PerkembanganInstrumen Kebijakan Moneter BI rate

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

4.1 PerkembanganInstrumen Kebijakan Moneter BI rate

Pada dasarnya tujuan dari kebijakan moneter adalah mencapai kestabilan nilai rupiah yang tercermin dari rendahnya tingkat inflasi dan nilai tukar rupiah yang sesuai dengan sasaran dan nilai fundamentalnya. Kebijakan moneter yang dilaksanakan Bank Indonesia sejak Juli 2005 lebih mengarahkan perekonomian pada pencapaian inflasi yang telah ditetapkan dengan berbagai upaya yang konsisten dan transparan agar sasaran tercapai. Perekonomian diarahkan untuk mencapai tingkat inflasi yang telah ditetapkan dan diumumkan kepada publik dengan upaya yang transparan dan akuntabel. Salah satu instrumen kebijakan moneter untuk mencapai tingkat inflasi tersebut adalah dengan menerapkan kebijakan suku bunga kebijakan BI rate. Pengumuman BI rate sebulan sekali melalui RDG Bulanan menjadi dasar pertimbangan bagi investor domestik dan asing mengenai bagaimana prediksi kondisi perekonomian domestik. Hal ini disebabkan karena BI rate dapat mencerminkan tingkat inflasi ke depan dan perkembangan ekonomi domestik dim as mendatang sehingga investor dapat mengukur tingkat risiko dan imbal hasil dari setiap pertimbangan keputusan investasi. BI rate merupakan dasar penetapan tingkat suku bunga PUAB ON pada operasi pasar terbuka. Universitas Sumatera Utara Sumber: Bank Indonesia data diolah Gambar 4.1 Perkembangan BI rate Berdasarkan grafik diatas, dapat dilihat bahwa sejak pertama kali dilaksanakan sebagai salah satu instrumen moneter BI rate mengalami dinamika seiring dengan penyesuaian terhadap keadaan ekonomi domestik Indonesia. Saat diterapkannya pertama kali pada 5 Juli 2005, BI menetapkan BI rate sebesar 8,50. Selama tahun 2008, penetapan BI rate mengalami beberapa kali kenaikan dimana bersumber dari gejolak harga minyak dan pangan dunia, ekspektasi inflasi yang tinggi,pelemahan rupiahserta tekanan permintaan dalam negeri, menyebabkan BI rateharus dinaikkan. Pada awal periode 2008, BI rateditetapkan pada level 8 dan RDG bulanan beberapa kali menetapkan kenaikan hingga mencapai 9,25 pada akhir periode tersebu dalam hal mengantisipasi gejolak ekonomi baik dari luar maupun dalam negri. 0,00 2,00 4,00 6,00 8,00 10,00 12,00 14,00 8 M e i 2 1 4 9 J a n u a ri 2 1 4 1 2 -S e p -1 3 1 3 J u n i 2 1 3 1 2 F e b ru a ri 2 1 3 1 1 O kt o b e r 2 1 2 1 2 J u n i 2 1 2 9 F e b ru a ri 2 1 2 1 1 O kt o b e r 2 1 1 9 J u n i 2 1 1 4 F e b ru a ri 2 1 1 5 O kt o b e r 2 1 3 J u n i 2 1 4 F e b ru a ri 2 1 5 O kt o b e r 2 9 3 J u n i 2 9 4 F e b ru a ri 2 9 7 O kt o b e r 2 8 5 J u n i 2 8 6 F e b ru a ri 2 8 8 O kt o b e r 2 7 7 J u n i 2 7 6 F e b ru a ri 2 7 5 O kt o b e r 2 6 6 J u n i 2 6 7 F e b ru a ri 2 6 4 O kt o b e r 2 5 Universitas Sumatera Utara Selama triwulan I 2009, Bank Indonesia telahmelakukan penurunan BI ratesebanyak tiga kali.,sehingga pada akhir triwulan laporan posisinya menjadi7,75, turun 150 bps. Seiring dengan membaiknya kondisi perekonomian pada triwulan berikutnya, BI beberapa kali menetapkan penurunan BI rate hingga mencapai 6,50 pada akhir 2009. Pada triwulan I 2010 hingga periode awal triwulan I 2011, BI ratetetap terjaga pada level 6,50. Hal ini disebabkan tidak adanya gejolak ekonomi yang berpotensi menekan perekonomian sehingga pada level ini dianggap terjaga. Lalu pada 4 Pebruari 2011, BI menaikkan BI rate yang terus bertahan hingga 8 September 2011. Bahkan BI rate cenderung menurun hingga mencapai 5,75 pada triwulan II 2013. Tetapi seiring dengan isu tapering off The FED yang disebabkan membaiknya perekonomian Amerika Serikat pada pertengahan 2013 menyebabkan meningkatnya sentimen negatif investor asing. Dalam upaya mengantisipasi dampak negatif dari kondisi ini yaitu meningkatnya capital outflow, BI berupaya melakukan kebijakan antisipastif dengan beberapa kali menaikkan kembali BI rate secara berangsur-angsur hingga mencapai 7,5 pada akhir tahun 2013.

4.2 Perkembangan Capital Inflow di Indonesia