Pengaruh Penambahan Kitosan dan Plasticizer Sorbitol terhadap Sifat Fisiko-Kimia Bioplastik dari Pati Biji Durian (Durio zibethinus)

(1)

PENGARUH PENAMBAHAN KITOSAN DAN

PLASTICIZER

SORBITOL TERHADAP

SIFAT FISIKO-KIMIA BIOPLASTIK

DARI PATI BIJI DURIAN

(

Durio zibethinus

)

SKRIPSI

Oleh

MARIA KRISTIANI

110405104

DEPARTEMEN TEKNIK KIMIA

FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

DESEMBER 2015


(2)

PENGARUH PENAMBAHAN KITOSAN DAN

PLASTICIZER

SORBITOL TERHADAP

SIFAT FISIKO-KIMIA BIOPLASTIK

DARI PATI BIJI DURIAN

(

Durio zibethinus

)

SKRIPSI

Oleh

MARIA KRISTIANI

110405104

SKRIPSI INI DIAJUKAN UNTUK MELENGKAPI SEBAGIAN

PERSYARATAN MENJADI SARJANA TEKNIK

DEPARTEMEN TEKNIK KIMIA

FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

DESEMBER 2015


(3)

PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI

Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi dengan judul:

PENGARUH PENAMBAHAN KITOSAN DAN PLASTICIZER SORBITOL TERHADAP SIFAT FISIKO-KIMIA

BIOPLASTIK DARI PATI BIJI DURIAN ( Durio zibethinus )

yang dibuat untuk melengkapi sebagian persyaratan menjadi Sarjana Teknik pada Departemen Teknik Kimia Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara. Skripsi ini adalah hasil karya saya kecuali kutipan-kutipan yang telah saya sebutkan sumbernya.

Demikian pernyataan ini diperbuat, apabila dikemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan karya saya atau merupakan hasil jiplakan maka saya bersedia menerima sanksi sesuai dengan aturan yang berlaku.

Medan, Desember 2015

Maria Kristiani NIM 110405104


(4)

(5)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas limpahan rahmat dan karunia-Nya sehingga skripsi ini dapat diselesaikan. Tulisan ini merupakan skripsi dengan judul “Pengaruh Penambahan Kitosan dan Plasticizer Sorbitol terhadap Sifat Fisiko-Kimia Bioplastik dari Pati Biji Durian (Durio zibethinus)”, berdasarkan hasil penelitian yang penulis lakukan di Laboratorium Operasi Teknik Kimia dan Laboratorium Penelitian Departemen Teknik Kimia Fakultas Teknik Universtas Sumatera Utara. Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk mendapatkan gelar sarjana teknik.

Selama melakukan penelitian hingga penulisan skripsi ini, penulis banyak mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Bapak M. Hendra S. Ginting, S.T., M.T., selaku Dosen Pembimbing yang telah bersedia meluangkan waktu untuk memberi pengarahan, diskusi dan bimbingan serta persetujuan sehingga skripsi ini dapat selesai dengan baik. 2. Ibu Dr. Ir. Hamidah Harahap, M.Sc. dan Ibu Dr. Halimatuddahliana, S.T.,

M.Sc, selaku Dosen Penguji yang telah memberikan saran dan masukan yang membangun dalam penulisan skripsi ini.

3. Bapak Dr.Eng.Ir. Irvan, M.T., selaku ketua Departemen Teknik Kimia, Fakultas Teknik, Universitas Sumatera Utara.

4. Ibu Ir. Renita Manurung, M.T., selaku koordinator penelitian.

5. Orang tua dan seluruh keluarga yang telah memberikan dorongan moril maupun materil selama ini.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu penulis mengharapkan saran dan masukan demi kesempurnaan skripsi ini. Semoga skripsi ini memberikan manfaat bagi pengembangan ilmu pengetahuan.

Medan, Desember 2015

Penulis


(6)

DEDIKASI

Penulis mendedikasikan skripsi ini untuk orang tua penulis, L. Br. Manurung serta saudara dan saudari penulis yang telah memberikan doa dan dukungan kepada penulis dalam menyelesaikan penelitian dan penulisan skripsi ini, kemudian untuk Bapak M. Hendra S. Ginting, S.T., M.T. yang telah banyak memberikan bimbingan dan arahan dalam menyelesaikan penelitian dan penulisan skripsi ini, dan terkhusus untuk teman-teman setia penulis, Yunella Amelia Siagian, Pali Meita Br.Tarigan, Margaretha Siagian, Edy Saputra, Annisa Maharani dan M. Fauzy Ramadhan, yang selalu menyemangati, mendukung dan membantu saya hingga menyelesaikan skripsi ini, serta kepada teman-teman seperjuangan angkatan 2011.


(7)

RIWAYAT HIDUP PENULIS

Nama: Maria Kristiani NIM: 110405104

Tempat/tgl lahir: Rantauprapat, 26 Oktober 1993 Nama orang tua: Toga Mangasa Pasaribu (Alm) Alamat orang tua:

Jl. Urip Sumodiharjo No.92, Kecamatan Rantau Utara, Kabupaten Labuhan Batu

Asal sekolah

 SD Negeri 112140 Rantauprapat tahun 1999 – 2005

 SMP Negeri 1 Rantau Selatan 2005 – 2008

 SMA Negeri 3 Rantau Utara 2008-2011 Pengalaman organisasi/kerja:

1. Anggota Himpunan Mahasiswa Teknik Kimia (HIMATEK) USU periode 2014-2015.

2. Kerja Praktek di PT TORGANDA, PMKS Batang Kumu, Kab. Tambusai Utara, Riau, tahun 2014.

Artikel yang dipublikasikan dalam Jurnal/Pertemuan Ilmiah :

1. International Journal of Engineering Research and Application (IJERA) dengan

judul “The Effect of Chitosan, Sorbitol, and Heating Temperature Bioplastic

Solution on Mechanical Properties of Bioplastic from Durian Seed Starch (Durio zibehinus)”


(8)

ABSTRAK

PENGARUH PENAMBAHAN KITOSAN DAN PLASTICIZER SORBITOL TERHADAP SIFAT FISIKO-KIMIA BIOPLASTIK

DARI PATI BIJI DURIAN (Durio zibethinus)

Penggunaan plastik dalam jumlah besar berdampak pada pencemaran lingkungan akibat penumpukan limbah plastik yang tidak dapat diuraikan secara alami (nonbiodegradable). Penelitian bioplastik (biodegradable plastic) berbasis pati dilakukan untuk mencari alternatif pengurangan konsumsi plastik konvensional. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui karakteristik pati yang diisolasi dari biji durian, mengetahui pengaruh penambahan kitosan dan plasticizer sorbitol terhadap sifat fisiko-kimia bioplastik dari pati biji durian (Durio zibethinus), serta menentukan temperatur pemanasan, komposisi pati-kitosan dan sorbitol yang optimum dalam pembuatan bioplastik. Pada pati biji durian yang dihasilkan dilakukan beberapa analisis, yaitu meliputi analisis komposisi kimia, analisis FT-IR (Fourier Transform Infra Red), SEM (Scanning Electron Microscopy) dan RVA (Rapid Visco Analyzer). Pembuatan bioplastik merujuk pada metode Weiping Band, dimana dilakukan modifikasi kimiawi pati dengan penambahan plasticizer sorbitol dan pengisi kitosan. Komposisi pati biji durian – kitosan yang digunakan adalah 7:3, 8:2 dan 9:1 (m/m), dan massa sorbitol yang digunakan adalah 2 gram, 3 gram dan 4 gram. Temperatur pemanasan larutan bioplastik divariasikan pada 70 oC, 80 oC dan 90 oC. Bioplastik yang dihasilkan dianalisis sifat fisika dan kimianya, yaitu meliputi analisis FT-IR, SEM, RVA, kekuatan tarik, perpanjangan pada saat putus, penyerapan air dan densitas. Dari hasil analisis pati diperoleh kadar pati sebesar 76,6530%, kadar air 12,73%, kadar abu 0,51%, kadar amilosa 22,34%, kadar amilopektin 54,32%, kadar protein 11,61% dan kadar lemak sebesar 0,61%. Dari analisis RVA dihasilkan temperatur gelatinisasi pati adalah 75,21oC dengan waktu gelatinisasi 188 detik, serta dapat digolongkan tipe profil gelatinisasi pati biji durian merupakan tipe A. Dari hasil analisis FT-IR pati dan bioplastik ditunjukkan adanya peningkatan gugus O-H yaitu pada bilangan gelombang 3352,28 cm-1 menjadi 3653,18 cm-1, dan dari FT-IR kitosan dan bioplastik ditunjukkan adanya peningkatan jumlah puncak serapan gugus N-H yaitu pada bilangan gelombang 1570,06 cm-1 menjadi 1550,77 cm-1 dan 1589,34 cm-1. Dari hasil SEM ditunjukkan bahwa struktur patahan bioplastik dengan pengisi kitosan dan plasticizer sorbitol lebih rapat dan kompak dibandingkan bioplastik tanpa pengisi kitosan dan plasticizer sorbitol. Dari hasil analisis bioplastik dihasilkan kondisi optimum yaitu pada perbandingan pati-kitosan 7:3 dengan massa sorbitol 2 gram dan temperatur pemanasan larutan bioplastik 70oC, dimana nilai kekuatan tarik bioplastik adalah 19,3677 MPa, nilai perpanjangan pada saat putus 2,6731%, nilai Modulus Young 724,5408 MPa, nilai penyerapan air 29,4894%, dan nilai densitas 1,63 g/cm3.


(9)

ABSTRACT

THE EFFECT OF ADDITION CHITOSAN AND PLASTICIZER SORBITOL ON PHYSICAL CHEMISTRY PROPERTIES OF

BIOPLASTIC FROM DURIAN SEED STARCH (Durio zibehinus)

The application of plastics in large amount impact on environmental pollution caused by the buildup of plastic waste that can not be decomposed naturally (nonbiodegradable). Researches on bioplastics (biodegradable plastic) were conducted to find alternative reduction of the consumption of conventional plastics. The purposes of this study were to determine the characteristics of starch isolated from durian (Durio zibethinus) seed, to determine the effect of chitosan and plasticizer sorbitol on the physico-chemical properties of bioplastics from durian seed starch, and to determine the optimum conditions includes heating temperature, composition of starch-chitosan and mass of sorbitol in the manufacture of bioplastics. At durian seed starch conducted some analysis, which includes the analysis of chemical composition, analysis of FT-IR (Fourier Transform Infra - Red), SEM (Scanning Electron Microscopy) and RVA (Rapid Visco Analyzer). The manufacture of bioplastic refers to Weiping Band’s method, which performed chemically modified starch with the addition of plasticizers sorbitol and fillers chitosan. The composition of durian seed starch-chitosan used were 7:3, 8:2 and 9:1 (w/w), and the mass of sorbitol used were 2 grams, 3 grams and 4 grams. The heating temperature of bioplastic solution were varied at 70 oC, 80 oC and 90 oC. Bioplastics were analyzed physical and chemical properties, which includes the analysis of FT-IR, SEM, tensile strength, elongation at break, water absorption and density. From the analysis of starch obtained that the starch content 76,6530%, moisture content 12,73%, ash content 0,51%, amylose content 22,34%, amylopectin content 54,32%, protein content 11,61% and the fat content 0,61%. From RVA analysis obtained that the gelatinization temperature of the starch was 75,21oC with gelatinization time was 188 seconds, and can be classified as the type of gelatinization profile of durian seed starch was type A. From the results of FT-IR analysis of starch and bioplastics indicated an increase in the O-H group from the wave number 3352,28 cm-1 to 3653,18 cm-1, and from the results of FT-IR analysis of chitosan and bioplastics indicated an increased number of absorption peaks N-H group from wave number 1570,06 cm-1 to 1550,77 cm-1 and 1589,34 cm-1. From results of SEM analysis indicated that the structure of fault bioplastic with filler chitosan and plasticizer sorbitol was denser and more compact than bioplastic without filler chitosan and plasticizer sorbitol. The analysis of bioplastics had optimum conditions at starch-chitosan ratio of 7:3 with 3 grams mass of sorbitol and heating temperature of solution bioplastic at 70°C, where the value of tensile strength bioplastic was 19,3677 MPa, elongation at break was 2,6731%, Modulus Young was 724,5408 MPa, water absorption was 29,4894%, and density was 1,63 g/cm3.


(10)

DAFTAR ISI

Halaman

PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI i

PENGESAHAN ii

PRAKATA iii

DEDIKASI iv

RIWAYAT HIDUP PENULIS v

ABSTRAK vi

ABSTRACT vii

DAFTAR ISI viii

DAFTAR GAMBAR xiii

DAFTAR TABEL xviii

DAFTAR LAMPIRAN xvii

DAFTAR SINGKATAN xix

BAB I PENDAHULUAN 1

1.1 LATAR BELAKANG 1

1.2 PERUMUSAN MASALAH 3

1.3 TUJUAN PENELITIAN 3

1.4 MANFAAT PENELITIAN 4

1.5 RUANG LINGKUP PENELITIAN 4

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 6

2.1 BIOPLASTIK 6

2.1.1 Biofilm (Film Bioplastik) 8

2.1.2 Metode Pembuatan Bioplastik 9

2.2 PATI 10

2.2.1 Gelatinisasi Pati 11

2.2.2 Retrogradasi Pati 13

2.2.3 Hidrolisis Pati 14

2.3 BIJI DURIAN 15


(11)

2.5 SORBITOL 18

2.6 KARAKTERISASI PATI 20

2.6.1 Analisis Kadar Pati 20

2.6.2 Analisis Kadar Amilosa dan Amilopektin 20

2.6.3 Analisis Kadar Air 21

2.6.4 Analisis Kadar Abu 21

2.6.5 Analisis Kadar Lemak 22

2.6.6 Analisis Kadar Protein 22

2.7 KARAKTERISASI BIOPLASTIK 23

2.7.1 Uji Kekuatan Tarik 23

2.7.2 Uji Pemanjangan pada saat Putus 24

2.7.3 Uji Modulus Young 24

2.7.4 Uji Penyerapan Air 25

2.7.5 Uji Densitas 25

2.7.6 Analisis FT-IR (F ourier Transform Infrared) 26 2.7.7 Analisis SEM (Scanning Electron Microscopy) 26 2.7.8 Analisis RVA (Rapid Visco Analyzer) 27

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 29

3.1 LOKASI DAN WAKTU PENELITIAN 29

3.2 BAHAN DAN PERALATAN 29

3.2.1 Bahan 29

3.2.2 Peralatan 29

3.3 PROSEDUR PENELITIAN 30

3.3.1 Ekstraksi Pati 30

3.3.2 Pembuatan Bioplastik 31

3.4 Prosedur Karakterisasi Pati 32

3.4.1 Prosedur Analisis Kadar Pati 32

3.4.2 Prosedur Analisis Kadar Amilosa 32 3.4.3 Prosedur Analisis Kadar Amilopektin 33

3.4.4 Prosedur Analisis Kadar Air 34

3.4.5 Prosedur Analisis Kadar Abu 34


(12)

3.4.7 Prosedur Analisis Kadar Protein 35 3.4.8 Prosedur Analisis Gugus Fungi Pati Biji Durian dan

Kitosan dengan FT-IR (Fourier Transform Infrared)

36

3.4.9 Prosedur Analisis Morfologi Permukaan Pati Biji Durian dengan SEM (Scanning Electron Microscope)

37

3.4.10 Prosedur Analisis Profil Gelatinisasi Pati Biji Durian dengan RVA (Rapid Visco Analyzer)

37

3.5 PROSEDUR ANALISIS BIOPLASTIK 38

3.5.1 Prosedur Uji Kekuatan Tarik 38

3.5.2 Prosedur Uji Perpanjangan pada saat Putus 38

3.5.3 Prosedur Uji Modulus Young 39

3.5.4 Prosedur Uji Penyerapan Air 39

3.5.5 Prosedur Uji Densitas 40

3.5.6 Prosedur Analisis Gugus Fungsi Bioplastik dengan FT-IR (Fourier Transform Infrared)

40

3.5.7 Prosedur Analisis Morfologi Permukaan Bioplastik dengan SEM (Scanning Electron Microscope)

40

3.5.8 Prosedur Analisis Profil Gelatinisasi Larutan Pati, Asam Asetat, Kitosan dan Sorbitol dengan RVA (Rapid Visco Analyzer)

41

3.6 FLOWCHART PENELITIAN 42

3.6.1 Flowchart Ekstraksi Pati 42

3.6.2 Flowchart Pembuatan Bioplastik 43

3.6.3 Flowchart Uji Kadar Abu Pati 44

3.6.4 Flowchart Uji Penyerapan Air Bioplastik 45 3.6.5 Flowchart Uji Densitas Bioplastik 45

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 46

4.1 HASIL KARAKTERISASI PATI DARI BIJI DURIAN 46

4.1.1 Kadar Pati 47

4.1.2 Kadar Amilosa dan Amilopektin 47

4.1.3 Kadar Air 48


(13)

4.1.5 Kadar Lemak 49

4.1.6 Kadar Protein 50

4.2 HASIL ANALISIS FT-IR (FOURIER TRANSFORM INFRA RED)

50

4.2.1 Hasil Analisis FT-IR Pati Biji Durian 50 4.2.2 Hasil Analisis FT-IR Pati Biji Durian, Kitosan, Bioplastik

tanpa Kitosan dan Sorbitol, dan Bioplastik dengan Kitosan dan Sorbitol

53

4.3 HASIL ANALISIS RVA (RAPID VISCO ANALYZER) 54 4.3.1 Hasil Analisis RVA Pati Biji Durian 54 4.3.2 Hasil Analisis RVA Larutan Bioplastik dari Pati Biji Durian

dengan Penambahan Asam Asetat, Pengisi Kitosan dan Plasticizer Sorbitol

58

4.4 PENGARUH PENAMBAHAN PENGISI KITOSAN DAN

PLASTICIZER SORBITOL SERTA TEMPERATUR

PEMANASAN TERHADAP DENSITAS BIOPLASTIK

60

4.5 PENGARUH PENAMBAHAN PENGISI KITOSAN DAN

PLASTICIZER SORBITOL SERTA TEMPERATUR

PEMANASAN TERHADAP PENYERAPAN AIR BIOPLASTIK

62

4.6 HASIL ANALISA SIFAT MEKANIK BIOPLASTIK 64 4.6.1 Pengaruh Penambahan Pengisi Kitosan dan Plasticizer

Sorbitol serta Temperatur Pemanasan terhadap Kekuatan Tarik Bioplastik

64

4.6.2 Pengaruh Penambahan Pengisi Kitosan dan Plasticizer Sorbitol serta Temperatur Pemanasan terhadap Pemanjangan pada saat Putus Bioplastik

68

4.6.3 Pengaruh Penambahan Pengisi Kitosan dan Plasticizer Sorbitol serta Temperatur Pemanasan terhadap Modulus Young Bioplastik

71

4.7 HASIL ANALISIS MORFOLOGI PERMUKAAN DENGAN SEM (SCANNING ELECTRON MICROSCOPE)

73


(14)

SEM dengan Perbesaran 5000 kali dan 10000 kali

4.7.1 Hasil Analisis Morfologi Permukaan Patahan Bioplastik tanpa Pengisi Kitosan dan Plasticizer Sorbitol dan Bioplastik dengan Pengisi Kitosan dan Plasticizer Kitosan dengan SEM dengan Perbesaran 5000 kali

74

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 76

5.1 KESIMPULAN 76

5.2 SARAN 77

DAFTAR PUSTAKA 79


(15)

DAFTAR GAMBAR

Halaman Gambar 2.1 Struktur Molekul Amilosa dan Amilopektin 11 Gambar 2.2 Reaksi Deasetilasi Kitin Dengan Basa Kuat Menjadi

Kitosan

17

Gambar 2.3 Struktur Molekul Sorbitol 19

Gambar 3.1 Flowchart Ekstraksi Pati 42

Gambar 3.2 Flowchart Pembuatan Pembuatan Bioplastik 43 Gambar 3.3 Flowchart Uji Kadar Abu Pati 44 Gambar 3.4 Flowchart Uji Penyerapan Air Bioplastik 45 Gambar 3.5 Flowchart Densitas Bioplastik 45

Gambar 4.1 (a) Biji Durian 46

(b) Pati Biji Durian dengan Ukuran ±100 mesh 46 Gambar 4.2 Hasil Analisis FT-IR Pati Biji Durian 51

Gambar 4.3 Struktur Molekul Pati 52

Gambar 4.4 Struktur Molekul Asam Amino 52

Gambar 4.5 Struktur Molekul Lemak 52

Gambar 4.6 Hasil Analisis FT-IR Pati Biji Durian, Kitosan, Bioplastik tanpa Kitosan dan Sorbitol serta Bioplastik dengan Kitosan dan Sorbitol

53

Gambar 4.7 Profil Gelatinisasi Pati Biji Durian yang diukur dengan RVA

55

Gambar 4.8 Profil Gelatinisasi Larutan Bioplastik dari Pati Biji Durian

58

Gambar 4.9 Pengaruh Penambahan Kitosan dan Sorbitol terhadap Densitas Bioplastik pada Temperatur Pemanasan Larutan Bioplastik

(a) 70°C (b) 80°C (c) 90°C

60

60 60 60


(16)

Gambar 4.10 Pengaruh Penambahan Kitosan dan Sorbitol terhadap Penyerapan Air Bioplastik pada Temperatur Pemanasan Larutan Bioplastik

(a) 70°C (b) 80°C (c) 90°C 62 62 62 62 Gambar 4.11 Pengaruh Penambahan Kitosan dan Sorbitol terhadap

Kekuatan Tarik Bioplastik pada Temperatur Pemanasan Larutan Bioplastik

(a) 70°C (b) 80°C (c) 90°C 64 64 64 64 Gambar 4.12 Usulan Interaksi Hidrogen Antar Molekul Amilosa,

Amilopektin dan Kitosan dalam Bioplastik

66

Gambar 4.13 Pengaruh Penambahan Pengisi Kitosan dan Plasticizer Sorbitol serta Temperatur Pemanasan terhadap Pemanjangan pada saat Putus Bioplastik

(a) 70°C (b) 80°C (c) 90°C 68 68 68 68 Gambar 4.14 Pengaruh Penambahan Pengisi Kitosan dan Plasticizer

Sorbitol serta Temperatur Pemanasan terhadap Modulus Young Bioplastik

(a) 70°C (b) 80°C (c) 90°C 71 71 71 71 Gambar 4.15 Hasil SEM Sampel Pati Biji Durian dengan Perbesaran

10.000 kali

73

Gambar 4.16 Analisis SEM Sampel Patahan Bioplastik dari Pati Biji Durian

74

(a) Bioplastik tanpa Pengisi Kitosan dan Plasticizer Sorbitol dengan Perbesaran 5000 kali


(17)

(b) Bioplastik dengan Pengisi Kitosan dan Plasticizer Sorbitol dengan Perbesaran 5000 kali

74

Gambar C.1 Pati Biji Durian 99

Gambar C.2 Kitosan 99

Gambar C.3 Sorbitol 100

Gambar C.4 Asam Asetat 1% 100

Gambar C.5 Proses Pembuatan Bioplastik 101 Gambar C.6 Proses Pencetakan Bioplastik 101

Gambar C.7 Produk Bioplastik 102

Gambar C.8 Alat UTM Gotech Al-7000M Grid Tensile 104 Gambar C.9 Alat Uji FT-IR (Fourier Transform Infra Red) 104 Gambar C.10 Alat Uji SEM (Scanning Electron Microscopy) 105 Gambar D.1 Hasil FTIR Pati Biji Durian 106

Gambar D.2 Hasil FTIR Kitosan 106

Gambar D.3 Hasil FTIR Bioplastik dari Pati Biji Durian tanpa Pengisi Kitosan dan Plasticizer Sorbitol

107

Gambar D.4 Hasil FTIR Produk Bioplastik dengan Penambahan Kitosan dan Plasticizer Sorbitol

107

Gambar D.5 Hasil Analisa SEM (Scanning Electron Microscopy) Pati Biji Durian dengan Perbesaran 5000 kali

108

Gambar D.6 Hasil Analisa SEM (Scanning Electron Microscopy) Bioplastik tanpa Pengisi Kitosan dan Plasticizer Sorbitol dengan Perbesaran 5000 kali

108

Gambar D.7 Hasil Analisa SEM (Scanning Electron Microscopy) Bioplastik dengan Pengisi Kitosan dan Plasticizer Sorbitol dengan Perbesaran 5000 kali

109

Gambar D.8 Hasil Uji Kadar Air, Protein, Lemak, RVA Pati Biji Durian dan RVA Larutan Bioplastik dari Pati Biji Durian dengan Pengisi Kitosan dan Plasticizer Sorbitol

110

Gambar D.9 Hasil Uji Kadar Pati, Kadar Amilosa dan Kadar Amilopektin Pati Biji Durian


(18)

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 2.1 Kandungan Nutrisi Biji Durian 16

Tabel 4.1 Komposisi Kimia Pati Biji Durian 47 Tabel 4.2 Data Profil Gelatinisasi Pati Biji Durian 55 Tabel 4.3 Data Profil Gelatinisasi Larutan Bioplastik dari Pati Biji

Durian dengan Penambahan Asam Asetat, Pengisi Kitosan dan Plasticizer

58

Tabel A.1 Data Hasil Analisis Pati Biji durian 90 Tabel A.2 Data Hasil Analisis Gugus Fungsi Menggunakan FT-IR 91 Tabel A.3 Data Hasil Uji Kekuatan Tarik (Tensile Strength)

Bioplastik

92

Tabel A.4 Data Hasil Uji Perpanjangan Pada Saat Putus (Elongation at Break) Bioplastik

93

Tabel A.5 Data Hasil Uji Modulus Young 94

Tabel A.6 Data Hasil Uji Penyerapan Air (Water Absorption) Bioplastik

95


(19)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran A DATA PENELITIAN 90

A.1 DATA HASIL KARAKTERISASI PATI BIJI DURIAN

90

A.2 DATA HASIL ANALISIS GUGUS FUNGSI MENGGUNAKAN FT-IR

91

A.3 DATA HASIL UJI KEKUATAN TA,RIK (TENSILE STRENGTH) BIOPLASTIK

92

A.4 DATA HASIL UJI PERPANJANGAN PADA SAAT PUTUS (ELONGATION AT BREAK) BIOPLASTIK

93

A.5 DATA HASIL UJI MODULUS YOUNG 94

A.6 DATA HASIL UJI PENYERAPAN AIR (WATER ABSORPTION) BIOPLASTIK

95

A.7 DATA HASIL UJI DENSITAS (DENSITY) BIOPLASTIK

96

Lampiran B CONTOH PERHITUNGAN 97

B.1 PERHITUNGAN ASAM ASETAT 1% 97

B.2 PERHITUNGAN KADAR ABU PATI BIJI DURIAN

97

B.3 PERHITUNGAN PENYERAPAN AIR

BIOPLASTIK

98

B.4 PERHITUNGAN DENSITAS BIOPLASTIK 98

Lampiran C DOKUMENTASI PENELITIAN 99

C.1 PATI BIJI DURIAN 99

C.2 KITOSAN 99

C.3 SORBITOL 100

C.4 ASAM ASETAT 1% 100


(20)

C.6 PROSES PENCETAKAN BIOPLASTIK 101

C.7 PRODUK BIOPLASTIK 102

C.8 ALAT UNIVERSAL TESTING MACHINE (UTM) GOTECH AL-7000M GRID TENSILE

104

C.9 ALAT UJI FT-IR (FOURIER TRANSFORM INFRA-RED)

104

C.10 ALAT UJI SEM (SCANNING ELECTRON MICROSCOPY)

105

Lampiran D HASIL PENGUJIAN LAB ANALISIS DAN INSTRUMEN 106 D.1 HASIL FTIR PATI BIJI DURIAN 106

D.2 HASIL FTIR KITOSAN 106

D.3 HASIL FTIR BIOPLASTIK DARI PATI BIJI DURIAN TANPA PENGISI KITOSAN DAN PLASTICIZER

SORBITOL

107

D.4 HASIL FTIR PRODUK BIOPLASTIK DENGAN PENGISI KITOSAN DAN PLASTICIZER SORBITOL

107

D.5 HASIL ANALISA SEM (SCANNING ELECTRON MICROSCOPY) PATI BIJI DURIAN

108

D.6 HASIL ANALISA SEM (SCANNING ELECTRON MICROSCOPY) BIOPLASTIK TANPA PENGISI KITOSAN DAN PLASTICIZER SORBITOL

108

D.7 HASIL ANALISA SEM (SCANNING ELECTRON MICROSCOPY) BIOPLASTIK DENGAN PENGISI KITOSAN DAN PLASTICIZER SORBITOL

109

D.8 HASIL UJI KADAR AIR, PROTEIN, LEMAK, RVA PATI BIJI DURIAN DAN RVA LARUTAN BIOPLASTIK DARI PATI BIJI DURIAN DENGAN PENGISI KITOSAN DAN PLASTICIZER SORBITOL

110

D.9 HASIL UJI KADAR PATI, KADAR AMILOSA DAN KADAR AMILOPEKTIN PATI BIJI DURIAN


(21)

DAFTAR SINGKATAN

ASTM American Standart Testing of Material FT-IR Fourier Transform-Infra Red

SEM RVA

Scanning Electron Microscopy Rapid Visco Analyzer

UTM Ultimate Tensile Machine

SII SNI

Standar Industri Indonesia Standar Nasional Indonesia DSN Dewan Standardisasi Nasional LDPE

HDPE PVC

Low Density Polyethylene High Density Polyethylene Polivinilklorida


(22)

ABSTRAK

PENGARUH PENAMBAHAN KITOSAN DAN PLASTICIZER SORBITOL TERHADAP SIFAT FISIKO-KIMIA BIOPLASTIK

DARI PATI BIJI DURIAN (Durio zibethinus)

Penggunaan plastik dalam jumlah besar berdampak pada pencemaran lingkungan akibat penumpukan limbah plastik yang tidak dapat diuraikan secara alami (nonbiodegradable). Penelitian bioplastik (biodegradable plastic) berbasis pati dilakukan untuk mencari alternatif pengurangan konsumsi plastik konvensional. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui karakteristik pati yang diisolasi dari biji durian, mengetahui pengaruh penambahan kitosan dan plasticizer sorbitol terhadap sifat fisiko-kimia bioplastik dari pati biji durian (Durio zibethinus), serta menentukan temperatur pemanasan, komposisi pati-kitosan dan sorbitol yang optimum dalam pembuatan bioplastik. Pada pati biji durian yang dihasilkan dilakukan beberapa analisis, yaitu meliputi analisis komposisi kimia, analisis FT-IR (Fourier Transform Infra Red), SEM (Scanning Electron Microscopy) dan RVA (Rapid Visco Analyzer). Pembuatan bioplastik merujuk pada metode Weiping Band, dimana dilakukan modifikasi kimiawi pati dengan penambahan plasticizer sorbitol dan pengisi kitosan. Komposisi pati biji durian – kitosan yang digunakan adalah 7:3, 8:2 dan 9:1 (m/m), dan massa sorbitol yang digunakan adalah 2 gram, 3 gram dan 4 gram. Temperatur pemanasan larutan bioplastik divariasikan pada 70 oC, 80 oC dan 90 oC. Bioplastik yang dihasilkan dianalisis sifat fisika dan kimianya, yaitu meliputi analisis FT-IR, SEM, RVA, kekuatan tarik, perpanjangan pada saat putus, penyerapan air dan densitas. Dari hasil analisis pati diperoleh kadar pati sebesar 76,6530%, kadar air 12,73%, kadar abu 0,51%, kadar amilosa 22,34%, kadar amilopektin 54,32%, kadar protein 11,61% dan kadar lemak sebesar 0,61%. Dari analisis RVA dihasilkan temperatur gelatinisasi pati adalah 75,21oC dengan waktu gelatinisasi 188 detik, serta dapat digolongkan tipe profil gelatinisasi pati biji durian merupakan tipe A. Dari hasil analisis FT-IR pati dan bioplastik ditunjukkan adanya peningkatan gugus O-H yaitu pada bilangan gelombang 3352,28 cm-1 menjadi 3653,18 cm-1, dan dari FT-IR kitosan dan bioplastik ditunjukkan adanya peningkatan jumlah puncak serapan gugus N-H yaitu pada bilangan gelombang 1570,06 cm-1 menjadi 1550,77 cm-1 dan 1589,34 cm-1. Dari hasil SEM ditunjukkan bahwa struktur patahan bioplastik dengan pengisi kitosan dan plasticizer sorbitol lebih rapat dan kompak dibandingkan bioplastik tanpa pengisi kitosan dan plasticizer sorbitol. Dari hasil analisis bioplastik dihasilkan kondisi optimum yaitu pada perbandingan pati-kitosan 7:3 dengan massa sorbitol 2 gram dan temperatur pemanasan larutan bioplastik 70oC, dimana nilai kekuatan tarik bioplastik adalah 19,3677 MPa, nilai perpanjangan pada saat putus 2,6731%, nilai Modulus Young 724,5408 MPa, nilai penyerapan air 29,4894%, dan nilai densitas 1,63 g/cm3.


(23)

ABSTRACT

THE EFFECT OF ADDITION CHITOSAN AND PLASTICIZER SORBITOL ON PHYSICAL CHEMISTRY PROPERTIES OF

BIOPLASTIC FROM DURIAN SEED STARCH (Durio zibehinus)

The application of plastics in large amount impact on environmental pollution caused by the buildup of plastic waste that can not be decomposed naturally (nonbiodegradable). Researches on bioplastics (biodegradable plastic) were conducted to find alternative reduction of the consumption of conventional plastics. The purposes of this study were to determine the characteristics of starch isolated from durian (Durio zibethinus) seed, to determine the effect of chitosan and plasticizer sorbitol on the physico-chemical properties of bioplastics from durian seed starch, and to determine the optimum conditions includes heating temperature, composition of starch-chitosan and mass of sorbitol in the manufacture of bioplastics. At durian seed starch conducted some analysis, which includes the analysis of chemical composition, analysis of FT-IR (Fourier Transform Infra - Red), SEM (Scanning Electron Microscopy) and RVA (Rapid Visco Analyzer). The manufacture of bioplastic refers to Weiping Band’s method, which performed chemically modified starch with the addition of plasticizers sorbitol and fillers chitosan. The composition of durian seed starch-chitosan used were 7:3, 8:2 and 9:1 (w/w), and the mass of sorbitol used were 2 grams, 3 grams and 4 grams. The heating temperature of bioplastic solution were varied at 70 oC, 80 oC and 90 oC. Bioplastics were analyzed physical and chemical properties, which includes the analysis of FT-IR, SEM, tensile strength, elongation at break, water absorption and density. From the analysis of starch obtained that the starch content 76,6530%, moisture content 12,73%, ash content 0,51%, amylose content 22,34%, amylopectin content 54,32%, protein content 11,61% and the fat content 0,61%. From RVA analysis obtained that the gelatinization temperature of the starch was 75,21oC with gelatinization time was 188 seconds, and can be classified as the type of gelatinization profile of durian seed starch was type A. From the results of FT-IR analysis of starch and bioplastics indicated an increase in the O-H group from the wave number 3352,28 cm-1 to 3653,18 cm-1, and from the results of FT-IR analysis of chitosan and bioplastics indicated an increased number of absorption peaks N-H group from wave number 1570,06 cm-1 to 1550,77 cm-1 and 1589,34 cm-1. From results of SEM analysis indicated that the structure of fault bioplastic with filler chitosan and plasticizer sorbitol was denser and more compact than bioplastic without filler chitosan and plasticizer sorbitol. The analysis of bioplastics had optimum conditions at starch-chitosan ratio of 7:3 with 3 grams mass of sorbitol and heating temperature of solution bioplastic at 70°C, where the value of tensile strength bioplastic was 19,3677 MPa, elongation at break was 2,6731%, Modulus Young was 724,5408 MPa, water absorption was 29,4894%, and density was 1,63 g/cm3.


(24)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 1.1 LATAR BELAKANG

Dalam kehidupan kita sehari-hari plastik digunakan hampir dimana pun untuk berbagai tujuan karena plastik merupakan material yang murah, mudah tersedia, tahan lama dan serbaguna [1]. Sekitar 265.000.000 ton plastik yang diproduksi dan digunakan setiap tahun [2]. Namun bahan baku utama pembuat plastik yang berasal dari minyak bumi keberadaannya semakin menipis dan tidak dapat diperbaharui. Selain itu plastik tidak dapat dihancurkan dengan cepat dan alami oleh mikroba penghancur di dalam tanah. Hal ini mengakibatkan terjadinya penumpukan limbah dan menjadi penyebab pencemaran dan kerusakan lingkungan hidup [3]. Kelemahan lain dari plastik yang berbahaya bagi kesehatan manusia adalah migrasi residu monomer vinil klorida sebagai unit penyusun polivinilklorida (PVC) yang bersifat karsinogenik. Monomer-monomer tersebut akan masuk ke dalam makanan dan selanjutnya akan masuk ke dalam tubuh orang yang mengkonsumsinya. Penumpukan bahan kimia yang telah masuk ke dalam tubuh ini tidak dapat larut dalam air sehingga tidak dapat dibuang keluar bersama urin maupun feses. Penumpukan bahan-bahan inilah yang bisa menimbulkan gangguan kesehatan bagi pemakainya dan bisa mengakibatkan kanker [4]. Tantangan lingkungan, ekonomi dan keamanan telah mendorong banyak ilmuwan untuk mengganti sebagian polimer berbasis petrokimia dengan jenis lain yang bersifat biodegradable, yaitu bioplastik [5]. Plastik jenis ini merupakan plastik yang dapat diuraikan oleh jamur atau mikroorganisme di dalam tanah sehingga akan mengurangi dampak negatif yang ditimbulkan oleh plastik sintetik [6]. Bioplastik merupakan plastik yang dapat diperbaharui karena senyawa-senyawa penyusunnya berasal dari tanaman seperti pati, selulosa, dan lignin serta hewan seperti kasein, protein dan lipid [7].

Pembuatan bioplastik bukan hal yang baru. Ditahun 1850-an, seorang ahli kimia Inggris menciptakan plastik dari selulosa, turunan dari pulp kayu. Kemudian pada awal abad ke-20, Henry ford bereksperimen dengan plastik


(25)

menyalakan berbagai mobil. Sejak itu plastik biodegradable mulai memicu minat, terutama sejak krisis minyak dari tahun sembilan belas tujuh puluhan [5]. Beberapa penelitian terbaru telah dilakukan untuk menghasilkan bioplastik dengan bahan baku pati. Darni, dkk., (2010) dari Indonesia melakukan penelitian mengenai pengaruh konsentrasi plasticizer dan formulasi pati pisang dengan kitosan terhadap kekuatan mekanik dan daya serap air dari bioplastik dengan gliserol sebagai plasticizer (konsentrasi plasticizer pada 25%, 30%, dan 35%) [8]. Kemudian Wattanakornsiri, dkk., (2011) dari Thailand membuat bioplastik dari pati jagung sebagai matriks dan diperkuat dengan pengisi serat mikroselulosa 0-8% (berat/berat serat untuk matriks) dan menggunakan plasticizer gliserol 30 % (berat/berat gliserol dengan pati) [9]. Selanjutnya Zuraida, dkk., (2012) dari Malaysia membuat bioplastik dari pati sagu dengan plasticizer gliserol dan meneliti pengaruh asam sitrat (0-40% w/wt%) dan air (0-40% w/wt%) sebagai aditif sekunder [10].

Pati adalah salah satu bahan utama pembuatan bioplastik. Berdasarkan fakta dan kajian ilmiah yang ada, maka pati merupakan polisakarida paling melimpah kedua setelah selulosa [11]. Salah satu yang dapat diambil patinya adalah biji buah durian (Durio zibethinus). Biji durian segar mengandung air yang tinggi (51,5%), pati (43,6%) dan protein (2,6%) [12]. Oleh karena kandungan patinya yang cukup tinggi, biji durian berpotensi untuk dijadikan bahan baku pembuatan bioplastik, mengingat selama ini biji durian belum banyak dimanfaatkan sehingga kurang bernilai ekonomis.

Adapun plastik berbahan baku pati memiliki beberapa kelemahan. Bioplastik ini kurang tahan terhadap air (kurang hidrofobik/bersifat hidrofilik) dan sifat mekaniknya masih rendah (kekuatan tarik dan Modulus Young). Salah satu cara untuk mengurangi sifat hidrofilik adalah dengan mencampur pati dengan biopolimer lain yang bersifat hidrofobik, seperti selulosa, kitosan, dan protein. Sedangkan untuk memperbaiki sifat mekaniknya (terutama sifat elastisitasnya), dapat dilakukan dengan mencampur pati dengan plasticizer [13]. Platicizer sering digunakan untuk memperbaiki sifat elastisitas dan mengurangi sifat barrier film dari pati. Poliol seperti sorbitol dan gliserol adalah plasticizer yang cukup baik


(26)

untuk mengurangi ikatan hidrogen internal sehingga akan meningkatkan jarak intermolekul [14].

Berdasarkan uraian di atas, penulis tertarik melakukan penelitian tentang pembuatan bioplastik berbahan dasar pati biji durian (Durio zibethinus) menggunakan plasticizer sorbitol dengan penambahan kitosan.

1.2 PERUMUSAN MASALAH

Adapun yang menjadi perumusan masalah untuk penelitian ini adalah :

1. Bagaimana karakteristik pati yang diisolasi dari biji durian, yaitu meliputi kadar kadar pati (amilum), kadar amilosa, kadar amilopektin, kadar air, kadar abu, kadar lemak, kadar protein, bentuk morfologi permukaan, gugus fungsi, dan profil gelatinisasi pati biji durian.

2. Bagaimana pengaruh penambahan kitosan dan plasticizer sorbitol terhadap sifat fisiko-kimia bioplastik dari pati biji durian (Durio zibethinus) yang meliputi sifat kekuatan tarik, pemanjangan pada saat putus, Modulus Young, ketahanan air, densitas, bentuk morfologi permukaan, gugus fungsi, dan profil gelatinisasi.

3. Berapa temperatur pemanasan dan perbandingan antara jumlah pati, kitosan dan sorbitol yang optimal untuk mendapatkan bioplastik dari pati biji durian (Durio zibethinus) dengan karakteristik yang terbaik.

1.3 TUJUAN PENELITIAN

Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah :

1. Untuk mengetahui karakteristik pati yang diisolasi dari biji durian, yaitu meliputi kadar kadar pati (amilum), kadar amilosa, kadar amilopektin, kadar air, kadar abu, kadar lemak, kadar protein, bentuk morfologi permukaan, gugus fungsi, dan profil gelatinisasi pati biji durian.

2. Untuk mengetahui pengaruh penambahan kitosan dan plasticizer sorbitol terhadap sifat fisiko-kimia bioplastik dari pati biji durian (Durio zibethinus) yang meliputi sifat kekuatan tarik, pemanjangan pada saat putus, Modulus Young, ketahanan air, densitas, bentuk morfologi permukaan, gugus fungsi, dan profil gelatinisasi.


(27)

3. Untuk menentukan temperatur pemanasan larutan bioplastik dan perbandingan antara jumlah pati, kitosan dan sorbitol yang optimal untuk mendapatkan bioplastik dari pati biji durian (Durio zibethinus) dengan karakteristik yang terbaik.

1.4 MANFAAT PENELITIAN

Manfaat yang dapat diperoleh dari penelitian ini adalah :

1. Memanfaatkan biji durian yang biasanya dibuang dan tidak memiliki nilai ekonomis menjadi bahan baku pembuatan bioplastik yang ramah lingkungan. 2. Mengurangi pemakaian minyak bumi yang keberadaannya semakin menipis

dan tidak dapat diperbaharui sebagai bahan baku pembuatan plastik konvensional dengan menggantikan plastik konvensional dengan bioplastik. 3. Memberikan informasi bagi penelitian selanjutnya mengenai pembuatan

bioplastik berbasis pati dari biji durian.

1.5 RUANG LINGKUP PENELITIAN

Penelitian ini akan dilaksanakan di Laboratorium Operasi Teknik Kimia dan Laboratorium Penelitian, Departemen Teknik Kimia, Fakultas Teknik, Universitas Sumatera Utara, Medan. Adapun bahan baku yang digunakan dalam penelitian ini yaitu :

1. Biji durian (Durio zibethinus), diperoleh dari pedagang durian di Jl. KH Wahid Hasyim, Medan.

2. Sorbitol (C6H14O6), diperoleh dari toko bahan kimia Rudang, Medan. 3. Kitosan ((C6H11NO4)n), diperoleh dari toko bahan kimia Rudang, Medan. 4. Asam asetat (CH3COOH), diperoleh dari toko bahan kimia Rudang, Medan.

Variabel-variabel yang dilakukan dalam penelitian ini adalah : a. Variabel tetap :

1. Ukuran pati biji durian = 100 mesh [15] 2. Perbandingan kitosan : asam asetat 1% = 3 : 130 (w/v) b. Variabel berubah :


(28)

1. Konsentrasi kitosan = 10%, 20% dan 30% (%w dari total massa pati dan kitosan) [8]

2. Konsentrasi sorbitol = 20%, 30% dan 40% (%w dari total massa pati dan kitosan) [8]

3. Temperatur pemanasan larutan bioplastik = 70oC ; 80oC dan 90oC

Maka formulasi bahan dalam pembuatan bioplastik untuk variasi perbandingan pati dan kitosan adalah sebagai berikut :

 Pati : Kitosan : Asam Asetat : Aquades = 7 g: 3 g: 130 ml : 60 ml

 Pati : Kitosan : Asam Asetat : Aquades = 8 g : 2 g : 87 ml : 123 ml

 Pati : Kitosan : Asam Asetat : Aquades = 9 g : 1 g: 43 ml : 187 ml Analisa yang dilakukan dalam penelitian ini adalah :

a. Karakterisasi pati biji durian [8] meliputi :

 Kadar pati (amilum)

 Kadar amilosa

 Kadar amilopektin

 Kadar air

 Kadar abu

 Kadar lemak

 Kadar protein

 FTIR (Fourier Transform Infra Red)

 SEM (Scanning Electron Microscopy)

 RVA (Rapid Visco Analyzer)

b. Karakterisasi film bioplastik ([6], [16]) meliputi:

 Kekuatan tarik (Tensile Strength)

 Pemanjangan pada saat putus (Elongation at break)

 Modulus Young

 Penyerapan air

 Densitas

 FT-IR (Fourier Transform Infra Red)

 SEM (Scanning Electron Microscopy)


(29)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 BIOPLASTIK

Plastik merupakan material yang dapat diolah menjadi berbagai jenis barang, sifatnya lebih ringan dan harganya lebih murah daripada kebanyakan material lainnya. Oleh karena itu plastik adalah pilihan pertama dalam banyak aplikasi industri dan komersial [17]. Namun penggunaan plastik konvensional memiliki banyak kelemahan, yaitu proses produksi plastik membutuhkan sejumlah besar energi, menghasilkan limbah yang merupakan hasil samping produksi plastik, dan penggunaan bahan yang tidak mudah terurai. Dalam rangka menggeser produksi plastik secara berkelanjutan, penelitian dilakukan untuk menentukan jenis sumber daya terbarukan yang dapat dikonversi ke dalam bentuk plastik [18]. Plastik ramah lingkungan atau dikenal dengan istilah bioplastik (biodegradable plastic) merupakan plastik yang dapat diuraikan oleh jamur atau mikroorganisme di dalam tanah sehingga akan mengurangi dampak negatif yang ditimbulkan oleh plastik sintetik. Menurut standar ASTM D-5488-94d, biodegradable berarti kemampuan suatu bahan mengalami dekomposisi menjadi karbon dioksida, air, metana, senyawa anorganik, atau biomassa, dimana mekanisme yang dominan adalah aktivitas enzimatik dari suatu mikroorganisme yang dapat diukur dengan tes standar pada rentang waktu tertentu [7]. Produksi bioplastik akan dapat membantu meringankan krisis energi serta mengurangi ketergantungan masyarakat pada bahan bakar fosil. Bioplastik memiliki beberapa sifat yang luar biasa yang membuatnya cocok untuk aplikasi yang berbeda [5]. Saat ini para ilmuwan dan teknisi kreatif tidak hanya mencoba mengadaptasikan bioplastik untuk mesin konvensional, tetapi juga menemukan penggunaan baru dari bioplastik tersebut. Sebagai contoh, bahan kemasan, sendok garpu sekali pakai dan pot bunga yang terbuat dari bioplastik pun sudah tersedia [17].

Sekitar 265.000.000 ton plastik diproduksi dan digunakan setiap tahun. Saat ini bioplastik dari sumber daya terbarukan hanya menyumbangkan bagian yang sangat kecil dari total penjualan pasar (lebih kecil dari 1%), namun kemajuan pesat dibidang bioteknologi dan biokimia lebih lanjut akan mendorong pasar ini


(30)

berkembang pesat [2]. Kemasan makanan dan edible film (film plastik yang terbuat dari bahan yang dapat dimakan) adalah dua aplikasi utama dari polimer biodegradable berbasis pati dalam industri makanan. Persyaratan untuk produk kemasan makanan adalah menjaga makanan tetap segar, meningkatkan karakteristik organoleptik makanan seperti penampilan, bau dan rasa, dan menyediakan keamanan pangan [19]. Hingga hari ini, kapasitas produksi bioplastik telah diperluas dengan angka pertumbuhan dua digit setiap tahun [2]. Hal ini menunjukkan adanya potensi bagi industri bioplastik untuk berkembang menjadi industri besar dimasa yang akan datang.

Bioplastik merupakan bahan polimer. Polimer adalah suatu senyawa kimia yang terdiri dari rantai molekul atau cabang (makromolekul), yang terdiri dari unit yang sama atau mirip, yang disebut monomer. Bioplastik dapat diklasifikasikan berdasarkan aspek-aspek berikut:

1. Polimer yang didasarkan pada bahan baku terbarukan : a . Polimer berbasis biomassa alam

Polimer yang dihasilkan oleh organisme hidup (hewan, tumbuhan, alga, mikroorganisme) yaitu selulosa, pati, protein, atau polyhydroxyalkanoat dari bakteri

b . Polimer berbasis biomassa sintetik

Polimer yang monomernya didasarkan pada bahan baku terbarukan tetapi yang polimerisasinya membutuhkan transformasi kimia, mis PLA, etilena, poliamida

2 Polimer yang meliputi " biofunctionality " : a . Polimer untuk aplikasi biomedis

b . Polimer biodegradable

Polimer yang digunakan dalam produk biodegradable dan karena itu dapat didaur ulang secara organik [20].

Kebanyakan bioplastik merupakan campuran yang mengandung komponen sintetik, seperti polimer dan aditif, untuk meningkatkan sifat fungsional produk jadi dan untuk memperluas jangkauan aplikasi. Jika bahan aditif dan pigmen yang digunakan juga dapat dibuat dari sumber daya terbarukan, maka dapat diperoleh


(31)

polimer dengan biodegradasi berat sekitar 100 % dari senyawa. Tujuan bioplastik adalah untuk meniru siklus hidup biomassa, yang meliputi konservasi sumber daya fosil, air dan produksi CO2. Kecepatan biodegradasi bioplastik tergantung pada suhu (50 - 70 oC), kelembaban, jumlah dan jenis mikroba. Degradasi berlangsung cepat hanya jika ketiga persyaratan tersebut tersedia. Umumnya di rumah atau di supermarket biodegradasi terjadi sangat rendah dibandingkan dengan jika dalam kondisi pengomposan. Dalam industri pengomposan bioplastik diubah menjadi biomassa, air dan CO2 dalam waktu sekitar 6 - 12 minggu [21].

2.1.1 Biofilm (Film Bioplastik)

Biofilm merupakan plastik berbentuk film atau lapisan tipis yang terbuat dari bahan yang dapat diperbaharui seperti pati [22]. Biofilm dapat dimanfaatkan sebagai materi boplastik yang memiliki kelebihan dibanding plastik yang berasal dari minyak bumi yaitu sifatnya yang mudah terurai dan berasal dari bahan alami yang keberadaaannya di dunia ini melimpah. Namun karena biofilm dari pati murni memiliki sifat mekanik yaitu tensile strength dan elongation at break yang masih kurang baik, penggunaan pati murni sebagai bahan pembentuk biofilm dapat dilakukan dengan teknik plastisasi, pencampuran dengan material lain, modifikasi secara kimia atau kombinasi dari beberapa teknik tersebut [23].

Biofilm berbahan dasar pati/amilum dapat didegradasi bakteri pseudomonas dan bacillus memutus rantai polimer menjadi monomer-monomernya. Senyawa-senyawa hasil degradasi polimer selain menghasilkan karbon dioksida dan air, juga menghasilkan senyawa organik lain yaitu asam organik dan aldehid yang tidak berbahaya bagi lingkungan. Plastik berbahan dasar pati/amilum aman bagi lingkungan. Sebagai perbandingan, plastik tradisional membutuhkan waktu sekitar 50 tahun agar dapat terdekomposisi alam, sementara plastik biodegradable dapat terdekomposisi 10 hingga 20 kali lebih cepat. Hasil degradasi plastik ini dapat digunakan sebagai makanan hewan ternak atau sebagai pupuk kompos. Plastik biodegradable yang terbakar tidak menghasilkan senyawa kimia berbahaya. Kualitas tanah akan meningkat dengan adanya plastic biodegradable, karena hasil penguraian mikroorganisme meningkatkan unsur hara dalam tanah [24].


(32)

Metode pembuatan kemasan plastik biodegradable telah berkembang sangat pesat. Namun demikian, pemilihan metode/teknologi produksi didasarkan pada evaluasi terhadap karaktersitik fisik dan mekanik film yang dihasilkan. Selain karakteristik tersebut, juga didasarkan pada nilai biodegradabilitas film pada berbagai kondisi [25].

2.1.2 Metode Pembuatan Bioplastik

Pengkajian pemanfaatan sumberdaya pati Indonesia untuk produksi plastik biodegradabel dapat dilakukan melalui 3 cara yaitu:

1. Pencampuran (blending) antara polimer plastik dengan pati, dimana pati yang digunakan dapat berupa pati mentah berbentuk granular maupun pati yang sudah tergelatinisasi, dan plastik yang digunakan adalah PCL, PBS, atau PLA maupun plastik konvensional (polietilen). Pencampuran dilakukan dengan menggunakan extruder atau dalam mixer berkecepatan tinggi (high speed mixer) yang dilengkapi pemanas untuk melelehkan polimer plastik.

2. Modifikasi kimiawi pati, dimana untuk menambahkan sifat plastisitas pada pati, metode grafting sering digunakan. Sifat biodegradabilitas dari produk plastik yang dihasilkan tergantung daripada jenis polimer yang dicangkokkan pada pati.

3. Penggunaan pati sebagai bahan baku fermentasi menghasilkan monomer/polimer plastik biodegradabel [26].

Metode yang dilakukan dalam pembuatan bioplastik pada penelitian ini merujuk pada metode Weiping Band (2005). Proses pencampuran antara pati, pengisi dan plasticizer dilakukan bertahap sambil dipanaskan dan diaduk. Pencampuran yang dilakukan dapat menggunakan stirrer dengan pemanasan menggunakan water batch. Dapat juga menggunakan alat hot plate magnetic stirrer. Campuran yang sudah homogen membentuk larutan bioplastik yang kemudian dicetak dan dikeringkan. Pengeringan menggunakan oven dengan temperatur 60oC. Pengeringan dilakukan hingga plastik mengeras dan dapat dikeluarkan dari cetakan, waktu yang digunakan yaitu ±24 jam [27].


(33)

2.2 PATI

Pati adalah karbohidrat yang merupakan polimer glukosa, dan terdiri atas amilosa dan amilopektin. Amilosa merupakan bagian polimer linier dengan ikatan

α-(1→4) unit glukosa. Derajat polimerisasi amilosa berkisar antara 500−6.000 unit glukosa, bergantung pada sumbernya. Amilopektin merupakan polimer α

-(1→4) unit glukosa dengan rantai samping α-(1→6) unit glukosa. Dalam suatu

molekul pati, ikatan α-(1→6) unit glukosa ini jumlahnya sangat sedikit, berkisar

antara 4−5%. Namun, jumlah molekul dengan rantai yang bercabang, yaitu amilopektin, sangat banyak dengan derajat polimerisasi 105– 3 x 106 unit glukosa [28]. Struktur molekul dari amilosa dan amilopektin ditunjukkan pada gambar 2.1. Sejumlah besar pati terakumulasi sebagai granula (butiran) yang tidak larut dalam air. Bentuk dan diameter granula ini tergantung pada asal tumbuhan [29]. Granula pati tersebut terdiri atas daerah amorf dan kristal. Di dalam pati yang terdapat pada umbi dan akar, daerah kristalin terdiri dari amilopektin, sedangkan amilosa terdapat di daerah amorf. Di dalam pati sereal, amilopektin juga merupakan komponen yang paling penting dari daerah kristalin. Amilosa dalam pati sereal bergabung dengan lipid dari struktur kristal yang lemah dan memperkuat granula tersebut. Sementara amilopektin larut dalam air, amilosa dan granula pati sendiri tidak larut dalam air dingin. Hal ini meyebabkan relatif mudah untuk mengekstrak granula pati dari sumber tanaman. Ketika suspensi pati dalam air dipanaskan, butiran pertama membengkak sampai tercapai suatu titik di mana pembengkakan ireversibel. Proses pembengkakan ini disebut gelatinisasi. Selama proses ini, amilosa terekstrak keluar dari granul dan menyebabkan peningkatan viskositas suspensi. Peningkatan suhu lebih lanjut kemudian menyebabkan pembengkakan maksimum butiran dan meningkatkan viskositas. Akhirnya, butiran pecah menghasilkan dispersi koloid kental. Pendinginan selanjutnya koloid hasil dispersi pati tersebut menghasilkan bentuk gel yang elastik [30].

Pati adalah bahan baku yang paling menarik untuk pengembangan dan produksi bioplastik. Pati tersimpan dalam berbagai tanaman dalam bentuk butiran mikroskopis. Pati benar-benar bersifat biodegradable dalam berbagai kondisi lingkungan. Pati dapat dihidrolisis menjadi glukosa oleh mikroorganisme atau enzim, dan kemudian dimetabolisme menjadi karbon dioksida dan air [31]. Perlu


(34)

dicatat bahwa karbon dioksida akan didaur ulang menjadi pati lagi oleh tanaman dan sinar matahari [32]. Karena kemampuannya terdegradasi secara alami ini pati mulai banyak dimanfaatkan sebagai bahan baku pembuatan bioplastik yang ramah lingkungan.

Gambar 2.1 Struktur Molekul Amilosa dan Amilopektin [19]

2.2.1 Gelatinisasi Pati

Gelatinisasi dalam arti sempit adalah suatu gangguan termal struktur kristal dalam granula pati asli, tetapi dalam arti yang lebih luas itu mencakup peristiwa yang berhubungan dengan pembengkakan butiran dan pelarutan polisakarida yang dapat larut [33]. Suhu gelatinisasi dianggap sebagai suhu di mana transisi fase granula pati dari keadaan yang teratur menjadi tidak teratur. Suhu gelatinisasi pati tergantung pada jenis tanaman dan jumlah air yang tersedia, pH, jenis dan konsentrasi garam, gula, lemak dan protein dalam campuran, derajat ikatan sambung silang dari amilopektin, jumlah butiran pati yang rusak juga sebagai teknologi yang digunakan [34]. Mekanisme pembentukan gel dimulai jika


(35)

larutan pati dipanaskan. Butir-butir pati akan mengembang sehingga ikatan hidrogen pada unit amorphous akan rusak dan pada suhu tertentu granula akan pecah [35]. Dalam proses gelatinisasi perlu diperhatikan komposisi air, dimana jika larutan pati terlalu pekat maka akan terjadi pengendapan partikel-partikel pati [36].

Jumlah fraksi amilosa-amilopektin sangat berpengaruh pada profil gelatinisasi pati. Amilosa memiliki ukuran yang lebih kecil dengan struktur tidak bercabang. Sementara amilopektin merupakan molekul berukuran besar dengan struktur bercabang banyak dan membentuk double helix. Saat pati dipanaskan, beberapa double helix fraksi amilopektin merenggang dan terlepas saat ada ikatan hidrogen yang terputus. Jika suhu yang lebih tinggi diberikan, ikatan hidrogen akan semakin banyak yang terputus, menyebabkan air terserap masuk ke dalam granula pati. Pada proses ini, molekul amilosa terlepas ke fase air yang menyelimuti granula, sehingga struktur dari granula pati menjadi lebih terbuka, dan lebih banyak air yang masuk ke dalam granula, menyebabkan granula membengkak dan volumenya meningkat. Molekul air kemudian membentuk ikatan hidrogen dengan gugus hidroksil gula dari molekul amilosa dan amilopektin. Di bagian luar granula, jumlah air bebas menjadi berkurang, sedangkan jumlah amilosa yang terlepas meningkat. Molekul amilosa cenderung untuk meninggalkan granula karena strukturnya lebih pendek dan mudah larut. Mekanisme ini yang menjelaskan bahwa larutan pati yang dipanaskan akan lebih kental [37].

Pada penelitian ini bahan baku yang digunakan adalah pati biji durian, dimana akan dilakukan analisis profil gelatinisasi terhadap pati tersebut. Analisis ini dilakukan untuk mengetahui data-data pada saat pati tergelatinisasi, diantaranya temperatur gelatinisasi dan viskositas maksimum pati biji durian, serta mempelajari sifat-sifat pasta pati yaitu kestabilan viskositas pasta pati terhadap panas dan kemampuan pasta pati mengalami retrogradasi pada saat terjadi penurunan temperatur. Hasil penelitian Soebagio dkk., (2009) terhadap uji temperatur gelatinisasi dan viskositas pati biji durian dengan menggunakan alat Viskoamilograp Brabender menunjukkan bahwa temperatur gelatinisasi pati biji durian amalmi adalah 91,5 oC, kemudian tidak terdapat temperatur puncak dan


(36)

viskositas puncaknya. Dengan kenaikan temperatur dan dengan adanya pengadukan, nilai viskositas pati biji durian adalah 35 BU, dan pada saat penurunan temperatur dan dengan adanya pengadukan viskositas pati biji durian meningkat menjadi 120 BU. Diperoleh pula data bahwa kestabilan pati biji durian berada pada temperatur 50 oC [38].

2.2.2 Retrogradasi Pati

Retrogradasi merupakan proses pembentukan kembali struktur kristal pati setelah mengalami pemutusan ikatan hidrogen akibat pemanasan saat gelatinisasi Retrogradasi pati terjadi pada pati yang telah mengalami gelatinisasi dari keadaannya yang bersifat amorf menjadi lebih teratur atau membentuk struktur yang kokoh (kristalin). Hal ini terjadi karena pasta atau gel pati tergelatinisasi tidak berada pada kesetimbangan termodinamika. Perubahan dapat dilihat dari sifat reologi pati yang telah tergelatinisasi tersebut, sebagaimana dibuktikan pada peningkatan kekokohan atau kekakuan strukturnya. Kehilangan daya ikat air dan pemulihan sifat kritalinnya menjadi semakin jelas seiring bertambahnya waktu [39].

Pada saat proses gelatinisasi, pemanasan yang diberikan meningkatkan energi kinetik molekul air sehingga air dapat menembus masuk ke dalam granula dan berikatan dengan amilosa yang mengakibatkan granula membengkak dan amilosa terdispersi ke dalam air panas. Molekul-molekul amilosa tersebut akan terus terdispersi, asalkan pati tersebut dalam kondisi panas. Dalam kondisi panas, pasta masih memiliki kemampuan mengalir yang fleksibel dan tidak kaku. Bila pasta pati tersebut kemudian mendingin, energi kinetik tidak lagi cukup tinggi untuk melawan kecenderungan molekul-molekul amilosa untuk bersatu kembali. Molekul-molekul amilosa berikatan kembali satu sama lain serta berikatan dengan cabang amilopektin pada pinggir-pinggir luar granula, dengan demikian molekul-molekul yang berikatan tersebut akan menggambungkan butir-butir pati yang bengkak tersebut menjadi semacam jaring-jaring membentuk mikrokristal dan mengendap [40].

Gelatinisasi menyebabkan granula pati rusak dan pada saat pendinginan terjadi restrukturisasi pati menjadi pati resisten. Akan tetapi struktur yang


(37)

terbentuk bukan merupakan struktur granula pati melainkan struktur amilosa teretrogradasi. Amilosa merupakan komponen pati yang berperan dalam pembentukan pati teretrogradasi. Dari hasil penelitian Wulan dkk., (2006), jagung mampu menghasilkan kadar pati resisten yang tinggi setelah dimodifikasi. Jagung memiliki kadar amilosa yang paling tinggi yaitu sebesar 19,57% dibandingkan kentang (7,05%) dan ubi kayu (7,02%). Granula pati kaya amilosa mampu mengkristal yang lebih besar, disebabkan oleh lebih intensifnya ikatan hydrogen, akibatnya tidak dapat mengembang atau mengalami gelatinisasi sempurna pada waktu pemasakan sehingga tercerna lebih lambat. Pada umumnya pati dari akar atau batang mempunyai suhu gelatinisasi lebih rendah daripada pati serealia dan biji-bijian, selain itu granula patinya mengalami pengembangan serta tingkat pelarutan pati yang lebih besar. Hal ini menunjukkan pati dari akar atau batang mempunyai kekuatan ikatan antarmolekul pati yang lebih rendah daripada pati serealia, sedangkan pati dari umbi-umbian mempunyai tingkat pengembangan granula dan pelarutan yang tinggi yang menunjukkan lemahnya ikatan antar molekul pati. Dengan demikian proses retrogradasi pati dari akar atau batang akan lebih cepat jika dibandingkan dengan pati serealia dan biji-bijian, misalnya pati jagung. Pati jagung tidak mengalami gelatinisasi yang sempurna disebabkan hubungan antarmolekulnya yang tinggi, yang menunjukkan lemahnya ikatan antar molekul pati [41].

2.2.3 Hidrolisis Pati

Dalam proses hidrolisis, rantai polisakarida dipecah menjadi monosakarida-monosakarida [42]. Hidrolisis adalah pemecahan suatu senyawa menggunakan air. Hidrolisis dengan larutan asam encer, dimana kecepatan reaksinya sebanding dengan konsentrasi asam [43]. Reaksi hidrolisis pati dituliskan sebagai berikut : (C6H10O5)n + nH2O → nC6H10O5

Tetapi reaksi antara air dan pati jalannya sangat lambat sehingga diperlukan bantuan katalisator untuk memperbesar keaktifan air. Katalisator yang biasa diigunakan adalah asam klorida, asam nitrat dan asam sulfat. Bila hidrolisis dilakukan dengan bantuan katalisator asam, reaksi harus dinetralkan terlebih dahulu dengan basa untuk menghilangkan sifat asamnya. Dalam industri


(38)

umumnya digunakan asam klorida sebagai katalisator. Pemilihan ini didasarkan pada garam yang terbentuk setelah penetralan hasil merupakan garam yang tidak berbahaya yaitu garam dapur [44].

Faktor-faktor yang mempengaruhi hidrolisis pati : 1. Suhu reaksi

Dari kinetika reaksi kimia, semakin tinggi suhu reaksi makin cepat pula jalannya reaksi, seperti yang diberikan oleh persamaan Arhenius. Tetapi jika berlangsung pada suhu yang terlalu tinggi konversi akan menurun. Hal ini disebabkan adanya glukosa yang pecah menjadi arang (warna larutan hasil semakin tua)

2. Waktu reaksi

Semakin lama waktu hidrolisis konversi yang dicapai semakin besar sampai pada batas waktu tertentu akan diperoleh konversi yang relatif baik dan apabila waktu tersebut diperpanjang, pertambahan konversi kecil sekali. Karena pati tidak larut dalam air, maka pengadukan perlu sekali dilakukan agar persentuhan butir-butir pati dengan air dapat berlangsung dengan baik.

3. Pencampuran pereaksi

Penambahan katalisator bertujuan memperbesar kecepatan reaksi, sesuai dengan persamaan Arhenius. Jadi makin banyak asam yang dipakai makin cepat reaksi hidrolisis, dan dalam waktu tertentu pati yang berubah menjadi glukosa juga meningkat. Tetapi penggunaan asam sengai katalisator sedapat mungkin terbatas pada nilai terkecil agar garam yang tersisa dalam hasil setelah penetralan tidak mengganngu rasa manis.

4. Kadar suspensi pati

Perbandingan antara air dan pati yang tepat akan membuat reaksi hidrolisis berjalan cepat. Penggunaan air yang berlebihan akan memperbesar penggunaan energi untuk pemekatan hasil. Sebaliknya, jika pati berlebihan, tumbukan antara pati dan air akan berkurang sehingga mengurangi kecepatan reaksi [44].

2.3 BIJI DURIAN

Durian (Durio zibethinus murr) adalah salah satu buah yang sangat popular di Indonesia. Buah dengan julukan The King of fruits ini termasuk dalam famili


(39)

Bombacaceae dan banyak ditemukan di daerah tropis. Di Indonesia, tanaman durian terdapat di seluruh pelosok Jawa dan Sumatera. Sedangkan di Kalimantan dan Irian Jaya umumnya hanya terdapat di hutan. Tiap pohon durian dapat menghasilkan 80 sampai 100 buah, bahkan hingga 200 buah terutama pada pohon yang tua. Tiap rongga buah terdapat 2 sampai 6 biji atau lebih [45].

Biasanya masyarakat mengkonsumsi daging buah durian karena memiliki nilai gizi yang tinggi dan cita rasa yang enak. Sedangkan kulit dan biji durian dibuang sebagai limbah. Padahal persentase berat bagian salut buah atau dagingnya ini termasuk rendah yaitu hanya 20-35%. Hal ini berarti kulit (60-75%) dan biji (5-15%) belum bermanfaat secara maksimal [46]. Biji durian diketahui mengandung kadar pati yang cukup tinggi. Berikut merupakan kandungan nutrisi di dalam 100 gram biji durian yang disajikan dalam tabel 2.1. Berdasarkan data tabel tersebut dapat dilihat bahwa 100 gram biji durian mempunyai kadar karbohidrat (pati) 43,6 % untuk biji durian segar dan 46,2 % untuk biji yang sudah masak. Nilai ini cukup tinggi sehingga biji durian berpotensi untuk dimanfaatkan lagi sebagai bahan sumber karbohidrat yang akan menambah nilai ekonomis biji durian.

Tabel 2.1 Kandungan Nutrisi Biji Durian [12]

Zat

Per 100 gram Biji Segar (Mentah) tanpa Kulitnya

Per 100 gram Biji Telah Dimasak tanpa Kulitnya Kadar Air 51,5 g 51,1 g

Lemak 0,4 g 0,2-0,23 g

Protein 2,6 g 1,5 g

Karbohidrat

Total 43,6 g 43,2 g

Serat Kasar 0,7-0,71 g

Nitrogen 0,297 g

Abu 1,9 g 1,0 g

Kalsium 17 mg 3,9-88,9 mg

Pospor 68 mg 86,5-87 mg

Besi 1,0 mg 0,6-0,64 mg

Natrium 3 mg Kalium 962 mg Beta Karotin 250 μg

Riboflavin 0,05 mg 0,05-0,052 mg

Thiamin 0,03-0,032 mg


(40)

2.4 KITOSAN

Kitosan adalah polisakarida yang banyak terdapat di alam setelah selulosa. Kitosan merupakan suatu senyawa poli (N-amino-2 deoksi β-D-glukopiranosa) atau glukosamin hasil deasetilasi kitin/poli (N-asetil-2 amino-2-deoksi β-D glukopiranosa) yang diproduksi dalam jumlah besar di alam, yaitu terdapat pada limbah udang dan kepiting [47]. Khitosan tidak larut dalam air tetapi larut dalam pelarut asam organik di bawah pH 6 antara lain asam formiat, asam asetat, dan asam laktat. Kelarutan khitosan dalam pelarut asam anorganik sangat terbatas, antara lain sedikit larut dalam larutan HCl 1% tetapi tidak larut dalam asam sulfat dan asam pospat [48]

Kitosan dihasilkan dengan proses hidrolisis kitin menggunakan basa kuat yaitu dengan reaksi deasetilasi. Saat ini terdapat lebih dari 200 aplikasi dari kitin dan kitosan serta turunannya di industri makanan, pemrosesan makanan, bioteknologi, pertanian, farmasi, kesehatan, dan lingkungan [49].

Gambar 2.2 Reaksi Deasetilasi Kitin Dengan Basa Kuat Menjadi Kitosan [50]

Khitosan mempunyai potensi untuk dimanfaatkan pada berbagai jenis industri maupun aplikasi pada bidang kesehatan. Salah satu contoh aplikasi khitosan yaitu sebagai pengikat bahan-bahan untuk pembentukan alat-alat gelas, plastik, karet, dan selulosa yang sering disebut dengan formulasi adesif khusus. Pemanfaatan khitosan sebagai bahan tambahan pada pembuatan film plastik berfungsi untuk memperbaiki transparasi film plastik yang dihasilkan [51]. Semakin banyak


(41)

khitosan yang digunakan maka sifat mekanik dan ketahanan terhadap air dari produk bioplastik yang dihasilkan semakin baik [52]. Selain itu, kitosan tidak beracun, mudah mengalami biodegradasi, dan bersifat polielektrolitik. Karakteristik lain kitosan adalah dapat dengan mudah berinteraksi dengan zat-zat organik lain, seperti protein dan lemak. Karena itu, kitosan relatif lebih banyak digunakan pada berbagai bidang industri terapan dan industri farmasi dan kesehatan Sifat-sifat yang dimiliki kitosan inilah yang menyebabkan ketahanan terhadap air bahan bioplastik menjadi baik [27]. Pengembangan edible film antimikroba dan bahan kemasan dari kitosan cangkang udang dapat memperluas aplikasi kitosan dalam sistem pangan. Kemungkinan memproduksi kitosan cangkang udang dengan berbagai sifat fisikokimia memberikan kesesuaian untuk memilih kitosan yang paling cocok untuk pengembangan film antimikroba dan bahan kemasan [48].

Pada penelitian ini digunakan kitosan sebagai pengisi dalam pembuatan bioplastik dari pati biji durian. Bioplastik yang hanya berbahan baku pati memiliki beberapa kelemahan, salah satunya kurang tahan terhadap air. Salah satu cara untuk mengurangi sifat hidrofilik bioplastik tersebut adalah dengan cara menambahkan biopolimer lain yang bersifat hidrofobik seperti kitosan. Dari penelitian yang dilakukan Yuli dan Herti (2010) dengan variasi perbandingan pati dengan kitosan 6:4, 7:3, 8:2 dan 9:1 (m/m) dalam pembuatan bioplastik dari pati sorgum, dihasilkan nilai ketahanan air terbaik sebesar 36,825 % pada perbandingan 7:3. Nilai ketahanan air yang baik adalah pada saat bioplastik menyerap air lebih sedikit [27]. Semakin besar konsentrasi kitosan, ketahanan airnya cenderung meningkat dengan persentase water uptake semakin kecil yang berarti bahwa proses penyerapan air paling kecil [53].

2.5 SORBITOL

Sorbitol merupakan bahan pengganti gula dari golongan gula alkohol yang paling banyak digunakan, terutama di Indonesia [54]. Di Indonesia sorbitol (C6H14O6) paling banyak digunakan sebagai pemanis pengganti gula karena bahan dasarnya mudah diperoleh dan harganya murah [55]. Di Indonesia, sorbitol diproduksi dari tepung umbi tanaman singkong (Manihot Utillissima Pohl) yang


(42)

termasuk keluarga Euphoribiaceae. Selain itu sorbitol juga dapat ditemui pada alga merah Bostrychia scorpiodes yang mengandung 13,6% sorbitol. Tanaman berri dari spesies Sorbus Americana mengandung 10% sorbitol. Famili Rosaceae seperti buah pir, apel, ceri, prune, peach, dan aprikot juga mengandung sorbitol [56]. Sorbitol juga diproduksi dalam jaringan tubuh manusia yang merupakan hasil katalisasi dari D-glukosa oleh enzim aldose reductase, yang mengubah struktur aldehid (CHO) dalam molekul glukosa menjadi alkohol (CH2OH) [57].

Gambar 2.3 Struktur Molekul Sorbitol [58]

Sorbitol dapat digunakan sebagai plasticizer dalam pembuatan bioplastik berbasis pati. Plasticizer didefinisikan sebagai bahan nonvolatil, bertitik didih tinggi yang jika ditambahkan pada material lain akan merubah sifat fisik material tersebut. Penambahan plasticizer dapat meningkatkan fleksibilitas edible film [59]. Jenis dan konsentrasi dari plasticizer yang digunakan juga akan memberikan pengaruh terhadap kelarutan dari film berbahan dasar pati. Semakin banyak air yang masuk ke dalam struktur pati akan meningkatkan kelarutan dalam air dan asam, hal ini karena sorbitol memiliki sifat hidrofil. Nilai kelarutan dalam air bioplastik dapat digunakan untuk memprediksi kestabilan bioplastik terhadap pengaruh air [6].

Pada penelitian ini digunakan sorbitol sebagai plasticizer dalam pembuatan bioplastik, hal ini dikarenakan bioplastik berbahan pati saja bersifat kaku dan kurang elastis. Menurut Wirawan dkk. (2012), pengaruh penambahan plasticizer sorbitol jika dibandingkan dengan plasticizer gliserol adalah semakin banyak


(43)

plasticizer yang ditambahkan maka nilai kekuatan tarikcenderung menurun sedangkan persentase elongation of break cenderung naik dan sorbitol memberikan nilai kekuatan tarikyang lebih tinggi daripada gliserol, namun memberikan nilai elongation of break yang lebih rendah daripada gliserol karena sorbitol lebih bersifat rapuh (brittle) [60]. Dari penelitian Yuli dan Herti (2010) yaitu pembuatan bioplastik dati pati sorgum digunakan variasi konsentrasi sorbitol 20%, 25%, 30% dan 40% (%berat), dimana nilai kekuatan tarik tertinggi adalah pada konsentrasi sorbitol 20%, yaitu sebesar 6,9711 Mpa dan cenderung mengalami penurunan nilai kekuatan tarik seiring peningkatan konsentrasi sorbitol pada bioplastik [27].

2.6 KARAKTERISASI PATI

Beberapa analisis/karakterisasi yang dilakukan pada bioplastik adalah sebagai berikut.

2.6.1 Analisis Kadar Pati

Pati penting dalam makanan terutama yang bersumber dari tumbuh-tumbuhan dan memperlihatkan sifat-sifatnya, pati terdapat dalam biji-bijian dan umbi-umbian sebagai karakteristik granula pati, pati tidak manis, pati tidak dapat larut dengan mudah dalam air dingin, pati berbentuk pasta dan gel di dalam air panas, pati menyediakan cadangan sumber energi dalam tumbuhtumbuhan dan persediaan energi dalam bentuk nutrisi [61]. Berdasarkan standar mutu pati menurut standar industri Indonesia, kadar pati yang diizinkan adalah minimum 75 % [62]. Secara umum kadar pati dapat dipengaruhi oleh tingkat kemurnian pati saat proses ekstraksi dari sumbernya, jika pati hasil ekstraksi tidak bersih atau masih mengandung campuran seperti serat, pasir atau kotoran yang terikut, maka semakin rendah kadar patinya. Pada umbi-umbian dipengaruhi oleh umur panen optimumnya, jika dipanen pada saat yang tepat biasanya mengandung pati yang optimum dan sedikit kandungan gula [63].

2.6.2 Analisis Kadar Amilosa Dan Amilopektin

Pati memiliki komponen penyusun utama, yaitu amilosa dan amilopektin.


(44)

amilosa dan fraksi yang tidak terlarut disebut amilopektin. Struktur amilosa memberikan sifat keras sedangkan amilopektin menyebabkan sifat lengket [26]. Amilosa adalah fraksi yang lebih berperan dalam pembentukan gel serta dapat menghasilkan lapisan tipis (film) yang lebih kompak [64]. Perbandingan amilosa : amilopektin berdasarkan penelitian Setiani dkk. (2013) dalam pembuatan bioplastik dari pati sukun adalah 26,76 : 73,24, sedangkan pada penelitian Cornelia dkk., dalam pembuatan bioplastik dari pati biji durian dan biji plastik LDPE perbandingan amilosa : amilopektin pati biji durian adalah 14 : 74 [65].

2.6.3 Analisis Kadar Air

Air merupakan komponen penting dalam bahan pangan yang dapat mempengaruhi kualitas produk. Penurunan jumlah air dapat mengurangi laju kerusakan bahan pangan akibat proses mikrobiologis, kimiawi, dan enzimatis. Rendahnya kadar air suatu bahan pangan memiliki umur simpan yang lebih lama. Kadar air perlu ditetapkan sebab sangat berpengaruh terhadap daya simpan bahan. Makin tinggi kadar air suatu bahan maka makin besar pula kemungkinan bahan tersebut rusak atau tidak tahan lama. Proses pengeringan sangat berpengaruh terhadap kadar air yang dihasilkan. Pengeringan pada pati mempunyai tujuan untuk mengurangi kadar air sehingga pertumbuhan mikroba dan aktivitas enzim penyebab kerusakan pada pati dapat dihambat. Batas kadar air minimum dimana mikroba masih dapat tumbuh adalah 14-15% [66]. Kadar air yang tinggi pada tepung atau pati dapat menimbulkan gumpalan, perubahan warna dan bau akibat timbulnya jamur [67].

2.6.4 Analisis Kadar Abu

Abu adalah residu anorganik dari pembakaran bahan organik, kadar abu dapat dihitung berdasarkan pengurangan bobot sampel selama proses pembakaran pada suhu tinggi (500–650oC) melewati proses penguapan dari material organik. Total abu merupakan parameter yang bermanfaat bagi nilai nutrisi dari banyak produk makanan. Kadar abu menunjukan kandungan mineral suatu bahan pangan. Abu didefinisikan sebagai residu yang tertinggal setelah suatu bahan pangan dibakar hingga bebas karbon. Kadar abu suatu bahan pangan menggambarkan


(45)

banyaknya mineral yang tidak terbakar menjadi zat yang dapat menguap. Komponen yang umum terdapat pada senyawa organik alami adalah kalium, natrium, kalsium, magnesium, mangan, dan besi. Secara kuantitatif nilai kadar abu dalam pati yang dihasilkan berasal dari mineral-mineral dalam biji, pemakaiaan pupuk, dan dapat juga berasal dari kontaminasi tanah dan udara selama pengolahan [68].

2.6.5 Analisis Kadar Lemak

Komponen sampingan dari granula pati adalah protein dan lipid. Dari perspektif fungsi pati, pembentukan lemak-pati kompleks terjadi karena rantai asam lemak jenuh yang menempati inti dari heliks amilosa secara signifikan. Lipid internal yang berada di dalam granula pati dalam rongga helix amilosa atau diruang antara amilosa dan amilopektin dianggap satu-satunya yang benar lipid pati. Lipid yang tersisa berasal dari endosperm. Lemak dalam bahan berpati terdapat sebagai kompleks dengan bagian nonpolar (di dalam rantai polimer) molekul amilosa [69]. Sebagian besar lemak akan diabsorbsi oleh permukaan granula sehingga berbentuk lapisan lemak yang bersifat hidrofobik di sekeliling granula. Lapisan lemak tersebut akan menghambat pengikatan air oleh granula pati. Hal ini menyebabkan kekentalan dan kelekatan pati berkurang akibat jumlah air berkurang untuk terjadinya pengembangan granula pati [70].

2.6.6 Analisis Kadar Protein

Pada protein, gugus karbonil asam amino terikat pada gugus amino asam amino lain dengan ikatan peptida / ikatan amida secara kovalen membentuk rantai polipeptida. Kadar protein juga menunjukkan analisis kadar nitrogen yang terdapat pada pati [71]. Protein dan pati akan membentuk kompleks dengan permukaan granula dan menyebabkan viskositas pati menjadi turun, dan berakibat pada rendahnya kekuatan gel. Hal ini kurang diharapkan karena pada aplikasi pemanfaatannya, pati banyak digunakan sebagai thickening agents [72]. Kadar protein yang tinggi mampu membentuk kompleks dengan amilosa sehingga membentuk endapan yang tidak larut dan menghambat pengeluaran amilosa dari


(46)

granula. Dengan demikian diperlukan energi yang lebih besar untuk melepas amilosa sehingga suhu awal gelatinisasi yang dicapai akan lebih tinggi [73].

2.7 KARAKTERISASI BIOPLASTIK

Beberapa pengujian/karakterisasi yang dilakukan pada bioplastik adalah sebagai berikut.

2.7.1 Uji Kekuatan Tarik

Penentuan daya regang (tensile strength) atau sering dikenal juga sebagai kekuatan tarik merupakan gaya maksimum yang terjadi pada film selama pengukuran berlangsung. Hasil pengukuran ini berhubungan erat dengan jumlah plasticizer yang ditambahkan pada proses pembuatan film. Berdasarkan penelitian nilai daya regang tanpa penambahan sorbitol memiliki nilai lebih besar dibandingkan dengan adanya penambahan sorbitol. Plasticizer dapat mengurangi ikatan hidrogen internal molekul dan menyebabkan melemahnya gaya tarik intermolekul rantai polimer yang berdekatan sehingga mengurangi daya regang putus. Penambahan plasticizer lebih dari jumlah tertentu akan menghasilkan film dengan kekuatan tarik yang lebih rendah [74]. Kekuatan tarik dan elongasi dari biodegradable plastik yang dihasilkan dipengaruhi oleh kadar pati, kadar serat, pemlastis serta bahan kompatibilitas yang dihasilkan. Pengujian ini sangat sederhana dan sudah mengalami standarisasi di seluruh dunia, misalnya di Amerika dengan ASTM E8, di Jepang dengan JIS 2241 dan di Indonesia dengan ASTM D 638. Pada uji kekuatan tarik ini, dengan menarik suatu bahan kita akan segera mengetahui bagaimana bahan tersebut bereaksi terhadap tenaga tarikan dan mengetahui sejauh mana material itu bertambah panjang [75].

Kekuatan tarik dapat diukur berdasarkan beban maksimum (Fmaks) yang digunakan untuk mematahkan material dibagi dengan luas penampang awal (A0) yang ditunjukkan pada persamaan berikut :

(2.1)

Dimana : = kekuatan tarik (kgf/cm2) Fmaks = beban maksimum (kgf)

A0 = luas penampang awal (cm2) [16] Standar yang digunakan adalah ASTM D638-02a, 2002.


(47)

2.7.2 Uji Pemanjangan pada saat Putus

Panjang putus (elongation at break) atau proses pemanjangan merupakan perubahan panjang maksimum pada saat terjadi peregangan hingga sampel film terputus. Pada umumnya adanya penambahan plasticizer dalam jumlah lebih besar akan menghasilkan nilai persen pemanjangan suatu film semakin lebih besar. Tanpa penambahan plasticizer, amilosa dan amilopektin akan membentuk suatu film dan struktur dengan satu daerah kaya amilosa dan amilopektin. Interaksi-interaksi antara molekul-molekul amilosa dan amilopektin mendukung formasi film, menjadikan film pati jadi rapuh dan kaku [76].

Elastisitas suatu material (elongasi) dapat dicari dengan perbandingan antara pertambahan panjang dengan panjang semula seperti pada persamaan berikut :

x 100 % (2.2) Dimana : = elastisitas/regangan (%)

l0 = panjang mula-mula material yang diukur (cm)

= pertambahan panjang (cm) [16]

Standar yang digunakan adalah ASTM D638-02a, 2002.

2.7.3 Uji Modulus Young

Sifat mekanik bioplastik yang perlu juga diuji adalah nilai Modulus Young. Penilaian Modulus Young digunakan sebagai salah satu acuan untuk menentukan kekuatan mekanik bioplastik yang menunjukkan keelastisitasan bioplastik tersebut [15]. Nilai Modulus Young diperoleh berdasarkan pengukuran nilai kekuatan tarik dan perpanjangan pada saat putus bioplastik, dimana nilainya didapat dengan membagikan nilai kekuatan tarik dengan nilai perpanjangan pada saat putus seperti pada persamaan berikut :

(2.3) Dimana : = Modulus Young (MPa)

= kekuatan tarik (MPa)


(48)

2.7.4 Uji PenyerapanAir

Sifat ketahanan bioplastik terhadap air ditentukan dengan uji swelling, yaitu persentase penggembungan plastik oleh adanya air [77]. Uji ini dilakukan untuk mengetahui terjadinya ikatan dalam polimer serta tingkatan atau keteraturan ikatan dalam polimer yang ditentukan melalui persentase penambahan berat polimer setelah mengalami penggembungan. Proses terdifusinya molekul pelarut kedalam polimer akan menghasilkan gel yang menggembung [52].

Prosedur uji ketahanan air pada sampel bioplastik adalah sebagai berikut : berat awal sampel yang akan diuji ditimbang (Wo). Lalu Isi suatu wadah (botol/gelas/mangkok) dengan air aquades. Letakkan sampel plastik ke dalam wadah tersebut. Setelah 10 detik angkat dari dalam wadah berisi aquades, timbang berat sampel (W) yang telah direndam dalam wadah. Rendam kembali sampel ke dalam wadah tersebut, angkat sampel tiap 10 detik, timbang berat sampel. Lakukan hal yang sama hingga diperoleh berat akhir sampel yang konstan. Air yang diserap oleh sampel dihitung melalui persamaan:

Penyerapan Air (%) = x 100 % (2.4)

Dimana: Wo = berat sampel kering

W = berat sampel setelah direndam air [27] Standar yang digunakan adalah ASTM D570-98, 2005.

2.7.5 Uji Densitas

Kerapatan merupakan sifat fisik suatu polimer. Kerapatan suatu bahan berpengaruh terhadap sifat mekanik bahan tersebut, semakin rapat suatu bahan maka semakin meningkatkan sifat mekaniknya. Sehingga film bioplastik yang dihasilkan mempunyai kekuatan tarik yang baik. Kerapatan atau densitas ini dapat didefinisi-kan sebagai berat per satuan volume bahan [75]. Penentuan rapat massa (densitas) film dilakukan dengan cara film dipotong dengan ukuran dan tebal tertentu, kemudian dihitung volumenya. Potongan film ditimbang dan rapat massa film ditentukan dengan membagi massa potongan uji dengan volumenya (g/cm3) [6].


(49)

(2.5) Dimana : = rapat massa/densitas (g/cm3)

m = massa sampel (g)

v = volume sampel (cm3) [24]

Standar yang digunakan adalah ASTM D792-91, 1991.

2.7.6 Analisis FT-IR (F ourier Transform Infrared)

FT-IR merupakan metode yang menggunakan spektroskopi inframerah. Pada spektroskopi inframerah, radiasi inframerah dilewatkan pada sampel. Sebagian radiasi inframerah diserap oleh sampel dan sebagian lagi dilewatkan/ditransmisikan. Hasil dari spektrum merupakan besarnya absorpsi molekul dan transmisi yang membentuk sidik jari molekul dari suatu sampel. Seperti sidik jari pada umumnya, struktur sidik jari dari spektrum inframerah yang dihasilkan tidak ada yang sama. Inilah yang membuat spektroskopi inframerah berguna untuk beberapa jenis analisis. Manfaat informasi/data yang dapat diketahui dari FT-IR untuk dianalisis adalah identifikasi material yang tidak dikeahui, menentukan kualitas sampel dan menentukan banyaknya komponen dalam suatu campuran [79].

2.7.7 Analisis SEM (Scanning Electron Microscopy)

SEM merupakan alat yang dapat digunakan untuk mempelajari atau mengamati rincian bentuk maupun struktur mikro permukaan suatu objek yang tidak dapat dilihat dengan mata atau dengan mikroskop optik. SEM digunakan untuk mengamati struktur micron, topografi, morfologi, fraktografi sampel padatan dari bahan logam, polimer atau keramik [75]. Hasil analisis SEM juga memperlihatkan penyebaran partikel pengisi pada matriks sehingga dapat diketahui distribusi partikel pada matriks tersebar dengan merata atau tidak [16]. Struktur morfologi campuran polimer adalah karakteristik yang sangat penting untuk memahami banyak sifat dari campuran polimer, terutama sifat mekanik [78].


(50)

2.7.8 Analisis RVA (Rapid Visco Analyzer)

Gelatinisasi adalah suatu sifat penting terhadap pati, karena menunjukkan perubahan dalam struktur kristal dan fungsi. Pada pembuatan sampel plastik melibatkan beberapa macam perubahan fasa, gelatinisasi menjadi suatu faktor yang penting karena sangat terkait dengan faktor yang lainnya, dan merupakan teknik dasar dalam konversi pati agar menjadi polimer termoplastik. Pati dengan kadar amilosa tinggi memiliki wilayah yang lebih amorf dan kurang kristal, menurunkan suhu gelatinisasi dan entalpi endotermik. Pada penelitian Faridah dkk., (2013), profil gelatinisasi pati garut alami dianalisis dengan menggunakan Rapid Visco Analyzer (RVA). Sebanyak 3,0 g sampel (berat kering) ditimbang dalam wadah RVA, lalu ditambahkan 25 g akuades. Pengukuran dengan RVA mencakup fase proses pemanasan dan pendinginan pada pengadukan konstan (160 rpm). Pada fase pemanasan, suspense pati dipanaskan dari suhu 50oC hingga 95oC dengan kecepatan 6oC/menit, lalu dipertahankan pada suhu tersebut (holding) selama 5 menit. Setelah fase pemanasan selesai, pasta pati dilewatkan pada fase pendinginan, yaitu suhu diturunkan dari 95oC menjadi 50oC dengan kecepatan 6oC/menit, kemudian dipertahankan pada suhu tersebut selama 2 menit. Instrumen RVA memplot kurva profil gelatinisasi sebagai hubungan dari nilai viskositas (cP) pada sumbu y dengan perubahan suhu (oC) selama fase pemanasan dan pendi-nginan pada sumbu x [80].

Beberapa data yang diperoleh dari hasil analisis RVA adalah pasting temperature, peak viscosity, hold viscosity, final viscosity, breakdown dan setback 1. Pasting temperatur adalah temperatur pada saat awal terjadinya gelatinisasi. Peak viscosity adalah viskositas puncak pada saat pati tergelatinisasi. Nilai viskositas puncak merefleksikan kemampuan granula untuk mengikat air dan mempertahankan pembengkakan selama pemanasan [81]. Viskositas puncak yang tinggi menunjukkan bahwa adanya amilosa yang masih bisa berikatan dengan molekul pati yang lain sehingga terbentuk struktur heliks ganda melalui ikatan hidrogen (retrogradasi) dan membentuk pati dengan struktur yang lebih kuat (pati resisten) [82]. Hold viscosity adalah viskositas pada saat temperatur pemanasan dipertahankan selama beberapa menit. Perubahan viskositas selama pemanasan pada temperatur konstan ini menunjukkan kestabilan viskositas


(1)

HASIL PENGUJIAN LAB ANALISIS DAN

INSTRUMEN

D.1 HASIL FTIR PATI BIJI DURIAN

Gambar D.1 Hasil FTIR Pati Biji Durian

D.2 HASIL FTIR KITOSAN


(2)

D.3 HASIL FTIR BIOPLASTIK DARI PATI BIJI DURIAN TANPA PENGISI KITOSAN DAN PLASTICIZER SORBITOL

Gambar D.3 Hasil FTIR Bioplastik dari Pati Biji Durian tanpa Pengisi Kitosan dan Plasticizer Sorbitol

D.4 HASIL FTIR PRODUK BIOPLASTIK DENGAN PENGISI KITOSAN DAN PLASTICIZER SORBITOL

Gambar D.4 Hasil FTIR Produk Bioplastik dengan Penambahan Kitosan dan


(3)

D.5 HASIL ANALISA SEM (SCANNING ELECTRON MICROSCOPY) PATI BIJI DURIAN

Gambar D.5 Hasil Analisa SEM (Scanning Electron Microscopy) Pati Biji Durian dengan Perbesaran 5000 kali

D.6 HASIL ANALISA SEM (SCANNING ELECTRON MICROSCOPY) BIOPLASTIK TANPA PENGISI KITOSAN DAN PLASTICIZER SORBITOL

Gambar D.6 Hasil Analisa SEM (Scanning Electron Microscopy) Bioplastik tanpa Pengisi Kitosan dan Plasticizer Sorbitol dengan Perbesaran 5000 kali


(4)

D.7 HASIL ANALISA SEM (SCANNING ELECTRON MICROSCOPY) BIOPLASTIK DENGAN PENGISI KITOSAN DAN PLASTICIZER SORBITOL

Gambar D.7 Hasil Analisa SEM (Scanning Electron Microscopy) Bioplastik dengan Pengisi Kitosan dan Plasticizer Sorbitol dengan Perbesaran 5000 kali


(5)

D.8 HASIL UJI KADAR AIR, PROTEIN, LEMAK, RVA PATI BIJI DURIAN DAN RVA LARUTAN BIOPLASTIK DARI PATI BIJI DURIAN DENGAN PENGISI KITOSAN DAN PLASTICIZER SORBITOL

Gambar D.8 Hasil Uji Kadar Air, Protein, Lemak, RVA Pati Biji Durian dan RVA Larutan Bioplastik dari Pati Biji Durian dengan Pengisi Kitosan dan Plasticizer


(6)

D.9 HASIL UJI KADAR PATI, KADAR AMILOSA DAN KADAR AMILOPEKTIN PATI BIJI DURIAN

Gambar D.9 Hasil Uji Kadar Pati, Kadar Amilosa dan Kadar Amilopektin Pati Biji Durian