Luas habitat terumbu karang pada lokasi stasiun penelitian ini menggunakan analisis penggabungan dan penindihan overlay sistem informasi geografi
terhadap peta administrasi Kabupaten Banggai Kepulauan dari Biro Pusat Statistik BPS Tahun 2001 dan peta sumberdaya terumbu karang di Kabupaten Banggai
Kepulauan dari Lembaga Antariksa Nasional LAPAN Tahun 2006. Sedangkan untuk menentukan jumlah tangkapan lestari dengan
menggunakan formulasi konservatif yang kembangkan oleh Edwards et al 2003 diacu dalam
Hodgson Ochavillo 2006 sebagai berikut : Q = M 0.5 x D 0.5 0.66
Keterangan : Q = Indeks Kuota Tangkapan Lestari ekorm
2
M = Mortalitas Alami D = Densitas ikan ekorm
2
3.6.2 Penentuan Mortalitas Alami
Pada penelitian ini mortalitas alami dihitung berdasarkan persamaan sebagai berikut : Log M = - 0.0066
– 0.279 log L
∞
+ 0.6543 log k + 0.4634 log T Gayanilo et al. 2002, dimana T adalah suhu perairan pada habitat ikan yang
diteliti. Sedangkan panjang ikan infinity L
∞
dan koefisien pertumbuhan k ikan P.kauderni
pada penelitian ini diperoleh dari data yang diperoleh dari fish base online
pada situs www.fishbase.org yang sudah disepakati oleh peneliti sebagai dasar dalam pengelolaan perikanan dunia Froese Pauly 2000.
3.6.3 Analisis Pengumpulan, Distribusi dan Metode Penangkapan
Pada penelitian ini analisis pengumpulan dan distribusi perdagangan dilakukan dengan metode livelihood dengan mengamati langsung distibusi
perdagangan dari nelayan penangkap, pengumpul ikan dan sampai kepada eksportir.
Sedangkan analisis metode penangkapan dilakukan dengan mengamati langsung cara nelayan menangkap ikan P.kauderni di Pulau Banggai, Kabupaten
Banggai Kepulauan, Sulawesi Tengah.
3.6.4 Pengelolaan untuk Pemanfaatan Berkelanjutan
Pengelolaan untuk pemanfaatan berkelanjutan ikan P.kauderni pada penelitian ini adalah berupa pengelolaan terhadap jumlah ikan yang dapat
dimanfaatkan, metode penangkapan ikan dan efektifitas pengumpulan dan distribusi perdagangan.
Pengelolaan terhadap jumlah ikan yang dapat dimanfaatkan dilakukan berdasarkan hasil analisis jumlah tangkapan yang diperbolehkan tangkapan
lestari kuota berdasarkan perbandingan tingkat pemanfaatan ikan P. Kauderni pada bulan Januari-September tahun 2008 di empat lokasi penelitian Bone Baru,
Mbato mbato, Tolokibit dan Pulau Bandang. Pengelolaan terhadap metode penangkapan ikan P.kauderni di Pulau Banggai berdasarkan hasil pengamatan
langsung pengambilan oleh nelayan yang mencakup alat penangkapan dan pengoperasian alat penangkapan yang dikaitkan dengan metode penangkapan
yang ramah lingkungan. Pengelolaan terhadap metode pengumpulan dan distribusi perdagangan berdasarkan hasil analisis pengamatan langsung terhadap
cara pengumpulan dan distribusi perdagangan yang dikaitkan dengan efektifitas dan efisiensi yang dapat mempengaruhi kesejahteraan nelayan karena kerterkaitan
permasalahan pengumpulan dan distribusi sangat tinggi terhadap harga ikan.
4. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Kondisi Umum Lokasi Penelitian 4.1.1 Parameter Fisika-Kimia Perairan
Parameter fisika-kimia yang diukur pada penelitian ini adalah parameter suhu, salinitas, kecerahan, derajat keasaman pH dan kandungan oksigen terlarut
DO. Hasil dari pengukuran parameter fisika-kimia perairan stasiun penelitian ini disajikan pada Tabel 3.
Tabel 3 Parameter fisika-kimia perairan pada masing-masing stasiun penelitian
Parameter Bone baru
Mbato mbato Tolokibit
Pulau Bandang Suhu °C
28,93 ± 0,38 30,43 ± 0,25
30,43 ± 0,97 31,23 ± 0,25
Kedalaman m
3 3
3 3
Salinitas ‰
31 31
32 31
Kecerahan
100 100
100 100
pH
9,00 ± 0.08 9,03 ± 0,24
8,70 ± 0,41 9,08 ± 0,29
DO mgl
7,17 ± 0,40 7,63 ± 0,12
8,03 ± 0,40 8,57 ± 0,15
Parameter fisika-kimia perairan di masing-masing stasiun penelitian umumnya menunjukkan kisaran yang masih memenuhi standar baku air laut yang
normal. Kondisi seperti itu masih dapat memberikan kesempatan bagi terumbu karang dan biota asosiasi lainnya termasuk ikan Banggai Cardinal Pterapogon
kauderni untuk tumbuh dan berkembang. Menurut Soekarno 1989 suhu yang
paling baik untuk pertumbuhan karang berkisar antara 25
o
C – 30
o
C . Selanjutnya Nybakken 1993 mengatakan bahwa terumbu karang masih dapat mentolerir
suhu tahunan maksimum 36
o
C – 40
o
C dan tahunan minimum 18
o
C. Suhu dapat mempengaruhi tingkah laku makan karang. Kebanyakan karang kehilangan
kemampuan untuk menangkap makanan pada suhu diatas 33,5
o
C dan dibawah 16
o
C Mayor 1918 diacu dalam Supriharyono 2000. Neudecker 1981 diacu dalam Supriharyono 2000 mengatakan bahwa perubahan suhu secara mendadak sekitar 4
o
C – 6
o
C dibawah atau diatas ambient level dapat mengurangi pertumbuhan karang bahkan mematikannya. Selanjutnya Tomascik et al 1997 mengemukakan
bahwa terumbu karang pada suatu lokasi hanya dapat mentolelir perubahan suhu sekitar 2
o
C – 3
o
C. Terumbu karang serta biota laut yang berasosiasi masih dapat tumbuh dan
berkembang pada kisaran salinitas air laut yang normal. Berdasarkan tabel diatas