SARAN BIJI DURIAN Pengaruh Penambahan Kitosan dan Plasticizer Sorbitol terhadap Sifat Fisiko-Kimia Bioplastik dari Pati Biji Durian (Durio zibethinus)

78 sebesar 17 cP. Rendahnya nilai viskositas ini dikarenakan sampel larutan bioplastik yang diuji RVA terlalu encer jika dibandingkan dengan larutan sampel yang sesuai prosedur RVA. 10. Hasil analisis SEM bioplastik dari pati biji durian dengan pengisi kitosan dan plasticizer sorbitol diperlihatkan bahwa struktur bioplastik telah homogen, dimana kehomogenan struktur bioplastik tersebut mendukung peningkatan kekuatan mekanik serta densitas bioplastik.

5.2 SARAN

Demi kesempurnaan penelitian ini, maka peneliti menyarankan : 1. Untuk penelitian selanjutnya disarankan dalam penggunaan pati sebagai bahan baku bioplastik, komposisi pati dibuat lebih pekat, misalnya digunakan massa pati 30 gram dalam aquades 100 ml, hal ini dilakukan agar larutan bioplastik tidak terlalu encer sehingga dalam pengujian RVA dapat diperoleh data pasting dari larutan bioplastik. 2. Untuk penelitian selanjutnya disarankan untuk dilakukan analisis lanjut terhadap bioplastik, yakni uji biodegradabilitas bioplastik. 3. Untuk penelitian selanjutnya disarankan menambah variabel perbandingan pati:kitosan yaitu 6:4 dan 5:5 untuk meneliti pada titik konsetrasi kitosan berapa yang menyebabkan nilai kekuatan tarik bioplastik menurun. Universitas Sumatera Utara 6 BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 BIOPLASTIK

Plastik merupakan material yang dapat diolah menjadi berbagai jenis barang, sifatnya lebih ringan dan harganya lebih murah daripada kebanyakan material lainnya. Oleh karena itu plastik adalah pilihan pertama dalam banyak aplikasi industri dan komersial [17]. Namun penggunaan plastik konvensional memiliki banyak kelemahan, yaitu proses produksi plastik membutuhkan sejumlah besar energi, menghasilkan limbah yang merupakan hasil samping produksi plastik, dan penggunaan bahan yang tidak mudah terurai. Dalam rangka menggeser produksi plastik secara berkelanjutan, penelitian dilakukan untuk menentukan jenis sumber daya terbarukan yang dapat dikonversi ke dalam bentuk plastik [18]. Plastik ramah lingkungan atau dikenal dengan istilah bioplastik biodegradable plastic merupakan plastik yang dapat diuraikan oleh jamur atau mikroorganisme di dalam tanah sehingga akan mengurangi dampak negatif yang ditimbulkan oleh plastik sintetik. Menurut standar ASTM D-5488-94d, biodegradable berarti kemampuan suatu bahan mengalami dekomposisi menjadi karbon dioksida, air, metana, senyawa anorganik, atau biomassa, dimana mekanisme yang dominan adalah aktivitas enzimatik dari suatu mikroorganisme yang dapat diukur dengan tes standar pada rentang waktu tertentu [7]. Produksi bioplastik akan dapat membantu meringankan krisis energi serta mengurangi ketergantungan masyarakat pada bahan bakar fosil. Bioplastik memiliki beberapa sifat yang luar biasa yang membuatnya cocok untuk aplikasi yang berbeda [5]. Saat ini para ilmuwan dan teknisi kreatif tidak hanya mencoba mengadaptasikan bioplastik untuk mesin konvensional, tetapi juga menemukan penggunaan baru dari bioplastik tersebut. Sebagai contoh, bahan kemasan, sendok garpu sekali pakai dan pot bunga yang terbuat dari bioplastik pun sudah tersedia [17]. Sekitar 265.000.000 ton plastik diproduksi dan digunakan setiap tahun. Saat ini bioplastik dari sumber daya terbarukan hanya menyumbangkan bagian yang sangat kecil dari total penjualan pasar lebih kecil dari 1, namun kemajuan pesat dibidang bioteknologi dan biokimia lebih lanjut akan mendorong pasar ini Universitas Sumatera Utara 7 berkembang pesat [2]. Kemasan makanan dan edible film film plastik yang terbuat dari bahan yang dapat dimakan adalah dua aplikasi utama dari polimer biodegradable berbasis pati dalam industri makanan. Persyaratan untuk produk kemasan makanan adalah menjaga makanan tetap segar, meningkatkan karakteristik organoleptik makanan seperti penampilan, bau dan rasa, dan menyediakan keamanan pangan [19]. Hingga hari ini, kapasitas produksi bioplastik telah diperluas dengan angka pertumbuhan dua digit setiap tahun [2]. Hal ini menunjukkan adanya potensi bagi industri bioplastik untuk berkembang menjadi industri besar dimasa yang akan datang. Bioplastik merupakan bahan polimer. Polimer adalah suatu senyawa kimia yang terdiri dari rantai molekul atau cabang makromolekul, yang terdiri dari unit yang sama atau mirip, yang disebut monomer. Bioplastik dapat diklasifikasikan berdasarkan aspek-aspek berikut: 1. Polimer yang didasarkan pada bahan baku terbarukan : a . Polimer berbasis biomassa alam Polimer yang dihasilkan oleh organisme hidup hewan, tumbuhan, alga, mikroorganisme yaitu selulosa, pati, protein, atau polyhydroxyalkanoat dari bakteri b . Polimer berbasis biomassa sintetik Polimer yang monomernya didasarkan pada bahan baku terbarukan tetapi yang polimerisasinya membutuhkan transformasi kimia, mis PLA, etilena, poliamida 2 Polimer yang meliputi biofunctionality : a . Polimer untuk aplikasi biomedis b . Polimer biodegradable Polimer yang digunakan dalam produk biodegradable dan karena itu dapat didaur ulang secara organik [20]. Kebanyakan bioplastik merupakan campuran yang mengandung komponen sintetik, seperti polimer dan aditif, untuk meningkatkan sifat fungsional produk jadi dan untuk memperluas jangkauan aplikasi. Jika bahan aditif dan pigmen yang digunakan juga dapat dibuat dari sumber daya terbarukan, maka dapat diperoleh Universitas Sumatera Utara 8 polimer dengan biodegradasi berat sekitar 100 dari senyawa. Tujuan bioplastik adalah untuk meniru siklus hidup biomassa, yang meliputi konservasi sumber daya fosil, air dan produksi CO 2 . Kecepatan biodegradasi bioplastik tergantung pada suhu 50 - 70 o C, kelembaban, jumlah dan jenis mikroba. Degradasi berlangsung cepat hanya jika ketiga persyaratan tersebut tersedia. Umumnya di rumah atau di supermarket biodegradasi terjadi sangat rendah dibandingkan dengan jika dalam kondisi pengomposan. Dalam industri pengomposan bioplastik diubah menjadi biomassa, air dan CO 2 dalam waktu sekitar 6 - 12 minggu [21].

2.1.1 Biofilm Film Bioplastik

Biofilm merupakan plastik berbentuk film atau lapisan tipis yang terbuat dari bahan yang dapat diperbaharui seperti pati [22]. Biofilm dapat dimanfaatkan sebagai materi boplastik yang memiliki kelebihan dibanding plastik yang berasal dari minyak bumi yaitu sifatnya yang mudah terurai dan berasal dari bahan alami yang keberadaaannya di dunia ini melimpah. Namun karena biofilm dari pati murni memiliki sifat mekanik yaitu tensile strength dan elongation at break yang masih kurang baik, penggunaan pati murni sebagai bahan pembentuk biofilm dapat dilakukan dengan teknik plastisasi, pencampuran dengan material lain, modifikasi secara kimia atau kombinasi dari beberapa teknik tersebut [23]. Biofilm berbahan dasar patiamilum dapat didegradasi bakteri pseudomonas dan bacillus memutus rantai polimer menjadi monomer-monomernya. Senyawa- senyawa hasil degradasi polimer selain menghasilkan karbon dioksida dan air, juga menghasilkan senyawa organik lain yaitu asam organik dan aldehid yang tidak berbahaya bagi lingkungan. Plastik berbahan dasar patiamilum aman bagi lingkungan. Sebagai perbandingan, plastik tradisional membutuhkan waktu sekitar 50 tahun agar dapat terdekomposisi alam, sementara plastik biodegradable dapat terdekomposisi 10 hingga 20 kali lebih cepat. Hasil degradasi plastik ini dapat digunakan sebagai makanan hewan ternak atau sebagai pupuk kompos. Plastik biodegradable yang terbakar tidak menghasilkan senyawa kimia berbahaya. Kualitas tanah akan meningkat dengan adanya plastic biodegradable, karena hasil penguraian mikroorganisme meningkatkan unsur hara dalam tanah [24]. Universitas Sumatera Utara 9 Metode pembuatan kemasan plastik biodegradable telah berkembang sangat pesat. Namun demikian, pemilihan metodeteknologi produksi didasarkan pada evaluasi terhadap karaktersitik fisik dan mekanik film yang dihasilkan. Selain karakteristik tersebut, juga didasarkan pada nilai biodegradabilitas film pada berbagai kondisi [25].

2.1.2 Metode Pembuatan Bioplastik

Pengkajian pemanfaatan sumberdaya pati Indonesia untuk produksi plastik biodegradabel dapat dilakukan melalui 3 cara yaitu: 1. Pencampuran blending antara polimer plastik dengan pati, dimana pati yang digunakan dapat berupa pati mentah berbentuk granular maupun pati yang sudah tergelatinisasi, dan plastik yang digunakan adalah PCL, PBS, atau PLA maupun plastik konvensional polietilen. Pencampuran dilakukan dengan menggunakan extruder atau dalam mixer berkecepatan tinggi high speed mixer yang dilengkapi pemanas untuk melelehkan polimer plastik. 2. Modifikasi kimiawi pati, dimana untuk menambahkan sifat plastisitas pada pati, metode grafting sering digunakan. Sifat biodegradabilitas dari produk plastik yang dihasilkan tergantung daripada jenis polimer yang dicangkokkan pada pati. 3. Penggunaan pati sebagai bahan baku fermentasi menghasilkan monomerpolimer plastik biodegradabel [26]. Metode yang dilakukan dalam pembuatan bioplastik pada penelitian ini merujuk pada metode Weiping Band 2005. Proses pencampuran antara pati, pengisi dan plasticizer dilakukan bertahap sambil dipanaskan dan diaduk. Pencampuran yang dilakukan dapat menggunakan stirrer dengan pemanasan menggunakan water batch. Dapat juga menggunakan alat hot plate magnetic stirrer. Campuran yang sudah homogen membentuk larutan bioplastik yang kemudian dicetak dan dikeringkan. Pengeringan menggunakan oven dengan temperatur 60 o C. Pengeringan dilakukan hingga plastik mengeras dan dapat dikeluarkan dari cetakan, waktu yang digunakan yaitu ±24 jam [27]. Universitas Sumatera Utara 10

2.2 PATI

Pati adalah karbohidrat yang merupakan polimer glukosa, dan terdiri atas amilosa dan amilopektin. Amilosa merupakan bagian polimer linier dengan ikatan α-1→4 unit glukosa. Derajat polimerisasi amilosa berkisar antara 500−6.000 unit glukosa, bergantung pada sumbernya. Amilopektin merupakan polimer α- 1→4 unit glukosa dengan rantai samping α-1→6 unit glukosa. Dalam suatu molekul pati, ikatan α-1→6 unit glukosa ini jumlahnya sangat sedikit, berkisar antara 4−5. Namun, jumlah molekul dengan rantai yang bercabang, yaitu amilopektin, sangat banyak dengan derajat polimerisasi 10 5 – 3 x 10 6 unit glukosa [28]. Struktur molekul dari amilosa dan amilopektin ditunjukkan pada gambar 2.1. Sejumlah besar pati terakumulasi sebagai granula butiran yang tidak larut dalam air. Bentuk dan diameter granula ini tergantung pada asal tumbuhan [29]. Granula pati tersebut terdiri atas daerah amorf dan kristal. Di dalam pati yang terdapat pada umbi dan akar, daerah kristalin terdiri dari amilopektin, sedangkan amilosa terdapat di daerah amorf. Di dalam pati sereal, amilopektin juga merupakan komponen yang paling penting dari daerah kristalin. Amilosa dalam pati sereal bergabung dengan lipid dari struktur kristal yang lemah dan memperkuat granula tersebut. Sementara amilopektin larut dalam air, amilosa dan granula pati sendiri tidak larut dalam air dingin. Hal ini meyebabkan relatif mudah untuk mengekstrak granula pati dari sumber tanaman. Ketika suspensi pati dalam air dipanaskan, butiran pertama membengkak sampai tercapai suatu titik di mana pembengkakan ireversibel. Proses pembengkakan ini disebut gelatinisasi. Selama proses ini, amilosa terekstrak keluar dari granul dan menyebabkan peningkatan viskositas suspensi. Peningkatan suhu lebih lanjut kemudian menyebabkan pembengkakan maksimum butiran dan meningkatkan viskositas. Akhirnya, butiran pecah menghasilkan dispersi koloid kental. Pendinginan selanjutnya koloid hasil dispersi pati tersebut menghasilkan bentuk gel yang elastik [30]. Pati adalah bahan baku yang paling menarik untuk pengembangan dan produksi bioplastik. Pati tersimpan dalam berbagai tanaman dalam bentuk butiran mikroskopis. Pati benar-benar bersifat biodegradable dalam berbagai kondisi lingkungan. Pati dapat dihidrolisis menjadi glukosa oleh mikroorganisme atau enzim, dan kemudian dimetabolisme menjadi karbon dioksida dan air [31]. Perlu Universitas Sumatera Utara 11 dicatat bahwa karbon dioksida akan didaur ulang menjadi pati lagi oleh tanaman dan sinar matahari [32]. Karena kemampuannya terdegradasi secara alami ini pati mulai banyak dimanfaatkan sebagai bahan baku pembuatan bioplastik yang ramah lingkungan. Gambar 2.1 Struktur Molekul Amilosa dan Amilopektin [19]

2.2.1 Gelatinisasi Pati

Gelatinisasi dalam arti sempit adalah suatu gangguan termal struktur kristal dalam granula pati asli, tetapi dalam arti yang lebih luas itu mencakup peristiwa yang berhubungan dengan pembengkakan butiran dan pelarutan polisakarida yang dapat larut [33]. Suhu gelatinisasi dianggap sebagai suhu di mana transisi fase granula pati dari keadaan yang teratur menjadi tidak teratur. Suhu gelatinisasi pati tergantung pada jenis tanaman dan jumlah air yang tersedia, pH, jenis dan konsentrasi garam, gula, lemak dan protein dalam campuran, derajat ikatan sambung silang dari amilopektin, jumlah butiran pati yang rusak juga sebagai teknologi yang digunakan [34]. Mekanisme pembentukan gel dimulai jika Universitas Sumatera Utara 12 larutan pati dipanaskan. Butir-butir pati akan mengembang sehingga ikatan hidrogen pada unit amorphous akan rusak dan pada suhu tertentu granula akan pecah [35]. Dalam proses gelatinisasi perlu diperhatikan komposisi air, dimana jika larutan pati terlalu pekat maka akan terjadi pengendapan partikel-partikel pati [36]. Jumlah fraksi amilosa-amilopektin sangat berpengaruh pada profil gelatinisasi pati. Amilosa memiliki ukuran yang lebih kecil dengan struktur tidak bercabang. Sementara amilopektin merupakan molekul berukuran besar dengan struktur bercabang banyak dan membentuk double helix. Saat pati dipanaskan, beberapa double helix fraksi amilopektin merenggang dan terlepas saat ada ikatan hidrogen yang terputus. Jika suhu yang lebih tinggi diberikan, ikatan hidrogen akan semakin banyak yang terputus, menyebabkan air terserap masuk ke dalam granula pati. Pada proses ini, molekul amilosa terlepas ke fase air yang menyelimuti granula, sehingga struktur dari granula pati menjadi lebih terbuka, dan lebih banyak air yang masuk ke dalam granula, menyebabkan granula membengkak dan volumenya meningkat. Molekul air kemudian membentuk ikatan hidrogen dengan gugus hidroksil gula dari molekul amilosa dan amilopektin. Di bagian luar granula, jumlah air bebas menjadi berkurang, sedangkan jumlah amilosa yang terlepas meningkat. Molekul amilosa cenderung untuk meninggalkan granula karena strukturnya lebih pendek dan mudah larut. Mekanisme ini yang menjelaskan bahwa larutan pati yang dipanaskan akan lebih kental [37]. Pada penelitian ini bahan baku yang digunakan adalah pati biji durian, dimana akan dilakukan analisis profil gelatinisasi terhadap pati tersebut. Analisis ini dilakukan untuk mengetahui data-data pada saat pati tergelatinisasi, diantaranya temperatur gelatinisasi dan viskositas maksimum pati biji durian, serta mempelajari sifat-sifat pasta pati yaitu kestabilan viskositas pasta pati terhadap panas dan kemampuan pasta pati mengalami retrogradasi pada saat terjadi penurunan temperatur. Hasil penelitian Soebagio dkk., 2009 terhadap uji temperatur gelatinisasi dan viskositas pati biji durian dengan menggunakan alat Viskoamilograp Brabender menunjukkan bahwa temperatur gelatinisasi pati biji durian amalmi adalah 91,5 o C, kemudian tidak terdapat temperatur puncak dan Universitas Sumatera Utara 13 viskositas puncaknya. Dengan kenaikan temperatur dan dengan adanya pengadukan, nilai viskositas pati biji durian adalah 35 BU, dan pada saat penurunan temperatur dan dengan adanya pengadukan viskositas pati biji durian meningkat menjadi 120 BU. Diperoleh pula data bahwa kestabilan pati biji durian berada pada temperatur 50 o C [38].

2.2.2 Retrogradasi Pati

Retrogradasi merupakan proses pembentukan kembali struktur kristal pati setelah mengalami pemutusan ikatan hidrogen akibat pemanasan saat gelatinisasi Retrogradasi pati terjadi pada pati yang telah mengalami gelatinisasi dari keadaannya yang bersifat amorf menjadi lebih teratur atau membentuk struktur yang kokoh kristalin. Hal ini terjadi karena pasta atau gel pati tergelatinisasi tidak berada pada kesetimbangan termodinamika. Perubahan dapat dilihat dari sifat reologi pati yang telah tergelatinisasi tersebut, sebagaimana dibuktikan pada peningkatan kekokohan atau kekakuan strukturnya. Kehilangan daya ikat air dan pemulihan sifat kritalinnya menjadi semakin jelas seiring bertambahnya waktu [39]. Pada saat proses gelatinisasi, pemanasan yang diberikan meningkatkan energi kinetik molekul air sehingga air dapat menembus masuk ke dalam granula dan berikatan dengan amilosa yang mengakibatkan granula membengkak dan amilosa terdispersi ke dalam air panas. Molekul-molekul amilosa tersebut akan terus terdispersi, asalkan pati tersebut dalam kondisi panas. Dalam kondisi panas, pasta masih memiliki kemampuan mengalir yang fleksibel dan tidak kaku. Bila pasta pati tersebut kemudian mendingin, energi kinetik tidak lagi cukup tinggi untuk melawan kecenderungan molekul-molekul amilosa untuk bersatu kembali. Molekul-molekul amilosa berikatan kembali satu sama lain serta berikatan dengan cabang amilopektin pada pinggir-pinggir luar granula, dengan demikian molekul- molekul yang berikatan tersebut akan menggambungkan butir-butir pati yang bengkak tersebut menjadi semacam jaring-jaring membentuk mikrokristal dan mengendap [40]. Gelatinisasi menyebabkan granula pati rusak dan pada saat pendinginan terjadi restrukturisasi pati menjadi pati resisten. Akan tetapi struktur yang Universitas Sumatera Utara 14 terbentuk bukan merupakan struktur granula pati melainkan struktur amilosa teretrogradasi. Amilosa merupakan komponen pati yang berperan dalam pembentukan pati teretrogradasi. Dari hasil penelitian Wulan dkk., 2006, jagung mampu menghasilkan kadar pati resisten yang tinggi setelah dimodifikasi. Jagung memiliki kadar amilosa yang paling tinggi yaitu sebesar 19,57 dibandingkan kentang 7,05 dan ubi kayu 7,02. Granula pati kaya amilosa mampu mengkristal yang lebih besar, disebabkan oleh lebih intensifnya ikatan hydrogen, akibatnya tidak dapat mengembang atau mengalami gelatinisasi sempurna pada waktu pemasakan sehingga tercerna lebih lambat. Pada umumnya pati dari akar atau batang mempunyai suhu gelatinisasi lebih rendah daripada pati serealia dan biji-bijian, selain itu granula patinya mengalami pengembangan serta tingkat pelarutan pati yang lebih besar. Hal ini menunjukkan pati dari akar atau batang mempunyai kekuatan ikatan antarmolekul pati yang lebih rendah daripada pati serealia, sedangkan pati dari umbi-umbian mempunyai tingkat pengembangan granula dan pelarutan yang tinggi yang menunjukkan lemahnya ikatan antar molekul pati. Dengan demikian proses retrogradasi pati dari akar atau batang akan lebih cepat jika dibandingkan dengan pati serealia dan biji-bijian, misalnya pati jagung. Pati jagung tidak mengalami gelatinisasi yang sempurna disebabkan hubungan antarmolekulnya yang tinggi, yang menunjukkan lemahnya ikatan antar molekul pati [41].

2.2.3 Hidrolisis Pati

Dalam proses hidrolisis, rantai polisakarida dipecah menjadi monosakarida- monosakarida [42]. Hidrolisis adalah pemecahan suatu senyawa menggunakan air. Hidrolisis dengan larutan asam encer, dimana kecepatan reaksinya sebanding dengan konsentrasi asam [43]. Reaksi hidrolisis pati dituliskan sebagai berikut : C 6 H 10 O 5 n + nH 2 O → nC 6 H 10 O 5 Tetapi reaksi antara air dan pati jalannya sangat lambat sehingga diperlukan bantuan katalisator untuk memperbesar keaktifan air. Katalisator yang biasa diigunakan adalah asam klorida, asam nitrat dan asam sulfat. Bila hidrolisis dilakukan dengan bantuan katalisator asam, reaksi harus dinetralkan terlebih dahulu dengan basa untuk menghilangkan sifat asamnya. Dalam industri Universitas Sumatera Utara 15 umumnya digunakan asam klorida sebagai katalisator. Pemilihan ini didasarkan pada garam yang terbentuk setelah penetralan hasil merupakan garam yang tidak berbahaya yaitu garam dapur [44]. Faktor-faktor yang mempengaruhi hidrolisis pati : 1. Suhu reaksi Dari kinetika reaksi kimia, semakin tinggi suhu reaksi makin cepat pula jalannya reaksi, seperti yang diberikan oleh persamaan Arhenius. Tetapi jika berlangsung pada suhu yang terlalu tinggi konversi akan menurun. Hal ini disebabkan adanya glukosa yang pecah menjadi arang warna larutan hasil semakin tua 2. Waktu reaksi Semakin lama waktu hidrolisis konversi yang dicapai semakin besar sampai pada batas waktu tertentu akan diperoleh konversi yang relatif baik dan apabila waktu tersebut diperpanjang, pertambahan konversi kecil sekali. Karena pati tidak larut dalam air, maka pengadukan perlu sekali dilakukan agar persentuhan butir- butir pati dengan air dapat berlangsung dengan baik. 3. Pencampuran pereaksi Penambahan katalisator bertujuan memperbesar kecepatan reaksi, sesuai dengan persamaan Arhenius. Jadi makin banyak asam yang dipakai makin cepat reaksi hidrolisis, dan dalam waktu tertentu pati yang berubah menjadi glukosa juga meningkat. Tetapi penggunaan asam sengai katalisator sedapat mungkin terbatas pada nilai terkecil agar garam yang tersisa dalam hasil setelah penetralan tidak mengganngu rasa manis. 4. Kadar suspensi pati Perbandingan antara air dan pati yang tepat akan membuat reaksi hidrolisis berjalan cepat. Penggunaan air yang berlebihan akan memperbesar penggunaan energi untuk pemekatan hasil. Sebaliknya, jika pati berlebihan, tumbukan antara pati dan air akan berkurang sehingga mengurangi kecepatan reaksi [44].

2.3 BIJI DURIAN

Durian Durio zibethinus murr adalah salah satu buah yang sangat popular di Indonesia. Buah dengan julukan The King of fruits ini termasuk dalam famili Universitas Sumatera Utara 16 Bombacaceae dan banyak ditemukan di daerah tropis. Di Indonesia, tanaman durian terdapat di seluruh pelosok Jawa dan Sumatera. Sedangkan di Kalimantan dan Irian Jaya umumnya hanya terdapat di hutan. Tiap pohon durian dapat menghasilkan 80 sampai 100 buah, bahkan hingga 200 buah terutama pada pohon yang tua. Tiap rongga buah terdapat 2 sampai 6 biji atau lebih [45]. Biasanya masyarakat mengkonsumsi daging buah durian karena memiliki nilai gizi yang tinggi dan cita rasa yang enak. Sedangkan kulit dan biji durian dibuang sebagai limbah. Padahal persentase berat bagian salut buah atau dagingnya ini termasuk rendah yaitu hanya 20-35. Hal ini berarti kulit 60-75 dan biji 5-15 belum bermanfaat secara maksimal [46]. Biji durian diketahui mengandung kadar pati yang cukup tinggi. Berikut merupakan kandungan nutrisi di dalam 100 gram biji durian yang disajikan dalam tabel 2.1. Berdasarkan data tabel tersebut dapat dilihat bahwa 100 gram biji durian mempunyai kadar karbohidrat pati 43,6 untuk biji durian segar dan 46,2 untuk biji yang sudah masak. Nilai ini cukup tinggi sehingga biji durian berpotensi untuk dimanfaatkan lagi sebagai bahan sumber karbohidrat yang akan menambah nilai ekonomis biji durian. Tabel 2.1 Kandungan Nutrisi Biji Durian [12] Zat Per 100 gram Biji Segar Mentah tanpa Kulitnya Per 100 gram Biji Telah Dimasak tanpa Kulitnya Kadar Air 51,5 g 51,1 g Lemak 0,4 g 0,2-0,23 g Protein 2,6 g 1,5 g Karbohidrat Total 43,6 g 43,2 g Serat Kasar 0,7-0,71 g Nitrogen 0,297 g Abu 1,9 g 1,0 g Kalsium 17 mg 3,9-88,9 mg Pospor 68 mg 86,5-87 mg Besi 1,0 mg 0,6-0,64 mg Natrium 3 mg Kalium 962 mg Beta Karotin 250 μg Riboflavin 0,05 mg 0,05-0,052 mg Thiamin 0,03-0,032 mg Niacin 0,9 mg 0,89-0,9 mg Universitas Sumatera Utara 17

2.4 KITOSAN