47
DAN PROGRAM PEMERINTAH DAERAH RAKSA DESA DALAM PELAKSANAANNYA
6.1. Wujud Program Bantuan Langsung Tunai BLT dalam Pelaksanaannya
Program penanggulangan Bantuan Langsung Tunai adalah adalah salah satu Program Kompensasi Pengurangan Subsidi Bahan Bakar Minyak PKPS-
BBM. Program ini dimaksudkan pemerintah untuk membantu warga miskin sesudah adanya kenaikan harga BBM yang berakibat terhadap kenaikan biaya
hidup. Penduduk yang tergolong keluarga miskin gakin dianggap layak mendapat uang tunai Rp 1,2 juta per keluarga per tahun Rp 100.000 per bulan
dan diberikan melalui empat tahap. Program bantuan langsung tunai memiliki 14 kriteria untuk penerima bantuan, diantaranya yang harus dipenuhi minimal
delapan kriteria. Dalam pelaksanaan Program BLT dilapangan yang pertama dilihat
kesesuaian penerima bantuan, dari seluruh responden 40 orang, 95 persen menyatakan bahwa penerima bantuan telah sesuai, dengan melihat hasil dari
kuisioner mereka terdapat dua orang responden yang sebetulnya tidak memenuhi syarat untuk menerima BLT. Untuk sosialisasi program, lima persen responden
mengatakan ada sosialisasi, sedangkan pendampingan untuk pemanfaatan program responden seluruhnya menyatakan tidak ada pendampingan, untuk
distribusi bantuan seluruh responden mengatakan distribusi lancar, 97,5 persen tidak mengalami kesulitan dalam menerima bantuan, dan 87,5 persen bantuan
tersebut digunakan sesuai dengan tujuan program. Untuk gambaran pelaksanaan program BLT dapat dilihat pada diagram 3.
Diagram 3. Pelaksanaan Teknis BLT dalam Rumah Tangga
Hasil wawancara mendalam dengan lima orang responden dan lima 0rang informan BLT wujud program pemerintah dalam pelaksanaannya secara
keseluruhan dapat dikatakan kurang baik. Hal ini diketahui dari beberapa pendapat informan dan responden. Untuk kesesuaian bantuan langsung tunai
ternyata masih ada yang seharusnya tidak mendapatkan tetapi mendapatkan bantuan walaupun 95 persen dari responden telah sesuai. Berdasarkan hasil
wawancara dengan ERK 33 tahun sekertaris sebagai berikut.
“ Program BLT tuh belum memenuhi standar jadi kalau mau dibilang, program BLT mah tidak tepat sasaran, kalau ngacunya ke standar ya.
Soalnya kalo mengacu sama minimal 8 dari 14 kriteria itu namanya Fakir
bukan miskin lagi. ”
Berdasarkan wawancara dengan pak ITK 47 tahun sebagai penerima bantuan sebagai berikut.
48
“ Rata-rata mah dek sebagian besar sesuai, jadi gini dek yang pastinya mesti meunang bantuan mah didieu beneran meunang eta
BLT tapi nu miskin tapi nteu
memenuhi kriteria tea mah beunang oge, tapi rata-rata mah bener kaya
49
saya misalnya rumah ga berlantai, tembok ga di cor makan juga de alakadarnya kalo ada rejeki 3 kali kalo ga ada mah malem ngopi aja.”
Diakui oleh ERK selaku sekertaris desa bahwa beliau tidak mendapat sama sekali sosialisasi program dan langsung memberikan nama penerima. Begitu
pula dengan penerima bantuan SPR, beliau mengatakan hal yang serupa dengan ERK sekertaris Desa.
Berdasarkan hasil wawancara dengan SPR 49 tahun sebagai penerima BLT sebagai berikut.
“ Ga ada dek,sambil bertanya pada pemandu saya eweuh nyak? pemandu saya mengiyaan ga ada dek langsung aja di bagi kartu sama tempel stiker
tea , teu ngomong-ngomong heula. ”
Mengenai pendampingan program dengan wawancara mendalam baik dengan informan maupun responden diketahui memang tidak terdapat pendampingan,
sehingga wajar jika uang BLT tersebut terjadi ketidaksesuaian dengan tujuan program. Untuk distibusi program berdasarkan hasil wawancara mendalam
menyatakan bahwa program didistribusikan dengan baik dan lancar tanpa ada keributan atau masalah di Cibatok Satu yang dapat diambil di kantor pos yang
dekat dengan kantor kelurahan Cibungbulang. Untuk menerima bantuan sebagian besar menyatakan mudah dalam pengambilan dan dapat diwakilkan bahkan dapat
dipindah tangankan. Berdasarkan hasil wawancara dengan SPR sebagai penerima BLT sebagai berikut.
“ Lancar dek, ngambil ge gampang ga ada masalah, kalo di Cibatok Satu mah
ga ada yang sampe berantem-berantem dek, tapi kalo yang jual kartunya ke orang lain ada dek, misalnya pak X. ”
Terakhir adalah dengan melihat kesesuaian pemanfaatan program BLT oleh penerima bantuan. Sebagian besar responden memakainya dengan benar
sesuai dengan tujuan program, mereka mengaku dana tersebut hanya dipakainya untuk makan tetapi terdapat juga yang menggunakan untuk membayar hutang dan
50 membeli perlengkapan saat lebaran. Berdasarkan hasil wawancara dengan NHT
50 tahun sebagai penerima BLT sebagai berikut.
“ Ya untuk makan dek, kadang buat nambahin bayaran anak sekolah, soalnya ga enak kalo minjem melulu sama tetangga. ”
NHT juga menyatakan sebagai berikut.
“ Yah ada lah dek dikit mah untuk biaya sekolah anak dari pada minjem khan lumayan, kadang uangnya ibu pake juga buat bayarin utang. ”
Penggunaan dana untuk membayar hutang tidak hanya dilakukan oleh NHT tetapi terjadi juga di RW Dua. Hal ini sebagaimana dituturkan oleh MHR 68 tahun
selaku ketua RW Dua sebagai berikut. “
Waktu denger namanya masuk BLT pak H langsung minjem duit ke temennya, dengan kata lain pinjam duit dulu deh nanti diganti saat dana
BLT sudah turun. ”
Hal tersebut menandakan bahwa ketika warga menerima uang mereka cenderung menggunakan uang tersebut untuk keperluan yang lebih mendesak. Seperti yang
diungkapkan SRY sebagai penerima program BLT mengatakan sebagai berikut.
“ Ada sih kepake dikit-dikit pas lebaran, yah buat bliin kaos anak neng.”
Hal yang sama dikatakan oleh juga UNG selaku ketua RW Satu, beliau menceritakan keadaan warga di RW Satu ketika masih menerima program BLT.
UNG menceritakan dana tersebut memang tidak hanya digunakan untuk makan saja. Hal ini sesuai dengan yang dituturkan UNG 49 tahun sebagai berikut.
“
Sebagian besar sih untuk makan, tapi yang benerin rumah, buat modal dagang kecil-kecilan, bayar utang, beli baju buat anak mah ada aja. ”
Hasil menyatakan penelitian pemanfaatan dana BLT pada sampel 40 responden menunjukkan bahwa peserta program memiliki berbagai macam
kebutuhan yang berbeda-beda. Kebutuhan tersebut diantaranya untuk makan sehari-hari 87,5 persen, membeli pakaian keperluan sandang 2,5 persen,
51 keperluan hari raya 10 persen, membayar hutang 5 persen dan memperbaiki
rumah sebanyak 20 persen.
6.2. Wujud Program Pemerintah Daerah Raksa Desa dalam Pelaksanaannya