5.5 Etnomatematika ... 16

1.5.6 Materi Segiempat ... 16

1. 6 Skema Penulisan Skripsi... 17

2. TINJAUAN PUSTAKA 2. 1Landasan Teori ... 18

2.1.1 Belajar ... 18

2.1.1.1 Pengertian Belajar ... 18

2.1.1.2 Unsur-Unsur Belajar ... 21

2.1.1.3 Prinsip-Prinsip Belajar ... 22

2.1.1.4 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Belajar ... 22

2.1.2 Pembelajaran ... 23

2.1.2.1 Pengertian Pembelajaran... 23

2.1.2.2 Komponen-Komponen Pembelajaran ... 25

2.1.2.3 Model Pembelajaran Learning Cycle ... 25

2.1.1.4 Model Pembelajaran Ekspositori ... 33

2.2 Etnomatematika ... 36

2.3 Pemecahan Masalah ... 39

2.4 Sikap terhadap Budaya Lokal ... 40

2.4 Materi Segiempat ... 43

2.5 Kajian Penelitian yang Relevan ... 49


(10)

x

2.7 Hipotesis Penelitian ... 53

3. METODE PENELITIAN 3.1 Pendekatan Penelitian ... 55

3.2 Populasi dan sampel ... 55

3.2.1 Populasi ... 55

3.2.2 Sampel dan Teknik Sampling ... 56

3.3 Variabel Penelitian ... 56

3.3.1 Variabel Bebas... 56

3.3.2 Variabel Terikat ... 57

3.4 Rancangan Penelitian ... 59

3.5 Teknik Pengumpulan Data... 59

3.5.1Metode Tes ... 60

3.5.2 Metode Angket ... 60

3.5.3 Alat Pengumpulan Data ... 60

3.6 Analisis Uji Coba Instrumen Penelitian... 61

3.6.1 Validitas ... 61

3.6.2 Realibilitas ... 62

3.6.3 Daya Pembeda ... 64

3.6.4Taraf Kesukaran ... 65

3.7 Analisis Data ... 66

3.7.1 Analisis Data Awal ... 66


(11)

xi

3.7.1.2 Uji Homogenitas ... 68

3.7.1.3 Uji Kesamaan Rata-rata ... 69

3.7.2 Analisis Data Akhir ... 71

3.7.2.1 Uji Hipotesis I ... 71

3.7.2.2 Uji Hipotesis II ... 72

3.7.2.3 Uji Hipotesis III ... 73

3.7.2.4 Uji Hipotesis IV ... 74

3.7.2.4 Uji Hipotesis V ... 78

4. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian ... 81

4.2 Pelaksanaan Penelitian ... 81

4.2.1 Pelaksanaan Pembelajaran Kelas Eksperimen dan Kontrol .... 81

4.3 Analisis Data Akhir ... 84

4.3.1 Data Akhir Kemampuan Pemecahan Masalah ... 84

4.3.2 Uji Normalitas Data Akhir ... 84

4.3.3 Uji Homogenitas Data Akhir ... 85

4.3.4 Uji Hipotesis I ... 86

4.3.5 Uji Hipotesis II ... 86

4.3.6 Uji Hipotesis III ... 88

4.3.7 Uji Hipotesis IV ... 88

4.3.8 Uji Hipotesis V ... 90


(12)

xii

4.4.1 Kemampuan Pemecahan Masalah Peserta Didik ... 91

4.4.2 Penelusuran Sikap Peserta Didik Terhadap Budaya ... 98

5. PENUTUP 5.1 Simpulan ...107

5.2 Saran ...108

DAFTAR PUSTAKA ...110


(13)

xiii

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 1.1 Hasil Ujian Nasional tahun 2012 ... 5

Tabel 2.1 Proses Pembelajaran Learning Cycle di Kelas ... 29

Tabel 2.2 Proses Pembelajaran Learning Cycle Bernuansa Etnomatematika di Kelas ... 31

Tabel 3.1 Pelaksanaan Penelitian ... 57

Tabel 3.2 Kategori Daya Beda ... 65

Tabel 3.3 Kriteria Sikap Peserta Didik Terhadap Budaya Lokal ... 79

Tabel 4.1 Data Akhir ... 84

Tabel 4.2 Uji Homogenitas ... 85

Tabel 4.2 Uji Pihak Kanan ... 88

Tabel 4.4 Proses Pembelajaran di Kelas Eksperimen ... 92

Tabel 4.5 Distribusi Frekuensi Sikap Terhadap Budaya Sebelum Pembelajaran ... 99

Tabel 4.6 Distribusi Frekuensi Sikap Terhadap Budaya Setelah Pembelajaran ... 99


(14)

xiv

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 1.1 Jawaban Soal Pemecahan Masalah ... 6

Gambar 2.1 Pembuatan Batu Bata dari Tanah ... 38

Gambar 2.2 Benteng Van Der Wijck Gombong ... 38

Gambar 2.3 Pembuatan Genteng dari Tanah ... 38

Gambar 2.4 Penjemuran Genteng ... 38

Gambar 2.5 Pembuatan Kesed dari Serabut Kelapa ... 38

Gambar 2.6 Kesed dari Serabut Kelapa ... 38

Gambar 2.7 Sendang Maar Goa Jatijajar ... 39

Gambar 2.8 Objek Wisata Pemandian Air Panas Krakal ... 39

Gambar 2.9 Persegi Panjang ... 43

Gambar 2.10 Contoh Soal Persegi Panjang ... 45

Gambar 2.11 Persegi ... 46

Gambar 2.12 Contoh Soal Persegi ... 48

Gambar 2.13 Skema Kerangka Berpikir ... 53

Gambar 3.1 Desain Penelitian ... 59

Gambar 4.1 Grafik Peningkatan Sikap Terhadap Budaya ... 100

Gambar 4.2 Persentase Perubahan Sikap Siswa terhadap Budaya pada Indikator Pertama ... 102

Gambar 4.3 Persentase Perubahan Sikap Siswa terhadap Budaya pada Indikator Kedua... 103


(15)

xv

Gambar 4.4 Persentase Perubahan Sikap Siswa terhadap Budaya pada

Indikator Ketiga ... 103 Gambar 4.5 Persentase Perubahan Sikap Siswa terhadap Budaya pada


(16)

xvi

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran 1. Daftar Nama Peserta Didik Kelas Eksperimen ... 113

Lampiran 2. Daftar Nama Peserta Didik Kelas Kontrol ... 114

Lampiran 3. Daftar Nama Peserta Didik Kelas Uji Coba ... 115

Lampiran 4. Daftar Nilai Ulangan Harian 3 Kelas Eksperimen ... 116

Lampiran 5. Daftar Nilai Ulangan Harian 3 Kelas Kontrol ... 117

Lampiran 6. Uji Normalitas Data Awal ... 118

Lampiran 7. Uji Homogenitas Data Awal ... 120

Lampiran 8. Uji Kesamaan Rata-rata Data Awal ... 123

Lampiran 9. Kisi-kisi Soal Uji Coba ... 125

Lampiran 10. Soal Uji Coba ... 126

Lampiran 11. Kunci Jawaban dan Pedoman Penskoran Soal Uji Coba ... 130

Lampiran 12. Data Hasil Uji Coba ... 135

Lampiran 13. Perhitungan Uji Coba ... 136

Lampiran 14. Kisi-kisi Angket ... 143

Lampiran 15. Angket Sikap terhadap Budaya ... 144

Lampiran 16. Nilai Kemampuan Pemecahan Masalah Kelas Eksperimen ... 146

Lampiran 17. Nilai Kemampuan Pemecahan Masalah Kelas Kontrol ... 147

Lampiran 18. Uji Homogenitas Data Akhir ... 148

Lampiran 19. Uji Normalitas Data Akhir ... 151

Lampiran 20. Uji Normalitas Kelas Eksperimen... 155

Lampiran 21. Uji Normalitas Kelas Kontrol ... 158

Lampiran 22. Uji Ketuntasan Kelas Eksperimen ... 161

Lampiran 23. Uji Ketuntasan Kelas Kontrol ... 164

Lampiran 24. Uji Perbedaan Rata-rata ... 167

Lampiran 25.Uji Regresi Sederhana ... 170


(17)

xvii

Lampiran 27. Nilai Angket Sebelum Pembelajaran ... 178

Lampiran 28. Nilai Angket Setelah Pembelajaran ... 182

Lampiran 29. Silabus Kelas Eksperimen ... 182

Lampiran 30. RPP Kelas Eksperimen 1 ... 201

Lampiran 31. LKPD Kelas Eksperimen 1 ... 211

Lampiran 32. RPP Kelas Eksperimen 2 ... 220

Lampiran 33. LKPD Kelas Eksperimen 2 ... 231

Lampiran 34. RPP Kelas Eksperimen 3 ... 239

Lampiran 35. LKPD Kelas Eksperimen 3 ... 251

Lampiran 36. RPP Kelas Eksperimen 4 ... 260

Lampiran 37. Silabus Kelas Kontrol ... 263

Lampiran 38. RPP Kelas Kontrol 1 ... 271

Lampiran 39. LKPD Kelas Kontrol 1 ... 276

Lampiran 40. RPP Kelas Kontrol 2 ... 283

Lampiran 41. LKPD Kelas Kontrol 2 ... 288

Lampiran 42. RPP Kelas Kontrol 3 ... 295

Lampiran 43. LKPD Kelas Kontrol 3 ... 304

Lampiran 44. RPP Kelas Kontrol 4 ... 306

Lampiran 44. Soal Tes Kemampuan Pemecahan Masalah ... 314

Lampiran 45. Kunci Jaaban dan Pedoman Penskoran Tes ... 317

Lampiran 46. Kisi-kisi Soal Tes Kemampuan Pemecahan Masalah ... 318

Lampiran 47. Bahan Ajar ... 320

Lampiran 48. Daftar Kelompok Belajar Kelas Eksperimen ... 332

Lampiran 49. Dokumentasi ... 333

Lampiran 50. Surat Keputusan Dosen Pembimbing ... 336

Lampiran 51. Surat Izin Penelitian Fakultas ... 337

Lampiran 52. Surat Izin Penelitian BAPPEDA ... 338


(18)

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1

Latar Belakang

Berdasarkan pembukaan Undang–Undang Dasar Negara Republik Indonesia

tahun 1945 mengamanatkan Pemerintah Negara Indonesia untuk melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial. Untuk menjalankan amanat tersebut tentunya dibutuhkan generasi penerus bangsa yang cerdas, dengan demikian mencerdaskan kehidupan bangsa merupakan tujuan negara yang harus diwujudkan bersama.

Upaya yang dilakukan untuk mewujudkan bangsa yang cerdas adalah melalui pendidikan yang diberikan kepada masyarakat. Pendidikan adalah usaha sadar untuk membentuk manusia seutuhnya seperti yang tercantun pada tujuan pendidkan nasional berdasarkan Undang-Undang No 20 tahun 2003 pasal 3. Di dalam pasal 3

disebutkan “Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan

membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha


(19)

Esa, berakhlaq mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga

negara yang demokratis serta bertanggung jawab”.

Bangsa yang baik adalah bangsa yang menghargai budaya-budaya bangsanya sendiri. Negara Indonesia yang terbentang dari Sabang sampai Merauke kaya akan budaya-budaya yang patut dibanggakan dan dilestarikan. Fakta di lapangan seperti yang terjadi sekarang ini, banyak bangsa Indonesia yang tidak mengenal budayanya sendiri, bahkan mereka lebih bangga terhadap budaya bangsa lain. Oleh karena itu perlu adanya kerja sama dari semua pihak, baik dari pemerintah maupun warga Negara Indonesia sendiri untuk menanamkan rasa cinta, rasa memiliki dan keinginan untuk menjaga kebudayaan bangsa sendiri. Jika setiap warga negara memiliki rasa cinta terhadap budaya sendiri, maka kebudayaan kita tidak akan punah dan tidak diadopsi oleh bangsa lain. Salah satu cara yang digunakan untuk menanamkan nilai- nilai kebudayaan kepada bangsa Indonesia adalah melalui pendidikan.

Kabupaten Kebumen merupakan salah satu daerah di Provinsi Jawa Tengah yang memiliki banyak kebudayaan. Salah satu kebudayaan masyarakat di kabupaten Kebumen adalah memanfaatkan tanah liat untuk membuat genteng dan batu bata. Selain itu masyarakat di pedesaan juga banyak yang memanfaatkan serabut kelapa untuk membuat kesed. Bangunan-bangunan bersejarah juga ada di Kabupaten Kebumen, salah satunya adalah Benteng Vanderwick sebagai salah satu bangunan peninggalan Belanda yang dibangun pada tahun 1818. Kabupaten Kebumen yang terletak di jalur pantai selatan menjadikan Kebumen sebagai daerah yang kaya akan


(20)

wisata pantainya. Banyak orang lokal maupun dari luar daerah yang mengunjungi daerah wisata tersebut. Kebudayaan masyarakat yang beraneka ragam tersebut sangat disayangkan jika ditinggalkan begitu saja. Oleh karena itu perlu adanya pengenalan- pengenalan budaya tersebut kepada genersai muda agar nantinya mereka lebih mengenal budaya-budaya di Kabupaten Kebumen. Salah satu cara yang digunakan untuk mengenalkan kepada generasi muda adalah melalui kegiatan pembelajaran di sekolah. Pengenalan budaya-budaya tersebut tidak hanya dapat diperkenalkan melalui pelajaran seni budaya, akan tetapi pelajaran matematika juga dapat digunakan sebagai sarana untuk memperkenalkan budaya-budaya daerah kepada generasi penerus bangsa.

Kurikulum di Indonesia telah mengalami banyak perubahan, dari Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) dan sekarang telah berganti ke kurikulum 2013, walaupun belum semua sekolah menggunakan kurikulum 2013. SMP N 4 Kebumen termasuk salah satu sekolah yang belum menerapkan kurikulum 2013, karena masih dalam tahap persiapan untuk memakai kurikulum 2013. Adanya perubahan kurikulum, maka perlu digunakan model, teknik, pendekatan, dan model pembelajaran yang sesuai dengan konsep yang diajarkan. Hal ini bertujuan untuk mempermudah peserta didik dalam memahami materi yang disampaikan oleh guru. Peserta didik juga mempunyai peran penting dalam peningkatan mutu pendidikan, yaitu dengan mengubah pola belajar peserta didik, misalnya peserta didik yang dulunya pasif sekarang harus dituntut lebih aktif dalam mengikuti pelajaran. Materi


(21)

pelajaran yang diterima tidak hanya berasal dari guru, tetapi peserta didik juga harus mengembangkannya dari penemuannya sendiri dengan bimbingan guru atau dari berbagai referensi yang ada seperti buku-buku lain di perpustakaan, dari lingkungan sekitar ataupun dari internet.

Suatu realita dalam kehidupan sehari-hari, di dalam ruang kelas ketika kegiatan belajar mengajar berlangsung, sering kali terlihat dengan jelas bahwa beberapa atau sebagian besar peserta didik belum bisa belajar dengan baik sehingga berdampak pada hasil belajar peserta didik yang kurang maksimal. Walupun ada peserta didik yang benar-benar memperhatikan dan mengikuti kegiatan belajar mengajar dengan baik, tetapi masih banyak pula yang kurang serius bahkan tidak memperhatikan penjelasan guru. Hal ini mungkin disebabkan oleh model, maupun cara yang digunakan oleh guru kurang disenangi oleh peserta didik, sehingga peserta didik kurang berminat mengikuti pelajaran yang disampaikan oleh guru.

Matematika merupakan salah satu mata pelajaran yang berperan penting dalam membentuk peserta didik yang berkualitas. Selain banyak digunakan dalam kehidupan sehari-hari, mata pelajaran matematika juga digunakan sebagai salah satu mata pelajaran yang diujikan dalam ujian nasional. Seperti fakta di lapangan sebagian peserta didik menganggap matematika sebagai pelajaran yang sulit dan menakutkan, sehingga mereka merasa tidak suka dengan pelajaran matematika. Oleh karena itu sudah menjadi tugas seorang guru matematika untuk mengubah pola pikir anak bahwa matematika bukanlah pelajaran yang harus ditakuti, tetapi pelajaran yang


(22)

mudah dan menyenangkan untuk dipelajari. Segiempat merupakan salah satu materi yang diajarkan di kelas VII semester 2. Materi ini sangat penting dipelajari oleh peserta didik, karena sering dijumpai dalam kehidupan sehari-hari. Sebagian besar peserta didik menganggap materi ini sulit untuk dikuasai karena memerlukan ketelitian dan pemahaman yang baik agar dapat menguasai materi.

Masalah tersebut muncul karena sebagian besar peserta didik kelas VII SMP N 4 Kebumen kurang berminat terhadap pelajaran matematika. Hal tersebut mengakibatkan peserta didik tidak berantusias mengikuti pelajaran, sehingga materi yang disampaikan tidak dapat diterima dengan baik. Selain itu model pembelajaran yang digunakan dalam pembelajaran mungkin kurang diminati peserta didik karena pembelajarannya masih satu arah dari guru ke peserta didik, sehingga aktivitas peserta didik belum memuaskan. Peserta didik cenderung merasa jenuh dan bosan. Timbulnya rasa jenuh dan bosan tersebut berdampak pada hasil belajar matematika yang secara umum kurang memuaskan. Berdasarkan data dari BSNP diketahui bahwa hasil Ujian Nasional mata pelajaran matematika tahun 2012 SMP N 4 Kebumen pada pelajaran matematika disajikan pada Tabel 1.1.

Tabel 1.1 Hasil Ujian Nasional tahun 2012

Kempuan yang diuji Daya Serap

Sekolah Kab/Kota Prop Nasional

Menyelesaikan masalah yang berkaitan dengan luas bangun datar.

50,18% 39,82% 29,91% 31,04%

Menyelesaikan masalah yang berkaitan dengan keliling bangun datar.


(23)

Sesusai dengan hasil ujian nasional tersebut maka dapat dikatakan bahwa daya serap peserta didik SMP N 4 Kebumen pada kedua indikator tersebut masih rendah. Selain itu, berdasarkan hasil tes terbatas terhadap 5 peserta didik kelas VII E SMP N 4 Kebumen yang telah memperoleh materi persegi dan persegi panjang ditemukan jawaban peserta didik dalam menjawab soal cerita seperti pada Gambar 1.1.

` (a)

(b)


(24)

Berdasarkan jawaban pada Gambar 1.1 (a) dan (b) dapat dilihat bahwa jawaban soal belum menggunakan langkah-langkah pemecahan masalah yang tepat. Mereka mengerjakan soal langsung pada jawaban intinya saja, tanpa melihat masalah yang terdapat pada soal terlebih dahulu. Pada Gambar 1.1 (a) dan (b) dapat dilihat peserta didik belum menggunakan strategi pemecahan masalah yang tepat. Untuk

menemukan panjang sisi persegi seharusnya menggunakan rumus =

4 , sedangkan

jawaban pada Gambar 1.1 (b) dapat dilihat bahwa =

4 , padahal seharusnya =

2.

Berdasarkan jawaban tersebut dapat diketahui bahwa kemampuan pemecahan masalah peserta didik masih rendah. Mereka terbiasa menjawab soal cerita dengan hanya menekankan jawaban singkat tanpa mendefinisikan masalahnya telebih dahulu, belum menerapkan strategi pemecahan masalah yang tepat, serta belum menuliskan kesimpulan apa yang ditanyakan pada soal. Berdasarkan tes terbatas terhadap lima peserta didik tersebut, hanya ditemukan satu peserta didik yang tepat dalam menerapkan langkah-langkah pemecahan masalah, dengan kata lain kemampuan pemecahan masalah peserta didik kelas VII SMP N 4 Kebumen masih rendah.

Berdasarkan hasil wawancara dengan Ibu Siti Nur Khoeriyah, S.Pd guru matematika di SMP N 4 Kebumen pada tanggal 17 Januari 2014 diketahui bahwa pembelajaran matematika di kelas VII SMP N 4 Kebumen tahun ajaran 2013/2014 ditemukan masalah yang mempengaruhi rendahnya kemampuan pemecahan masalah peserta didik yaitu : (1) Keaktifan peserta didik kurang, (2) Konsentrasi peserta didik


(25)

yang kurang fokus pada pelajaran matematika, (3) Kurangnya kesadaran peserta didik dalam pembelajaran matematika, (4) Beberapa peserta didik kurang mempersiapkan diri untuk mengikuti proses pembelajaran, (5) Peserta didik masih kesulitan dalam memahami soal cerita, (6) peserta didik terbiasa menjawab soal cerita dengan jawaban singkat, (7) sumber belajar masih menggunakan buku pelajaran dan belum memanfaatkan budaya di Kebumen sebagai sumber belajar, (8) peserta didik lebih menyukai budaya-budaya di luar daerah Kebumen, misalnya lebih menyukai lagu

K-POP daripada lagu-lagu daerah, maupun meniru gaya-gaya boy band ataupun girl

band daripada belajar tari lawet sebagai tarian khas daerah Kebumen.

Uraian masalah di atas memerlukan suatu solusi agar tercipta suatu kondisi kelas yang aktif dan menyenangkan, selain harus menguasai materi dengan baik, seorang guru juga harus menggunakan metode pembelajaran yang bervariatif dan inovatif karena guru harus memberi warna dalam pembelajaran agar tercipta suatu kondisi yang menarik, tidak membosankan dan peserta didik merasa nyaman dalam melaksanakan kegiatan belajar di kelas. Pada dasarnya tidak ada metode pembelajaran yang terbaik, sebab setiap metode pembelajaran yang digunakan pasti mempunyai kelebihan ataupun kelemahan, oleh karena itu dalam pembelajaran dapat digunakan berbagai metode sesuai materi yang diajarkan.

Upaya yang diperlukan untuk mengatasi permasalahan di atas, sebagai

alternatif dapat diterapkan pembelajarn kooperatif model Learning Cycle Bernuansa


(26)

merupakan model pembelajaran yang mengutamakan kerja sama antar peserta didik untuk mencapai tujuan pembelajaran. Sebagai pembelajaran yang menekankan pada kerja sama, saling membantu dan mendorong kegiatan diskusi dalam menyelesaikan tugas-tugas yang diberikan, model pembelajaran kooperatif paling sesuai bila diterapkan dalam mata pelajaran Matematika, karena Matematika merupakan pelajaran yang dianggap sulit dan memerlukan keaktifan dan kerja sama peserta didik dalam menyelesaikan suatu masalah. Ada bermacam-macam model pembelajaran kooperatif yang dapat digunakan untuk mengatasi permasalahan di atas, diantaranya

adalah pembelajaran kooperatif dengan model Learning Cycle. Untuk menanamkan

rasa cinta terhadap kebudayaan di Kabupaten Kebumen maka model pembelajaran

yang diguanakan adalah model pembelajaran Learning Cycle Bernuansa

Etnomatematika.

Model pembelajaran Learning Cycle sebagai salah satu tipe dari pembelajaran

kooperatif yang dipadukan dengan nuansa budaya lokal dapat menjadi salah satu alternatif cara untuk meningkatkan kemampuan pemecahan masalah peserta didik. Hal ini diperkuat dengan hasil penelitian Arisanti (2011) yang menunjukan bahwa

pembelajaran matematika dengan model pembelajaran Learning Cycle 5E mampu

membuat peserta didik kelas VIII SMP N 18 Kebumen memiliki kemampuan pemecahan masalah dengan presentase 90%. Peneltian Sardiyo dan Panen (2005) menyatakan pembelajaran bernuansa budaya membawa budaya lokal yang selama ini tidak selalu mendapat tempat dalam kurikulum sekolah ke dalam proses pembelajaran


(27)

beragam mata pelajaran di sekolah. Dalam pembelajaran bernuansa budaya, lingkungan belajar akan berubah menjadi lingkungan yang menyenangkan bagi guru dan peserta didik yang memungkinkan guru dan peserta didik berpartisipasi aktif berdasarkan budaya yang sudah mereka kenal sehingga dapat memperoleh hasil belajar yang optimal. Peserta didik merasa senang dan diakui keberadaan serta perbedaannya karena pengetahuan dan pengalaman budaya yang sangat kaya yang mereka miliki dapat diakui dalam proses pembelajaran. Model pembelajaran

Learning Cycle Bernuansa Etnomatematika diharapkan mampu meningkatkan kemampuan pemecahan masalah peserta didik.

1.2

Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang diuraikan di atas maka yang menjadi permasalahan pada penelitian ini adalah:

1. Apakah kemampuan pemecahan masalah peserta didik kelas VII SMP N 4

Kebumen pada materi persegi dan persegi panjang dengan menerapkan model

pembelajaran Learning Cycle Bernuansa Etnomatematika mencapai ketuntasan?

2. Apakah kemampuan pemecahan masalah peserta didik kelas VII SMP N 4

Kebumen pada materi persegi dan persegi panjang dengan menerapkan model pembelajaran ekspositori mencapai ketuntasan?

3. Apakah kemampuan pemecahan masalah peserta didik yang memperoleh

pembelajaran dengan model pembelajaran Learning Cycle Bernuansa


(28)

kemampuan pemecahan masalah peserta didik dengan model pembelajaran dengan pembelajaran ekspositori?

4. Apakah sikap terhadap budaya lokal berpengaruh terhadap kemampuan

pemecahan masalah peserta didik kelas VII SMP Negeri 4 Kebumen?

5. Apakah sikap peserta didik terhadap budaya lokal setelah mendapat

pembelajaran Bernuansa Etnomatematika lebih baik daripada sikap peserta didik

terhadap budaya lokal sebelum mendapat pembelajaran Bernuansa

Etnomatematika?

1.3

Tujuan Penelitian

Penelitian ini dilakukan dengan tujuan sebagai berikut:

1. Untuk mengetahui ketuntasan kemampuan pemecahan masalah peserta didik

kelas VII SMP N 4 Kebumen pada materi keliling dan luas persegi serta persegi

panjang dengan menerapkan model pembelajaran Learning Cycle Bernuansa

Etnomatematika.

2. Untuk mengetahui ketuntasan kemampuan pemecahan masalah peserta didik

kelas VII SMP N 4 Kebumen pada materi keliling dan luas persegi serta persegi panjang dengan menerapkan model pembelajaran ekspositori.

3. Untuk membandingkan kemampuan pemecahan masalah matematika peserta

didik yang telah memperoleh pembelajaran dengan model pembelajaran Learning

Cycle Bernuansa Etnomatematika pada materi keliling dan luas persegi serta persegi panjang dibandingkan dengan model ekspositori.


(29)

4. Untuk mengetahui pengaruh sikap terhadap budaya lokal terhadap kemampuan pemecahan masalah peserta didik kelas VII SMP Negeri 4 Kebumen.

5. Untuk membandingkan sikap peserta didik terhadap budaya lokal setelah

mendapat pembelajaran Bernuansa Etnomatematika dibandingkan sebelum mendapat pembelajaran Bernuansa Etnomatematika.

1.4

Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat teoritis untuk mengembangkan ilmu lebih lanjut dan manfaat praktis dalam rangka memecahkan masalah dalam pembelajaran, terutama pembelajaran matematika.

1.4.1 Manfaat Teoretis

Adapun manfaat teroritis penelitian ini adalah sebagai bahan kajian dalam

menambah pengetahuan mengenai model pembelajaran Learning Cycle Bernuansa

Etnomatematika pada materi segiempat. 1.4.2 Manfaat Praktis

Peneletian ini diharapkan bermanfaat bagi peneliti, peserta didik, maupun sekolah.

1.4.2.1 Manfaat Bagi Peneliti

1. Memperoleh hasil yang dapat digunakan sebagai referensi dalam penelitian lain, khususnya tentang pembelajaran matematika.


(30)

2. Mengetahui bahwa model pembelajaran Learning Cycle Bernuansa Etnomatematika efektif untuk meningkatkan kemampuan pemecahan masalah peserta didik.

1.4.2.2Manfaat Bagi Peserta didik

1. Meningkatkan kemampuan pemecahan masalah melalui model pembelajaran

Learning Cycle Bernuansa Etnomatematika.

2. Menumbuhkan kemampuan kerjasama, komunikasi, dan mengembangkan

keterampilan berpikir peserta didik.

3. Menumbuhkan hubungan baik antar pribadi yang positif diantara peserta didik

yang berasal dari latar belakang yang berbeda.

4. Menumbukan sikap cinta budaya daerahnya sendiri.

1.4.2.3 Manfaat Bagi Guru

1. Sebagai bahan referensi atau masukan tentang model pembelajaran yang dapat meningkatkan kemampuan pemcahan masalah peserta didik.

2. Sebagai motivasi untuk melakukan penelitian sederhana yang bermanfaat bagi perbaikan dalam proses pembelajaran dan meningkatkan kemampuan guru itu

sendiri (profesionalisme).

1.4.2.4 Manfaat Bagi Sekolah

1. Prestasi sekolah meningkat, karena hasil belajar peserta didik juga meningkat.

2. Adanya penelitian ini, guru-guru lain akan termotivasi memperbaiki model


(31)

3. Sebagai masukan bagi sekolah dalam rangka perbaikan proses pembelajaran sehingga dapat meningkatkan hasil belajar/kualitas pembelajaran.

1.5 Penegasan Istilah

1..5.1 Keefektifan

Keefektifan dapat diartikan sebagai tingkat keberhasilan yang dapat dicapai dari suatu cara atau usaha tertentu sesuai dengan tujuan yang akan dicapai. Keefektifan pembelajaran merupakan suatu konsep yang lebih luas untuk mencakup berbagai faktor di dalam maupun di luar diri seseorang. Menurut BSNP (2006:12) keberhasilan diartikan ketuntasan klasikal tercapai jika minimal 75% peserta didik telah tuntas individual. Kriteria Ketuntasan Minimun mata pelajaran matematika yang tertuang pada KTSP induk nomor 423.5/1017/2013 tanggal 2 juli 2013 tentang pembelakuan kurikulum SMP N 4 Kebumen tahun pelajaran 2013/2014 adalah 75.

Keefektifan yang dimaksud dalam penelitian ini sebagai berikut.

1) Kemampuan pemecahan masalah peserta didik pada materi persegi dan persegi

panjang kelas VII SMP N 4 Kebumen menggunakan model pembelajaran

Learning Cycle Bernuansa Etnomatematika mencapai ketuntasan klasikal yaitu proporsi peserta didik yang mencapai KKM 75 minimal 75% berdsarkan ketuntasan klasikal menurut BSNP.

2) Rata-rata kemampuan pemecahan masalah peserta didik menggunakan model


(32)

rata-rata kemampuan pemecahan masalah peserta didik menggunakan model pembelajaran ekspositori.

3) Terdapat pengaruh sikap pada budaya lokal terhadap kemampuan pemecahan

masalah peserta didik kelas VII SMP N 4 Kebumen.

4) Sikap peserta didik terhadap budaya lokal setelah mendapat pembelajaran

Bernuansa Etnomatematika lebih baik daripada sikap peserta didik terhadap budaya lokal sebelum mendapat pembelajaran Bernuansa Etnomatematika. 1.5.2 Model Pembelajaran Learning Cycle

Menurut Losbach (Wena, 2009: 170-171), model pembelajaran Learning

Cycle adalah model pembelajaran yang menggunakan pendekatan konstruktivisme.

Model pembelajaran Learning Cycle terdiri dari lima fase, yaitu pembangkitan minat

(engagement), fase eksplorasi (exploratoin), fase penjelasan (explanation), fase

elaborasi (elaboration/extention), dan fase evaluasi (evaluation).

1.5.3 Model Pembelajaran Ekspositori

Pembelajaran ekspositori adalah pembelajaran yang menekankan pada proses penyampaian materi secara verbal dari seorang guru kepada sekelompok peserta didik dengan maksud agar peserta didik dapat menguasai materi secara optimal. Dalam pembelajaran ini materi pelajaran disampaikan secara langsung oleh guru. Karena pembelajaran ekspositori lebih menekankan kepada proses bertutur, maka sering


(33)

1.5.4 Pemecahan Masalah Matematika

Kemampuan pemecahan masalah peserta didik adalah kemampuan pengintegrasian konsep yang telah dikuasai terhadap soal pemecahan masalah. Kemampuan pemecahan masalah peserta didik yang dimaksud dalam penelitian ini adalah kemampuan pemecahan masalah peserta didik dalam menyelesaikan soal-soal tes materi keliling dan luas persegi serta persegi panjang berdasarkan langkah- langkah penyelesaian menurut Polya (193:5) yaitu:

(1) Pemahaman pada masalah, identifikasi dari tujuan( Understanding problem);

(2)Membuat rencana pemecahan masalah(Devising a plan);

(3) Melaksanaan rencana pemecahan masalah(Carrying out the plan );

(4)Melihat kembali penyelesaian masalah(Looking back ).

1.5.5 Etnomatematika

Etnomatematika adalah aplikasi dari ide matematis dan praktek terhadap masalah yang merupakan hasil budaya orang-orang di masa lalu atau budaya yang

dihadapi zaman sekarang (D’Ambrosio, 2001). Dalam penelitian ini, etnomatematika yang dimaksud adalah kebudayaan di Kabupaten Kebumen yang berkaitan dengan matematika terutama yang berhubungan dengan persegi dan persegi panjang.

1.5.6 Materi Segiempat

Penelitian ini mengambil materi pokok segiempat terutama yang meliputi keliling dan luas persegi serta keliling dan luas persegi panjang.


(34)

1.6 Skema Penulisan Skripsi

1.6.1 Bagian Awal

Bagian ini terdiri dari halaman judul, halaman pengesahan, pernyataan, motto dan persembahan, kata pengantar, abstark, daftar isi, daftar tabel, daftar gambar, dan daftar lampiran.

1.6.2 Bagian Isi

Bagian isi merupakan bagian pokok dari skripsi yang terdiri dari 5 bab. Bab I yaitu pendahuluan, berisi latar belakang, identifikasi masalah, pembatasan masalah, permasalahan, tujuan, manfaat, penegasan istilah dan sistematika penulisan skripsi.

Bab II yaitu Tinjauan Pustaka, berisi Landasan Teori, Kajian Penelitian yang Relevan, Kerangka Berpikir dan Hipotesis. Tinjauan pustaka meliputi Belajar dan

Pembelajaran, Model Pembelajaran Learning Cycle, Model Pembelajaranekspositori,

Etnomatematika, Kemampuan Pemecahan Masalah, dan Materi persegi dan persegi panjang.

Bab III yaitu Metode penelitian, berisi pendekatan penelitian, populasi, sampel, variabel penelitian, metode pengumpulan data, instrumen dan analisis data.

Bab IV yaitu Hasil penelitian dan pembahasan.

Bab V yaitu Penutup, berisi simpulan hasil penelitian dan saran-saran peneliti. 1.6.2 Bagian Akhir


(35)

18

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1

Landasan Teori

2.1.1 Tinjauan Tentang Belajar 2.1.1.1 Pengertian Belajar

Menurut Hamalik (2009:154) belajar merupakan perubahan tingkah laku yang relatif mantap berkat latihan dan pengalaman. Belajar merupakan ciri khas manusia yang membedakannya dengan binatang maupun tumbuhan. Belajar memegang peranan penting di dalam perkembangan, kebiasaan, sikap, keyakinan, tujuan, kepribadian, dan bahkan persepsi seseorang. Oleh karena itu belajar dapat mempengaruhi proses perkembangan psikologi seseorang. Belajar bukan merupakan suatu tujuan tetapi merupakan suatu proses untuk mencapai tujuan. Berikut ini disajikan beberapa teori tenntang belajar menurut pandangan para ahli.

1. Teori Belajar Menurut Bruner

Bruner (Slameto, 2010:11) mengemukakan bahwa belajar tidak untuk mengubah tingkah laku seseorang tetapi untuk mengubah kurikulum di sekolah menjadi sedemikian rupa sehingga peserta didik dapat belajar lebih banyak dan mudah. Teori

belajar Bruner dikenal dengan “discovery learning environment”, ialah lingkungan

dimana peserta didik dapat melakukan eksplorasi, penemuan-penemuan baru yang belum dikenal atau pengertian yang mirip dengan yang sudah diketahui. Dalam tiap lingkungan ada bermacam-macam masalah, hubungan-hubungan dan hambatan yang


(36)

dihayati oleh peserta didik secara berbeda-beda pada usia yang berbeda pula. Tahap

belajar anak menurut Bruner yaitu enactive, iconic, dan symbolic.

Melalui penerapan model pembelajaran Learning Cycle Bernuansa

etnomatematika yang melaui pendekatan konstruktivisme, melalui belajar kelompok peserta didik mempelajari masalah-masalah yang ada di lingkungan sekitarnya melalui gambar-gambar, selanjutnya peserta didik berpikir dan memvisualisasikan gambar dalam pikiran mereka dan pada tahap terakhir peserta didik mampu berpikir dengan menggunakan bahasa yang tepat, mengganti pengetahuan yang telah diperoleh melalui simbol-simbol. Hal ini sesuai dengan teori belajar Bruner yaitu tahap Enactive, iconic, dan symbolic.

2. Teori Belajar Gagne

Terhadap masalah belajar, Gagne (Slameto, 2010:13) memberikan dua definisi yaitu :

1) Belajar ialah suatu proses untuk memperoleh motivasi dalam pengetahuan,

keterampilan, kebiasaan, dan tingkah laku;

2) Belajar adalah penguasaan pengetahuan atau keterampilan yang diperoleh dari

instruksi.

Tugas pertama yang dilakukan anak ialah meneruskan “sosialisasi” dengan

anak lain, melalui instruksi dari guru peserta didik melaksanakan tugas yang diberikan dan berdiskusi dengan peserta didik yang lain melalui belajar kelompok.

Tugas kedua adalah belajar menggunakan simbol-simbol yang menyatakan


(37)

segiempat melaui gambar-gambar kebudayaan sekitar kemudian menemukan konsep materi yang dipelajari dengan teman sekelompoknya.

Melaui proses pembelajaran dengan model Learning Cycle Bernuansa

etnomatematika peserta didik memperoleh motivasi dari guru melalui tahap

pemberian motivasi pada awal pembelajaran, kemudian diberikan instruksi oleh guru untuk melakukan belajar kelompok untuk memahami materi pelajaran. Hal ini sesuai dengan teori belajar Gagne.

3. Teori Belajar Vygotsky

Vygotsky (Tappan, 1998) (dalam Rifa’I dan Anni, 2012:38) mengemukakan: (1)

keahlian kognitif anak dapat dipahami apabila dianalisis dan diinterpretasikan secara

developmental; (2) kemampuan kognitif didimensikan dengan kata-kata, bahasa, dan bentuk diskursus yang berfungsi sebagai alat psikologi untuk membantu menginformasi aktivitas mental; dan (3) kemampuan kognitif berasal dari relasi sosial dan dipengaruhi oleh latar belakang sosiokultural.

Menurut Trianto (2007:27), teori Vigotsky lebih menekankan pada aspek sosial dari pembelajaran. Proses pembelajaran akan terjadi jika anak bekerja secara bersama untuk menyelesaikan tugas-tugas yang diberikan.

Vigotsky mengemukakan beberapa ide tentang zone of proximal development

(ZPD). Definisi ZPD adalah serangkaian tugas yang terlalu sulit dikuasai anak secara

mandiri, tetapi dapat dipelajari dengan bantuan orang dewasa atau anak yang lebih

mampu (Rifa’i dan Anni, 2012: 40). Selain itu, juga terdapat scaffolding yang erat


(38)

ini, orang yang lebih ahli (guru) akan memberikan tugas dan bimbingan sesuai dengan kemampuan anak (peserta didik).

Dengan demikian, teori Vygotsky yang penting dalam penelitian ini adalah pembelajaran dengan membentuk kelompok heterogen akan membantu peserta didik untuk mentransfer pengetahuan yang dimiliki kepada peserta didik lain. Guru berperan sebagai fasilitator memberikan tugas sesuai dengan kemampuan peserta didik dan indikator pembelajaran yang ingin dicapai.

Melalui penerapan model pembelajaran Learning Cycle Bernuansa

etnomatematika, peserta didik bekerja secara berkelompok dan saling melakukan interaksi sosial untuk memecahkan masalah. Hal ini sesuai dengan teori belajar konstruktivisme yang dikemukakan Vygotsky.

2.1.1.2 UnsurUnsur Belajar

Menurut Gagne (1977:4) (dalam Rifa’i dan Anni, 2012:68-69), belajar

merupakan sebuah sistem yang di dalamnya terdapat pelbagai unsur yang saling kait- mengait sehingga menghasilkan perubahan perilaku. Beberapa unsur yang dimaksud adalah peserta didik, rangsangan, memori, dan respon. Keempat unsur tersebut dapat digambarkan sebagai berikut. Kegiatan belajar akan terjadi pada diri peserta didik apabila terdapat interaksi antara rangsangan dengan isi memori, sehingga terjadi perubahan perilaku dari sebelum belajar dengan sesudah belajar. Apabila terjadi perubahan perilaku, maka perubahan perilaku itu menjadi indikator bahwa peserta didik telah mengalami kegiatan belajar. Perubahan sikap peserta didik terhadap kebudayaan lokal di Kebumen sebelum pembelajaran bernuansa etnomatematika dan


(39)

sesudah pembelajaran etnomatematika menjadi salah satu indikator yang harus dicapai dalam tujuan penelitian ini.

2.1.1.3 Prinsip-Prinsip Belajar.

Proses belajar merupakan hal yang penting dalam perkembangan individu. Dalam kegiatan belajar harus memperhatikan prinsip belajar, agar hasil belajar sesuai dengan yang diharapkan. Prinsip-prinsip belajar menurut Slameto (2010: 27-28) adalah sebagai berikut:

Berdasarkan prasyarat yang diperlukan untuk belajar.

Dalam belajar setiap peserta didik harus diusahakan partisipasi aktif, meningkatkan minat dan membimbing untuk mencapai tujuan

instruksional. Belajar harus dapat menimbulkan reinforcement dan

motivasi yang kuat pada peserta didik untuk mencapai tujuan instruksional. Belajar perlu lingkungan yang menantang dimana anak dapat mengembangkan kemampuannya bereksplorasi belajar dengan efektif. Belajar perlu ada interaksi peserta didik dengan lingkungannya.

Sesuai hakikat belajar.

Belajar itu proses kontinu, maka harus tahap demi tahap menurut perkembangannya. Belajar adalah proses organisasi, adaptasi, eksplorasi, dan discovery. Belajar adalah proses kontinuitas (hubungan antara pengertian yang satu dangan pengertian yang lain) sehingga mendapatkan pengertian yang diharapkan. Stimulus yang diberikan menimbulkan respon yang diharapkan.

Sesuai materi/bahan yang harus dipelajari.

Belajar bersifat keseluruhan dan materi itu harus memiliki struktur, penyajian yang sederhana, sehingga peserta didik mudah menangkap pengertiannya. Belajar harus dapat mengembangkan kemampuan tertentu sesuai dengan tujuan instruksional yang harus dicapainya. Sesuai syarat keberhasilan belajar.

Belajar memerlukan sarana yang cukup, sehingga peserta didik dapat belajar dengan tenang. Repetisi, dalam proses belajar perlu ulangan berkali-kali agar pengertian/ keterampilan/sikap itu mendalam pada peserta didik.


(40)

2.1.1.4 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Belajar

Banyak faktor yang mempengaruhi hasil belajar individu. Menurut Rifa’i dan

Anni (2012:80) faktor-faktor yang memberikan konstribusi terhadap proses dan hasil belajar adalah kondisi internal dan eksternal peserta didik. Kondisi internal mencakup kondisi fisik, seperti kesehatan organ tubuh, kondisi psikis seperti kemampuan intelektual, emosional, dan kondisi sosial, seperti kemampuan bersosialisasi dengan lingkungan. Kondisi internal peserta didik sangat mempengaruhi hasil belajar peserta didik. Jika ada salah satu kondisi internal peserta didik yang kurang, maka dapat menghambat proses belajar anak.

Sama kompleksnya pada kondisi internal menurut Rifa’i dan Anni (2012)

kondisi eksternal yang ada di lingkungan peserta didik juga mempengaruhi belajar individu. Beberapa faktor eksternal seperti variasi dan tingkat kesulitan materi belajar (stimulus) yang dipelajari (direspon), tempat belajar, iklim, suasana lingkungan, dan budaya belajar masyarakat akan mempengaruhi kesiapan proses, dan hasil belajar. Oleh karena itu berbeda daerah juga akan berbeda kemampuan peserta didik dalam belajar. Berbeda kebudayaan juga akan berbeda pula hasil belajar anak.

2.1.2 Tinjauan Tentang Pembelajaran 2.1.2.1 Pengertian Pembelajaran

Pembelajaran dapat diartikan sebagai suatu proses interaksi antara peserta didik dengan pengajar/instruktur dan/atau sumber belajar pada suatu lingkungan belajar demi mencapai tujuan tertentu Uno (2011:54).


(41)

Menurut Rifa’i dan Anni (2012:158) pembelajaran merupakan terjemahan

dari kata “instruction” yang berati “self instruction” dan “external instruction” yang

berorientasi bagaimana perilaku guru yang efektif.

Beberapa teori belajar mendiskripsikan pembelajaran sebagai berikut:

a. Usaha pendidik membentuk tingkah laku yang diinginkan dengan menyediakan

lingkungan, sadar terjadi hubungan stimulus (lingkungan) dengan tingkah laku si pelajar. (behavioristik)

b. Cara pendidik memberikan kesempatan kepada si pelajar untuk berfikir agar

memahami apa yang dipelajari. (kognitif)

c. Memberikan kebebasan kepada peserta didik untuk memilih bahan pelajaran dan

cara mempelajarinya sesuai dengan minat kemampuannya. (humanistik)

Menurut Popham dan Baker (1992) (dalam Suyanto dan Jihad,2013:101), pada hakikatnya pembelajaran yang efektif terjadi jika guru dapat mengubah kemampuan dan persepsi peserta didik dari yang sulit mempelajari sesuatu menjadi mudah mempelajarinya. Lebih jauh mereka menjelaskan bahwa proses belajar- mengajar yang efektif sangat bergantung pada pemilihan dan penggunaan metode

pembelajaran untuk dapat memaksimalkan pembelajaran. Sementara itu,

pembelajaran yang efektif juga memerlukan efisiensi. McWhorter (1992:3) (dalam Suyanto dan Jihad, 2013:101) mendefinisikan efisiensi sebagai kemampuan untuk menunjukan sesuatu dengan sedikit usaha, biaya, dan pengeluaran untuk mencapai hasil yang maksimal. Efisiensi mencakup penggunaan waktu dan sumber daya secara efektif untuk menyelesaikan tugas tertentu.


(42)

Melalui pembelajaran dengan menerapkan model pembelajaran Learning Cycle bernuansa etnomatematika guru memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk mempelajari materi melalui diskusi kelompok dan masalah-masalah yang disajikan sesuai dengan kondisi budaya yang ada di daerahnya, melalui pendekatan konstruktivis maka peserta didik diharapkan akan lebih mudah dalam mempelajari matematika karena sesuai dengan masalah-masalah yang sering dijumpai dalam kehidupan sehari-hari.

2.1.2.2Komponen-Komponen Pembelajaran

Pembelajaran merupakan suatu hal yang penting dalam perkembangan individu. Dalam proses pembelajaran harus ada komponen-komponen yang dapat menunjang proses pembelajaran sehingga dapat berlangsung dengan baik. Jika dalam proses pembelajaran komponen-komponennya terpenuhi semua maka tujuan pembelajaran akan tercapai dengan baik. Menurut Rohman dan Amri (2013: 31-32) komponen- komponen pembelajaran yang dimaksud adalah tujuan, guru, peserta didik, bahan pelajaran, kegiatan pembelajaran, metode, alat pembelajaran, sumber pembelajaran, evaluasi, situasi atau lingkungan. Apabila dalam proses pembelajaran komponen-komponenya terpenuhi semua maka proses pembelajaran akan terlaksana dan baik dan tujuan dari pembelajaran akan tercapai.

2.1.2.3 Model Pembelajaran Learning Cycle (LC)

Model pembelajaran Learning Cycle adalah suatu model pembelajaran yang

berpusat pada peserta didik (studentcentered). Learning Cycle merupakan rangkaian


(43)

dapat menguasai kompetensi-kompetensi yang harus dicapai dalam pembelajaran dengan jalan berperan aktif.

Pembelajaran siklus merupakan salah satu model pembelajaran dengan pendekatan konstruktivis. Model pembelajaran siklus pertama kali diperkenalkan oleh

Robert Karplus dalam Science Curiculum Improvement Study/SCIS (Trowbridge dan

Bybee, 1996). Siklus belajar merupakan salah satu model pembelajaran dengan pendekatan konstruktivis yang pada mulanya terdiri atas tiga tahap, yaitu: (a)

Eksplorasi (exploration); (b) pengenalan konsep (concept introduction), dan (c)

penerapan konsep (concept aplication).

Pada proses selanjutnya, tiga siklus tersebut mengalami pengembangan. Tiga siklus tersebut pada saat ini dikembangkan menjadi lima tahap (Lorsbach, 2002) (dalam Wena, 2009:171), yang terdiri atas tahap (a) pembangkitan minat (engagement), (b) eksplorasi (exploration), (c) penjelasan (explanation), (d) elaborasi (elaboration/extention), dan (e) evaluasi (evaluation).

Tahap Pembelajaran Learning Cycle

a. Pembangkitan Minat (engagement)

Tahap pembangkitan minat merupakan tahap awal dari siklus belajar. Pada tahap ini, guru berusaha membangkitkan dan mengembangkan minat dan keingintahuan peserta didik tentang materi yang akan diajarkan. Pada tahap ini guru menyampaikan tujuan pembelajaran yang hendak dicapai dan memberikan apersepsi tentang materi yang akan dipelajari yang dikaitkan dengan budaya-budaya yang ada di daerah


(44)

Kebumen yang berkaitan dengan materi persegi dan persegi panjang. Peserta didik memberikan respons/jawaban, kemudian jawaban peserta didik tersebut dijadikan pijakan oleh guru untuk mengetahui pengetahuan awal peserta didik tentang materi pokok yang akan dipelajari. Apabila peserta didik salah dalam menjawab pertanyaan, maka guru memberikan konfirmasi jawaban yang tepat.

b. Eksplorasi (exploration)

Eksplorasi merupakan tahap kedua model siklus belajar. Pada tahap eksplorasi peserta didik dibentuk menjadi kelompok-kelompok kecil yang terdiri dari 4 peserta didik, kemudian diberi kesempatan untuk kerja sama dalam kelompok kecil tanpa pembelajaran langsung dari guru melalui pemberian LKPD untuk menemukan konsep materi yang dipelajari. Dalam kelompok ini peserta didik didorong untuk menemukan pendapat baru terkait dengan materi, mencoba altenatif pemecahannya dengan teman sekelompok, melakukan dan mencatat pengamatan serta ide-ide atau pendapat yang berkembang dalam diskusi. Pada tahap ini guru berperan sebagai fasilitator dan motivator. Guru memantau proses berlangsungnya diskusi dan memberikan bantuan melalui pertanyaan-pertanyaan terbimbing kepada kelompok yang mengalami kesulitan dalam berdiskusi.

c. Penjelasan (explanation)

Penjelasan merupakan tahap ketiga siklus belajar. Pada tahap ini salah satu peserta didik dari perwakilan kelompok diberikan kesempatan untuk menjelaskan hasil diskusinya kepada peserta didik yang lain. Peserta didik yang lain diberikan kesempatan untuk bertanya apabila belum memahami penjelasan. Melalui proses


(45)

pemaparan dari peserta didik guru memberikan konfirmasi jawaban yang benar apabila terjadi kesalahan dalam menemukan konsep materi yang dipelajari.

d. Elaborasi (elaboration/extention)

Elaborasi merupakan tahap keempat siklus belajar. Pada tahap elaborasi peserta didik menerapkan konsep dan keterampilan yang telah dipelajari dalam situasi baru atau konteks yang berbeda. Peserta didik diberi soal-soal pemecahan masalah yang dikaitkan dengan kebudayaan di Kebumen. Peserta didik megaplikasikan konsep yang telah ditemukan untuk menyelsaikan masalah-masalah yang diberikan guru. Guru memantau peserta didik dalam menyelesaiakan masalah dan memberikan bantuan melalui pertanyaan-pertanyaan terbimbing kepada peserta didik yang masih mengalami kesulitan.

e. Evaluasi (evaluation)

Evaluasi merupakan tahap akhir dari siklus belajar. Pada tahap evaluasi, peserta didik diberi soal-soal penyelesaian masalah untuk dikerjakan secara individu. Soal-soal latihan yang diberikan disajikan sesuai dengan budaya di Kebumen. Peserta didik melakukan evaluasi diri dengan mengajukan pertanyaan terbuka dan mencari jawaban dari penjelasan yang diperoleh sebelumnya. Hasil evaluasi ini dijadikan sebagai bahan evaluasi tentang proses penerapan metode siklus belajar yang sedang diterapkan, apakah sudah berjalan dengan baik, cukup baik, atau masih kurang. Penerapan pembelajaran Learning Cycle di kelas

Secara operasional kegiatan guru dan peserta didik dalam proses pembelajaran


(46)

Tabel 2.1 Proses pembelajaran Learning Cycle di kelas No Tahap Siklus

Belajar

Kegiatan Guru Kegiatan Peserta didik

1. Tahap

Pembangkitan Minat

Membangkitkan minat dan

keingintahuan (curiosity)

peserta didik.

Mengembangkan minat/rasa ingin tahu terhadap topik bahasan. Mengajukan pertanyaan

tentang proses faktual dalam kehidupan sehari- hari (yang berhubungan dengan topik bahasan)

Memberikan respon terhadap pertanyaan guru.

Mengaitkan topik yang dibahas dengan

pengalaman peserta didik. Mendorong peserta didik untuk mengingat

pengalaman sehari-harinya dan menunjukan

keterkaitannya dengan topik pembelajaran yang sedang dibahas. Berusaha mengingat pengalaman sehari-hari dan menghubungkan dengan topik pembelajaran yang sedang dibahas.

2. Tahap Eksplorasi Membentuk kelompok,

memberi kesempatan untuk bekerja sama dalam kelompok kecil secara mandiri.

Membentuk kelompok dan berusaha bekerja dalam kelompok. Guru berperan sebagai

fasilitator.

Membuat prediksi baru.

Menjelaskan peserta didik untuk menjelaskan konsep dengan kalimat sendiri.

Mencoba alternatif pemecahan dengan teman sekelompok, mencatat pengamatan, serta mengembangkan ide- ide baru. Meminta bukti dan

klarifikasi penjelasan peserta didik, mendengar secara kritis penjelasan antar peserta didik.

MenunjukKan bukti dan memberi

klarifikasi terhadap ide- ide baru.


(47)

No Tahap Siklus Belajar

Kegiatan Guru Kegiatan Peserta didik penjelasan dengan

menggunakan penjelasan peserta didik terdahulu sebagai dasar diskusi.

berusaha memahami penjelasan guru.

3. Tahap Penjelasan Mendorong peserta didik

untuk menjelaskan konsep dengan kalimat mereka sendiri.

Mencoba memberi penjelasan terhadap konsep yang

ditemukan. Meminta bukti dan

klarifikasi penjelasan peserta didik. Menggunakan pengamatan dan catatan dalam memberi penjelasan. Mendengar secara kritis

penjelasan antar peserta didik atau guru.

Melakukan

pembuktian terhadap konsep yang

diajukan.

Memandu diskusi. Mendiskusikan.

4. Tahap Elaborasi Mengingatkan peserta

didik pada penjelasan alternatif dan

mempertimbangkan data/bukti saat mereka mengeksplorasi situasi baru.

Menerapkan konsep dan keterampilan dalam situasi baru dan menggunakan label dan definisi formal.

Mendorong dan

menfasilitasi peserta didik mengaplikasi

konsep/keterampilan

dalam setting yang

baru/lain. Bertanya, mengusulkan pemecahan, membuat keputusan, melakukan percobaan, dan pengamatan.

5. Tahap Evaluasi Mengamati pengetahuan

atau pemahaman peserta didik dalam hal penerapan konsep baru. Mengevaluasi belajarnya sendiri dengan mengajukan pertanyaan terbuka dan mencari jawaban yang menggunakan observasi, bukti dan penjelasan yang


(48)

No Tahap Siklus Belajar

Kegiatan Guru Kegiatan Peserta didik diperoleh sebelumnya. Mendorong peserta didik

melakukan evaluasi diri.

Mengambil kesimpulan lanjut atas situasi belajar yang dilakukannya. Mendorong peserta didik

memahami kekurangan /kelebihan dalam kegiatan pembelajaran. Melihat dan menganalisis kekurangan/ kelebihan dalam kegiatan pembelajaran.

Pelaksanaan Pembelajaran Learning Cycle Bernuansa Etnomatematika di Kelas

Pembelajaran Learning Cycle Bernuansa Etnomatematika, di dalam proses

pembelajaran menggunakan budaya-budaya lokal sebagai sumber belajar. Pelaksanaan pembelajaran Learning Cycle Bernuansa Etnomatematika di dalam kelas disajikan pada Tabel 2.2 berikut.

Tabel 2.2 Pembelajaran Learning Cycle Bernuansa Etnomatematika di Kelas

Tahapan Pembelajaran Kegiatan Guru Kegiatan Peserta didik

1. Pembangkitan Minat Membangkitkan minat

peserta didik untuk mengikuti pelajaran, dan memberikan pertanyaan kepada peserta didik yang berkaitan dengan

kebudayaan di Kebumen yang berkaitan dengan materi yang dipelajari.

Menjawab pertanyaan guru dengan

menyebutkan

kebudayaan di Kebumen yang berkaitan dengan materi persegi dan persegi panjang.

2. Eksplorasi Membentuk kelompok

secara heterogen, setiap kelompok terdiri dari 4 peserta didik.

Menempatkan diri sesuai dengan kelompoknya. Memberikan tugas kepada

peserta didik untuk

Berdiskusi untuk menemukan konsep,


(49)

Tahapan Pembelajaran Kegiatan Guru Kegiatan Peserta didik dikerjakan secara

kelompok untuk

menemukan konsep yang dikaitkan dengan

kebudayaan di Kebumen.

memecahkan masalah yang berkaitan dengan materi terkait dengan kebudayaan di Kebumen.

3. Penjelasan Memberikan kesempatan

kepada perwakilan kelompok untuk

menjelaskan hasil diskusi kepada peserta didik yang lain.

Perwakilan kelompok maju untuk memaparkan hasil diskusi kepada peserta didik yang lain.

Memberikan konfirmasi dari penjelasan peserta didik agar peserta didik memahami materi dengan baik.

Mendengarkan penjelasan guru dan bertanya ketika ada materi yang belum jelas.

4. Elaborasi Menyelesaikan masalah

sesuai dengan materi yang dikaitkan dengan

kebudayaan di Kebumen.

Berusaha menyelesaikan masalah sesuai dengan materi yang dipelajari yang dikaitkan dengan kebudayaan di

Kebumen.

5. Evaluasi Memberikan soal dengan

menggunakan kebudayaan sebagai sumber yang digunakan sebagai bahan evaluasi.

Mengerjakan soal-soal.

Kelebihan dan Kekurangan Model Pembelajaran Learning Cycle

Ditinjau dari dimensi pebelajar, penerapan model Learning Cycle mempunyai

kelebihan sabagai berikut.

(1) Pembelajaran bersifat student centered.


(50)

(3) Orientasi pembelajaran adalah investigasi dan penemuan yang merupakan pemecahan masalah.

(4) Proses pembelajaran menjadi lebih bermakna karena mengutamakan pengalaman

nyata.

(5) Menghindarkan siswa dari cara belajar tradisional yang cenderung menghafal.

(6) Membentuk siswa yang aktif, kritis, dan kreatif

Adapun kelemahan model pembelajaran Learning Cycle yang harus selalu

diantisipasi menurut Soebagio (dalam Fajaroh dan Dasna, 2004) sebagai berikut:

(1) Efektivitas pembelajaran rendah jika guru kurang menguasai materi dan langkah-

langkah pembelajaran;

(2) Menuntut kesungguhan dan kreativitas guru dalam merancang dan melaksanakan

proses pembelajaran;

(3) Memerlukan pengelolaan kelas yang lebih terencana dan terorganisasi;

(4) Memerlukan waktu dan tenaga yang lebih banyak dalam menyusun rencana dan

melaksanakan pembelajaran.

2.1.2.4 Tinjauan Tentang Pembelajaran Ekspositori

Pembelajaran ekspositori adalah pembelajaran yang menekankan pada proses penyampaian materi secara verbal dari seorang guru kepada sekelompok peserta didik dengan maksud agar peserta didik dapat menguasai materi secara optimal. Dalam pembelajaran ini materi pelajaran disampaikan secara langsung oleh guru. Karena


(51)

pembelajaran ekspositori lebih menekankan kepada proses bertutur, maka sering

dinamakan model “chalk and talk” (Majid, 2013:218).

Langkah-langkah pelaksanaan pembelajaran ekspositori yaitu sebagai berikut:

(a) Persiapan (preparation)

Tahapan ini berkaitan dengan mempersiapkan peserta didik untuk menerima pelajaran. Pada tahap ini guru menyiapkan kondisi fisik dan psikis peserta didik untuk menerima pelajaran.

(b) Penyajian (presentation)

Pada langkah penyajian guru memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk mengerjakan LKPD untuk menemukan konsep materi persegi dan persegi panjang yang dikerjakan individu. Guru memberikan penjelesan materi setelah peserta didik selesai mengerjakan LKPD untuk menkonfirmasi konsep yang telah ditemukan peserta didik.

(c) Korelasi (correlation)

Langkah korelasi memberikan pengalaman belajar kepada peserta didik untuk menggunakan konsep yang telah dijelaskan ke dalam penyelesaian masalah yang berkaitan dengan kehidupan sehari-hari.

(d) Menyimpulkan (generalization)

Menyimpulkan adalah tahapan untuk memahami inti (core) dari materi pelajaran

yang telah disajikan. Langkah menyimpulkan merupakan langkah yang sangat penting dalam pembelajaran ekspositori, karena melalui menyimpulkan peserta didik


(52)

dapat mengambil inti dari proses penyajian. Pada proses ini peserta didik bersama guru menyimpulkan tentang materi yang telah dipelajari.

(e) Mengaplikasikan (application)

Langkah aplikasi adalah langkah unjuk kemampuan peserta didik setelah mereka menyimak penjelasan guru. Langkah ini merupakan langkah yang sangat penting dalam pembelajaran. Peserta didik diberikan soal-soal latihan pemecahan masalah untuk mengukur tingkat pemahaman peserta didik. Melalui tahap ini guru dapat mengukur keberhasilan proses pembelajaran.

Kelebihan model pembelajaran ekspositori.

(1) Guru dapat mengontrol urutan dan keluasan materi pelajaran;

(2) Efektif untuk materi yang cukup luas sedangkan waktunya terbatas;

(3) Peserta didik dapat mendengar melalui penuturan (kuliah) tentang suatu materi

sekaligus peserta didik dapat melihat atau mengobservasi (melalui demonstrasi);

(4) Dapat digunakan dalam kelas yang besar.

Kelemahan dari pembelajaran ekspositori adalah sebagai berikut.

(1) Pembelajaran akan berjalan dengan baik jika peserta didik memilki kemampuan

mendengar dan menyimak yang baik;

(2) Tidak dapat melayani perbedaan peserta didik;

(3) Sulit mengembangkan kemampuan peserta didik dalam hal kemampuan

sosialisasi, hubungan interpersonal, dan kemampuan berpikir kritis;


(53)

(5) Sulit memahami tingkat pemahaman peserta didik terhadap materi.

2.2

Tinjauan Etnomatematika

Belajar dengan memanfaatkan lingkungan sebagai sumber belajar peserta didik tidak hanya diajak untuk mempelajari tentang apa yang ada di lingkungan sekitarnya. Hal ini senada dengan pernyataan dan penuturan dari depdiknas (1990:9) (dalam Hamzah dan Mohamad, 2013:137) yang menyatakan bahwa belajar dengan menggunakan lingkungan memungkinkan peserta didik menemukan hubungan yang sangat bermakna antara ide-ide abstrak dan penerapan praktis di dalam konteks dunia nyata, konsep dipahami melalui proses penemuan, pemberdayaan dan hubungan. Winaputra (1997:5-49) (dalam Hamzah dan Mohamad, 2013:137) menyatakan bahwa belajar dengan pemanfaatan lingkungan didasari oleh pendapat pembelajaran yang lebih bernilai, sebab peserta didik diharapkan dengan peristiwa dan keadaan yang seharusnya.

Istilah ethnomatematics yang selanjutnya disebut etnomatematika

diperkenalkan oleh D’Ambrosio, seorang matematikawan Brazil pada tahun 1977.

Definisi etnomatematika menurut D’Ambrosio (1985) (dalam Rachmawati) adalah ”The mathematics which is practiced among identifiable cultural groups such as national tribe societes, lobour groups, children of certain age brackets and

profesionalisme clasess”. Artinya ”Matematika dipraktekkan diantara kelompok budaya didefinisikan seperti masyarakat nasional suku, kelompok usia tertentu dan


(54)

terhadap masalah yang merupakan hasil budaya orang-orang di masa lalu atau budaya

yang dihadapi zaman sekarang. (D. ’ Ambrosio, 2001)

Etnomatematika didefinisikan sebagai cara-cara khusus yang dipakai oleh

suatu kelompok budaya atau masyarakat tertentu dalam aktivitas matematika. Aktivitas matematika adalah aktivitas yang di dalamnya terdapat proses pengabstraksian dari pengalaman nyata dalam kehidupan sehari-hari ke dalam matematika atau sebaliknya, meliputi aktivitas mengelompokan, berhitung, mengukur, merancang bangunan, alat untuk membuat pola, membilang, menentukan lokasi, bermain, menjelaskan, dan sebagainya. Etnomatematika adalah hasil aktivitas matematika yang dimiliki atau berkembang di masyarakat Kebumen, meliputi konsep- konsep matematika pada peninggalan budaya berupa benteng Vanderwijck, tradisi pembuatan kesed dari serabut kelapa, pembuatan genteng dan batu bata dari tanah liat, serta permainan-permainan tradisonal.

Kebumen adalah sebuah kabupaten di Provinsi Jawa Tengah. Kebumen terkenal dengan daerah pembuat genteng karena sebagian besar masyarakat di Kabupaten kebumen memproduksi genteng dari tanah liat sebagai mata pencahariannya. Kabupaten Kebumen juga terkenal dengan daerah pantainya, karena wilayah Kebumen yang berada di jalur pantai selatan mengakibatkan Kebumen kaya akan wisata pantainya. Daerah Gombong juga terdapat benteng Van Der Wick sebagai bangunan peninggalan Belanda yang dibangun pada tahun 1818. Masyarakat di daerah pesisir dan di daerah pedesaan banyak memanfaatkan serabut kelapa untuk membuat kesed dan matras yang sering digunakan untuk berolahraga senam lantai.


(55)

Budaya-budaya masyarakat di Kabupaten Kebumen disajikan dalam Gambar 2.1 sampai dengan Gambar 2.8.

Gambar 2.1 Pembuatan Batu Bata

dari Tanah

Gambar 2.2 Benteng Van Der Wijck Gombong

Gambar 2.5 Pembuatan Kesed dari Serabut Kelapa

Gambar 2.3 Pembuatan Genteng dari Tanah

Gambar 2.4 Penjemuran Genteng

Gambar 2.6 Kesed dari Serabut Kelapa


(56)

2.1

Tinjauan tentang Pemecahan Masalah

Pemecahan masalah merupakan suatu proses berpikir ilmiah. Goldstein dan Levin (1987) (dalam Suyanto dan Jihad, 2013:124) mendefinisikan sebagai berikut,

problem solving has been defined as higher-order cognitive process that requires the modulation and control of more routine or fundamental skills.

Secara sederhana, teknik pemecahan masalah yang telah banyak diketahui adalah:

a. Klasifikasi lebih rinci tentang masalah tersebut dengan cara menuntaskannya

secara jelas;

b. Analisis sebab-sebab terjadinya masalah;

c. Identifikasi alternatif pemecahan masalah;

d. Memilih alternatif pemecahan masalah yang baik;

e. Melaksanakan alternatif yang paling baik;

f. Mengevaluasi apakah masalah tersebut benar-benar telah dapat dipecahkan atau

belum.

Gambar 2.7 Sendang Mawar di Goa Jatijajar

Gambar 2.8 Obyek Wisata Pemandian Air Panas Krakal


(57)

Peserta didik tertantang untuk dapat memecahkan masalah. Pada umumnya, mereka memiliki banyak gagasan yang orisinal. Umumnya, langkah-langkah pemecahan masalah adalah sebagai berikut:

a. Identifikasi masalah;

b. Curah pendapat untuk mencari berbagai solusi;

c. Memilih satu solusi dan mencoba melakukannya;

d. Mengevaluasi apa yang telah terjadi.

Di lain pihak, proses pemecahan masalah matematika, berkaitan erat dengan tahap-tahap pemecahan masalah yang dilakukan Polya (1973-5) menyusun prosedur memecahkan masalah dalam empat langkah, yaitu:

(1) Pemahaman pada masalah, identifikasi dari tujuan( Understanding problem);

(2)Membuat rencana pemecahan masalah(Devising a plan)

(3) Melaksanaan rencana pemecahan masalah(Carrying out the plan );

(4)Melihat kembali penyelesaian masalah(Looking back ).

Penelitain ini bertujuan untuk meningkatkan kemampuan pemecahan masalah matematika peserta didk pada materi persegi dan persegi panjang sesuai dengan langkah-langkah penyelesaian masalah Polya.

2.4 Sikap pada Budaya Lokal

Semua peserta didik mengakui bahwa matematika itu penting, namun sebagian dari mereka sering mengalami kesulitan dalam mempelajarinya. Persoalan ini muncul karena adanya konflik budaya, ketidaksesuaian tradisi budaya yang


(58)

mereka temukan di luar sekolah yaitu di rumah dan di masyarakat dengan apa yang mereka temukan di sekolah. Pengajaran matematika bagi setiap orang seharusnya disesuaikan dengan budayanya. Kata budaya berasal dari bahasa sansekerta yaitu buddhayah yang berati akal budi. Budaya adalah suatu cara hidup yang berkembang dan dimiliki bersama oleh sebuah kelompok orang dan diwariskan dari generasi ke generasi. Dengan demikian budaya erat kaitannya dengan lingkungan tempat tinggal seseorang, setiap daerah memiliki budaya yang berbeda-beda.

Dikti (2007:358) (dalam Hamzah dan Mohamad, 2013:136) mengemukakan bahwa anak-anak usia muda sangat baik diajak untuk memahami faktor-faktor yang mempengaruhi kualitas lingkungan hidup. Penanaman pemahaman dan kesadaran tentang pentingya menjaga kelestarian kualitas budaya sangat baik apabila mulai diterapkan melalui pendidikan. Depdiknas (1990:9) (dalam Hamzah dan Mohamad, 2013:137) mengemukakan belajar dengan menggunakan lingkungan memungkinkan siswa menemukan hubungan yang sangat bermakna antara ide-ide abstrak dan penerapan praktis dalam konteks dunia nyata, konsep dipahami melalui proses penemuan, pemberdayaan dan hubungan.

Menurut Rifa’I dan Anni (2012:138), sikap merupakan kombinasi dari

konsep, informasi, dan emosi yang dihasilkan di dalam predisposisi untuk merespon orang, kelompok, gagasan, peristiwa atau objek tertentu secara menyenangkan atau tidak menyenangkan. Sikap memiliki pengaruh yang besar terhadap hasil belajar

peserta didik. Karakter berkaitan dengan keseluruhan performance seseorang dalam


(59)

dan perilaku. Seseorang dikatakan berkarakter baik atau buruk, tidak cukup hanya

dicermati dari ucapannya (Mastur dkk, 2013).

The Joseph Institute of Ethics merinci enam jenis karakter, sebagai berikut. 1. Trustworthiness, bentuk karakter yang membuat seseorang menjadi: berintegritas,

jujur, dan loyal

2. Fairness, bentuk karakter yang membuat seseorang memiliki pemikiran terbuka serta tidak suka memanfaatkan orang lain.

3. Caring, bentuk karakter yang membuat seseorang memiliki sikap peduli dan perhatian terhadap orang lain maupun kondisi sosial lingkungan sekitar.

4. Respect, bentuk karakter yang membuat seseorang selalu menghargai dan menghormati orang lain.

5. Citizenship, bentuk karakter yang membuat seseorang sadar hukum dan peraturan serta peduli terhadap lingkungan alam.

6. Responsibility, bentuk karakter yang membuat seseorang bertanggung jawab, disiplin, dan selalu melakukan sesuatu dengan sebaik mungkin.

Chrisiana (2005) dalam (Mastur dkk, 2013)

Melalui proses pembelajaran Learning Cycle bernuansa etnomatematika

peserta didik belajar terhadap nilai-nilai budaya lokal dalam konteks kehidupan sehari-hari saat ini diharapkan siswa akan memiliki sikap menghargai kegunaan matematika dalam kehidupan sehingga muncul rasa ingin tahu, perhatian, dan

berminat dalam mempelajari matematika. Penerapan pembelajaran Learning Cycle


(60)

(1) mempercayai dan menghargai budaya yang ada di Kebumen; (2) mengikuti kegiatan dalam tradisi budaya di Kebumen;

(3) melestarikan budaya yang terdapat di Kebumen;

(4) Dapat mengaplikasikan materi persgi dan persegi panjang dengan budaya di Kebumen.

2.5 Materi Segiempat

2.5.1 Persegi Panjang

Persegi panjang adalah segiempat yang sisi-sisi berhadapan sama panjang dan keempat sudutnya siku-siku.

a) Sifat-Sifat Persegi Panjang

1. Sisi-sisi yang berhadapan sama panjang;

2. Keempat sudutnya siku-siku;

3. Kedua diagonalnya sama panjang;

4. Kedua diagonalnya berpotongan di satu titik dan saling membagi dua sama

panjang;

5. Mempunyai dua sumbu simetri;

6. Mempunyai dua simetri putar.


(61)

b) Keliling Persegi Panjang

Pada Gambar 2.9 bangun ABCD berbentuk persegi panjang. Sisi- sisinya adalah AB, BC, CD, AD.

Pada Gambar 2.9 sisi AB= CD = � = panjang persegi panjang

Pada Gambar 2.9 sisi BC= AD = � = lebar persegi panjang

Keliling sebuah bangun datar adalah jumlah panjang sisi-sisi yang membatasinya. Pada Gambar 2.9

Keliling persegi panjang ABCD = + + +

= �+� +� +�

=�� +�� =2 (�+�) Kesimpulan:

Jika sebuah persegi panjang dengan panjang �dan lebar

l

, maka keliling persegi

panjang adalah = 2 (�+�)

c) Luas Persegi Panjang

Jika sebuah persegi panjang dengan panjang = �, dan lebar = �, maka Luasnya =

= ��� Contoh Soal:


(62)

Pak Hasan seorang pengusaha kesed dari serabut kelapa asal Klirong, membuat kesed berbentuk persegi panjang dengan ukuran panjang 75 cm dan lebar 50 cm. Berapakah keliling dan luas persegi panjang yang dibuat Pak Hasan?

Penyelesaian Menggunakan Langkah Penyelesaian Masalah Polya: (Pemahaman terhadap masalah)

Diketahui:

Kesed berbentuk persegi panjang.

Panjang = p = 75 cm, Lebar = l = 50 cm

Ditanyakan:

Luas dan keliling kesed tersebut? Penyelesaian:

(Perencanaan penyelesaian masalah)

PQRS adalah sebuah persegi persegi panjang.

PQ = l , dan QR = p

= 2 x (p + l)

P

Q

S

R


(63)

= p x l

(Pelaksanaan rencana penyelesaian masalah)

K = 2 x (p + l)

K = 2 x (75+50)

= 2 x 125 cm = 250 cm

L = p x l

L = 75 cm x 50 cm = 3750 cm2

(Melihat kembali penyelesaian)

Jadi keliling kesed berbentuk persegi panjang yang dibuat Pak Hasan 250 cm dan

luasnya adalah 3750 cm2.

2.5.2 Persegi

Persegi adalah segiempat yang keempat sisinya sama panjang dan keempat

sudutnya sama besar, yaitu 900.

a) Sifat-Sifat Persegi:

1. Keempat sisinya sama panjang;

2. Keempat sudutnya siku-siku;

Gambar 2.11 Persegi

s


(64)

3. Kedua diagonalnya sama panjang, saling berpotongan, saling tegak kurus di suatu titik, dan saling membagi dua sama panjang;

4. Mempunyai empat simetri lipat;

5. Mempunyai empat simetri putar;

6. Diagonalnya membagi sudut-sudut menjadi dua sama besar.

b) Keliling (K) Persegi

Pada Gambar 2.10 bangun PQRS berbentuk persegi.

Sisi-sisinya adalah PQ= QR = RS= SP. Pada gambar PQ = s

Keliling sebuah bangun datar adalah jumlah panjang sisi-sisi yang membatasi bangun tesebut, pada Gambar 2.10

Keliling persegi PQRS = + + +

= + + + = 4

Kesimpulan:

Jika sebuah persegi dengan panjang sisi

s

,

maka keliling= adalah��

c) Luas (L) Persegi

Jika sebuah persegi dengan panjang sisi , maka Luasnya= adalah ���= ��


(65)

Contoh Soal:

Dalam setiap pembuatan satu buah genteng seorang pengusaha genteng di Kabupaten Kebumen membutuhkan potongan tanah yang permukaanya berbentuk persegi dengan panjang sisi 20 cm. Berapakah luas permukaan tanah tersebut?

Penyelesaian Menggunakan Langkah Penyelesaian Polya: (Pemahaman terhadap masalah)

Diketahui:

Permukaan tanah berbentuk persegi.

Panjang sisi = s = 20 cm

Ditanyakan:

Luas dan keliling persegi? Jawab:

(Perencanaan penyelesaian masalah)

ABCD berbentuk persegi

A B

C A


(66)

AB = BC= CD= AD = s

= 4 x s , = s x s

(Pelaksanaan rencana penyelesaian masalah)

K = 4 x s

K = 4 x 20 cm = 80 cm

L = s x s

L = 20 cm x 20 cm = 400 cm2

(Melihat kembali penyelesaian)

Jadi kelililng persegi tersebut 80 cm dan luasnya adalah 400 cm2

2.5 Kajian Penelitian yang Relevan

Beberapa penelitian tentang penerapan pembelajaran model Learning Cycle,

model pembelajaran ekspositori, kemampuan pemecahan masalah, dan pembelajaran Bernuansa budaya telah dilakukan oleh beberapa peneliti, diantaranya adalah:

(1) Arisanti (2011) melalui penelitiannya menunjukan bahwa pembelajaran

matematika dengan model pembelajaran Learning Cycle 5E mampu membuat

peserta didik kelas VIII SMP N 18 Kebumen memiliki kemampuan pemecahan masalah dengan persentase 90%.

(2) Fadirubun (2013) melalui penelitiannya menyatakan pembelajaran Learning

Cycle Bernuansa inkuiri efektif pada pencapaian kemampuan pemecahan masalah siswa pada materi segiempat.


(67)

(3) Firmansyah (2012) melalui penelitiannya manyatakan bahwa pembelajaran matematika dengan model pembelajaran ekspositori mampu membuat peserta didik SMP N 1 Pagerbarang mencapai ketuntasan klasikal sebesar 75% pada aspek pemecahan masalah.

(4) Nurbaety (2013) melalui penelitiannya manyatakan pembelajaran Learning Cycle

mampu meningkatkan pemahaman relasional peserta didik SMP N 1 Slawi hingga 76 %.

(5) Rudtin (2013) melalui penelitiannya manyatakan pembelajaran dengan langkah

Polya dalam Model Problem Based Instruction yang dapat meningkatkan

kemampuan siswa pada penyelesaian soal cerita persegi panjang di Kelas VII SMP Negeri 7 Palu, yakni: 1) orientasi siswa pada masalah; 2) mengorganisasi siswa untuk belajar; 3) membimbing penyelidikan individu maupun kelompok; 4) mengembangkan dan menyajikan hasil karya; dan 5) menganalisis dan mengevaluasi proses pemecahan masalah.

(6) Sirate (2012) melalui penelitiannya manyatakan penerapan etnomatematika

sebagai sarana untuk memotivasi, menstimulasi siswa, dapat mengatasi kejenuhan dan kesulitan dalam belajar matematika. Hal ini disebabkan etnomatematika merupakan bahagian dari keseharian siswa yang merupakan konsepsi awal yang telah dimiliki dari lingkungan sosial budaya setempat. Etnomatematika juga memberikan nuansa baru pada pembelajaran matematika. Penelitian ini berbeda dengan penelitian sebelumnya. Pada penelitian ini peneliti


(68)

etnomatematika pada materi segiempat sub materi persegi dan persegi panjang untuk meningkatkan kemampuan pemecahan masalah matematika peserta didik.

2.6

Kerangka Berpikir

Matematika merupakan mata pelajaran yang bersifat pemahaman dan bukan hafalan semata. Materi persegi dan persegi panjang adalah salah satu materi yang bersifat teoritis dan aplikatif. Dalam pembelajaran matematika diperlukan bermacam-macam model, pendekatan, metode dan media agar peserta didik mudah menerima apa yang disampaikan, tidak merasa jenuh, aktif dalam proses pembalajaran serta dapat memahami konsep dan prinsip-prinsip yang ada dalam mata pelajaran matematika sehingga diharapkan hasil belajar peserta didik akan lebih baik. Melalui keaktifan peserta didik dan kerja sama diharapkan kemampuan pemecahan masalah peserta didik akan mengalami peningkatan.

Salah satu cara untuk mengembangkan kompetensi peserta didik dalam kerja sama adalah melalui pembelajaran kooperatif berfokus pada penggunaan kelompok kecil peserta didik untuk bekerjasama dalam memaksimalkan kondisi belajar dalam rangka mencapai tujuan pembelajaran. Pembelajaran kooperatif adalah suatu model pembelajaran yang mengutamakan adanya kerja sama, yakni kerja sama antara pembelajar dalam sebuah kelompok untuk mencapai tujuan.

Berdasarkan teori belajar yang telah dijelaskan, salah satu model pembelajaran yang dapat digunakan untuk meningkatkan kemampuan pemecahan masalah matematika peserta didik pada materi keliling dan luas persegi serta keliling


(1)

Pembelajaran di Kelas Kontrol


(2)

335

Kelas Uji Coba


(3)

(4)

337


(5)

(6)

339