9
5. Karakteristik Habitat Rusa Timor
Menurut Dasman 1964, Alikodra 1983 dan Bailey 1984, habitat
mempunyai fungsi dalam penyediaan makanan, air dan pelindung. Menurut Schroeder 1976, habitat C. timorensis umumnya berupa hutan, dataran terbuka
serta padang rumput dan savana, biasanya rusa ditemukan sampai ketinggian 2.600 meter dari permukaan laut.
Menurut Hoogerwerf 1970, C. timorensis lebih menyenangi tempat terbuka dan padang rumput.
Persediaan pakan rusa banyak terdapat di padang rumput yang dikenal dengan padang penggembalaan
grazing area. Persediaan air bagi C. timorensis cukup dari kandungan air dalam makanannya, embun dan air hujan. Rusa jarang minum, karena sudah
mendapatkannya dari kelembaban tumbuhan yang di makan Phys et al. 2008. Semiadi Nugraha 2004 menyatakan bahwa rusa timor lebih dominan
mengkonsumsi rerumputan, ini sesuai dengan habitat aslinya yang cenderung mengarah ke padang savanah.
Vegetasi pakan C. timorensis di Pulau Peucang adalah jenis rumputan, daun semak dan daun pohon-pohonan Hoogerwerf 1970,
sedangkan Prasetyonohadi 1986 menyatakan bahwa vegetasi rumput yang disukai rusa di
Pulau Moyo adalah Paspalum longifolium, Imperata cylindrica, Eragrostis sp., Cechrus browii
, Cyperus rotundus, Cynodon dactylon. Kebutuhan makan bagi rusa dapat diartikan sebagai kebutuhan kalori setiap hari.
Kebutuhan kalori rusa kurang lebih 6.000 – 10.000 kalori setiap harinya Dasman 1964.
Menurut Sutrisno 1993, rusa dewasa di Pulau Timor rata-rata membutuhkan makan
sebesar 5,70 kgekorhari, dalam keadaan berat segar. Rusa di habitat alami memerlukan tempat berteduh dari panas dan hujan
untuk melindungi diri dari musuh penyerang dan untuk tidur, serta istirahat Syarief 1974.
Menurut Schroder 1976, tempat berlindung rusa biasanya berupa hutan dan semak yang rapat.
B. Daya Dukung
Menurut Undang-Undang
Nomor 23
Tahun 1997,
daya dukung
lingkungan adalah kemampuan lingkungan hidup untuk mendukung kehidupan manusia dan mahluk hidup lain. Habitat merupakan suatu kawasan yang terdiri
10 dari berbagai komponen fisik maupun biotik yang merupakan satu kesatuan dan
dipergunakan sebagai tempat hidup serta berkembang biak satwaliar. Menurut Brown 1954 daya dukung adalah jumlah satwa maksimum yang dapat
ditampung suatu areal pada periode beberapa tahun, tanpa merusak tanah, bahan makanan, pertumbuhan vegetasi, mata air atau keperluan lainnya. Dasman 1964
mendifinisikan daya dukung adalah habitat hanya dapat menampung jumlah satwa pada suatu batas tertentu sehingga daya dukung menyatakan fungsi dari habitat.
Pendugaan daya dukung suatu habitat dapat dilakukan dengan mengukur jumlah hijauan per hektar yang tersedia bagi satwa yang memerlukan Susetyo
1980. Hijauan yang ada di lapangan tidak seluruhnya dihabiskan oleh satwa, tetapi ada sebagian yang ditinggalkan untuk menjamin pertumbuhan selanjutnya
dan pemeliharaan tempat tumbuh Susetyo 1980. Syarief 1974 menyatakan bahwa besarnya daya dukung suatu areal dapat dihitung melalui pengukuran salah
satu faktor habitat. McIlroy 1964 menyatakan bahwa untuk menghitung produktivitas hijauan padang rumput dapat menggunakan cara yang diperkenalkan
yaitu dengan pemotongan hijauan pada suatu luasan sampel savana, menimbang dan dihitung produksi per unit luas per unit waktu.
Bagian tanaman yang dimakan satwa tersebut disebut proper use. Menurut Susetyo 1980, faktor yang paling berpengaruh terhadap proper use adalah
topografi karena sangat membatasi pergerakan satwa. Proper use pada lapangan datar
dan bergelombang
kemiringan 0-50
adalah 60-70,
lapangan bergelombang dan berbukit kemiringan 5-23 adalah 40-45 dan lapangan
berbukit sampai curam kemiringan lebih dari 23 adalah 25-30 .
C. Populasi
Populasi dalam bidang ekologi adalah kumpulan makhluk hidup dari spesies yang sama atau memiliki kesamaan genetik dan secara bersama-sama
mendiami suatu tempat tertentu dan dalam waktu tertentu pula Odum 1971. Tarumingkeng 1994 menekankan pengertian populasi dalam hal genetik, yakni
himpunan individu atau kelompok individu suatu jenis yang tergolong dalam satu spesies atau kelompok lain yang dapat melangsungkan interaksi genetik dengan
jenis yang bersangkutan, dan pada suatu waktu tertentu menghuni suatu wilayah
11 tertentu. Tarumingkeng 1994 menyatakan bahwa sifat khas yang dimiliki
populasi adalah kerapatan densitas, laju kelahiran natalitas, laju kematian mortalitas, sebaran umur distribusi dan jenis kelamin, potensi biotik, sifat
genetik, perilaku dan pemencaran dispersi. Parameter populasi yang utama adalah struktur populasi, yang terdiri dari
sex ratio, distribusi kelas umur, tingkat kepadatan dan kondisi fisik van Lavieren 1983. Nilai kepadatan diperlukan untuk menunjukkan kondisi daya dukung
habitatnya Alikodra 1990. Ada tiga kemungkinan perubahan populasi yaitu berkembang, stabil, dan menurun van Lavieren 1982. Jika nilai angka kematian
d dibandingkan dengan angka kelahiran b maka akan dapat diketahui keadaan populasi apakah berkembang, stabil atau menurun.
Kepadatan populasi adalah besaran populasi dalam suatu unit ruang. Pada umumnya dinyatakan sebagai jumlah individu di dalam satu unit luas atau volume
Alikodra 1990. Nilai kepadatan diperlukan untuk menunjukkan kondisi daya dukung habitatnya. Parameter populasi yang berpengaruh terhadap nilai
kepadatan populasi adalah natalitas, mortalitas, imigrasi dan emigrasi Natalitas merupakan jumlah individu baru anak yang lahir dalam suatu
populasi dan dinyatakan dalam beberapa cara yaitu produksi individu baru anak dalam suatu populasi, laju kelahiran per satuan waktu atau laju kelahiran per
satuan waktu per individu Odum 1971. Van Lavieren 1983 menyatakan bahwa laju kelahiran dinyatakan dalam laju kelahiran kasar crude birth rate, yakni
perbandingan jumlah individu yang dilahirkan dengan jumlah seluruh anggota populasi
pada satu periode waktu; dan laju kelahiran umur spesifik yang merupakan perbandingan jumlah individu yang lahir dengan jumlah induk yang
melahirkan yang termasuk dalam kelas umur tertentu. Faktor-faktor yang mempengaruhi angka kelahiran adalah:
1 Perbandingan komposisi jantan dan betina sex ratio dan kebiasaan kawin,
2 Umur tertua individu masih mampu berkembangbiak maximum breeding
age ,
3 Umur termuda individu mulai mampu berkembangbiak minimum breeding
age ,
12 4
Jumlah anak yang dapat diturunkan oleh setiap individu betina dalam setiap kelahiran fecundity, dan
5 Frekuensi melahirkan anak per tahun fertility.
Mortalitas merupakan jumlah individu yang mati dalam suatu populasi. Mortalitas dinyatakan dalam laju kematian kasar crude mortality rate, yaitu
perbandingan jumlah kematian dengan jumlah total populasi hidup selama satu periode
waktu; ataupun
laju kematian
umur spesifik
yang merupakan
perbandingan jumlah individu yang mati dari kelas umur tertentu dengan jumlah individu yang termasuk dalam kelas umur tertentu tersebut selama periode waktu
Alikodra 1990. Faktor-faktor yang mempengaruhi kematian satwa adalah: 1
Kematian oleh
keadaan alam,
misalnya: bencana
alam, penyakit,
pemangsaan, kebakaran dan kelaparan. 2
Kematian oleh kecelakaan, misalnya: tenggelam, tertimbun tanah longsor, tertimpa batu dan kecelakaan yang menyebabkan terjadinya infeksi sehingga
mengalami kematian. 3
Kematian oleh adanya pertarungan dengan jenis yang
sama untuk mendapatkan ruang, makanan dan air serta untuk menguasai wilayah.
4 Kematian oleh aktifitas manusia, misalnya: perusakan habitat, perburuan,
pencemaran dan kecelakaan lalulintas. Perbandingan jenis kelamin adalah proporsi antara individu jantan dengan
betina atau dapat dinyatakan sebagai jumlah individu jantan per 100 individu betina Lavieren, 1983. Perbandingan jenis kelamin dapat dibedakan atas:
1 Primary sex ratio
, yaitu perbandingan individu jantan terhadap individu betina secara konsepsional.
2 Secondary sex ratio
, yaitu perbandingan individu jantan terhadap individu betina pada saat kelahiran.
3 Tertiary sex ratio
, yaitu perbandingan individu jantan terhadap individu betina pada akhir hidup.
Sebaran kelas umur adalah pengelompokkan anggota populasi ke dalam kelas umur yang sama dan biasanya dibedakan antara kelompok jantan dan betina.
Menurut van Lavieren 1982, pengelompokkan yang paling sederhana adalah
13 pengelompokkan ke dalam kelas umur bayi new born, anak juvenile, remaja
sub adult dan dewasa adult. Alikodra 1990 menyatakan bahwa struktur umur adalah perbandingan antara jumlah individu dalam setiap kelas umur dengan
jumlah keseluruhan individu dalam suatu populasi. Struktur umur dipergunakan untuk menilai keberhasilan perkembangbiakan serta prospek kelestarian satwaliar.
D. Pertumbuhan Populasi