Pertumbuhan Populasi TINJAUAN PUSTAKA

13 pengelompokkan ke dalam kelas umur bayi new born, anak juvenile, remaja sub adult dan dewasa adult. Alikodra 1990 menyatakan bahwa struktur umur adalah perbandingan antara jumlah individu dalam setiap kelas umur dengan jumlah keseluruhan individu dalam suatu populasi. Struktur umur dipergunakan untuk menilai keberhasilan perkembangbiakan serta prospek kelestarian satwaliar.

D. Pertumbuhan Populasi

Perubahan populasi satwa baik berkembang naik atau menurunnya ditentukan oleh kemampuan genetik dan interaksinya dengan lingkungan, dimana komponen lingkungan yang menahan pertumbuhan populasi sangat kompleks dan saling berkaitan satu dengan lainnya. Menurut Alikodra 1990, pertumbuhan populasi dari waktu ke waktu terjadi dengan kecepatan laju kelahiran yang ditentukan oleh kemampuan berkembangbiak dan keadaan lingkungannya. Pertumbuhan populasi pada awalnya rendah kemudian mencapai maksimal dan selanjutnya menurun sampai akhirnya mencapai nol pada kondisi jumlah individu sama dengan daya dukung lingkungannya Krebs 1978. Tarumingkeng 1994 menyatakan bahwa terdapat dua model pertumbuhan populasi, yaitu model eksponensial er dan model logistik. Model pertumbuhan populasi eksponensial dapat disebut sebagai penggandaan pertumbuhan populasi, dimana model pertumbuhan ini terjadi pada populasi yang tidak dibatasi oleh keadaan lingkungan. Nilai er dari suatu populasi merupakan perbandingan antara populasi dari dua waktu. Tarumingkeng 1994 menyatakan bahwa model pertumbuhan eksponensial bersifat deterministik yaitu disusun dengan asumsi bahwa kejadian-kejadian yang berlangsung dalam populasi dapat diramalkan secara pasti dan mutlak. Pada keadaan lingkungan yang tidak terbatas maka model pertumbuhan populasi sebagai berikut van Lavieren,1982: r . t N t = N o . e Keterangan : Nt = Ukuran populasi pada waktu ke-t N0 = Ukuran populasi awal r = Laju pertumbuhan e = Bilangan Euler 2,71828 t = Waktu ke-t 14 Pendekatan lain yang dilakukan untuk merumuskan model populasi yang lebih realistik yaitu dengan memasukan salah satu faktor penting yaitu kerapatan populasi sehingga terbentuk model yang terpaut kerapatan density dependent model , dimana model pertumbuhan populasi terpaut kerapatan disebut model pertumbuhan logistik. Tarumingkeng 1994, menyatakan bahwa model pertumbuhan populasi logistik disusun berdasarkan asumsi-asumsi sebagai berikut: 1 Populasi akan mencapai keseimbangan dengan lingkungan sehingga memiliki sebaran umur stabil stable age distribution. 2 Populasi memiliki laju pertumbuhan yang secara berangsur-angsur menurun secara tetap dengan konstanta r. 3 Pengaruh r terhadap peningkatan kerapatan karena bertumbuhnya populasi merupakan respon yang instantaneous atau seketika itu juga dan tidak terpaut penundaan atau senjang waktu time lag. 4 Sepanjang waktu pertumbuhan keadaan lingkungan tidak berubah. 5 Pengaruh kerapatan adalah sama untuk semua tingkat umur populasi. 6 Peluang untuk berkembangbiak tidak dipengaruhi oleh kerapatan. Model pertumbuhan populasi terpaut kerapatan disebut model pertumbuhan logistik, dengan bentuk persamaan sebagai berikut : rt e . 1 K t N −       − + = N N K Keterangan : Nt = Ukuran populasi pada waktu ke-t N0 = Ukuran populasi awal K = Kapasitas daya dukung lingkungan r = Laju pertumbuhan e = Bilangan Euler 2,71828.. t = Waktu ke-t 15 Dari perhitungan nilai r diperoleh tiga kemungkinan pertumbuhan populasi: 1 Jika nilai r 0, maka populasi akan bertumbuh meningkat. 2 Jika nilai r = 0, maka populasi akan bertumbuh mendatar. 3 Jika nilai r 0, maka populasi akan menurun.

III. KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

A. Letak, Luas, Status dan Sejarah Pengelolaan Kawasan

Kawasan Taman Wisata Alam TWA Pangandaran menyatu dengan Cagar Alam CA Pangandaran, merupakan semenanjung kecil yang terletak dipantai selatan Pulau Jawa. Semenanjung ini merupakan sebuah pulau yang dihubungkan dengan daratan utama dan dipisahkan oleh jalur sempit yang diapit antara dua teluk selebar ± 200 meter BKSDA Jawa Barat 2006. Secara administratif pemerintahan kawasan ini berada di Desa Pangandaran, Kecamatan Pangandaran, Kabupaten Ciamis, Propinsi Jawa Barat. Kawasan CATWA Pananjung Pangandaran secara geografis terletak pada koordinat 108 ° 39 ′ 05 ′′ - 108 ° 39 ′ 43 ′′ Bujur Timur dan 7 ° 42 ′ 03 ′′ - 7 ° 42 ′ 23 ′′ Lintang Selatan SBKSDA Jawa Barat II 2002, dengan batas wilayah sebagai berikut : 1 Sebelah Utara, berbatasan dengan Desa Pangandaran. 2 Sebelah Timur, berbatasan dengan Teluk Pangandaran. 3 Sebelah Selatan, berbatasan dengan Samudera Indonesia. 4 Sebelah Barat, berbatasan dengan Teluk Parigi. Kawasan konservasi Pangandaran secara keseluruhan memiliki luasan sebesar ± 530 ha, yang terdiri dari kawasan Cagar Alam CA Pananjung Pangandaran seluas ± 492,3 ha dan Taman Wisata Alam TWA Pananjung Pangandaran seluas 37,7 ha, SBKSDA Jawa Barat II 2002. Sejarah terbentuknya kawasan konservasi di Pangandaran dimulai pada saat Residen Priangan Y.Eycken berkuasa tahun 1922, dengan mengusulkan untuk menjadikan kawasan yang semula tempat perladangan menjadi taman buru, yang kemudian pada tahun 1934 dilaksanakan penunjukan kawasan Pananjung Pangandaran seluas 457 ha menjadi Suaka Margasatwa berdasarkan GB No. 19 Stbl 669 yang dikeluarkan oleh Director Van Scomishe Zoken, tanggal 7 Desember 1934. Pada tahun 1961, Perubahan status dari Suaka Margasatwa menjadi Cagar Alam Pangandaran seluas ± 457 ha berdasarkan SK Mentan No.34KMP1961, tanggal 20 April 1961 dengan ditemukannya bunga Rafflesia patma. Pada tahun 1978 terjadi Perubahan fungsi sebagian kawasan CA Pangandaran menjadi TWA seluas 37,7 ha, sehingga luas CA Pangandaran menjadi 419,3 ha, berdasarkan SK