pada saat sebelum diberikan intervensi TAKS, terdapat 5 orang responden yang termasuk dalam kategori kurang kemamapuan sosialisasinya, dan 2 orang
responden dalam kategori kurang sekali. Kemampuan sosialisasi responden tersebut termasuk dalam kategori
kemampuan sosialisasi yang rendah dikarenakan keadaan isolasi sosial pada responden, yang merupakan keadaan dimana seseorang individu mengalami
penurunan atau bahkan sama sekali tidak mampu berinteraksi dengan orang lain disekitarnya Purba, dkk. 2008. Permasalahan dengan hubungan sosial, terutama
hubungan seseorang dengan orang lain, kedekatan dengan orang lain, dan isolasi sosial merupakan tanda-tanda dari skizofrenia. Meskipun isolasi sosial bukan
merupakan hasil diagnosis yang penting, namun isolasi sosial dan menarik diri merupakan masalah yang menjadi dasar pada penderita skizofrenia Strauss
Carpenter, 1981.
2.3 Kemampuan Sosialisasi Responden Post TAKS
Setelah diberikan intervensi TAKS, terdapat perubahan kemampuan sosialisasi dari 7 responden yang sama yakni menjadi, terdapat 6 orang responden
dalam kategori kemampuan sosialisasinya baik dan 1 orang responden dalam kategori kemampuan sosialisasi yang cukup.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa terdapat perbedaan kemampuan sosialisasi diantara sebelum dan setelah intervensi TAKS, yakni kemampuan
sosialisasi responden menjadi lebih meningkat setelah diberikan intervensi TAKS. Peningkatan pencapaian kemampuan sosialisasi tersebut tidak sama pada seluruh
responden. Mayoritas kemampuan sosialisasi responden setelah diberikan intervensi meningkat menjadi kategori kemampuan sosialisasi yang baik, namun
Universitas Sumatera Utara
terdapat 1 orang responden yang pencapaian kategori kemampuan sosialisasinya tidak sama yakni kemampuan sosialisasinya masih dalam kategori cukup.
Perbedaan kemampuan sosialisasi yang diperoleh tiap responden diakibatkan karena kemampuan kognitif masing-masing responden yang berbeda-
beda sehingga menghasilkan perilaku yang berbeda pula. Menurut teori kognitif yang dikemukan oleh Albert Bandura pada tahun 1960 dikutip dari Morissan,
2010, teori kognitif menjelaskan bahwa pemikiran dan tindakan manusia sebagai proses dari apa yang dinamakan dengan ‘tiga penyebab timbal balik’ triadic
reciprocal causation yang berarti bahwa pemikiran dan perilaku ditentukan oleh tiga faktor berbeda yang saling berinteraksi dan saling mempengaruhi satu sama
lainnya dengan berbagai variasi kekuatannya, baik pada waktu bersamaan maupun waktu yang berbeda. Ketiga penyebab timbal balik itu adalah perilaku,
karakteristik personal seperti kualitas kognitif dan biologis misal tingkat kecerdasan atau IQ, jenis kelamin, tinggi badan, umur atau ras, dan faktor
lingkungan atau peristiwa. Teori kognitif yang dikemukakan oleh Albert Bandura sejalan dengan
teori perilaku yang dikemukakan oleh Notoadmodjo 2003 yang menyatakan perilaku adalah bentuk respon atau reaksi terhadap stimulus atau rangsangan dari
luar, namun dalam memberikan respon sangat tergantung pada karateristik atau faktor-faktor lain dari orang yang bersangkutan. Dengan perkataan lain bahwa
perilaku yang dihasilkan oleh seseorang dapat berbeda dengan orang lain yang dipengaruhi oleh fungsi kognitif yang diterima oleh orang tersebut.
2.4 Pengaruh TAKS terhadap Kemampuan Sosialisasi Responden