12 proyek konstruksi yang ditandai dengan evaluasi positif dari pelaksanaan
keselamatan dan kesehatan kerja.
2.1.1.3 Penyebab Keselamatan Kerja
Menurut Mangkunegara 2002 :17 indikator penyebab keselamatan kerja adalah :
1. Keadaan tempat lingkungan kerja. a.
Penyusunan dan penyimpanan barang-barang yang berbahaya yang kurang diperhitungkan keamanannya.
b. Ruang kerja yang terlalu padat dan sesak.
c. Pembuangan kotoran dan limbah yang tidak pada tempatnya.
2. Pemakaian peralatan kerja, yang meliputi: a.
Pengaman peralatan kerja yang sudah usang atau rusak. b. Penggunaan mesin, alat elektronik tanpa pengaman yang baik
Pengaturan penerangan.
2.1.1.4 Strategi Keselamatan Kerja
Dalam penerapan keselamatan kerja bidang konstruksi, diperlukan adanya pendidikan dan pelatihan mengenai metode dan prosedur yang benar pemakaian
peralatan keselamatan kerja. Penyediaan peralatan kerja yang memenuhi persyaratan atau dalam meletakkan tanda-tanda daerah bahaya bagi para pekerja
juga merupakan salah satu penerapan keselamatan kerja. Adapun standar peralatan kerja yang harus disiapkan oleh kontraktor dalam menjaga keselamatan
dan kesehatan kerja adalah:
Universitas Sumatera Utara
13 1.
Pakaian kerja Tujuan pemakaian pakaian kerja adalah melindungi badan manusia
terhadap pengaruh-pengaruh yang kurang sehat atau dapat melukai badan. 2.
Sepatu kerja Sepatu kerja safety shoes merupakan perlindungan terhadap kaki untuk
mengindari benda-benda tajam. 3.
Helm Digunakan untuk pelindung kepala dan sedauh menjadi keharusan bagi
para pekerja konstruksi untuk menggunakannya dengan benar sesuai peraturan pemakaian yang dikeluarkan dari pabrik pembuatnya.
4. Sarung tangan
Tujuan dari penggunaan sarung tangan adalah untuk melindungi tangan dari benda-benda tajam dan keras selama menjalankan kegiatan.
5. Masker
Pelindung pernapasan sangata diperlukan oleh para pekerja konstruksi mengingat lokasi proyek yang sangat berbahaya bagi pernapasan.
6. Kacamata kerja
Kacamata pengaman digunakan untuk perlindungan terhadap mata dari debu kayu, batu atau serpihan besi yang bertebangan tertiup angin, mengingat
partikel-partikel debu yang terkadang tidak terlihat oleh mata. 7.
Sabuk pengaman Sudah selayaknya dalam pelaksanaan bangunan gedung bertingkat para
pekerjanya menggunakan sabuk pengaman.
Universitas Sumatera Utara
14 8.
P3K Apabila terjadi kecelakaan kerja baik ringan ataupun berat pada pekerja
konstruksi, sudah seharusnya dilakukan pertolongan pertama di proyek. Menurut Mangkuprawira 2007:133 strategi untuk program keselamatan
kerja dilakukan melalui pendekatan : 1.
Pendekatan keorganisasian: a.
Merancang pekerjaan. b.
Mengembangkan dan melaksanakan kebijakan program. c.
Menggunakan komisi kesehatan dan keselamatan kerja. d.
Mengoordinasikan investigasi kecelakaan. 2.
Pendekatan teknis: a.
Merancang kerja dan peralatan kerja. b.
Memeriksa peralatan kerja. c.
Menerapkan prinsip-prinsip ergonomi. 3.
Pendekatan individu: a.
Memperkuat sikap dan motivasi tentang kesehatan dan keselamatan kerja.
b. Menyediakan pelatihan kesehatan dan keselamatan kerja.
c. Memberikan penghargaan kepada karyawan dalam bentuk program
intensif. Selain itu ada beberapa hal menurut Ervianto 2005:200 yang perlu
diperhatikan oleh semua unsur konstruksi terutama dalam pekerjaan konstruksi, yaitu :
Universitas Sumatera Utara
15 1.
Lokasi pekerjaan, kebersihan tempat bekerja di lokasi pekerjaan ikut menentukan produktivitas kerja para pekerja konstruksi. Secara rasional,
seseorang bekerja di lingkungan yang bersih tentu akan mendapatkan kualitas kerja yang baik bila dibandingkan dengan tempat kerja yang kotor
dan acak-acakan. Selain tempat kerja, kebersihan alat-alat kerja juga memberikan konstribusi yang cukup pada kualitas hasil kerja.
2. Bahaya merokok, untuk menghindari bahaya kebakaran, sebaiknya semua
pekerja konstruksi tidak merokok pada saat bekerja terutama di lokasi yang mudah terbakar.
Menurut Ramli 2010:33 kecelakaan kerja adalah kecelakaan yang terjadi ketika ada kontak antara manusia dengan alat, material, dan lingkungan dimana
dia berada. Kecelakaan dapat terjadi karena kondisi alat atau material yang kurang baik atau berbahaya. Kecelakaan juga dapat dipicu oleh kondisi lingkungan kerja
yang tidak aman seperti ventilasi, penerangan, kebisingan, atau suhu yang tidak aman melampaui ambang batas. Disamping itu, kecelakaan juga dapat bersumber
dari manusia yang melakukan kegiatan di tempat kerja dan menangani alat atau material.
Menurut Suma’mur 2007:5 Kecelakaan adalah kejadian tak terduga dan tidak diharapkan. Tak terduga karena dilatar belakangi pristiwa yang tidak
terdapat unsur kesengajaan. Kecelakaan kerja bukanlah hal yang diharapkan karena akan mendatangkan kerugian material dan mendatangkan penderitaan yang
paling ringan dan paling berat kepada penderitanya.
Universitas Sumatera Utara
16 Kecelakaan akibat kerja adalah kecelakaan yang berhubungan dengan
perusahaan. Hubungan kerja disini dapat berarti, bahwa kecelakaan terjadi dikarenakan oleh pekerjaan atau pada waktu melakukan pekerjaan. Maka dalam
hal ini terdapat dua masalah penting, yaitu : 1.
Kecelakaan adalah akibat langsung pekerjaan. 2.
Kecelakaan terjadi pada suatu pekerjaan yang sedang dilakukan. Kecelakaan dan sakit ditempat kerja membunuh dan memakan lebih banyak
korban jika dibandingkan dengan perang dunia. Kecelakaan kerja tidak harus dilihat sebagai takdir, karena kecelakaan itu tidaklah terjadi begitu saja.
Kecelakaan pasti ada penyebabnya, kelalaian perusahaan yang semata-mata memusatkan diri pada keuntungan dan kegagalan pemerintah untuk meratifikasi
konvensi keselamatan internasional atau melakukan pemeriksaan buruh, merupakan dua penyebab besar kematian terhadap pekerja.
Proses penerapan terhadap penyebab yang menimbulkan kecelakaan merupakan suatu sistem kerja dimana manusianya sendiri dianggap sebagai salah
satu penyebab kecelakaan, misalnya karena kurang hati-hati, keteledoran, kurang pengetahuan, kurang pengalaman, kurang latihan, pengawasan yang kurang, dan
faktor lainnya yang berhubungan erat dengan sistem kerja. Menurut Fathoni 2006:158 fakor penyebab kecelakaan dapat dilihat dari
dimensi pokok, yaitu : 1.
Berkaitan dengan system kerja yang merupakan penyebab utama dari kebanyakan kecelakaan yang terjadi pada suatu organisasi baik dikantor
maupun dipabrik atau di tempat kerja lainnya.
Universitas Sumatera Utara
17 2.
Berkaitan dengan pekerjaannya selaku manusia biasa, yang dalam hal akibat sistem kerja, tetapi bisa juga terjadi kelalaian dari manusianya
selaku pekerja. Sistem kerja yang merupakan faktor penyebab suatu kecelakaan karena akibat:
1. Tempat yang tidak baik.
2. Alat atau mesin yang tidak punya sistem pengamanan yang sempurna.
3. Pembuatan alat atau mesin yang tidak aman.
4. Kerusakan tempat kerja, pabrik, bahan-bahan, kondisi kerja yang kurang
tepat. 5.
Kondisi kebersihan yang kurang baik, kemacetan dan pengaturan pembuangan kotoran yang kurang lancar, fasilitas penyimpanan yang
kurang baik, dan tempat kerja yang sangat kotor. 6.
Kondisi penerangan yang kurang mendukung, gelap atau silau. 7.
Saluran udara atau pembuangan asap yang kurang baik dan kondisi ruangan yang sangat pengap.
8. Fasilitas pengamanan pakaian atau peralatan lainnya yang kurang
mendukung terhdap pengamanan kerja. Menurut Suardi 2005 :8 faktor penyebab kecelakaan kerja yaitu :
1. Fakor fisik, yang meliputi penerangan, suhu udara, kelembaban, cepat
rambat udara, suara, vibrasi mekanis, radiasi, tekanan udara, dan lain-lain. 2.
Faktor kimia, yaitu berupa gas, uap, debu, kabut, asap, awan, cairan, dan benda-benda padat.
3. Faktor biologi, baik dari golongan hewan maupun dari tumbuh-tumbuhan.
Universitas Sumatera Utara
18 4.
Faktor fisiologis, seperti kontruksi mesin, sikap, dan cara kerja. 5.
Faktor mental-psikologis, yaitu susunan kerja, hubungan diantara pekerja atau dengan pengusaha, pemelihara kerja, dan sebagainya.
Menurut Suma’mur 2007: 11 kecelakaan kerja dapat dicegah dengan : 1.
Peraturan perundangan, yaitu ketentuan-ketentuan yang diwajibkan mengenai kondisi-kondisi kerja pada umumnya, perencanaan, kontruksi,
perawatan, dan pemeliharaan, pengawasan, pengujian, dan cara kerja, peralatan industri, tugas-tugas pengusaha dan buruh, supervisi medis, dan
pemeriksaan kesehatan. 2.
Standarisasi, yaitu penetapan standar-standar resmi, setengah resmi atau tak resmi mengenai syarat-syarat keselamatan, jenis-jenis peralatan,
praktek-praktek keselamatan dan alat-alat perlindungan diri. 3.
Pengawasan, yaitu pengawasan tentang dipatuhinya ketentuan-ketentuan perundang-undangan yang diwajibkan.
4. Penelitian bersifat teknik, yang meliputi sifat dan ciri-ciri bahan yang
berbahaya, penyelidikan tentang pagar pengaman, pengujian alat-alat perlindungan diri, penelitian tentang pencegahan peledakan gas dan debu,
atau penelaahan tentang bahan-bahan dan desain yang paling tepat untuk tambang-tambang pengangkat dan peralatan pengangkat lainnya.
5. Riset medis, yang meliputi penelitian tentang efek-efek psikologis dan
patologis, faktor-faktor lingkungan dan teknologis dan keadaan-keadaan fisik yang mengakibatkan kecelakaan.
Universitas Sumatera Utara
19 6.
Penelitian psikologis, yaitu penyelidikan tentang pola-pola kejiwaan yang menyebabkan terjadinya kecelakaan.
7. Penelitian secara statistik, untuk menetapkan jenis-jenis kecelakaan yang
terjadi, banyaknya, mengenai siapa saja, dalam pekerjaan apa, dan apa sebab-sebabnya.
8. Pendidikan, yang menyangkut pendidikan keselamatan dalam kurikulum
teknik. 9.
Latihan-latihan, yaitu latihan praktek bagi tenaga kerja, khususnya tenaga kerja yang baru, dan keselamatan kerja.
10. Penggairahan, yaitu penggunaan aneka cara penyuluhan atau pendekatan
lain untuk menimbulkan sikap untuk selamat. 11.
Asuransi, yaitu insentif financial untuk meningkatkan pencegahan kecelakaan misalnya dalam bentuk pengurangan premi yang dibayarkan
oleh perusahaan, jika tindakan-tindakan keselamatan sangat baik. 12.
Usaha keselamatan pada tingkat perusahaan, yang merupakan ukuran utama efektif tidaknya penerapan keselamatan kerja. Pada perusahaanlah
kecelakaan-kecelakaan terjadi, sedangkan pola-pola kecelakaan pada suatu perusahaan sangat tergantung kepada tingkat kesadaran akan keselamatan
kerja oleh semua pihak yang bersangkutan.
Universitas Sumatera Utara
20 Menurut Mangkuprawira 2007: 133 kecelakaan kerja dapat dikurangi atau
dikurangi melalui : 1.
Telaah personal. Telaah personal dimaksudkan untuk menentukan karakteristik karyawan
tertentu yang diperkirakan potensial berhubungan dengan kejadian keselamatan kerja:
a. Faktor usia : apakah karyawan yang berusia lebih tua cenderung lebih
aman dibandingkan yang lebih muda atau sebaliknya. b.
Ciri-ciri fisik karyawan, seperti potensi pendengaran dan penglihatan cenderung berhubungan dengan derajat kecelakaan karyawan yang
kritis. c.
Tingkat pengetahuan dan kesadaran karyawan tentang pentingnya pencegahan dan penyelamatan dari kecelakaan kerja. Dengan
mengetahui ciri-ciri personal itu maka perusahaan dapat memprediksi siapa saja karyawan yang potensial mengalami kecelakaan kerja. Lalu,
sejak dini perusahaan dapat menyiapkan upaya-upaya pencegahannya. 2.
Program keselamatan kerja. Program keselamatan kerja bagi karyawan biasa dilakukan oleh
perusahaan. Fokus pelatihan umunya pada segi-segi bahaya atau resiko pekerjaannya, aturan dan peraturan keselamatan kerja serta perilaku kerja
yang aman dan berbahaya.
Universitas Sumatera Utara
21 3.
Sistem intensif. Insentif yang diberikan kepada karyawan dapat berupa uang dan bahkan
karir. Dalam bentuk uang dapat dilakukan melalui kompetisi antar unit tentang keselamatan kerja. Paling rendah dalam kurun waktu, misalnya selama enam
bulan sekali siapa karyawan yang mampu menekan kecelakaan kerja sampai titik terendah akan diberikan penghargaan. Bentuk lainnya adalah berupa
peluang karir bagi para karyawan yang mampu menekan kecelakaan kerja bagi dirinya atau bagi kelompok karyawan di unitnya.
4. Peraturan keselamatan kerja.
Perusahaan perlu memiliki semacam panduan yang berisi peraturan dan aturan yang menyangkut apa yang dapat dan tidak dapat dilakukan oleh
karyawan di tempat kerja. Isinya harus spesifik yang memberi petunjuk bagaimana suatu pekerjaan dilakukan dengan hati-hati untuk mencapai
keselamatan kerja maksimum. Sekaligus dijelaskan beberapa kelalaian kerja yang dapat menimbulkan bahaya individu dan kelompok karyawan serta
tempat kerja. Dalam pelaksanaannya perlu dilakukan melalui pemantauan, penumbuhan kedisiplinan, dan tindakan tegas kepada karyawan yang
cendrung melakukan kelalaian berulang-ulang.
Universitas Sumatera Utara
22
2.1.2 Kesehatan Kerja 2.1.2.1 Pengertian Kesehatan Kerja
Kesehatan kerja adalah kondisi bebas dari gangguan fisik, mental, emosi atau rasa sakit yang disebabkan lingkungan kerja Mangkunegara, 2001.
Menurut Sastradipoera 2002:10 kesehatan kerja adalah spesialisasi transdisipliner antara ilmu manajemen khususnya manajemen personalia dan
ilmu dari praktek kesehatan atau kedokteran. Kesehatan kerja adalah suatu kondisi kesehatan yang bertujuan agar
masyarakat pekerja memperoleh derajat kesehatan setinggi-tingginya, baik jasmani, rohani, maupun sosial, dengan usaha pencegahan dan pengobatan
terhadap penyakit atau gangguan kesehatan yang disebabkan oleh pekerjaan dan
lingkungan kerja maupun penyakit umum.
Menurut Justine 2006:266 kesehatan kerja terbagi dua yaitu: 1.
Kesehatan fisik, meliputi : a.
Pemeriksaan kesehatan pada waktu karyawan pertama kali diterima kerja.
b. Pemeriksaan kesehatan para karyawan kunci secara periodik.
c. Pemeriksaan kesehatan secara suka rela untuk semua karyawan
secara periodik. d.
Tersedianya peralatan dan staf medis yang cukup. e.
Pemberian perhatian yang sistematis dan preventif terhadap masalah ketegangan industri.
Universitas Sumatera Utara
23 2.
Kesehatan mental, meliputi : a.
Tersedianya psychiatrist untuk konsultan. b.
Kerjasama dengan psychiatrist di luar perusahaan atau yang ada di lembaga-lembaga konsultan.
c. Mendidik para karyawan perusahaan tentang arti pentingnya
kesehatan mental. d.
Mengembangkan dan memelihara program-program human relation yang baik.
2.1.2.2 Tujuan Kesehatan Kerja
Menurut Sastradipoera 2002: 10 tujuan umum kesehatan kerja adalah agar karyawan memperoleh derajat kesehatan fisik, mental, dan sosial yang setinggi-
tingginya baik dengan cara preventif maupun kuratif terhadap setiap gangguan kesehatan yang disebabkan oleh faktor-faktor pekerjaan, lingkungan kerja, dan
penyakit-penyakit umum. Segala upaya tersebut mengharapkan agar karyawan akan dapat mencapai produksi optimum dengan perlindungan yang memadai.
2.1.3 Kinerja karyawan 2.1.3.1 Pengertian Kinerja
Menurut Bastian 2006:274 kinerja adalah gambaran mengenai tingkat pencapaian pelaksanaan suatu kegiatanprogramkebijaksanaan dalam
mewujudkan sasaran, tujuan, misi dan visi organisasi yang tertuang dalam perumusan skema strategis strategic planning suatu organisasi. Menurut
Moeheriono 2009 : 61 kinerja adalah hasil kerja yang dapat dicapai oleh seseorang atau sekelompok orang dalam suatu organisasi baik secara kuantitatif
Universitas Sumatera Utara
24 maupun kualitatif, sesuai dengan kewenangan dan tugas tanggung jawab masing-
masing, dalam upaya mencapai tujuan organisasi bersangkutan secara legal, tidak melanggar hukum dan sesuai dengan moral ataupun etika
Menurut Yuli 2005:89, kinerja adalah hasil kerja secara kualitas dan kuantitas yang dicapai oleh seorang pegawai dalam melaksanakan tugasnya sesuai
dengan tanggung jawab yang diberikan kepadanya.
Menurut Hasibuan 2005:94, kinerja adalah suatu hasil kerja yang dicapai seseorang dalam melaksanakan tugas-tugas yang dibebankan kepadanya yang atas
kecakapan, pengalaman, dan kesungguhan serta waktu. Menurut Mathis dan Jackson 2002:78, kinerja mempengaruhi seberapa
banyak mereka memberikan kontribusi kepada perusahaan yang antara lain termasuk:
1. Kuantitas kerja : volume kerja yang dihasilkan diatas kondisi normal.
2. Kualitas kerja : kerapian, ketelitian, dan keterkaitan hasil dengan tidak
mengabaikan volume pekerjaan. 3.
Pemanfaatan waktu : penggunaan masa kerja yang disesuaikan dengan kebijaksanaan perusahaan.
4. Kerjasama : kemampuan menangani hubungan dalam kerja.
2.1.3.2 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kinerja Karyawan
Menurut Mangkunegara 2011:67 faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja adalah:
1. Faktor Kemampuan
Secara psikologis, kemampuan ability pegawai terdiri dari kemampuan potensi IQ dan kemampuan reality knowledge + skill. Artinya, pegawai
Universitas Sumatera Utara
25 yang memiliki IQ diatas rata-rata IQ 110 – 120 dengan pendidikan yang
memadai untuk jabatannya dan terampil dalam mengerjakan pekerjaan sehari- hari, maka ia akan lebih mudah mencapai kinerja yang diharapkan. Oleh
karena itu, pegawai perlu ditempatkan pada pekerjaan yang sesuai dengan keahlianya the right man in the right place, the right man on the right job
2. Faktor motivasi
Motivasi terbentuk dari sikap attiude seorang pegawai dalam menghadapi situasi situation kerja. Motivasi merupakan kondisi yang
menggerakkan diri pegawai yang terarah untuk mencapai tujuan organisasi tujuan kerja. Sikap mental merupakan kondisi mental yang mendorong diri
pegawai untuk berusaha mencapai prestasi kerja secara maksimal. Sikap mental seorang pegawai harus sikap mental yang siap secara psikofisik siap
secara mental, fisik, tujuan, dan situasi. Artinya, seorang pegawai harus siap mental, mampu secara fisik, memahami
tujuan utama dan target kerja yang akan dicapai, mampu memanfaatkan, dan menciptakan situasi kerja.
2.1.3.3 Kriteria kinerja Karyawan
Menurut Mondy 2008:260 kriteria penilaian yang paling umum dalam kinerja adalah sebagai berikut:
1. Sifat
Sifat-sifat karyawan tertentu seperti sikap, penampilan, dan inisiatif adalah dasar untuk beberapa evaluasi. Namun, banyak dari kualitas yang umum
digunakan tersebut bersifat subjektif dan bisa jadi tidak terhubungan dengan pekerjaan atau sulit untuk didefinisikan.
Universitas Sumatera Utara
26 2.
Perilaku Ketika hasil tugas seseorang sulit ditentukan, organisasi bisa mengevaluasi
perilaku atau kompetensi orang tersebut yang berhubungan dengan tugas. Perilaku-perilaku yang diinginkan bisa cocok sebagai kriteria evaluasi karena
jika perilaku-perilaku tersebut diberi pengakuan dalam imbalan, para karyawan cenderung mengulanginya. Jika perilaku-perilaku tertentu
mewujudkan hasil yang diinginkan, ada manfaatnya menggunakan perilaku- perilaku tersebut dalam evaluasi.
3. Kompetensi
Kompetensi meliputi sekumpulan luas pengetahuan, keterampilan, sifat, dan perilaku yang bisa bersifat teknis, berkaitan dengan keterampilan antar
pribadi, atau berorientasi bisnis. 4.
Pencapaian tujuan Jika organisasi-organisai menganggap hasil akhir lebih penting daripada
cara, hasil-hasil pencapaian tujuan menjadi faktor yang tepat untuk dievaluasi. Hasil-hasil yang dicapai harus berada dalam kendali individu atau tim dan
haruslah hasil-hasil yang mengarah kepada kesuksesan perusahaan. Pada level-level atas, tujuan bisa berkenaan dengan aspek finansial perusahaan
seperti profit atau arus kas, serta pertimbangan-pertimbangan pasar seperti pangsa pasar atau posisi dalam pasar. Pada level keorganisasian yang lebih
rendah, hasil-hasil bisa berupa pemenuhan persyaratan kualitas pelanggan dan penyampaian yang sesuai dengan jadwal yang dijanjikan. Untuk menunjang
proses tersebut, manajer perlu memberikan contoh-contoh spesifik mengenai cara karyawan dapat meningkatkan perkembangan dan mencapai tujuan.
Universitas Sumatera Utara
27 5.
Potensi Perbaikan Ketika organisasi-organisasi mengevaluasi kinerja para karyawan, banyak
kriteria yang digunakan berfokus pada masa lalu. Perusahaan-perusahaan harus berfokus pada masa depan, memasukkan perilaku-perilaku dan hasil-
hasil yang diperlukan untuk mengembangkan karyawan, dan dalam proses tersebut mencapai tujuan-tujuan perusahaan. Memasukkan potensi dalam
proses evaluasi membantu memastikan perencanaan dan pengembangan karir yang lebih efektif.
2.1.3.4 Penilaian Kinerja Karyawan