24
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Pengaruh Perlakuan Terhadap Sifat Fisik Buah Pala
Di Indonesia buah pala pada umumnya diolah menjadi manisan dan minyak pala. Dalam perkembangannya, penanganan pascapanen diarahkan untuk diversifikasi produk sesuai
permintaan pasar. Proses penanganan segar buah pala secara umum, yaitu pemisahan daging dengan biji pala, pemisahan salut dari biji pala, dan pengeringan.
Proses penanganan buah pala untuk industri manisan pala biasanya diawali dengan proses perendaman buah pala dalam air garam 0.25 bobotvolume, dimana dalam 100 kg buah pala
dibutuhkan air sebanyak 100 liter dan garam 250 gram. Perendaman dalam air garam berfungsi
untuk mencegah terjadinya proses pencoklatan sehingga buah pala yang dihasilkan berwarna putih
. Setelah itu, buah pala dipisahkan antara daging dan bijinya. Bagian yang dibutuhkan
hanya daging buahnya sehingga dihasilkan limbah berupa biji dan salut. Namun demikian, limbah biji pala ini masih dapat diolah menjadi minyak pala sebagai penghasilan tambahan bagi
produsen manisan pala. Dalam industri minyak atsiri dan rempah-rempah, biasanya buah pala langsung
dipisahkan antara daging buah dan bijinya. Setelah itu, bijinya dikumpulkan dan direndam dalam air tawar, sebelum diproses menjadi minyak pala. Perendaman tersebut bertujuan untuk
memudahkan dalam proses penanganan pascapanen selanjutnya, serta memperlambat pembusukan dan dapat membersihkan biji dari getah yang dihasilkan dari proses pemisahan dari
daging buahnya. Hal tersebut dapat terlihat dari perubahan warna keputihan pada air sisa hasil perendaman biji pala setelah 24 jam perendaman Gambar 10b.
a b
Gambar 10. Air perendaman biji pala: a awal perendaman, b setelah perendaman setelah 24 jam perendaman
25 a
b
c Gambar 11. Biji pala setelah diberi perlakuan: a tanpa perendaman, b perendaman dalam air
tawar, dan c perendaman dalam air garam Gambar 11 menunjukkan perubahan warna biji pala hasil perendaman dan tanpa
perendaman. Terlihat adanya perbedaan warna yang dihasilkan dari ketiga pelakuan tersebut, dimana biji pala yang dihasilkan dari perendaman dalam air garam memiliki warna lebih pucat
dibandingkan tanpa perendaman. Biji pala yang direndam dengan air tawar Gambar 11 b memiliki warna lebih coklat dari pada hasil perendaman dengan air garam. Hal ini
mengindikasikan bahwa perendaman dengan air garam dapat mencegah terjadinya proses pencoklatan.
Proses pemisahan salut dari biji dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu secara manual dan semi mekanis. Pemisahan secara manual hanya membutuhkan pisau sebagai alat bantunya,
sedangkan secara semi mekanis dapat menggunakan alat penyosoh. Pemisahan secara manual dapat dilakukan untuk semua jenis perlakuan, namun untuk pemisahan secara semi mekanis,
hanya dapat dilakukan pada perlakuan 2 yaitu setelah biji pala direndam air tawar. Perbedaan kondisi salut dari setiap perlakuan menjadi faktor penting dalam menentukan cara pemisahan
karena prisnsip kerja pada alat penyosoh dipengaruhi gaya gesek dan tekan yang bergerak secara translasi. Pada perlakuan 1 dan 3 kondisi salut masih menempel erat pada biji pala sehingga
pada saat disosoh hasilnya kurang baik. Proses pemisahan membutuhkan gaya gesek dan tekan yang lebih besar yang menggambarkan biji pala rusak atau cacat. Sedangkan pada perlakuan 2,
salut pada biji pala tidak menempel erat atau sudah terlepas dari bijinya akibat proses perendaman Gambar 12, namun karena salut menyatu dengan biji sehingga masih diperlukan
proses untuk memisahkannya. Jika sebagian besar salut sudah tidak menempel lagi pada biji pala, proses pelepasannya lebih mudah dan ringan.
26 Gambar 12. Kondisi salut pada biji pala yang direndam dalam air tawar
Sebelum proses pengeringan, biji pala untuk setiap perlakuan diukur kadar airnya terlebih dahulu. Hal tersebut bertujuan untuk mengetahui kadar air awal masing-masing perlakuan, serta
untuk memprediksikan bobot kering yang harus dicapai saat kadar air 8-10 basis basah. Berdasarkan hasil pengukuran dan analisis ragam lihat Lampiran 6, jenis perlakuan
memberikan hasil yang berbeda nyata Lampiran 2, di mana pada perlakuan 2 memiliki kadar air paling tinggi, kemudian diikuti oleh perlakuan 1 dan perlakuan 3. Perbedaan nyata terlihat
jelas pada perlakuan 3 apabila dibandingkan dengan perlakuan 1 dan 2.
Gambar 13. Kadar air rata-rata biji pala dengan tingkat kematangan muda dan medium setelah diberi perlakuan perendaman
perendaman air tawar air garam
Sebelum direndam Setelah direndam
Tanpa direndam dalam direndam dalam
27 Faktor-faktor yang mempengaruhi kadar air bahan pangan diantaranya adalah air bebas
dan air terikat, kadar air basis basah dan kering, aktivitas air, kelembaban mutlak dan kelembaban relatif, serta sifat fisik dari bahan Safrizal 2010. Pada saat perendaman, pada biji
pala terjadi proses difusi-osmosis, yaitu perpindahan zat atau molekul yang memiliki konsentrasi tinggi yaitu air tawar dan air garam ke konsentrasi rendah yaitu buah dan biji pala sehingga biji
pala pada perlakuan 2 dan 3 mengandung air bebas yang lebih tinggi dibandingkan dengan biji pala pada perlakuan 1. Semakin tinggi air bebasnya maka akan semakin tinggi pula kadar airnya
pada berat padatan bahan yang sama. Tingginya kadar air pada perlakuan 2 disebabkan oleh kandungan air bebasnya yang lebih
cepat menguap dibandingkan pada perlakuan 3. Hal tersebut dikarenakan air bebas pada perlakuan 3 mengikat garam sehingga dibutuhkan energi lebih besar dan waktu yang lebih lama
untuk menguapkan jumlah air yang sama dengan kandungan air bebas pada perlakuan 2. Adanya perbedaan kadar air tersebut tentunya mempengaruhi proses pengeringan.
Faktor-faktor yang mempengaruhi proses pengeringan pada suatu bahan, antara lain ukuran bahan, kadar air awal, dan tekanan parsial dari bahan Neni 2007. Semakin tinggi kadar air
awal suatu bahan maka akan semakin lama waktu yang dibutuhkan untuk proses pengeringan. Waktu yang dibutuhkan untuk pengeringan pada perlakuan perendaman 1 dan 2 relatif sama,
yaitu 7-8 hari, sedangkan untuk perlakuan 3 cenderung lebih lama, yaitu 8-9 hari. Gambar 14 memperlihatkan kondisi biji pala kering untuk tiap perlakuan.
Adanya perbedaan tingkat keseragaman biji pala menjadi salah satu penyebab lama pengeringan dan perbedaan kadar air setelah pengeringansebelum penyimpanan. Hal tersebut
mempengaruhi luas permukaan ketika proses penjemuran. Semakin besar luas permukaannya maka semakin cepat proses pengeringan. Hal tersebut dikarenakan belum adanya teknologi
sortasi dalam proses penanganan pascapanen yang ada dilapangan. Terdapat beberapa sample pada perlakuan perendaman 1 yang memiliki kadar air lebih
tinggi daripada sample perlakuan perendaman 1 lainnya padahal waktu pengeringan yang diberikan sama lihat Lampiran 3. Hal tersebut diakibatkan adanya pengaruh dari getah yang
menempel pada biji serta akibat panas yang tidak stabil karena proses dengan panas sinar matahari penjemuran.
Waktu tunggu pada proses pemisahan daging buah dengan bijinya dapat mempengaruhi jumlah getah yang dihasilkan. Semakin lama waktu tunggu pemisahan buah pala, jumlah getah
semakin sedikit. Hal tersebut disebabkan selama proses pemisahan, buah pala mengalami proses penguapan pengeringan. Semakin lama proses pemisahan berlangsung maka semakin banyak
air yang diuapkan dari buah pala, sehingga buah pala tersebut dapat kering dalam waktu yang lama. Oleh karena itu jumlah getah yang menempel pada bijinya dapat dianggap sebagai salah
satu penyebab lambatnya proses pengeringan.
28 a
b
c Gambar 14. Biji pala kering untuk setiap perlakuan yang diberikan, a tanpa perendaman, b
perendaman dalam air tawar, dan c perendaman dalam air garam Berdasarkan hasil analisis ragam, perlakuan perendaman memberikan pengaruh nyata
terhadap kadar air biji pala sebelum penyimpanan. Rata-rata kadar air sebelum penyimpanan yang paling tinggi terdapat pada perlakuan perendaman 1, yaitu 9.9 dan paling kecil pada
perlakuan 3, yaitu sebesar 7.9 seperti ditunjukkan dalam Lampiran 7. Setelah tercapai kadar air biji pala kering sebesar 8-10 basis basah, tahap selanjutnya
dilakukan penyimpanan dalam kantong plastik pada ruangan berventilasi dengan lama penyimpanan: a 1 minggu; b 2 minggu; dan c 3 minggu. Proses penyimpanan mempengaruhi
kadar air serta bobot biji pala kering karena selama proses penyimpanan berlangsung, terjadi proses penguapan dalam jumlah kecil sehingga terjadi penurunan kadar air secara perlahan.
Namun ketika suatu bahan mendekati batas minimal kadar airnya maka akan muncul sifat higroskopis, yaitu kemampuan suatu bahan untuk menyerap molekul air dari lingkungannya baik
melalui absorbsi atau adsorpsi. Adanya fluktuasi dari kadar air ketika penyimpanan seperti ditunjukkan pada Gambar 15 dan 16, dipengaruhi oleh keadaan lingkungannya, seperti suhu dan
RH. Karena ketika proses penyimpanan berlangsung, kondisi lingkungan per harinya tidak sama karena cuaca yang berubah-ubahtidak menentu. Selain itu juga dikarenakan kandungan air
bebas dan terikat dari tiap perlakuan berbeda, dimana hal tersebut dapat mempengaruhi sifat higroskopis pada suhu dan RH yang berbeda pula.
Berdasarkan hasil analisis ragam perlakuan perendaman mempengaruhi kadar air setelah penyimpanan, sedangkan pada perlakuan lama penyimpanan tidak berpangaruh terhadap kadar
air setelah penyimpanan, namun antara perlakuan perendaman dan lama penyimpanan menunjukkan adanya interaksi yang signifikan lihat Lampiran 10. Selama penyimpanan rata-
29 rata kadar air paling tinggi terdapat pada perlakuan perendaman 1 dan paling kecil pada
perlakuan 3. Namun untuk hasil analisis ragam untuk susut bobot hasilnya berlawanan dengan hasil
analisis ragam kadar air setelah penyimpanan, dimana perlakuan perendaman tidak berpengaruh terhadap kadar air setelah penyimpanan, artinya semua perlakuan yang diberikan memberikan
respon yang sama tidak berbeda nyata, sedangkan pada perlakuan lama penyimpanan memberikan hasil yang berbeda nyata, dan tidak ada interaksi antara kedua perlakuan tersebut.
Hal tersebut dapat dilihap pada Lampiran 11. Perubahan susut bobot pada perlakuan perendaman 1, 2, dan 3 relatif sama, dimana pada minggu pertama penyusutan 0 untuk semua
perlakuan, minggu kedua sekitar 2.5 , dan minggu ketiga sekitar 4 . Waktu penyimpanan optimal, yaitu 1 minggu karena biji pala belum mengalami susut bobot.
Gambar 15. Perubahan kadar air biji pala kering sebelum dan sesudah penyimpanan
Gambar 16. Susut bobot rata-rata biji pala kering dari perlakuan yang diberikan
30
B. Pengaruh Perlakuan Terhadap Rendemen Penyulingan