dan membuang panas pada temperature dan tekanan tinggi. Umumnya refrigerant yang digunakan adalah zat tunggal, tetapi adakalanya beberapa refrigerant akan
dicampur untuk menghasilkan refrigerant baru dengan sifat yang diinginkan Ambarita, 2013.
Berikut istilah – istilah campuran dari campuran refrigerant tersebut. 1.
Blends adalah campuran beberapa refrigerant murnitunggal. Misalnya R- 22 dengan R-134a.
2. Azeotropic jika campuran refrigerant memiliki sifattitik yang sama saat
menguap dan mengembun. Dengan kata lain campuran ini tidak dapat dipisahkan dengan cara destilasi.
3. Zeotropic jika campuran mempunyai titik didih dan titik embun yang
berbeda. 4.
Glide adalah perbedaan temperature yang terjadi pada saat perubahan fasa.
2.3.1 Metanol
Untuk terjadinya suatu proses pendinginan diperlukan suatu bahan yang mudah dirubah bentuknya dari gas menjadi cair atau sebaliknya. Adapun sifat
Metanol dapat dilihat seperti tabel berikut ini Purba,2013. Tabel 2.4 Sifat Metanol
No. Sifat Metanol
Nilai Sifat Metanol 1.
Massa Jenis cair 787 Kgm
3
2. Titik Lebur
-97.7 C
3. Titik Didih
64,5 C
4. Klasifikasi EU
Flamamable F, Toxic T 5.
Panas Laten Penguapan L
e
1100 kJkg Purba, 2013
Metanol juga dikenal sebagai metil alkohol, wood alcohol atau spiritus. Metanol merupakan bentuk alkohol paling sederhana. Pada keadaan atmosfer,
metanol berbentuk cairan yang ringan, mudah menguap, tidak berwarna, mudah terbakar dan beracun dengan bau yang khas berbau lebih ringan dari pada etanol.
Metanol digunakan sebagai bahan pendingin anti beku, pelarut, bahan bakar dan sebagai bahan aditif bagi etanol industri. Metanol diproduksi secara alami oleh
metabolisme anaerobik oleh bakteri. Hasil proses tersebut adalah uap metanol dalam jumlah kecil di udara. Setelah beberapa hari uap metanol tersebut
akan teroksidasi oleh oksigen dengan bantuan sinar matahari menjadi karbon dioksida dan air Purba, 2013.
Gambar 2.5 Metanol CH
3
OH
2.4 Keamanan Lingkungan
Ada dua faktor yang digunakan untuk mengklasifikasikan refrigeran berdasarkan keamanan, yaitu bersifat racun dan mudah terbakar. Berdasarkan
toxicity , refrigeran dapat dibagi dua kelas, yaitu kelas A bersifat tidak beracun
pada konsentrasi yang ditetapkan dan kelas B jika bersifat racun. Batas yang digunakan untuk mendefinisikan sifat racun atau tidak adalah sebagai berikut.
Refrigeran dikategorikan tipe A jika pekerja tidak mengalami gejala keracunan meskipun bekerja lebih dari 8 jamhari 40 jamminggu di lingkungan yang
mengandung konsentrasi refrigeran sama atau kurang dari 400 ppm part per million by mass
. Sementara kategori B sebaliknya Ambarita, 2012.
Berdasarkan sifat mudah terbakar, refrigeran dapat dibagi atas 3 kelas, kelas 1, kelas 2, dan kelas 3. Yang disebut kelas 1 jika mudah terbakar jika diuji
pada tekanan 1 atm 101 kPa temperatur 18,3
o
C. Kelas 2 jika menunjukkan keterbakaran yang rendah saat konsentrasinya lebih dari 0,1 kgm
3
pada 1 atm dan temperatur 21,1
o
C atau kalor pembakarannya kurang dari 19 MJkg. Kelas 3 sangat mudah terbakar. Refrigeran ini akan terbakar jika konsentrasinya kurang
dari 0,1 kgm
3
ataun kalor pembakarannya lebih dari 19 MJkg Amabarita, 2012. Berdasarkan defenisi ini, sesuai dengan standar 34-1997. Refrigeran
diklasifikasikan menjadi 6 kategori. 1.
A1 : sifat racun rendah dan tidak terbakar. 2.
A2 : Sifat racun rendah dan sifat terbakar rendah. 3.
A3 : Sifat racun rendah dan mudah terbakar. 4.
B1 : sifat racunlebih tinggi dan tidak terbakar. 5.
B2 : sifat racun lebih tinggi dan sifat terbakar rendah. 6.
B3 : sifat racun lebih tinggi dan mudah terbakar.
2.5 Kalor Q
Kalor adalah energi yang berpindah yang mengakibatkan perubahan temperatur Holman, 1984. Pada abad ke 19 berkembang teori bahwa kalor
merupakan fluida ringan yang dapat mengalir dari suhu tinggi ke suhu rendah, jika suatu benda mengandung banyak kalor, maka suhu benda itu tinggi panas.
Sebaliknya, jika benda itu mengandung sedikit kalor, maka dikatakan benda itu bersuhu rendah dingin. Kuantitas energi kalor Q dihitung dalam satuan joules
J. Laju aliran kalor dihitung dalam satuan joule per detik Js atau watt W. Laju aliran energi ini juga disebut daya, yaitu laju dalam melakukan usaha.
2.5.1 Kalor Laten
Suatu bahan biasanya mengalami perubahan temperatur bila terjadi perpindahan kalor antara bahan dengan lingkungannya. Pada suatu situasi tertentu,
aliran kalor ini tidak merubah temperaturnya. Hal ini terjadi bila bahan mengalami
perubahan fasa. Misalnya padat menjadi cair, cair menjadi uap dan perubahan struktur kristal zat padat Holman,1984. Energi yang diperlukan disebut kalor
transformasi. Kalor yang diperlukan untuk merubah fasa dari bahan bermassa m adalah.
Q
L
= L
e
m 2.6
Dimana : Q
L
= Kalor laten J Le
= Kapasitas kalor spesifik laten Jkg m
= Massa zat kg
2.5.2 Kalor Sensibel
Tingkat panas atau intensitas panas dapat diukur ketika panas tersebut merubah temperatur dari suatu substansi. Perubahan intensitas panas dapat diukur
dengan termometer. Ketika perubahan temperatur didapatkan, maka dapat diketahui bahwa intensitas panas telah berubah dan disebut sebagai kalor sensible.
Dengan kata lain, kalor sensibel adalah kalor yang diberikan atau yang dilepaskan oleh suatu jenis fluida sehingga temperaturnya naik atau turun tanpa
menyebabkan perubahan fasa fluida tersebut Holaman, 1984. Q
s
= m C
p
∆T 2.7
Dimana: Q
s
= Kalor sensible J
C
p
= Kapasitas kalor spesifik sensibel Jkg.K ∆T
= Beda temperatur K
2.5.3 Perpindahan Panas
Panas hanya akan berpindah jika ada perbedaan temperatur, yaitu dari sistem yang bertemperatur tinggi ke sistem bertemperatur rendah. Perbedaan
temperatur ini mutlak diperlukan sebagai syarat terjadinya perpindahan panas. Selama ada perbedaan temperatur antara dua sistem maka akan terjadi
perpindahan panas. Mekanisme perpindahan panas yang terjadi dapat dikategorikan atas 3 jenis yaitu: konduksi, konveksi dan radiasi Ambarita, 2011
1. Konduksi
Perpindahan panas dari partikel yang lebih panas ke partikel yang lebih dingin sebagai hasil dari interaksi antara partikel tersebut. Karena partikelnya
tidak berpindah, umumnya konduksi terjadi pada medium padat, tetapi bisa juga cair dan gas. Perpindahan panas di sini terjadi akibat interaksi antara partikel
tanpa diikuti perpindahan partikelnya Ambarita, 2011. Perhatikan gambar beriktu ini.
Gambar 2.6 Perpindahan Panas Konduksi Melalui Sebuah Pelat Sumber : Ambarita, 2011
Secara matematik, untuk plat datar seperti gambar di atas ini, laju perpindahan panas konduksi dirumuskan dengan persamaan:
�
�
= ��
∆� ∆�
2.8
Atau sering dirumuskan dengan persamaan berikut ini. �
�
= −��
�� ��
2.9 Dimana:
�
�
= Laju aliran energi W A
= Luas penampang m
2
∆T = Beda temperatur K ∆x = Panjang m
k = Daya hantar konduktivitas Wm.K
Penggunaan tanada minus - dalam persamaan ini hanya menunjukkan arah perpindahan temperature yaitu dari tempertar tinggi ke temperature rendah.
2. Konveksi
Perpindahan panas konveksi adalah perpindahan panas antara permukaan padat yang berbatasan dengan fluida mengalir. Fluida di sini bisa dalam fasa cair
atau fasa gas. Syarat utama mekanisme perpindahan panas konveksi adalah adanya aliran fluida Ambarita, 2011. Perhatikan gambar di bawah ini.
Gambar 2.7 Perpindahan Panas Konveksi dari Permukaan Pelat Sumber : Ambarita, 2011
Q
c
Aliran Udara
Aliran Udara Aliran Udara