Analisa pada Pembangkit Listrik Tenaga Gas GT 2.1 dengan Metode Overall Equipment Effectiveness (OEE) untuk Memetakan Efisiensi Produksi di PT. PLN SECANANG – BELAWAN

(1)

DAFTAR PUSTAKA

Chrysler, Potential Failure Mode And Effects Analysis (FMEA) Chrysler LLC, Ford

Motor Company, General Motors Corporation, 1995.

Cordela, Teknik Manajemen Perawatan, Erlangga, Jakarta, 1996.

Daryus, Asyari. Manajemen Pemeliharaan Mesin. Jakarta: Jurusan Teknik Mesin, Fakultas Teknik, Universitas Darma Persada, 2007.

Kelly, Anthony. Strategic Maintenance Planning. Elsevier Ltd. Burlinton, 2006.

Ljungberg, Measurement of overall Equipment Efectiveness, As a Basic for TPM

Activities 1998.

Maherwan P. Boyce, Gas Turbine Engineering Hand Book, Gulf Professional Publishing, 2002.

Marsudi Djiteng, Operasi Sistem Tenaga Listrik, Graha Ilmu, Jakarta, 2008.

Nakajima, Seiichi, Introduction to TPM. Productivity, Pre. Inc, Cambridge, Massachusettes, 1988.

Render, Barry and Heizer, Jay. Prinsip-prinsip Manajemen Operasi, PT. Salemba Emban Patria, Jakarta, 2001.


(2)

Robert F. Hoeft, Schenectady, NY. USA, Heavy Duty Gas Turbine Operating and Maintenance Consideration.


(3)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1. Tempat dan Waktu penelitian

3.1.1. Tempat penelitian

Tempat penulis melakukan penelitian adalah di PT. PLN Pembangkit Sumatera Utara Sektor Belawan-Secanang.

3.1.2. Waktu Penelitian

Penelitian ini dimulai dari 19 Juli 2016 – 22 Juli 2016.

3.2. Parameter Penelitian

Parameter Penelitian bermaksud menjelaskan hubungan antara satu komponen dengan komponen yang lain. Penelitian dilakukan menurut tingkat eksplanasi yaitu tingkat penjelasan, penelitian bermaksud menjelaskan kedudukan variabel-variabel yang diteliti serta hubungan antara satu variable dengan variabel yang lain. Berdasarkan ini penelitian yang digunakan adalah penelitian komparatif. Penelitian komparatif adalah suatu penelitian yang bersifat membandingkan. Penelitian dilakukan untuk sampel lebih dari satu, atau dalam waktu yang berbeda.

Berikut adalah contoh log sheet yang dipergunakan untuk mencatat parameter penelitian dapat dilihat seperti tabel dibawah ini :


(4)

Tabel 3.1 log Sheet Parameter peneltian

Alat Alat ukur Peluang gangguan

Tabel 3.2 Parameter Penelitian

Alat Alat ukur Peluang gangguan

Kompresor Sensor tekanan

• Terjadinya penurunan tekanan

• Adanya hambatan

udara yang masuk Combustion chamber Sensor temperatur

• Penurunan temperature

• Penurunan tekanan

bahan bakar

Turbin

Sensor Vibrasi Sensor temperature

Pecah pada sudu-sudu turbin

Generator

Relay protection Sensor vibrasi

Volt meter Ampere meter

• Kerusakan pada pengguat medan magnet


(5)

3.3. Sumber Dan Jenis Data

Objek penelitian yang diteliti yaitu sistem turbin gas GT 2.1 ataupun peralatan. Data yang diambil adalah data operasi dari turbin ngas GT 2.1 serta data pendukung lainnya.

3.4. Variabel Penelitian

Menurut hubungan antara satu variabel dengan variabel yang lain penelitian terbagi atas :

a. Variabel independen (variabel bebas, sebab mempengauhi)

Variabel bebas merupakan variabel yang mempengaruhi atau menjadi sebab perubahannya atau timbulnya variabel akibat (variabel dependen). Adapun yang menjadi variabel bebas dalam penelitian ini yaitu data perawatan dan perbaikan mesin / peralatan turbin gas.

b. Variabel dependen (variabel terikat, variabel out put)

Variabel terikat merupakan variabel yang dipengaruhi atau menjadi akibat dari variabel bebas. Adapun yang menjadi variabel terikat dalam penelitian ini yaitu nilai efisiensi dan efektifitas kerja mesin Turbin Gas.

3.5. Pelaksanaan Penelitian

Pelaksanaan penelitian dilakukan pada PT. PLN Pembangki Sumatera Utara sektor Belawan - Secanang dengan menentukan objek yang akan diteliti. Untuk memecahkan masalah dalam tugas, digunakan pendekatan-pendekatan dengan metode Total Productive Maintenance dengan :

a. Menentukan Masalah

Dalam menentukan permasalahan dilakukan analisa dengan cara stratifikasi data yang ada dari beberapa segi.


(6)

b. Peninjauan Lapangan

Penelitian melakukan peninjauan keperusahaan tempat melakukan peneliian serta mengamati sesuai dengan tujuan yang dibuat.

c. Studi Literatur

Peneliti melakukan studi literatur dari berbagai buku yang sesuai dengan permasalahan yang diamati perusahaan.

d. Pengumpulan Data

Kegiatan yang dilakukan dalam pengumpulan data, antara lain :

1) Pengamatan langsung, melakukan pengamatan langsung ke pembangkit, terutama dibagian Turbin Gas.

2) Wawancara, penelti akan mewawancarai berbagai pihak yang berhubungan dan berwewenang dalam hal perawatan mesin.

3) Merangkum data tentang hal-hal yang berkaitan dengan penelitian. e. Pengolaan Data

Data yang terkumpul diolah dengan metode Overall Equipment Effectiveness. f. Langkah Dan Pemecahan Masalah

Hasil dari engolahan data yang berupa perhitungan akan dianalisa, dan dilakukan pemecahan masalah.

g. Langkah terakhir menarik kesimpulan dari hasil penelitian. 3.6. Sistematis Pengolahan Data

Pengolahan data dilakukan dengan metode OEE, langkah-langkah yang dilakukan sebagai berikut :

a. Perhitungan Availability

Availability, adalah ratio operatiom time terhadap loading time-nya.

b. Perhitungan Peformance Efficiency

Peformance Efficciency, adalah ratio kuantitas pruduk yang dihasilkan

dihubungkan dengan waktu siklus idealnya terhadap waktu yang tersedia untuk melakukan proses produksi.


(7)

Rate Of Quality Product, adalah ratio produk yang baik yang sesuai

dengan spesifikasi kualitas produk yang telah ditentukan terhadap jumlah produk yang diproses.

d. Perhitungan Overall Equipment effectiveness (OEE)

Setelah nilai dari tiap poin diatas diperroleh maka daat dilakukan perhitungan nilao OEE untuk mengetahui besarnya efektivitas penggunaan mesin.

e. Perhitungan OEE Six Big Losses 1) Perhitungan Downtime Losses

a) Perhitungan Equipment Failures (Breakdown)

Yaitu kegagalan mesin melakukan proses produksi atau kerusakan yang terjadi dengan tiba-tiba dan tidak diharapkan terjadi adalah penyebab kerugian yang tidak terlihat jelas. Karena kerusakan tersebut akan mengakibatkan mesin tidak menghasilkan output.

b) Perhitungan Setup and Adjustment

Yaitu kerusakan pada mesin tersebut maupun pemeliharaan mesin secara keseluruhan akan mengakibatkan mesin tersebut haris dihentikan terlebih dahulu, sebelum mesin difugsikan kembali akan dilakukan penyesuaian terhadap fugsi mesin tersebut yang dinamakan dengan waktu

setup dan adjustment mesin.

2) Perhitungan Speed Losess

Hal ini terjadi pada saat mesin tidak beroperasi sesuai dengan kecepatan produksi maksimum yang sesuai dengan kecepatan mesin yang dirancang. Faktor yang mempengaruhi hal ini adalah idling dan minor stoppages dan reduced speed.

a) Perhitungan idling dan minor stoppages

Hal ini dapat terjadi jika mesin berhenti secara berulang-ulang atau mesin beroperasi tanpa menghasilkan produk. Jika hal ini sering terjadi maka dapat mengurangi evektivitas kerja mesin.


(8)

b) Perhitungan Reduce Speed

Reduce Speed adalah selisih antara waktu kecepatan produksi aktual

dengan kecepatan produksi mesin yang ideal.

3) Perhitungan Defect Losses

Defect Losses artinya mesin tidak menghasilkan produk yang sesuai

dengan spesifikasi dan standart kualitas produk yang telah ditentukan dan scrap sisa hasil proses selama produksi berjalan. Faktor yang mempengaruhi dari Defect Losses adalah rework losses dan scrap losses.

a) Perhitungan rework losses

Adalah produk yang idak memenuhi spesifikasi kwalitas yang telah ditentukan walaupun masih dapat diperbaiki.

b) Perhitungan Scrap Losses

Adalah kerugian yang timbul selama proses produksi belum mencapai keadaan produksi yang stabil pada proses produksi mulai dilakukan sampai terjadinya kaadaan proses yang stabil, sehingga produk yang dihasilkan pada awal proses sampai keadaan proses stabil dicapai tidak memenuhi spesifikasi kualitas yang diharapkan.

3.7. Analisa Data Dan Pemecahan Masalah

Analisa dilakukan untuk mendapatkan hasil perhitungan Availability,

Performance Efficiency, Rate Of Quality Product, OEE, six Big Losses.

Langkah-langkah penelitian dan blok diagram perhitungan overall aquipment


(9)

Gambar 3.1. Tahapan proses pemecahan masalah

3.8. Pengumpulan Data

Mesin maupun peralatan yang menjadi objek penelitian adalah bagian dari PLTG di pembangkit PT. PLN PERSERO yaitu pada mesin sistem Turbin Gas dengan spesifikasi GT 2.1. PLTG unit 2.1 mulai dioperasikan dalam siklus terbuka dengan sekarang dengan siklus kombinasi. Karena mesin ini dianggap mesin yang sangat penting dijalankan apalagi banyak pengguna mesin ini yang

Studi Pendahuluan

Pemecahan Masalah dan Tujuan Pemecahan Masalah

Studi Pustaka Studi Orientasi

Pengumpulan Data 1. Data Primer (Observasi Langsung)

- Proses produksi - Struktur Organisasi - Jumlah tenaga kerja

- Jam kerja - Mesin dan peralatan 2. Data Sekunder (Dokumen Perusahaan)

- Data waktu kerusakan mesin - Data waktu pemeliharaan mesin

Pengolahan Data Penerapan pengukuran tingkat efektifitas dan efisisensi

Analisa pemecahan masalah 1. Analisa FMEA

2. Analisa OEE 3. Analisa Six Big Losses 4.Usulan Penyelesaian masalah


(10)

mengkombinasikan dengan sistem turbin uap sehingga efisiensi panas keluaran turbin gas besar digunakan tidak keluar secara sia-sia.

Penerapan TPM pada mesin ini untuk meminimalisir enam kerugian besar yang terjadi pada turbin gas, sehingga keefektivitas mesin ini terjadi secara maksimal dan pengukuran dilakukan dengan indikator ukur OEE yang diharapkan dapat meningkatkan peroduktivitas serta efisiensi kerja mesin Turbin Gas.

Sebelum dilakukannya Pengukuran dengan menggunakan OEE, terlebih dahulu mengambil nilai dari fenomena kegagalan yang dihadapi suatu sistem untuk merengking kegagalan proses yang potensial data dapat dilakukan pada Turbin Gas ini dibutuhkan dari data yang bersumber dari data produksi. Adapun data yang digunakan dari bulan Januari 2015 – Desember 2015.

a. Data waktu planned downtime Turbin Gas GT 2.1 b. Data waktu downtime Turbin Gas GT 2.1

c. Data waktu setup Turbin Gas GT 2.1 d. Data waktu produksi Turbin Gas GT 2.1

e. Data lainnya yang mendukung dalam pemecahan masalah, seperti tabel Desain analisa efek ragam kegagalan. Pengambilan data dilakukan dengan mewawancarai orang yang bergerak dibidang rencana dan pemeliharaan. Berikut adalah tabel Desain Analisa Efek Ragam Kegagalan Turbin Gas G.T 21 :


(11)

Tabel 3.3. Desain Analisa Efek Ragam Kegagalan

No Komponen Fungsi Peluang kegagalan

Penyebab potensi

kegagalan S O D R P N Rekomendasi Analisa Kegagalan Part Count Approuch Jenis Conditioning Monitoring Alat Conditioning Monitoring Tipe Maintenance 1 Lube oil sistem Memberikan pelumasan juga sebagai pendingin bearing-bearing seperti bearing turbin,kompresor dan generator Gagal melumasi

• Kerusakan pada pump

• Ketinggian minyak berkurang

• Terjadi kurusakan pada sistem pendingin

8 5 1 40

Melakukan perbaikan

Lanjut beroperasi

Sinyal/alarm • Sensor temperature

• Sensor pressure

• Sensor level

Preventive maintenance 2 Filter inlet kompresor Sebagai penyaring udara yang masuk kedalam sistem turbin Filter tidak dapat melakukan penyaringan secara maksimal

Udara luar yang terlalu banyak mengandung

partikel-pertikel

5 7 1 35 Melakukan penggantian Berhenti beroperasi Sinyal/alarm • Sensor pressure • Sensor temperatur Preventive maintenance 3 Combustion chamber Tempat terjadinya proses pembakaran Penurunan temperature karena terjadi gagal pembakaran

• Terjadi kegagalan pada katub bahan bakar

• Terjadi kegagalan tekanan pada bahan bakar

• Tercampur nya bahan bakar

5 5 1 25

Pemeliharaan rutin dan perbaikan sistem regulator Berhenti beroperasi

Sinyal/alarm Sensor temperatur Preventive maintenance 4 Kompresor Untuk meningkatkan temperature dan tekanan udara Penurunan tekanan yang disebabkan udara masuk ke kompresor mengalami hambatan

Filter kotor 5 5 1 25

Penggantian pada filter inlet Berhenti beroperasi Sinyal/alarm Sensor tekanan Preventive maintenance 5 Variabel inlet guide fan Mengatur jumlah volume udara yang akan dibakar sesuai kebutuhan Terjadi kegagalan pada sistem buka tutup Kerusakan pada sisitem motor

penggerak 5 5 1 25 Melakukan

pergantian

Lanjut beroperasi

Sinyal/alarm Sensor temperatur Preventif maintenance 6 Blow off valve Mengurangi udara yang masuk kedalam kompresor utama atau membuang sebahagian udara dari tingkat tertentu untuk menghindari terjadinya stall Tidak dapat bekerja buka tutup dengan baik

Tidak dapat menutup dan membuka dengan

baik 8 2 1 16 Penyetelan

ulang

Berhenti beroperasi

Sinyal/alarm Sensor pressure Preventive maintenance 7 Hydraulic rotor bearing

Bekerja pada saat unit stand by dan

shutdown

Tidak dapat mengangkat


(12)

rendah perbaikan beroerasi pressure maintenance 8 Power oil sistem Untuk mensuplai minyak pelumas Power gagal beroperasi • Gangguan jaringan

• Kerusakan pada swith sistem

8 2 1 16 Melakukan perbaikan

Lanjut beroperasi

Sinyal/alarm • Voltmeter

• Ampere meter Preventive maintenance 9 Jacking oil sistem Untuk mensuplai minyak kejurnal

bearing Tekanan

berkurang

Terjadi kerusakan pada pump

8 2 1 16 Melakukan perbaikan

Lanjut beroperasi

Sinyal/alarm Sensor pressure Preventive maintenance 10 Jurnal bearing Untuk menahan beban berat dari

seluruh komponen turbin gas Terjadi getaran yang diikuti oleh kenaikan temperatur

• Gagal pada sistem pelumas

• Usia pakai 8 2 1 16 Melakukan

perbaikan/pen ggantian Berhenti beroperasi Sinyal/alarm • Sensor vibrasi • Sensor temperatur Planned maintenance 11 Thrust bearing Untuk menahan beban aksial yang muncul pada komponen-komponen turbin

gas akibat gaya dorong Terjadi getaran yang diikuti oleh kenaikan temperatur

• Gagal pada sistem pelumas

• Usia pakai 8 2 1 16

Melakukan perbaikan/pen

ggantian Berhenti beroperasi Sinyal/alarm • Sensor vibrasi • Sensor temperatur Planned maintenance 12 Labyrinth seal Untuk mencegah udara bertekanan didalam sisitem turbin gas bocor keluar atmosfir melalui sela-sela antara stator dan

rotor

Terjadi kebocoran

Karena adanya gesekan

8 2 1 16 Melakukan pengantian Berhenti beroperasi Sinyal/alarm • Sensor temeratur • Sensor pressure Palnned maintenance 13 Generator Sebagai enghasil daya dari putaran yang dihasilkan turbin • Kerusakan pada pengguat medan magnet • Terjadi tegangan balik

• Kerusakan pada sistem penyearah

arus

• Terjadi kerusakan pada penguat arus

8 2 1 16 Melakukan perbaikan Berhenti beroperasi Sinyal/alarm • Relay protection • Sensor vibrasi • Voltmeter • Ampere meter Preventive maintenance 14 Exhaust fan oil vapour Membuang gas-gas yang tidak terpakai yang terbawa oleh minyak pelumas setelah melumasi bearing-bearing turbin, kompresor, generator Terjadi kegagalan pada sistem sirkulasi Kerusakan pada motor penggerak

7 2 1 14 Melakukan perbaikan

Lanjut beroperasi

Sinyal/alarm Sensor temperatur Preventive maintenance 15 Turbin gas Utuk mengubah energi kimia menjadi energy mekanis Sudu-sudu pada turbin mengalami keretakan ataupun fatigue

• Masuknya partikel-partikel kecil kedalam sistem

• Usia pakai

8 1 1 8 Melakukan perbaikan Berhenti beroperasi Sinyal/alarm • Sensor vibrasi • Sensor temperatur Planned maintenance


(13)

3.8.1. Data Waktu Planned Downtime / Pemeliharaan GT 2.1

Planned downtme merupakan waktu yang telah ditetapkan untuk melakukan pemeliharaan dan kegiatan menejemen yang lain seperti pertemuan. Pemeliharaan terjadwal dilakukan oleh pihak perusahaan untuk menjaga agar mesin tidak rusak pada saat proses produksi berlangsung. Pemeliharaan ini dilakukan secara rutin dan terjadwal yang dibuat oleh bagian maintenance. Data yang diperoleh terdapat pada perusahaan, yaitu Preventive, Predictive dan pemeliharaan lainnya. Data waktu pemeliharaan dapat dilihat pada tabel 3.4.

Tabel 3.4. Data Pemeliharaan GT 2.1 Priode Januari – Desember 2015

Sumber : PT. PLN (Persero) sektor Belawan

3.8.2. Data Waktu Downtime GT 2.1

Dalam hal ini adalah waktu yang seharusnya digunakan untuk melakukan proses produksi akan tetapi dikarenakan akan adanya kerusakn pada mesin mengakibatkan mesin tidak dapat melakukan proses produksi sebagaimana mestinya.

Kerusakan atau Breakdown pada mesin yang terjadi secara tiba-tiba. Downtime merupakn kerugian yang dapat terlihat karna terjadi kerusakan


(14)

mengakibatkan tidak adanya output yang dihasilkan disebabkan mesin tidak berproduksi. Data ini merupakan pemeliharaan corrective, yaitu pergantian komponen yang telah rusak. Berikut data waktu downtime GT 2.1 dapat dilihat pada tabel 3.5.

Tabel 3.5 Data Waktu Terjadi Kerusakan (breakdown) GT 2.1

Sumber : PT. PLN (Persero) sektor Belawan

3.8.3. Data Waktu Setup Mesin GT 2.1

Waktu setup adalah waktu dimana mesin Turbin Gas melakukan penyesuaian sehingga menghasilkan energi. Waktu yang diperlukan untuk melaksanakan setup pada Turbin Gas mulai dari waktu berhenti sampai proses produksi adalah 15 menit. Adapun data setup Turbin Gas GT 2.1 dapat dilihat dari tabel.


(15)

Tabel 3.6 Data Waktu Setup GT 2.1

Sumber : PT. PLN (Persero) sektor Belawan

3.8.4. Data Produksi Mesin GT 2.1

Data produksi PLTG GT 2.1 pada priode Januari 2015 – Desember 2015 adalah :

a. Total available time, adalah waktu total turbin gas yang tersedia untuk melakukan proses produksi dalam satuan jam.

b. Total product processed, adalah energi berat total produk yang diperoses Turbin Gas dalam satuan ton.

c. Total good product, adalah energi berat total produk yang baik sesuai dengan spesifikasi produk yang telah ditentukan dalam satuan ton.

d. Total actual hours, adalah total waktu aktual proses operasi pada Turbin Gas.

e. Total reject energy, adalah jumlah total produ energi yang ditolah karena cacat pada produksi, spesifikasi dalam satuan Kwh.

f. Total scrap, jumlah energi yang digunakan Turbin Gas unutk melakukan siklus kembali.


(16)

Tabel 3.7 Data Produksi GT 2.1


(17)

BAB IV

PENGOLAHAN DATA DAN ANALISA

4.1. Data Analisa Efek Ragam Kegagalan Aktual

Ada beberapa alasan mengapa kita perlu menggunakan FMEA diantaranya lebih baik mencegah terjadinya kegagalan dari pada memperbaikan kegagalan, meningkatkan peluang kita untuk dapat mendeteksi terjadinya suatu kegagalan, mengidentifikasi penyebeb kegagalan terbesar , menguramgi peluang terjadinya kegagalan dan membangun kualitas dari produk dan proses.

Pengolahan data terkait dengan gangguan, deteksi, dan penaganan. adapun tabel analisa efek ragam kegagalan secara actual dapat dilihat pada tabel 4.1.

Dari hasil analisa efek ragam kegagalan secara actual dapat dilihat dan disimpulkan bahwa secara actual kegagalan yang paling tinggi tingkat terjadi pada Turbin Gas GT 2.1 selama priode Januari 2015 – Desember 2015 berada pada komponen Chombustion Chamber

4.2. Safety, Health dan Environment

Pada penelitian ini tidak dilakukan pengamatan terhadap lingkungan maupun kesehatan dan keselamatan kerja. Penelitian ini lebih difokuskan terhadap pemilihan strategi perawatan untuk menangani kegagalan agar dapat meningkatkan efektivitas dan mengurangi nilai RPN.

4.3. Pengolahan Data

Setelah data terkumpul kemudian akan dilakukan pengolahan data dari data yang telah terkumpul dengan rumus Total Productive Maintenance yang telah ditetapkan dalam landasan teori. Nilai Word Class ideal OEE dapat dilihat dari tabel dibawah ini [Nakajima. 1988] :


(18)

Tabel 4.1. Analisa Efek Ragam Kegagalan Secara Aktual

N

o

Komponen

Fungsi

Peluang

kegagalan

Penyebab

potensi

kegagalan

S O D RPN Rekomendasi

Analisa

kegagalan

part count

approach

Jenis

conditioning

monitoring

Alat

conditioning

monitoring

Tipe

maintenance

Siapa?

1 Combustion chamber Tempat terjadinya proses pembakaran Tekanan pompa injeksi rendah Terjadinya penyumbatan pada valve injection

5 7 1 56 Melakukan pembersihan

Berhenti

beroperasi Sinyal/alarm Sensor tekanan

Corrective maintenance

Sub maintenance

2 Valve injection valve Katub pengatur pompa injeksi Temperatur tinggi pada lubang keluar turbin Gangguan pada

burner gas 8 2 1 16

Melakukan perbaikan

Berhenti

beroperasi Sinyal/alarm

Sensor temperature Corrective maintenance Sub maintenance

3 Generator

Sebagai penghasil daya dari putaran

yang dihasilkan turbin Kerusakan pada trafo Terjadi hubungan singkat

8 2 1 16 Melakukan perbaikan

Berhenti

beroperasi Sinyal/alarm Voltmeter

Corrective maintenance Sub maintenance 4 Katub control gas bahan bakar

Katub buka tutup bahan bakar gas

Gagal mix operasi ke bahan bakar

minyak

Terjadi

kebocoran 8 2 1 16

Melakukan pergantian part katub Berhenti beroperasi Pengecekan

secara visual -

Corrective maintenance

Sub maintenance

5 Stasiun gas

Tempat penyimpanan bahan bakar gas

Kelebihan tekanan pada pipa distribusi Gangguan pada inlet valve prefilter

8 2 1 16

Melakukan pergantian part

katub

Berhenti

beroperasi Sinyal/alarm Sensor tekanan

Corrective maintenance

Sub maintenance

6 Pipa bahan bakar Mendistribusikan bahan bakar Penurunan tekanan dan kecepatan Terjadi kebocoran pada sambungan pipa bahan bakar

8 2 1 16 Melakukan pergantian seal Berhenti beroperasi Sinyal/alarm dan visual -Flowmeter -Sensor tekanan Corrective maintenance Sub maintenance


(19)

Tabel 4.2 World Class of OEE

OEE dan Fungsinya Nilai

Availability 90%

Performance

Efficiency 95%

Rate Of Quality 99%

OEE 85%

Sumber: www.oee.com/world-class-oee.html

Untuk mempermudah perhitungan maka diambil sampel perhitungan setiap variable yaitu data pada bulan Mei.

4.3.1. Perhitungan Availability (AV)

Availability merupakan ratio operation time terhadap loading time nya.

Loading time = Total Available time – Planned Downtime

Operation Time Downtime = Loading Time – Downtime

Downtime = Breakdown + Setup

Nilai availability Turbin Gas GT 2.1 pada bulan Mei 2015 dapat dihitung dengan persamaan (2,2) sebagai berikut:

Loading time = 744 – 182,72 = 561,28

Downtime = 3,92

Operation Time = 561,28 – 3,92 = 557,38


(20)

Selanjutnya untuk perhitungan availability yang sama tiap – tiap priode dapat dilihat pada tabel :

Tabel 4.3 Availability GT 2.1

4.3.2. Perhitungan Performance Efficiency

Performance efficiency merupakan suatu rasio yang menggambarkan

kemampuan dari peralatan dalam menghasilkan barang. Tiga faktor penting yang dibutuhkan untuk menghitung performance efficiency adalah:

4.1. Ideal cycle time

4.2. Processed amount

4.3. Operation Time

Ideal cycle time adalah siklus waktu proses yang diharapkan dapat dicapai

dalam keadaan optimal. Pada hal ini dalam turbin gas merupakan siklus waktu proses yang dapat dicapai mesin dalam proses produksi dalam keadaan optimal. Waktu optimal mesin turbin gas dalam menghasilkan daya adalah 1 Jam dengan daya 130 MW. Dapat dirumuskan ideal cycle time turbin gas = 1 Jam / 130,000 KWh = 7,6923 x 10-6 jam/KWh.


(21)

Nilai Performance Efficiency Turbin Gas GT 2.1 pada bulan Mei 2015 dapat dihitung dengan persamaan (2,4) sebagai berikut:

Selanjutnya untuk perhitungan availability yang sama tiap – tiap priode dapat dilihat pada tabel :

Tabel 4.4 Performance Efficiency GT 2.1

4.3.3. Perhitungan Rate Of Quality Product (RQP)

Rate of quality product adalah rasio jumlah produk yang baik terhadap

jumlah total produk yang diproses. Jadi, rasio kualitas produk adalah hasil perhitungan dengan menggunakan dua faktor berikut:

Performance Efficiency =


(22)

1. Processed amount (Jumlah produk yang diproses) 2. Defect amount (jumlah produk yang rusak)

Rate of quality products dapat dihitung dengan persamaan (2,5) sebagai berikut :

Selanjutnya untuk perhitungan Rate of quality product yang sama tiap – tiap priode dapat dilihat pada tabel :

Tabel 4.5. Rate Of Quality Production Turbin Gas RQP =


(23)

4.3.4. Perhitungan Overall Equipment Effectiveness (OEE)

Pengukuran OEE adalah perkalian nilai availability, performance, dan rate

of quality product.

Maka nilai OEE untuk mesin Turbin Gas dapat dihitung dengan persamaan (2,1) sebagai berikut:

OEE = 99,30% x 76,50% x 99,65%

= 75,80 %

Selanjutnya untuk perhitungan Overall Equipment Effectiveness yang sama tiap – tiap priode dapat dilihat pada tabel :

Tabel 4.6. OEE Turbin Gas GT 2.1

4.4. Perhitungan Six Big Losess

Setelah diperoleh nilai OEE untuk Turbin Gas, maka tahapan selanjutnya adalah melakukan perhitungan terhadap besarnya masing-masing faktor yang terdapat dalam six big losses untuk mendapatkan faktor terbesar yang


(24)

yang diantaranya : Downtime Losess (Equipment failure dan setup and

adjustment), speed losess (idling and minor stoppages loss dan reduce speed), defect losses (rework loss dan yield/scraf loss) yang akan dijelaskan di bawah ini :

4.4.1. Downtime Losess

Downtime adalah waktu yang seharusnya digunakan untuk melakukan

proses produksi akan tetapi karena adanya gangguan mesin maka mengakibatkan mesin tidak dapat melaksanakan proses produksi sebagaimana mestinya. Gangguan pada mesin (equipment failures) dan setup and ajusment time dikategorikan dalam downtime losses.

4.4.1.1. Equipment Failure/Breakdowns (EF)

Equipment failure ataupun breakdown adalah kegagalan mesin melakukan

proses produksi ataupun kerusakan yang terjadi secara tiba-tiba serta yang tidak diharapkan terjadi sehingga menyebabkan kerugian yang terlihat jelas, yaitu tidak menghasilkan output. Untuk mengetahui besarnya persentase downtime yang diakibatkan factor breakdown sekaligus menunjukkan besarnya pengaruh faktor tersebut terhadap efektivitas yang hilang

Maka breakdown loss untuk mesin Turbin Gas dapat dihitung dengan persamaan (2,6) sebagai berikut:

Breakdown losses =

= 0.165%

Selanjutnya untuk perhitungan Breakdown Losess yang sama tiap – tiap priode dapat dilihat pada tabel :


(25)

Tabel 4.7 Breakdown Losess Turbin Gas GT 2.1

4.4.1.2. Setup and Ajustment Loss

Karena adanya pemeliharaan serta kerusakan-kerusakan yang pemeliharaan serta kerusakan-kerusakan maupun trip mesin Turbin Gas yang sehingga mesin harus diberhentikan dahulu. Saat mesin dioperasikan kembali mesin, mesin akan melakukan penyesuaian-penyesuaian terhadap fungsi mesin tersebut dan proses tersebut disebut Setup and Adjustment mesin. Di dalam perhitungan setup and Adjustment mempergunakan data waktu setup mesin yang dibagikan dengan waktu loading time dari mesin Turbin Gas.

Untuk mengetahui besarnya persentase downtime yang diakibatkan oleh faktor setup and adjustment dan juga menunjukkan besarnya pengaruh faktor tersebut terhadap efektivitas mesin yang hilang.

Setup and Adjustment losses untuk mesin Turbin Gas dapat dihitung

dengan persamaan (2,7) sebagai berikut:

Setup and Adjustment losses =


(26)

Selanjutnya untuk perhitungan Setup and Adjustment losses yang sama tiap – tiap priode dapat dilihat pada tabel :

Tabel 4.8. Setup and Adjustment losses Turbin Gas GT 2.1

4.4.2. Speed Loss

Speed losses pada suatu mesin yaitu tidak beroperasinya mesin sesuai

dengan kecepatan produksi maksimum yang sesuai dengan kecepatan mesin yang dirancang. Faktor yang mempengaruhi speed losses adalah idling and minor

stoppage dan reduced speed.

4.4.2.1.Idling And Minor Stoppages Loss (IMS)

Idling and minor stoppage terjadi jika mesin berhenti secara

berulang-ulang atau mesin beroperasi tanpa menghasilkan produk yang dinyatakan sebagai

nonproductive time. Saat Idling and Minor Stoppages sering terjadi maka akan

dapat mengurangi keefektivitas mesin.

Idling and Minor Stoppages Losses untuk mesin Turbin Gas dapat


(27)

Non Productive Time = 0.92 + 3.00 + 72.00 + 182.75

557.33

Idling and Minor Stoppages Losses =

= 0,083%

Selanjutnya untuk perhitungan Idling and Minor Stoppages Losses yang sama tiap – tiap priode dapat dilihat pada tabel :

Tabel 4.9. Idling and Minor Stoppages Losses Turbin Gas GT 2.1

4.4.2.2. Reduce Speed

Reduced speed adalah selisih antara waktu kecepatan produksi aktual

dengan kecepatan produksi mesin yang ideal.

Idling and Minor Stoppages Losses untuk mesin Turbin Gas dapat

dihitung dengan persamaan (2,9) sebagai berikut:

Reduced Speed Losses =


(28)

Selanjutnya untuk perhitungan Reduced speed yang sama tiap – tiap priode dapat dilihat pada tabel :

Tabel 4.10. Reduced speed Turbin Gas GT 2.1

4.4.3. Defect Losess

Defect losses adalah kondisi dimana mesin tidak menghasilkan produk

yang sesuai dengan spesifikasi dan standar kualitas produk yang telah ditentukan. Faktor yang dikategorikan defect loss adalah yield/scrap loss dan rework loss.

4.4.3.1. Yield / srap Loss

Yield/scrap loss merupakan kerugian yang timbul selama proses produksi

belum mencapai keadaan produksi yang stabil pada saat proses produksi mulai dilakukan sampai sampai tercapainya keadaan proses yang stabil, sehingga produk yangdihasilkan pada awal proses sampai keadaan proses stabil dicapai tidak memenuhi spesifikasi kualitas yang diharapkan.


(29)

Yield / Scrap Loss untuk mesin Turbin Gas dapat dihitung dengan

persamaan (2,11) sebagai berikut:

Yield / Scrap Loss =

= 0,22 %

Selanjutnya untuk perhitungan Yield / Scrap Loss yang sama tiap – tiap priode dapat dilihat pada tabel :

Tabel 4.11. Yield / Scrap Loss Turbin Gas GT 2.1

4.4.3.2. Rework Loss

Rework loss adalah produk yang tidak memenuhi spesifikasi standar

kualitas yang telah ditentukan walaupun masih dapat diperbaiki ataupun dikerjakan ulang.

Rework Loss untuk mesin Turbin Gas dapat dihitung dengan persamaan


(30)

Rework Loss =

= 0 %

Selanjutnya untuk perhitungan Rework Loss yang sama tiap – tiap priode dapat dilihat pada tabel :

Tabel 4.12. Rework Loss Turbin Gas GT 2.1

4.5. Analisa Perhitungan

Menganalisa hasil perhitungan dari OEE dan six big losses, yang akan disajikan dalam bentuk tabel dan diagram seperti di bawah ini.

4.5.1. Analisa Perhitungan Overall Equipment Effectiveness (OEE)

Analisa perhitungan Overall Equipment Effectiveness (OEE) dilakukan dengan tujuan melihat tingkat keefektifan penggunaan mesin Turbin Gas pada periode Januari 2015 – Desember 2015. Pengukuran OEE Turbin Gas ini


(31)

berdasarkan factor waktu, kecepatan serta kualitas pada saat pengoperasian mesin Turbin Gas. Adapun persentase yang dicapai dapat dilihat dari tabel 4.13. dan diagram pada Gambar 4.2. berikut:

Tabel 4.13. Persentase OEE Setiap Priode


(32)

4.5.2. Perhitungan Six Big Losess

Untuk melihat lebih jelas pengaruh six big losses terhadap efektivitas mesin Turbin Gas, maka akan dilakukan perhitungan persentase dari time loss untuk masing-masing faktor dalam six big losses tersebut seperti yang terlihat pada tabel 4.14.

Tabel 4.14. Persentase Faktor Six Big Losess Turbin Gas GT 2.1

4.5.3. Penyelesaian Masalah

4.5.3.1. Penyelesaian Masalah Six Big Losses

Dalam upaya meningkatkan produktivitas dan efektivitas produksi Mesin Turbin Gas GT 2.1 maka perlu melihat nilai OEE. Dari hasil analisa penelitian diagram sebab akibat faktor Idling minor Stoppages losses dan Reduce speed loss yang mempengaruhi nilai OEE dari Mesin Diesel. Adapun saran penyelesaian yang dapat dilakukakan antara lain :


(33)

Tabel 4.15. Penyelesaian Masalah No Faktor-faktor Penyelesaian Masalah 1 Manusia

฀ Kur ang r esponsif

Melakukan pengawasan yang lebih baik lagi ketika melakukan proses operasi, manager unit perlu melakukan pengecekan kerja lapangan. 2 Mesin

฀ Gangguan tiba-tiba

Perlu adanya pergantian komponen yang tidak layak pakai lagi, atau yang telah tua.

3 Metode

฀ Pem elihar aan yang

tidak tepat waktu.

Perlu adanya penjadwalan maintenance sehingga perawatan pada mesin teratur dan mesin dapat beroperasi dengan baik.

4 Lingkungan

฀ T emper atur udar a

yang berubahubah

Lebih menjaga kebersihan Lingkungan mesin selain operator sehat, mesin juga tidak sering mengalami gangguan.

4.5.3.2. Penerapan Total Productive Maintenance

Total Productive Maintenance juga termasuk kegiatan pemeliharaan

mandiri (autonomous maintenance), kunci keberhasilannya adalah pemeliharaan mandiri tersebut, karena melibatkan seluruh staf pekerja yang mulai dari operator sampai kepada pemimpin perusahaan. Dengan kata lain adanya kegiatan autonomous maintenance ini maka seluruh operator akan terlibat dalam melakukan pemeliharaan dan perawatan mesin serta peralatan yang digunakan, dan para pemimpin juga ikut ambil bagian dalam melakukan pemeliharaan dan perawatan mesin tersebut.

Adapun sistem pelaksanaan kegiatan pemeliharan yang diterapkan oleh PT. PLN (Persero) Secanang - Belawan adalah pemeliharaan yang kurang terencana yang dapat dilihat dari Bab IV, kurang memiliki jadwal pemeliharaan.


(34)

Oleh sebab itu, mesin sering mengalami perhentian, trip-trip yang mungkin terkam maupun terekam.

Hal yang mempengaruhi nilai efektivitas mesin adalah kemampuan operator dalam mengawasi operasi serta memelihara mesin dengan baik. Untuk itu perlu adanya pendidikan yang dapat mengubah pola pikir dari operator supaya tidak hanya menggunakan mesin namun bisa juga memelihara mesin. Agar hal tersebut dapat tercapai maka diperlukan usaha dan waktu untuk dapat melatih operator memahami dan memperlakukan autonomous maintenance. Pemeliharaan mandiri (autonomous maintenance) yang dapat dilakukan operator antara lain :

a. Memantau kerja mesin, apakah beroperasi dengan baik dengan mencacat fenomena yang terjadi pada mesin.

b. Membersihkan Mesin Diesel dari kotoran-kotoran yang melekat, dari pelumas yang menempel dan dari dari debu kotoran.

c. Memeriksa pelumasan, jika perlu lakukan pergantian dan melakukan pengencangan terhadap mur yang longgar.

d. Mengganti komponen - komponen yang rusak.

e. Melakukan pemeliharaan mandiri dengan menggunakan check sheet.

f. Tetap melakukan pemeriksaan yang sesuai dengan intruksi standar pemeriksaan yang telah diterapkan perusahaan.


(35)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. KESIMPULAN

1. Berdasarkan hasil dari perhitungan nilai OEE di Turbin Gas GT.21 bulan Januari 2015 – Desember 2015 diperoleh nilai :

Availability = 99,86% kondisi ini dianggap sempurna sebesar 100%

Performance efesiensi = 84,53% kondisi ini dianggap kelas dunia sebesar

85%

Quality of rate = 99,67% kondisi ini dianggap sempurna sebesar 100%

Dan nilai hasil OEE = 84,15% kondisi ini dianggap kelas dunia skor yang cocok untuk dijadikan goal jangka panjang.

2. Penyebab OEE rendah disebabkan oleh Performance Efisiensi yang rendah, yang menyebabkan nilai Performance Efisiensi rendah karana dipengaruhi Reduce Speed Losess dan Idling and Minor Stoppages loss. 3. Hasil dari masing-masing faktor Six Big Losses dari total 1704,2 jam

downtime yang dominan selama periode Januari 2015 – Desember 2015

pada Turbin Gas GT 2.1 di PT. PLN Secanang – Belawan adalah :

Idling/minor stoppages losses sebesar 346,14 jam dengan

presentasi 20,31%

Yield scrap losses sebesar 22,95 jam dengan presentasi 1,35%

Reduce speed losses sebesar 1324,44 jam dengan presentasi

77,72%

Breakdown losses sebesar 6,63 jam dengan presentasi 0,39%

Setup & adjustment losses sebesar 4,04 jam dengan presentasi

0,24%

Rework losses sebesar 0 jam dengan presentasi 0.00%

Nilai reduce speed losses sebesar 77,72% hal ini menunjukkan bahwa kerugian yang diakibatkan karena penurunan kecepatan produksi. Dan


(36)

yang harus dilakukan adalah melakukan perawatan mesin secara lebih terencana dengan menggunakan Total Productive Maintenance.

5.2. SARAN

Dari penelitian ini dapat diberikan saran sebagai berikut:

1) Perusahaan lebih memperhatikan kondisi, pola, langkah-langkah perawatan mesin secara lebih terencana untuk mengurangi reduce

speed losses.

2) Usulan pada penggantian komponen yang rusak sebaiknya menggunakan komponen yang asli guna memperpanjang umur

lifetime komponen mesin Turbin Gas GT 2.1.

3) Perusahaan lebih memperhatikan peranan aktif seluruh karyawan dalam meningkatkan efisiensi dan produktivitas perusahaan.


(37)

BAB II

LANDASAN TEORI

2.1. Pembangkit Listrik Tenaga Gas

Didalam bagian ini menjelaskan bahwa Pembangkit Listrik Tenaga Gas (PLTG) merupakan pembangkit listrik yang memanfaatkan udara sebagai fluida kerja yang telah ditekan sehingga menjadi tekanan tinggi dibakar sehingga dapat mengerakkan pesawat penggerak yaitu turbin.

Turbin gas merupakan suatu penggerak mula yang memanfaatkan gas sebagai fluida kerja. Didalam turbin gas energi kinetik dikonvensional menjadi energi mekanik merupakan putaran yang menggerakkan roda turbin sehingga menghasilkan daya. Bagian turbin yang berputar disebut rotor atau roda turbin dan bagian turbin yang diam disebut stator atau rumah turbin. Rotor memutar poros daya yang menggerakkan beban (generator listrik, pompa, kompresor atau yang lain). Turbin gas merupakan salah satu komponen dari salah satu turbin gas. Sistem turbin gas yang paling sederhana terdiri dari tiga komponen yaitu kompresor, ruang bakar, dan turbin gas.(Wikipedia). Perancangan turbin gas dibuat dengan prinsip kerja yang sederhan dimana energi pana yang dihasilkan dari proses pembakaran bahan bakar diubah menjadi energi mekanis dan selanjutnya diubah menjadi energi listrik atau energi lainnya sesuai dengan kebutuhan.


(38)

Gambar 2.1 Komponen Sederhana PLTG 2.1.1. Prinsip Kerja PLTG

Pada awalnya udar dimasukkan kedalam kompresor untuk ditekan hingga tekanan dan temperature nanik. Proses ini disbut dengan proses kompresi. Udara yang dihasilkan dari kompresorakan digunakan sebagai udara pembakaran dan juga untuk mendinginkan bagian-bagian turbin gas [Najuilah, Ahmad dkk. 2010] Untuk prinsip kerja PLTG itu sendiri diawali oleh udara yang masuk kedalam kompresor melalui Inle. Kompresor berfungsi utuk menghisap dan menaikkan tekanan udara tersebut, akibatnya temperatur udara juga meningkat. Kemudian udara yang telah dikompresi ini masuk kedalam ruang bakar,kemudian bahan makan diinjeksikan bercampur dengan udara tadi dan menyebabkan proses pembakaran.

Proses pembakaran tersebut berlangsung dengan tekan konstan. Gas hasil dari pembakaran itu dialirkan keturbin gas melalui nozzel yang berfungsi untuk mengarahkan aliran tersebut ke sudu-sudu turbin [Schenectady. 1987]. Dan daya yang dihasilkan turbin tersebut dipergunakan untuk memutar kompresornya sendiri dan memutar beban lainnya seperti generator listrik, dll. Sehingga yang terakhir dari proses ini ialah gas tersebut akan dibuang melalui saluran buang

(exhaust).Berikut ini akan disampaikan bentuk umum proses yang terjadi pada


(39)

a. Pemanpatan (compression) udara dihisap dan dimanpatkan.

b. Pembakaran (conbustion) bahan bakar dicampurkan kedalam ruang bakar dengan udara kemudian dibakar.

c. Pamuaian (expansion) gas hasil pembakaran memuai dan mengalir keluar melalui nozel.

d. Pembuangan gas (exhaust) gas dari hasil pembaharan dikeluarka lewat saluran pembuangan.

Dikenyataannya, tidak ada proses yang selalu ideal tetapi akan terjadi kerugian – kerugian dimana akan menyebabkan turunnya daya yang dihasilkan. Sebab – sebab terjadinya kerugian tersebut :

a. Adanya gesekan fluida yang menyebabkan terjadinya kerugian tekanan (pressure Losses) diruang bakar.

b. Adanya kerja yang berlebih waktu proses kompresi yang menyebabkan terjadinya gesekan antara bantalan turbin dan angin.

c. Berubahnya nilai cp dari fluida kerja akibat terjadinya perubahan temperatur dan perubahan komposisi kimia dari fluida kerja.

d. Adanya mechanical loss, dll.

Dalam hal guna memperkecil kerugian yang akan terjadi dapat dilakukan perawatan dengan teratur.

2.1.2. Siklus PLTG

PLTG ini sendiri menggunakan siklus Brayton. Siklus ini merupakan siklus daya termodinamika ideal untuk turbin gas, sehingga saat ini siklus ini yang sangat pouler digunakan oleh para pembuat mesin urbin atau manufaktur dalam analisa untuk up-grading performance. Siklus brayton ini terdiri dari proses kompresi isentropik yang diakhri dari proses pelepasan panas pada tekanan konstan [Maherwan P. Boyce. 2002].


(40)

Gambar 2.2. Siklus Brayton

• Proses 1 2 (kompresi isentropik)

Kerja yang dibutuhkan oleh kompresor : Wc = ma (h2 – h1)

• Proses 2 3 pemasukan tekanan konstan pada tekanan konstan. Jumlah kalor yang dihasilkan : Qa = (ma + mf) (h3 – h2)

• Proses 3 4, ekspansi isentropik didalam turbin Daya yang dibutuhkan turbin : WT = (ma + mf) (h3 – h4)

• Proses 4 4, pembuangan panas pada tekanan konstan keudara. Jumlah kalor yang dilepas : QR = (ma + mf) (h4 – h1)


(41)

2.1.3. Operasi PLTG

Dari segi operasi mesin turbin gas tergolong unit yang masa start nya pendek, yaitu antara 15 – 30 menit, dan kebanyakan dapat di Start tanpa pasokan daya dari luar, yaitu menggunakan mesin diesel sebagai motor Start. Dari segi pemeliharaan, unit PLTG mempunyai selang waktu pemeliharaan yang pendek yaitu 4000 – 5000 jam operasi. Semakin sering mesin melakukan Start – Stop, makin pendek selang waktu pemeliharaannya. Walaupun jam operasi belum mencapai 4000 jam, tetapi jika jumlah startnya telah mencapai 300 kali, maka sistem turbin gas tersebut harus mengalami pemeriksaan dan pemeliharaan.

Saat dilakukan pemeriksaan, hal – hal yang perlu mendapat perhatian khusus adalah bagian yang terkena aliran gas hasil pembakaran yang suhunya mencapai 13000C, seperti ruang bakar,saluran gas panas dan sudu – sudu turbin. Bagian ini umumnya mengalami merusakan sehingga perlu diperbaiki atau diganti.

Proses Start – Stop akan mempercepat proses kerusakan, karena proses ini merupakan proses pemuaian dan pengerutan yang tidak kecil. Hal ini disebabkan sewaktu unit dingin suhunya sama dengan suhu ruangan.

Dari segi efisiensi pemakaian bahan bakar unit sistem turbin gas tergolong unit termal yang efisiensinya paling rendah yaitu sekitar antara 15 – 25%. Dalam perkembang penggunaan PLTG di PLN akhir ini digunakan unit turbin gas Aero

Derivative, yaitu turbin gas pesawat terbang yang dimodifikasi menjadi turbin gas

penggerak generator.

2.1.4. Bagian Utama PLTG

Adapun bagian utama dari turbin gas tersebut adalah : a. Turbin Gas

b. Kompresor


(42)

d. Generator

2.1.4.1. Turbin

Energi panas hasil pembakaran diarahkan untuk memutar sudu turbin. Turbin gas merubah suhu panas menjadi energi kinetik. Perubah energi terjadi ketika gas panas melewati sudu diam dan sudu gerak. Melewati sudu diam tekanan gas turun, akan tetapi kecepatan naik. Pada saat mendorong sudu gerak, tekanan dan kecepatan gas turun [Marsudi Djiteng. 2008].

Dari daya total yang dihasilkan kira–kira 60% digunakan untuk memutar kompresor sendiri, dan sisanya digunakan untuk kerja yang dibutuhkan.

Berikut adalah data spesifikasi gas turbin :

Tabel 2.1 Data Spesifikasi Gas Turbin

Data GT 21

Merek Turbin Siemens KWU

Tipe Turbin V94.2

Rate Speed 3000 rpm

Firing Temperature

Blade Stages 4


(43)

Gambar 2.3 Turbin Gas

Komponen-komponen pada turbin section adalah sebagai berikut :

a. Turbin Rotor Case

b. First Stage Nozzel, yang berfungsi untuk mengarahkan gas panas ke first stage turbine wheel.

c. First Stage Turbine Wheel, berfungsi untuk mengkkonversikan energi kinetik dari aliran udara yang berkecepatan tinggi menjadi energi mekanik berupa putaran rotor.

d. Second Stage Nozzel dan Diafragma, berfungsi untuk mengatur aliran gas panas ke second stage turbine wheel, sedangkan diafragma berfungsi untuk memisahkan kedua turbin wheel.

e. Second Stage Turbine, berfungsi untuk memanfaatkan energi kinetik yang masih cukup besar dari First Stage Turbine untuk menghasilkan kecepatan putar rotor yang lebih besar.

Exhaust section adalah bagian akhir turbin gas yang berfungsi sebagai saluran pembuangan gas panas sisa yang keluar dari turbin gas. Exhaust section terdiri dari beberapa bagian utama :


(44)

b. Exhaust Diffuser Assembly.

Exhaust gas keluar dari turbin gas melalui exhaust diffuser pada exhaust frame assembly, lalu mengalir ke exhaust plenum dan kemudian didifusikan dan dibuang ke atmosfir melalui exshaust stack, sebelum dibuang ke atmosfir gas panas diukur terlebih dahulu dengan exhaust thermocouple dimana hasil pengukuran digunakan juga untuk data pengontrolan. Pada exhaust area terdapat 18 buah thermocouple yaitu, 12 buah temp control dan 6 buah untuk temp trip [Maherwan P. Boyce. 2002].

2.1.4.2.KOMPRESOR

Kompresor utama berfungsi menghasilkan udara bertekanan untuk dugunakan sebagai udara pembakaran dan pendingin [Robert F. Hoeft, Schenectady]. Tipe kompresor yang dipakai adalah kompresor aksial bertingkat banyak. Kompresor ini terdiri dari sudu gerak dan diam sehingga kecepatan relative udara Vr2 < Vrl, tetapi kecepatan absolute udara disisi keluar lebih besar dari sisi masuk (V2 > V1) karena pada rotor diberikan kerja. Kecepatan absolute udara keluar sudu diam akan berkurang, dan disini energy kinetic diubah menjadi energy potensial atau tekanan. Akibat dari meningkatnya tekanan pada tiap tingkat dan melewati ruang yang lebih sempit disisi keluar kompresor, maka suhu udara yang keluar kompresor naik mencapai 280-3150C.


(45)

2.1.4.3.RUANG BAKAR (Combustion Chamber)

Adalah ruang tempat terjadinya proses pembakaran. Turbin gas pada umumnya memiliki combustion chamber yang terdiri dari banyak combustion

basket yang dipasang melingkar kompresor discarger. Volume gas panas produksi combustion chamber jumlahnya besar karena proses pembakaran memberikan excess udara yang tinggi. Adapun bentuk dari alat ini dapat dilihat dari gambar

dibawah ini :

Gambar 2.5 Combustion Chamber

2.1.4.4 GENERATOR

Generator merupakan pesawat yang difungsikan untuk menggubah energi kinetis menjadi energy listrik, generator terdiri dari stator dan rotor. Rotor berfungsi sebagai medan magnet putar, sedangkan statot sebagai kumparan tetap.ketika rotor diputar oleh turbun maka medan magnet memotong kumparan stator sehingga timbul tegangan pada ujung terminalnya.


(46)

Tabel 2.2 Data Spesifikasi Generator

Data GT 21

Merek Generator Siemens KWU

Tipe Generator TLRI 108/36

Kapasitas Generator 166 MVA Tegangan Keluaran & Frekuensi 10.5 KV – 50 Hz

Power Factor 0.8

Cooling Sistem Air Close Loop

No. Seri G 4823

Negara Pembuat Jerman

Gambar 2.6 Generator

2.1.5. KOMPONEN BANTU PLTG 2.1.5.1Udara Dalam (Air Inlet)

Air Inlet dari filter house yang berfungsi menyaring udara masuk kompresor.kotoran tidak boleh terbawa masuk kedalam kompresor ataupu turbin karena akan menyebabkan deposit atau erosi, filter house dapat berupa filter


(47)

berputar ataupun filter yang dapat membersihkan sendiri. Pembersihan otomatis bekerja apabila perbedaan tekanan melintas filter mencapai harga set nya. Filter house dihubungkan kesaluran udara masuk kompresor dan inlet silencer.

2.1.5.2 Sistem-Sistem Pada Turbin Gas

PLTG memiliki peralatan bantu yang berupa komponen, juga berupa suau siklus atau sirkuit yang berupa sistem. Sistem tersebut diantaranya terdiri dari :

a. Sistem udara Pendingin Dan Perapat.

Udara pendingin berfungsi untuk mendinginkan sudu-sudu urbin. Material turbin gas akan mngalami stress yang berat karna dilalui oleh gas yang temperaturnya sangat tinggi. Agar mencegah untuk tidak terjadinya overheat, maka bagian turbin yang dilalui oleh gas panas didinginkan dengan udara.

b. Sistem Udara Pengabut.

Bahan bakar gas pada turbin gas umumnya diatomasi dengan udara. Udara atomising ini diambil dari kompresor khusus atau utama. Pada saat start udara pengabut biasanya diambil dari kompresor khusus, dan setelah operasi normal udara pengabut diambil dari kompresor utama.

c. Sistem Bahan Bakar

Bahan bakar yang dipakai untuk PLTGU adalah gas alam atau HSD. Penggunaan bahan bakar gas untuk turbin gas akan lebih menguntungkan disbanding dengan bahan bakar minyak dikarenakan :

1) Lebih bersih 2) Titik nyala rendah

3) Dalam biaya investasi maupun biaya operasi d. Sistem Pelumasan

Sistem pelumasan diperlukan untuk mensuplay minyak pelumas yang bersih dengan tekanan dan suhu tertentu kedalam bantalan tertentu kedalam


(48)

bantalan turbin, bantalan alternator, bantalan kompresor, bantalan load gear, bantalan generator, sistem pengaman, dan lain-lainnya

2.2. PLTG GT 2.1

Turbin gas ini adalah yang menjadi objek penelitian,menggunakan bahan bakar Gas yaitu, liquid natural gas (LNG) juga bias menggunakan high speed diesel (HSD) dengan beban atau energy yang dihasilkan 130 MW.

Tanggal 11 Oktober 1994 dimana mesin ini mulai dioperasikan, pemeliharaan nya diterapkan yaitu preventive maintenance sesaai waktu yang beroperasi. Dibawah ini adalah jadwal pemeliharaan mesin :

Saat pengoprasian mencapai waktu 25.000 jam maka akan dilakukan inspection (MI 1), yang mencakup pengecekan oli, pembersihan mesin, pengecekan mesin, pemeriksaan baut, dean pengecekan yang lain. Pada 50.000 jam akan dilakukan pengecekan yang kedua (MI 2), pada pengoprasian 75.000 jam maka akan dilakukan pengecekan ketiga (MI 3) dan sampai pada 100.000 jam pengoprasian mesin akan di berhentikan untuk overhaul, yaitu penggantian alat alat yang sudah tidak layak pakai ataupun yang mengalami kerusakan.

Berikut adalah data umum Unit GT 21 :

Tabel 2.3 Data Umum Unit GT 21

Data Umum Data Teknik

Jenis Pembangkit Turbin Gas

Daya Terpasang 130 MW

Daya Mampu 140 MW

Fuel Type Natural Gas dan HSD


(49)

Tahun Konstruksi

Jumlah Turbin & Generator @1 Unit

2.3. Alat Ukur Yang Dipakai

Dalam perkembangannya industri sekarang semua pasti menggunakan alat ukur atau yang dikenal juga sebagai alat sensor, baik sensor suhu, sensor tekanan, sensor level, sensor vibrasi, sensor noise dan lainnya. Pengunaan alat sensor tersebut didasari untuk menjaga performansi, dan mendeteksi kerusakan alat secara dini.

Berikut akan dibahas beberapa alat sensor yang dipakai di PT. PLN secanang – Belawan terkhususnya pada unit GT 21

a. Sensor suhu (thermocouple)

Berasal dari kata “Thermo” yang berarti energi panas dan “couple” yang berarti pertemuan duah buah benda. Thermocouple adalah sensor suhu yang banyak digunakan untuk menggubah perbedaan suhu dalam benda menjadi perubahan tegangan listrik. Alat ini dapat mengukur temperature antara -2000C sampai 18000C.

Thermocouple sendiri didefenisikan sebagai jumlah dari energi panas dari sebuah objek atau sistem. Perubahan suhu dapat memberikan pengaruh yang cukup signifikan terhadap proses ataupun material pada tingkatan molekul [Wilson, 2005]

b. Sensor Tekanan (Pressure)

Merupakan alat yang digunakan untuk mengukur tekanan, yaitu dengan cara mengubah tegangan mekanis menjadi tegangan listrik. Pada industri besar alat ukur tekanan dihubungkan dengan sebuah transmitter yang akan mengirimkan nilai tekananberupa sinyal ke sisitem control yang ada.


(50)

c. Sensor Level

Sensor level merupakan sensor yang mendeteksi atau mengukur ketingian/liquid atupun solid. Penggunaan sensor level ini pada sistem turbin gas adalah untuk mendeteksi ketinggian cairan minyak pelumas pada oil tank.

d. Sensor Getaran (vibrasi)

Sensor getaran ini memegang peranan yang cukup penting dalam kegiatan pemantauan sinyal getaran karena terletak disisi depan dari suatu proses pemantauan getaran mesin. Secara konseptual sensor getaran berfungsi untuk mengubah besaran sinyal getaran fisik menjadi sinyal getaran analog dalam besaran listrik dan pada umumnya berbentuk tegangan listrik. Pemakaian sensor getaran ini memungkinkan sinyal getaran tersebut diolah secara elektrik sehingga memudahkan dalam proses manipulasi sinyal, diantaranya pembesaran sinyal getaran, penyaringan sinyal getaran dari sinyal pengganggu, penguraian sinyal dan lainnya.

e. Voltmeter

Voltmeter adalah suatu alat yang berfungsi untuk mengukur tegangan listrik. Dengan ditambahkan alat multiplier akan dapat meningkatkan kemampuan pengukuran alat voltmeter berkali-kali lipat.

f. Amperemeter

Amperemeter adalah alat yang digunakan untuk mengukur kuat arus listrik. Umunya alat ini dipakai teknisi elektronik dalam alat multi tester listrik yang disebut avometer gabungan dari amperemeter, voltmeter, ohmmeter.

2.4. Konsep Maintenance

Maintenance di lingkungan perusahaan manufaktur diilustrasikan dengan berbagai defenisi. British Standard Institute mendefinisikan maintenance sebagai suatu kombinasi dari semua teknik dan berhubungan dengan aktivitas administrasi yang dibutuhkan untuk mempertahankan dan mengembalikan peralatan, instalasi dan aset fisik yang lain dalam kondisi operasi yangdiinginkan Secara alamiah tidak ada barang yang dibuat oleh manusia yang tidak dapat rusak, tetapi usia


(51)

kegunaannya dapat diperpanjang dengan melakukan perbaikan berkala dengan suatu aktivitas yang dikenal sebagai pemeliharaan.

Pemeliharaan juga merupakan suatu fungsi dalam suatu perusahaan pabrik yang sama pentingnya dengan fungsi-fungsi lain seperti produksi. Hal ini karena apabila seseorang mempunyai peralatan atau fasilitas, maka biasanya dia akan selalu berusaha untuk tetap mempergunakan peralatan atau fasilitas tersebut. Demikian pula halnya dengan perusahaan pabrik, dimana pimpinan perusahaan pabrik tersebut akan selalu berusaha agar fasilitas maupun peralatan produksinya dapat dipergunakan sehingga kegiatan produksinya berjalan lancer [corder,1996].

Dalam usaha untuk dapat terus menggunakan fasilitas tersebut agar kualitas produksi dapat terjamin, maka dibutuhkan kegiatan-kegiatan pemeliharaan dan perawatan yang meliputi kegiatan pemeriksaan, pelumasan (lubrication), dan perbaikan atau reparasi atas kerusakan-kerusakan yang ada, serta penyesuaian atau penggantian spare part atau komponen yang terdapat pada fasilitas tersebut. Seluruh kegiatan ini sebenarnya tugas bagian pemeliharaan. Peranan bagian ini tidak hanya untuk menjaga agar pabrik dapat tetap bekerja dan produk dapat diprodusir dan diserahkan kepada pelanggan tepat pada waktunya, akan tetapi untuk menjaga agar pabrik dapat bekerja secara efisien dengan menekan atau mengurangi kemacetan produksi sekecil mungkin. Jadi, bagian perawatan mempunyai peranan yang sangat menentukan dalam kegiatan produksi suatu perusahaan pabrik yang menyangkut kelancaran atau kemacetan produksi, kelambatan, dan volume produksi serta efisiensi berproduksi [Daryus, Asyari. 2007].

Dalam masalah pemeliharaan ini perlu diperhatikan bahwa sering terlihat dalam suatu perusahaan bahwa kurang diperhatikannya bidang pemeliharan atau

maintenance ini, sehingga terjadilah kegiatan pemeliharaan yang tidak teratur.

Peranan yang penting dari kegiatan baru diperhatikan setelah mesin-mesin tersebut rusak dan tidak dapat berjalan sama sekali. Hendaknya kegiatan harus dapat menjamin bahwa selama proses produksi berlangsung, tidak akan terjadi kemacetan - kemacetan yang disebabkan oleh mesin maupun fasilitas produksi.


(52)

Maintenance dapat diartikan sebagai kegiatan untuk memelihara atau

menjaga fasilitas maupun peralatan pabrik dan mengadakan perbaikan atau penyesuaian maupun penggantian yang diperlukan agar diperoleh suatu keadaan operasi produksi yang memuaskan sesuai apa yang telah direncanakan. Jadi, dengan adanya kegiatan maintenance ini, maka fasilitas maupun peralatan pabrik dapat digunakan untuk produksi sesuai dengan rencana dan tidak mengalami kerusakan selama fasilitas atau peralatan tersebut dipergunakan untuk proses produksi atau sebelum jangka waktu tertentu yang direncanakan tercapai sehingga dapatlah diharapkan proses produksi berjalan lancar dan terjamin karena kemungkinan-kemungkinan kemacetan yang disebabkan tidak berjalannya fasilitas atau perlatan produksi telah dihilangkan atau dikurangi.

2.4.1. Tujuan Maintenance

Maintenance merupakan kegiatan pendukung bagi kegiatan komersil,

maka seperti kegiatan lainnya, maintenance harus efektif, efisien dan, berbiaya rendah. Dengan adanya kegiatan maintenance ini, maka mesin/peralatan produksi dapat digunakan sesuai dengan rencana dan tidak mengalami kerusakan selama jangka waktu tertentu yang telah direncanakan tercapai [Render, Barry and Heizer, Jay. 2001]. Beberapa tujuan maintenance yang utama antara lain:

a. Kemampuan berproduksi dapat memenuhi kebutuhan dengan rencana produksi.

b. Menjaga kualitas pada tingkat yang tepat untuk memenuhi apa yang di butuhkan oleh produk itu sendiri dan kegiatan produksi yang tidak terganggu.

c. Untuk membantu mengurangi pemakain dan penyimpangan yang di luar batas dan menjaga modal yang diinvestasikan dalam perusahaan selama waktu yang ditentukan sesuai dengan kebijakan perusahaan mengenai investasi tersebut.

d. Untuk mencapai tingkat biaya maintenance secara efektif dan efisien keseluruhannya.


(53)

e. Untuk menjamin keselamatan orang yang mengunakan keselamatan tersebut

f. Memaksimumkan ketersediaan semua peralatan sistem produksi (mengurangi downtime)

g. Untuk memperpanjang umur/masa pakai dari mesin/peralatan. 2.4.2. Jenis-Jenis Maintenance

a. Pemeliharaan terencana (planned maintenance )

Planned maintenance adalah yang terorganisir dan dilakukan dengan

pemikiran ke masa depan, pengendalian dan pencatatan sesuai dengan rencana yang telah ditentukan sebelumnya. Oleh karena itu program maintenance yangakan dilakukan harus dinamis dan memerlukan pengawasan dan pemeliharaansecara aktif bagian maintenance melalui informasi dari catatan riwayatmesin/peralatan.

Konsep planned maintenance di tunjukan untuk dapat mengatasi masalah yang dihadapi manajer dengan pelaksanaan kegiatan maintenance. Komunikasi dapat diperbaiki dengan informasi yang dapat memberi data yang lengkap untuk mengambil keputusan. Adapun data yang penting dalam kegiatan maintenance antara lain laporan permintaan pemeliharaan, laporan pemeriksaan, laporan perbaikan, dan lain-lain.

b. Pemeliharaan pencegahan (Preventive maintenance)

Preventive maintenace adalah kegiatan pemeliharaan dan perawatan yang

dilakukan untuk mencegah timbulnya kerusakan kerusakan yang tidak terduga menemukan kondisi atau keadaan yang dapat menyebabkan fasilitas produksi mengalami kerusakan pada waktu di gunakan dalam proses produksi. Dengan demikian semua fasilitas produksi yang di berikan preventive maintenance akan terjamin kelancaranya dan selalu du usahakan dalam kondisi atau keadaan yang siap di pergunakan untuk setiap operasi atau proses produksi pada setiap saat. Sehingga dapatlah di mungkinkan pembuatan suatau rencana dan jadwal pemeliharaan dan perawatan yang sangat cermat dan rencana produksi yang lebih tepat.


(54)

c. Pemeliharaan perbaikan (corrective maintenance)

Corrective maintenance adalah suatu kegiatan maintenance yang

dilakukan setelah terjadinya kerusakan atau kelainan pada mesin/peralatan sehingga tidak dapat berfungsi dengan baik.

d. Pemeliharaan yang telah diprediksi (predictive maintenance)

Predictive maintenance adalah tindakan - tindakan maintenance yang

dilakukan pada tanggal yang di tetapkan berdasarkan prediksi hasil analisa dan evaluasi data operasi yang di ambil untuk melakukan predictive maintenance itu dapat berupa data getaran, temperature, vibrasi, flow rate, dan lain lainnya. Perencanaan predictive maintenance dapat dilakukan berdasarkan data dari operator di lapangan yang di ajukan melalui work order ke department maintenance untuk di lakukan tindakan tepat sehingga tidak akan merugikan perusahaan.

e. Pemeliharaan tak terencana (Unplanned maintenance)

Unplanned maintenance biasanya berupa breakdown/emergency maintenance. Breakdown/emergency maintenance (pemeliharaan darurat) adalah

tindakan maintenance yang dilakukan pada mesin/peralatan yang masih dapat beroperasi, sampai mesin/peralatan tersebut rusak dan tidak dapat berfungsi lagi. Melalui bentuk pelaksanaan pemeliharaan tak terencana ini, diharapkan penerapan pemeliharaan tersebut akan dapat memperpanjang umur dari mesin/peralatan, dan dapat memperkecil frekuensi kerusakan.

f. Pemeliharaan mandiri (autonomous maintenance)

Autonomous maintenance atau pemeliharaan mandiri merupakan suatu

kegiatan untuk dapat meningkatakan produktivitas dan efesiensi mesin/peralatan melalui kegiatan yang dilaksanakan oleh operator untuk memelihara mesin/peralatan yang mereka tangani sendiri.

Prinsip-prinsip yang terdapat pada 5S, merupakan prinsip yang mendasari kegiatan autonomous maintenance, yaitu:


(55)

Memisahkan benda yang diperlukan dengan yang tidak diperlukan. Membuang benda-benda yang tidak diperlukan. Hal ini merupakan kegiatan klasifikasi barang yang terdapat ditempat kerja. Biasanya tempatkerja dimuati dengan mesin yang tidak terpakai, cetakan, dan peralatan, benda cacat, barang gagal, barang, barang dalam proses material, persedian dan lain-lain.

2) Seiton (organizing) : Pengelompokan yang rapi

Menyusun dengan rapi dan mengenali benda untuk mempermudah penggunaanya. Kata seiton berasal dari bahas jepang yang artinya menyusun berbagai benda dengan cara yang menarik. Maksudnya dalam 5-S ini berarti mengatur barang-barang sehingga setiap orang dapat menemukannya dengan mudah dan cepat. Untuk mencapai langkah ini, pelat penunjuk digunakan untuk menetapkan nama tiap barang dan tempat penyimpanan. Dengan kata lain menata semua barang yang ada setelah ringkas, dengan pola teratur dan tertib.

3) Seiso (cleaning) : Membersihkan peralatan dan tempat kerja

Menjaga kondisi mesin yang siap pakai dan keadaan bersih. Selalu membersihkan, menjaga kerapian dan kebersihan. Ini adalah proses pembersihan dasar dimana disuatu daerah dalam keadaan bersih. Meskipun pembersihan besar-besaran dilakukan oleh pihak perusahaan beberapa kali dalam setahun. Aktivitas itu cenderung mengurangi kerusakan mesin yang diakibatkan oleh tumpahan minyak, abu dan sampah. Untuk itu bersihkan semua mesin, peralatan dan tempat kerja, mengilangkan noda, dan limbah serta menanggulangi sumber limbah.

4) Seikatsu (standarizing) : Penstandarisasian

Memperluas konsep kebersihan pada diri sendiri terus-menerus memperaktekkan tiga langkah sebelumnya. Membuat standarisasi pemeliharaan di tempat kerja seperti membuat standar pelumasan, standar pengeceikan ataupun inspeksi mesin, membuat standar pencapaian, dan lain sebagainya.

5) Shitsuke (training and discipline) : Meningkatkan skil dan moral

Shitsuke merupakan sifat 5-S yang menitik beratkan pelatihan dan pendisiplinan dengan pendidikan yang dilakukan sebelum memulai dunia kerja,


(56)

pelatihan, pengarahan serta diklat yang umumnya diberlakukan sesuai dengan standar organisasi ataupun perusahaan.

Autonomous maintenance diimplementasikan melalui 7 langkah yang akan

membangun keahlian yang di butuhkan operator agar mereka mengetahui tindakan apa yang harus dilakukan.

Tujuh langkah kegiatan yang terdapat dalam autonomous maintenance adalah: a) Membersihkan dan memeriksa (clean and inspect).

b) Membuat standar pembersihan dan pelumasan.

c) Menghilangakan sumber masalah dan area yang tidak terjangkau (eliminate problem and anaccesible area).

d) Melaksanakan pemeliharaan mandiri (conduct autonomous maintenance). e) Melaksanakan pemeliharaan menyeluruh (conduct general inspection). f) Pemeliharaan mandiri secara penuh (fully autonomous maintenance).

g) Pengorganisasian dan kerapian (organization and tidies)Tugas dan Pelaksanaan kegiatan maintenance

Semua tugas tugas atau kegiatan daripada maintenance dapat digolongkan ke dalam salah satu dari lima tugas pokok yang berikut:

a. Inspeksi(Inspections)

Kegiatan inpeksi meliputi kegiatan pengecekan dan pemeriksaan secara berkala (routine scedule check) terhadap mesin/peralatan sesuai dengan rencana yang bertujuan untuk mengetahui apakah perusahaan selalu mempunyai fasilita smesin/peralatan yang baik untuk menjamin kelancaran proses produksi.

b. Kegiatan Teknik (Engineering)

Kegiatan teknik meliputi kegiatan percobaan atas peralatan yang baru dibeli,dan kegiatan pengembangan komponen komponen atau peralatan yang perludi ganti, serta melakukan penelitian penelitian terhadap kemingkinan pengembangan komponen atau peralatan, juga berusaha mencegah terjadinya kerusakan.


(57)

c. Kegiatan Produksi

Kegiatan produksi merupakan kegiatan pemeliharaan yang sebenarnya yaitu dengan memperbaiki seluruh mesin/peralatan produksi, hal yang direkamsaat operasi hingga dapat dilakukannya perawatan.

d. Kegiatan Adminitrasi

Kegiatan adminitrasi merupakan kegiatan yang berhubungan dengan pencatatan-pencatatan mengenai biaya-biaya yang terjadi dalam melakukan kegiatan pemeliharaan, penyusunan planning dan sceduling, yaitu rencana kapan kegiatan suatu mesin/peralatan tersebut harus di periksa, diservice dan di perbaiki.

e. Pemeliharaan bangunan

Kegiatan pemeliharaan bangunan merupakan kegiatan yang dilakukan tidak termasuk dalam kegiatan teknik dan produksi dari bagian maintenance.

2.5. Failure Modes And Effects Analysis (FMEA)

FMEA adalah suatu prosedur terstruktur untuk mengidentifikasi dan mencegah sebanyak mungkin mode kegagalan. FMEA digunakan untuk mengidentifikasi sumber-sumber dan akar penyebab dari suatu masalah kualitas. Suatu mode kegagalan adalah apa saja yang masuk dalam kecacatan/kegagalan dalam desain, kondisi diluar batas spesifikasi yang telah ditentukan atau perubahan dalam produk yang menyebabkan terganggunya fungsi dari produk itu.[Chrvsler, 1995].

Tujuan FMEA

Terdapat banyak variasi didalam rincian FMEA, tetapi semua itu memiliki tujuan untuk mencapai :

a. Mengenal dan memprediksi potensial kegagalan dari produk atau proses yang dapat terjadi.

b. Memprediksi dan mengevaluasi pengaruh dari kegagalan pada fungsi dalam sisitem yang ada.


(58)

c. Menunjukkan prioritas terhadap perbaikan suatu proses atau sub sistem melalui daftar peningkatan proses atau sub sistem yang harus diperbaiki. d. Mengidentifikasi dan membangun tidakan perbaikan yang bisa diambil

untuk mencegah atau mengurangi kesempatan terjadinya potensi kegagalan atau pengaruh pada sistem.

e. Mendokumentasikan proses secara keseluruhan.

Tingkat Keparahan (Severity)

Severity adalah penilaian terhadap keseriusan dari efek yang ditimbulkan.

Dalam arti setiap kegagalan yang timbul akan dinilai seberapa besarkah tingkat keseriusannya. Terdapat hubungan secara langsung antara efek dan severity. Sebagai contoh, apabila efek yang terjadi adalah efek yang kritis, maka nilai

severity pun akan tinggi. Dengan demikian, apabila efek yang terjadi bukan

merupakan efek yang kritis, maka nilai severity pun akan sangat rendah.

Untuk mendapatkan kuantiti dari severity, maka kasus yang dihadapi di rating kedalam beberapa tahapan sebagai berikut :

Tabel 2.4 Keparahan

KUANTITAS KEPARAHAN KUALITAS

10 Berbahaya tanpa peringatan

Kegagalan sistem yang menghasil kan efek sangat berbahaya

9

Berbahaya dengan peringatan

Kegagalan sistem yang menghasilkan efek berbahaya

8 Sangat tinggi

Sistem tidak beroperasi

7 Tinggi Sistem beroperasi tetapi tidak dapat dijalankan secara penuh

6 Sedang beroperasi dan aman tetapi mengalami penurunan performa sehingga mempengaruhi 5 Rendah Mengalami penurunan kinerja secara bertahap


(59)

4 Sangat Rendah Efek yang kecil pada performa sistem 3 Kecil Sedikit berpengaruh pada kinerja sistem 2 Sangat Kecil Efek yang diabaikan pada kinerja sistem

1 Tidak ada efek Tidak ada efek

Tingkat Kekerapan (Occurance)

Occurance adalah seberapa sering kemungkinan penyebab tersebut akan

terjadi dan menghasilkan bentuk kegagalan selama masa penggunaan produk.

Occurance merupakan nilai rating yang disesuaikan dengan frekuensi yang

diperkirakan dan atau angka kumulatif dari kegagalan yang dapat terjadi.

Untuk mendapatkan kuantiti dari kekerapan, maka kasus yang dihadapi di rating kedalam beberapa tahapan sebagai berikut :

Tabel 2.5 kekerapan

KUANTITAS KEKERAPAN

(O) KUALITAS

10

Sangat Tinggi Sering Gagal

9 8

Tinggi Kegagalan yang berulang 7

6

Sedang Jarang terjadi kegagalan 5

4 3

Rendah Sangat kecil terjadi kegagalan 2


(60)

Metode Deteksi (Detection)

Nilai detection diasosiasikan dengan pengendalian saat ini. Detection adalah kemampuan pengukuran terhadap kegagalan yang dapat terjadi.

Untuk mendapatkan kuantiti dari deteksi, maka kasus yang dihadapi di rating kedalam beberapa tahapan sebagai berikut :

Tabel 2.6 Deteksi

KUANTITAS DETEKSI KUALITAS

10 Tidak Pasti

Pengecekan akan selalu tidak mampu untuk mendeteksi penyebab potensial atau mekanisme kegagalan dan mode kegagalan.

9 Sangat Kecil

Pengecekan memiliki kemungkinan “very remote” untuk mampu mendeteksi penyebab potensial atau mekanisme kegagalan dan mode kegagalan.

8 Kecil

Pengecekan memiliki kemungkinan “remote” untuk mampu mendeteksi penyebab potensial atau mekanisme kegagalan dan mode kegagalan.

7 Sangat Rendah

Pengecekan memiliki kemungkinan sangat rendah untuk mampu mendateksi penyebab potensial kegagalan dan mode kegagalan.

6 Rendah

Pengecekan memiliki kemungkinan rendah untuk mampu mendeteksi

penyebab potensial atau mekanisme kegagalan dan


(61)

mode kegagalan.

5 Sedang

Pengecekan memiliki kemungkinan “moderate” untuk mendeteksi penyebab potensial atau mekanisme kegagalan dan mode kegagalan.

4 Menengah Keatas

Pengecekan memiliki kemungkinan “moderately High”untuk mendeteksi penyebab potensial atau mekanisme kegagalan dan mode kegagalan.

3 Sangat Tinggi

Pengecekan memiliki kemungkinan tinggi untuk mendeteksi penyebab potensial atau mekanisme kegagalan dan mode kegagalan.

2 Tinggi

Pengecekan memiliki kemungkinan sangat tinggi untuk mendeteksi penyebab potensial atau mekanisme kegagalan dan mode kegagalan.

1 Hampir Pasti

Pengecekan akan selalu mendeteksi penyebab potensial atau mekanisme kegagalan dan mode kegagalan.

Angka Prioritas Resiko

Nilai ini merupakan identifikasi akumulatif dari fenomena kegagaln yang dihadapi suatu sistem.RPN tidak memiliki nilai atau arti. Nilai tersebut digunakan untuk meranking kegagalan proses yang potensial. Nilai RPN dapat ditunjukkan dengan persamaan sebagai berikut :


(62)

Semakin besar nilai RPN, akan semakin tinggi resiko komponen-komponen tersebut mengalami derajat kegagalan dalam sistem.

2.6. Total Produksi Maintenance

Manajemen pemeliharaan mesin/peralatan modern dimulai dengan apa yang disebut preventive maintenance (pemeliharaan pencegahan) yang kemudian berkembang menjadi productive maintenance. Kedua metode pemeliharaan ini umumnya disingkat dengan PM dan pertama kali diterapkan oleh industri-industri manufaktur di Amerika Serikat dan pusat segala kegiatannya ditempatkan pada satu departemen yang disebut dengan maintenance department.

Preventive maintenance (pemeliharaan pencegahan) mulai dikenal pada tahun 1950-an, yang kemudian berkembang seiring dengan berkembangnya teknologi yang ada dan kemudian pada tahun 1960-an muncul apa yang disebut dengan productive maintenance [Nakajima, Seiichi. 1988]. Total productive

maintenance (TPM) mulai dikembangkan pada tahun 1970-an pada perusahaan

Nippon denso Co. di negara Jepang yang merupakan pengembangan konsep

maintenance yang diterapkan pada perusahaan industri manufaktur Amerika

Serikat yang disebut preventive maintenance (pemeliharaan pencegahan). Mempertahankan kondisi mesin/peralatan yang mendukung pelaksanaan proses produksi merupakan komponen yang penting dalam pelaksanaan pemeliharaan unit produksi. Tujuan dari pemeliharaan produktif (productive maintenance) adalah untuk mencapai apa yang disebut dengan profitabel PM.

2.6.1. Pengertian

TPM sesuai dengan nama kepanjangannya yang terdiri atas tiga buah suku kata, yaitu :

a. Total

Total berarti menyeluruh, yang menjelaskan bahwa aspek ini melibatkan dari seluruh karyawan yang terdapat di dalam perusahaan, mulai dari


(63)

tingkat atas hingga karyawan tingkat bawah baik dalam mengoperasi maupun dalam memelihara mesin ataupun peralatan.

b. Productive

Productive merupakan upaya yang dilakukan supaya mesin maupun

peralatan tetap beroperasi secara produktif serta meminimaliskan atau menghilangkan kerugian-kerugian yang terjadi diproduksi saat

pemeliharaan dilakukan.

c. Maintenance

Berarti memelihara serta menjaga mesin dan peralatan secara mandiri yang dilakuakan oleh operator produksi agar kondisi mesin atau peralatan tersebut dalam keadaan prima dan terpelihara dengan menjaga kebersihan mesin, melakukan pemeriksaan pelumasan dan hal-hal yang berkaitan dengan pemeliharaan.

Menurut Nakajima (1988) TPM adalah suatu program untuk pengembangan fundamental dari fungsi pemeliharaan dalam suatu organisasi yang melibatkan seluruh SDM-nya. Jika di implementasikan secara penuh, TPM secara dramatis meningkat produktivitas dan kualitas, menurunkan biaya, meningkatkan kemampuan peralatan dan pengembangan dari keseluruhan sistem perawatan pada perusahaan manufaktur. TPM memerlukan partisipasi penuh dari semuanya, mulai manajemen puncak sampai karyawan lini terdepan. Operator bukan hanya bertugas menjalankan mesin sebelum dan sesudah pemakaian.

TPM memungkinkan perusahaan memiliki program pemeliharaan pada peralatan produksi sehingga nantinya proses produksi dapat berjalan dengan seefektif dan seefisien mungkin.[ Nakajima,S. Introduction to Total Productive

Maintenance, Productivity Press, Cambridge.1988]

Menurut Suzuki (1990) definisi dari Total Productive Maintenance mencakup lima elemen yaitu sebagai berikut :

a. TPM bertujuan untuk menciptakan suatu sistem preventive maintenance (PM) untuk memperpanjang umur penggunaan mesin/peralatan.


(64)

b. TPM bertujuan untuk memaksimalkan efektivitas mesin/peralatan secara keseluruhan (overall effectiveness).

c. TPM dapat diterapkan pada berbagai departemen (seperti engineering, bagian produksi, bagian maintenance).

d. TPM melibatkan semua orang mulai dari tingkatan manajemen tertinggi hingga para karyawan/operator lantai pabrik.

e. TPM merupakan pengembangan dari sistem maintenance berdasarkan PM melalui manajemen motivasi :autonomous small group activities.

Subjek utama yang menjadi ide dasar dari kegiatan TPM adalah manusia dan mesin.Dalam hal ini diusahakan untuk dapat merubah pola pikir manusia terhadap konsep pemeliharaan yang selama ini biasa dipakai. Pola pikir “ saya menggunakan peralatan dan orang lain yang memperbaiki” harus diubah menjadi “saya merawat peralatan saya sendiri.” Untuk itu para karyawan dituntut untuk dapat belajar menggunakan dan merawat mesin/peralatan dengan baik dan dengan demikian perlu dipersiapkan suatu sistem pelatihan (training) yang baik.

TPM terangkum di dalam delapan pillar yang dapat dilihat pada gambar dibawah ini :


(65)

Dengan pengertian :

a. 5S : TPM dimulai dari 5S. Masalah tidak dapat dengan jelas terlihat ketika tempat kerja tidak terorganisir. Membersihkan dan mengatur tempat kerja membantu tim untuk mengungkap masalah. Membuat masalah terlihat dengan langkah pertama dari perbaikan. Definisi dari 5S is SEIRI (Sort Out), SEITON (Organize), SEISO (Shine the workplace), SEIKETSU (Standardization), SHITSUKE (Self descipline).

b. Autonomous Maintenance : pilar ini diarahkan untuk mengembangkan operator supaya dapat mengurus tugas pemeliharaan-pemeliharaan kecil, sehingga tidak selalu tergantung kepada para maintenance terampil sehingga waktu tidak terbuang banyak dan hal ini menjadi nilai tambah kegiatan dan perbaikan teknis. Operator bertanggung jawab untuk memeliharaan peralatan mereka dengan tujuan mencegah peralatan memburuk.

c. KOBETSU KAIZEN (Continuous Improvement) : “Kai” berarti mengubah, and :”Zen” adalah baik (untuk mendapatkan lebih baik). Pada dasarnya kaizen adalah penambahan-penambahan kecil yang mengarah perbaikan, yang dilakukan secara terus menerus dan melibatkan seluruh staf dan karyawan perusahaan. Kaizen bertolak belakang dengan inovasi-inovasi besar. Kaizen tidak memerlukan banyak investasi. Dibelakang prinsipnya yang adalah “ Banyak melakukan penambahan kecil yang bergerak secara efektif dalam sebuah lingkungan perusahaan daripada perubahan yang besar dalam kuantitas sedikit.pilar ini bertujuan mengurangi kerugian yang mempengaruhi efisiensi pada lahan kerja. Jika diterapkan secara detail serta melalui prosedur dapat menghilangkan kerugian metode sistematis saat menggunakan peralatan Kaizen. Aktivitas ini tidak hanya dibatasi pada area produksi, hal ini juga baik jika diterapkan pada bagian administrasi.

d. Planned Maintenance : tujuannya untuk membebaskan mesin dan peralatan produksi dari produk cacat yang dihasilkan dengan tujuan memuaskan para konsumen. Pemeliharaan ini dibagi menjadi 4 grup : 1) Preventive Maintenance


(66)

2) Breakdown Maintenance 3) Corrective Maintenance 4) Maintenance Prevention

e. Quality Maintenance : ini bertujuan untuk memuaskan konsumen melalui tingginya kualitas tanpa cacat manufaktur. Fokus menghilangkan cara sistematis yang tidak sesuai serta banyak fokus kepada perubahan. Meningkatkan pengertian mengenai bagian-bagian mesin yang mempengaruhi kualitas produk dan mulai konsen menghilangkan kualitas yang buruk, dan menyingkirkan keraguan mengenai qualitas serta menyingkirkan potensi keraguan tersebut.

f. Education & Training : tujuannya meningkatkan kemampuan-kemampuan para pekerja yang bermoral tinggi dan yang menyukai pekerjaannya juga membentuk kebutuhan seluruh fungsitalitas dengan efektif dan independen. Pendidikan diberikan kepada operator untuk menambah kemampuannya.

g. Office TPM : Office TPM harus dimulai setelah mengaktifkan empat pillar TPM lainnya seperti Autonomous Maintenance (AM), Countinous Improvement (CI), Planned Maintenance (PM), dan Quality Maintenance (QM). Office TPM harus dijalankan untuk meningkatkan produktivitas, efisiensi fungsi administrasi, dan mengidentifikasi serta menghilangkan kerugian. Termasuk proses analisis dan prosedur-prosedur yang secara otomatis meningkatkan kantor. Office TPM menggambarkan dua belas kerugian besar, diantaranya :

1) Kerugian pada bagian prosedur, akuntan, pemasaran, penjualanpenjualan.

2) Kerugian komunikasi.

3) Kerugian saat mesin mengalami perhentian mendadak. 4) Kerugian saat penyetelan mesin.

5) Kerugian akurasi mesin 6) Peralatan rusak

7) Sambungan komunikasi rusak. 8) Membuang waktu.


(1)

vii

2.7.2.Performance Ratio ... 36

2.7.3.Quality Ratio ... 36

2.8. ... Si x Big Losess ... 37

BAB III METODOLOGI PENELITIAN ... 41

3.1. ... Tempat dan Waktu Penelitian ... 41

3.1.1. ... Te mpat Penelitian ... 41

3.1.2. ... W aktu Penelitian ... 41

3.2. ... Parameter Penelitian... 41

3.3. ... Su mber dan Jenis Data ... 42

3.4. ... Va riabel Penelitian ... 42

3.5. ... Pe laksanaan Penelitian ... 43

3.6. ... Sistematis Pengolahan Data ... 44

3.7. ... Analisa Data dan Pemecahan Masalah ... 45

3.8. ... Pe ngumpulan Data ... 46

3.8.1.Data Waktu Planned Downtime / Pemeliharaan GT 2.1 ... 50

3.8.2.Data Waktu Downtime GT 2.1 ... 50

3.8.3.Data Waktu Setup Mesin GT 2.1 ... 51


(2)

BAB IV PENGOLAHAN DATA DAN ANALISA ... 53

4.1. ... Da ta Analisa Efek Ragam Kegagalan Aktual ... 53

4.2. ... Sa fety, Health dan Environment ... 53

4.3. ... Pengolahan Data... 53

4.3.1.Perhitungan Availability (AV) ... 55

4.3.2.Perhitungan Performance Efficiency... 56

4.3.3.Perhitungan Rate Of Quality Product (RQP) ... 57

4.3.4.Perhitungan Overall Equipment Effectiveness (OEE)... 58

4.4. ... Pe rhitungan Six Big Losess ... 59

4.4.1. ... D owntime Losess ... 59

4.4.1.1. Equipment Failure/ Breakdowns ... 60

4.4.1.2. Setup and Ajustment Loss ... 61

4.4.2. ... Sp eed Losess ... 62

4.4.2.1. Idling and Minor Stoppages Loss ... 62

4.4.2.2. Reduce Speed ... 63

4.4.3. ... De fect Losess ... 63

4.4.3.1. Yield/ Scrap Loss ... 64

4.4.3.2. Rework Loss... 64

4.5. ... Analisa Perhitungan ... 65

4.5.1.Analisa Perhitungan Overall Equipment Effectiveness (OEE) .... 65

4.5.2.Perhitungan Six Big Losess ... 66

4.5.3.Penyelesaian Masalah ... 67

4.5.3.1. Penyelesaian Masalah Six Big Losess ... 67


(3)

ix

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 69 5.1. ...

Kesimpulan ... 69 5.2. ... Sa

ran ... 70 DAFTAR PUSTAKA ... 71


(4)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1. Komponen Sederhana PLTG ... 6

Gambar 2.2. Siklus Brayton ... 8

Gambar 2.3. Turbin Gas ... 11

Gambar 2.4. Kompresor ... 12

Gambar 2.5. Combustion Chamber ... 13

Gambar 2.6. Generator ... 14

Gambar 2.7. Pillar – pilar TPM ... 30

Gambar 2.8. Garis Besar Perhitungan OEE Berdasarkan Six Big Losess ... 40

Gambar 3.1. Tahapan Proses Pemecahan Masalah ... 46


(5)

xi

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1. Data Spesifikasi Gas Turbin ... 10

Tabel 2.2. Data Spesifikasi Generator... 13

Tabel 2.3. Data Umum Unit GT 21... 16

Tabel 2.4. Keparahan ... 25

Tabel 2.5. Kekerapan ... 25

Tabel 2.6. Deteksi ... 26

Tabel 3.1. Log Sheet Rancangan Parameter Penelitian ... 41

Tabel 3.2. Parameter Penelitian ... 42

Tabel 3.3. Desain Analisa Efek Ragam Kegagalan ... 48

Tabel 3.4. Data Pemeliharaan GT 2.1 Periode Januari – Desember 2015 ... 50

Tabel 3.5. Data Waktu Terjadi Kerusakan (Breakdown) GT 2 ... 51

Tabel 3.6. Data Waktu Setup GT 2.1 ... 51

Tabel 3.7. Data Produksi GT 2.1... 52

Tabel 4.1. Analisa Efek Ragam Kegagalan Secara Aktual ... 54

Tabel 4.2. World Class of OEE ... 55

Tabel 4.3. Availability GT 2.1 ... 56

Tabel 4.4. Performance Efficiency GT 2.1 ... 57

Tabel 4.5. Rate Of Quality Production Turbin Gas ... 58

Tabel 4.6. OEE Turbin Gas GT 2.1 ... 59


(6)

Tabel 4.8. Setup and Adjustment Losess Turbin Gas 2.1 ... 61

Tabel 4.9. Idling and Minor Stoppages LossesTurbin Gas GT 2.1 ... 62

Tabel 4.10. Reduced Speed Turbin Gas GT 2.1 ... 63

Tabel 4.11. Yield / Scrap Loss Turbin Gas GT 2.1 ... 64

Tabel 4.12. Rework Loss Turbin Gas GT 2.1 ... 65

Tabel 4.13. Persentase OEE Setiap Periode ... 66

Tabel 4.14. Persentase Faktor Six Big Losess Turbin Gas GT 2.1 ... 67


Dokumen yang terkait

Peningkatan Efektifitas Mesin Blowing Berdasarkan Evaluasi Overall Equipment Effectiveness dan FMEA pada Industri Manufaktur Plastik

13 124 92

Integrasi Overall Equipment Effectiveness dan Failure Mode and Effect Analysis untuk Meningkatkan Efektivitas Mesin Hammer Mill di PT. Salix Bintama Prima

12 167 136

Penerapan Total Productive Maintenance Pada Pembangkit Listriktenaga Gas Gt 2.1 Dengan Metode Overall Equipment Effectiveness

29 159 132

Pengukuran Nilai Overall Equipment Effectiviness (OEE) Sebagai Dasar Implementasi Total Productive Maintenance (TPM) (Studi Kasus di PT INALUM Batu Bara Sumatera Utara)

11 110 156

Study Peningkatan Overall Equipment Effectiveness Melalui Penerapan Total Productive Maintenance Di PTPN IV PKS Pasir Mandoge

19 90 160

Analisa pada Pembangkit Listrik Tenaga Gas GT 2.1 dengan Metode Overall Equipment Effectiveness (OEE) untuk Memetakan Efisiensi Produksi di PT. PLN SECANANG – BELAWAN

3 4 13

Analisa pada Pembangkit Listrik Tenaga Gas GT 2.1 dengan Metode Overall Equipment Effectiveness (OEE) untuk Memetakan Efisiensi Produksi di PT. PLN SECANANG – BELAWAN

0 0 2

Analisa pada Pembangkit Listrik Tenaga Gas GT 2.1 dengan Metode Overall Equipment Effectiveness (OEE) untuk Memetakan Efisiensi Produksi di PT. PLN SECANANG – BELAWAN

0 1 5

Analisa pada Pembangkit Listrik Tenaga Gas GT 2.1 dengan Metode Overall Equipment Effectiveness (OEE) untuk Memetakan Efisiensi Produksi di PT. PLN SECANANG – BELAWAN

0 3 39

Analisa pada Pembangkit Listrik Tenaga Gas GT 2.1 dengan Metode Overall Equipment Effectiveness (OEE) untuk Memetakan Efisiensi Produksi di PT. PLN SECANANG – BELAWAN

0 1 2