Pilar 5, Maintenance Prevention Management bertujuan untuk menyusun konsep
maintenance manajemen perawatan mesin yang sesuai dengan iklim dan budaya perusahaan.
Pilar 6, Quality Maintenance : Bertujuan untuk memuaskan konsumen melalui tingginya
kualitas tanpa cacat manufaktur.
Pilar 7, TPM in Adminstrative and Support Department bertujuan untuk membentuk
personel yang berfungsi untuk mengelola adminstrasi TPM.
Pilar 8, Building a safe, enviro and friendly system bertujuan untuk membangun
lingkungan kerja yang aman dan berwawasan lingkungan.
2.3.3. Tujuan Total Productive Maintenance
Tujuan dari total productive maintenance baik secara langsung, maupun tidak langsung yaitu:
1. Mencapai OPE Overall Plant Efficiency paling minimum 80
2. Mencapai nilai OEE minimum 90
3. Mengurangi biaya manufaktur sebesar 30
4. Memenuhi pesanan konsumen sebesar 100
5. Mengurangi kecelakaan
6. Mencapai tujuan dengan bekerja sebagai tim
7. Perubahan perilaku kerja operator
8. Membagi pengetahuan dan pengalaman
9. Menambah tingkat keyakinan karyawan dalam bekerja.
2.3.4. Manfaat dari Total Productive Maintenance TPM
Manfaat dari penerapan TPM secara sistematik dalam rencana kerja jangka panjang pada perusahaan pada khususnya menyangkut faktor-faktor berikut :
1. Peningkatan produktivitas dengan menggunakan prinsip-prinsip TPM akan
meminimalkan kerugian-kerugian pada perusahaan. 2.
Meningkatkan kualitas dengan TPM, meminimalkan kerusakan pada mesinperalatan dan waktu mesin tidak bekerja downtime mesin dengan metode yang terfokus.
Universitas Sumatera Utara
3. Waktu delivery ke konsumen dapat ditepati, karena produksi yang tanpa gangguan
akan lebih mudah untuk dilaksanakan. 4.
Biaya produksi rendah karena rugi-rugi dan pekerjaan yang tidak memberi nilai tambah dapat dikurangi.
5. Kesehatan dan keselamatan lingkungan kerja lebih baik.
6. Meningkatkan motivasi tenaga kerja, karena hak dan tanggung jawab didelegasikan
pada tiap orang.
2.3.5. OEE Overall Equipment Effectiveness
Overall equipment effectiveness OEE merupakan produk dari six big losses pada mesinperalatan. Keenam faktor dalam six big losses seperti telah dijelaskan
di atas, dapat dikelompokkan menjadi tiga komponen utama dalam OEE untuk dapat digunakan dalam mengukur kinerja mesinperalatan yakni, downtime losses,
speed losses dan defect losses seperti dapat dilihat pada Gambar 2.3.
Gambar 2.3. Overall Equipment Effectiveness Sumber : http:www.plant-maintenance.comarticlesRCMvTPM.shtml
Overall equipment effectiveness OEE merupakan ukuran menyeluruh yang mengindikasikan tingkat produktivitas mesinperalatan dan kinerjanya secara
teori. Pengukuran ini sangat penting untuk mengetahui area mana yang perlu untuk
Universitas Sumatera Utara
ditingkatkan produktivitas ataupun efisiensi mesinperalatan dan juga dapat menunjukkan area bottleneck yang terdapat pada lintasan produksi. OEE juga
merupakan alat ukur untuk mengevaluasi dan memberikan cara yang tepat untuk menjamin peningkatan produktivitas penggunaan mesinperalatan.
Formula matematis darioverall equipment effectiveness OEE dirumuskan sebagai berikut :
OEE = Availability x Performance efficiency x Rate of quality product x 100
...........2.1 Kondisi operasi mesinperalatan produksi tidak akan akurat ditunjukkan
jika hanya didasarkan pada perhitungan satu faktor saja, misalnya performance efficiency saja. Enam faktor pada six big losses baru minor stoppages saja yang
dihitung pada performance efficiency mesinperalatan. Rugi-rugi lainnya belum dihitung. Keenam faktor dalam six big losses harus diikutkan dalam perhitungan
OEE, kemudian kondisi aktual dari mesinperalatan dapat dilihat secara akurat. 1.Ketersediaan Availability Availability
Merupakan rasio operation time terhadap waktu loading timenya. Sehingga untuk dapat menghitung availability mesin dibutuhkan nilai-nilai dari :
1. Waktu Operasi Operation time
2. Waktu Persiapan Loading time
3. Waktu tidak bekerja Downtime
Nilai availability dihitung dengan rumus sebagai berikut :
.................................2.3
Loading time adalah waktu yang tersedia availability time perhari atau perbulan dikurangi dengan waktu downtime mesin yang direncanakan planned
downtime.
Universitas Sumatera Utara
Loading time = Total availability time – Planned downtime ................2.4 Planned downtime adalah jumlah waktu downtime yang telah direncanakan dalam
rencana produksi termasuk didalamnya waktu downtime mesin untuk pemeliharaan scheduled maintenance atau kegiatan manajemen lainnya.
Operation time merupakan hasil pengurangan loading time dengan waktu downtime mesin non-operation time, dengan kata lain operation time adalah
waktu operasi yang tersedia available time setelah waktu-waktu downtime mesin dikeluarkan dari total available time yang direncanakan. Downtime mesin adalah
waktu proses yang seharusnya digunakan mesin akan tetapi karena adanya gangguan pada mesinperalatan equipment failures mengakibatkan tidak ada
output yang dihasilkan. Downtime mesin berhenti beroperasi akibat kerusakan mesinperalatan, penggantian cetakan dies, pelaksanaan prosedur set-up dan
adjusment dan lain sebagainya.
2.Performance Effieciency Merupakan hasil perkalian dari operating speed rate dan net operating speed,
atau rasio kuantitas produk yang dihasilkan dikalikan dengan waktu siklus idealnya terhadap waktu yang tersedia untuk melakukan proses produksi
operation time. Operating speed rate merupakan perbandingan antara kecepatan ideal mesin
sebenarnya theoretichalideal cycle time dengan kecepatan aktual mesin actual cycle time. Persamaan matematikanya dapat ditunjukkan sebagai berikut :
Net operating time merupakan perbandingan antara jumlah produk yang diproses processed amount dikalikan dengan actual cycle time dengan operation
time. Net operating time berguna untuk menghitung rugi-rugi yang diakibatkan oleh minor stoppages dan menurunnya kecepatan produksi reduced speed. Tiga
Universitas Sumatera Utara
faktor penting yang dibutuhkan untuk menghitung Performance efficiency : a.Ideal cycle time waktu siklus idealwaktu standar
Ideal cycle time adalah siklus waktu proses yang diharapkan dapat dicapai dalam keadaan optimal atau tidak mengalami hambatan. Ideal cycle time pada
Generator Diesel merupakan siklus waktu proses yang dapat dicapai mesin dalam proses produksi dalam keadaan optimal atau mesin tidak mengalami hambatan
dalam berproduksi. b.
Processed amount jumlah produk yang diproses c.
Operation time waktu operasi mesin
Performancy effieciency dapat dihitung sebagai berikut :
Performance effieciency = Net operating x operating speed rate.................2.7 P E
3.Rasio Kualitas Produk Rate of Quality Products Rate of quality products Adalah rasio jumlah produk yang baik terhadap jumlah total produk yang diproses. Jadi Rate of quality
products adalah hasil perhitungan dengan menggunakan dua faktor berikut : 1.
Processed amount jumlah produk yang diproses 2.
Defect amount jumlah produk yang cacat
Rate of quality products dapat dihitung sebagai berikut :
TPM mereduksi rugi-rugi mesinperalatan dengan cara meningkatkan availability, performance efficiency dan rate of quality products. Sejalan dengan
Universitas Sumatera Utara
meningkatnya ketiga faktor yang terdapat dalam OEE maka kapabilitas perusahaan juga meningkat.
Dengan memasukkan keenam faktor yang terdapat dalam six big losses dalam perhitungan OEE pada pertama kali umumnya perusahaan hanya mempunyai
tingkat OEE sekitar 50 sampai 60, dengan kata lain pabrik hanya menggunakan setengah dari potensi kapasitas efektivitas mesinperalatan yang
mereka miliki. Japan Institute of Plant MaintenanceJIPM telah menetapkan standar
benchmark yang telah dipraktekan secara luas di seluruh dunia. Berikut OEE Benchmark tersebut :
•
Jika OEE = 100, produksi dianggap sempurna: hanya memproduksi produk tanpa cacat, bekerja dalam performance yang cepat, dan tidak ada downtime.
•
Jika OEE = 85, produksi dianggap kelas dunia. Bagi banyak perusahaan, skor ini merupakan skor yang cocok untuk dijadikan goal jangka panjang.
•
Jika OEE = 60, produksi dianggap wajar, tapi menunjukkan ada ruang yang besar untuk improvement.
•
Jika OEE = 40, produksi dianggap memiliki skor yang rendah, tapi dalam kebanyakan kasus dapat dengan mudah di-improve melalui pengukuran
langsung misalnya dengan menelusuri alasan-alasan downtime dan menangani sumber-sumber penyebab downtime secara satu per satu.
Standar benchmark world class OEE relatif karena pada beberapa buku dan perusahaan menunjukkan standar skor yang berbeda, standar word class ini
selalu didorong lebih tinggi sejalan meningkatnya persaingan dan harapan. Misal jika di Pabrik CPO mungkin quality rate90 dapat diterima, tapi jika di pabrik
ban pesawat terbang quality rate 99.9 atau mungkin merupakan minimal word class, dan tentu saja bagi perusahaan yang mempunyai program kualitas six sigma
tidak akan puas dengan quality rate 99.9.
Dari contoh perhitungan di atas kita bisa mengetahui bahwa OEE = 72 memberikan gambaran masih ada ruang untuk improvement sampai skor OEE
Universitas Sumatera Utara
mencapai 85 atau lebih. Fokus improvement ditujukan untuk meningkatkan performance peralatan produksi dan mengurangi reject di dalam proses.
Jonsson dan Lesshammar 1999 menyatakan bahwa kontribusi terbesar OEE adalah sederhana, namun tetap komprehensif, mengukur efisiensi internal
dan dapat bekerja sebagai indikator proses perbaikan berkelanjutan. Kemudian Ljungberg 1998 menambahkan bahwa OEE juga merupakan cara efektif
menganalisis efisiensi sebuah mesin tunggal atau sebuah sistem permesinan terintegrasi Tangen, 2004, p. 64. Bagaimanapun suatu perusahaan menginginkan
peralatan produksinya dapat beroperasi 100 tanpa ada downtime, pada kinerja 100 tanpa ada speed losses, dengan output 100 tanpa ada reject. Dalam
kenyataannya, hal ini sangat sulit tapi bukan tidak mungkin hal ini dapat dicapai. Menghitung OEE merupakan salah satu komitmen untuk mengurangi kerugian-
kerugian dalam peralatan produksi maupun proses melalui aktivitas TPM.
2.3.6. Analisis Produktivitas : Six Big Losses Enam Kerugian Besar