Alasan Pembatalan Perkawinan Alasan, Tata Cara dan Akibat Hukum Pembatalan Perkawinan
28
a. Nikah Syigar, misalnya seorang ayah berkata kepada seorang laki-laki:
“Aku nikahkan anak gadisku dengan engkau, dan sebagaimana maharnya engkau nikahkan pula putrimu dengan aku”.
b. Nikah Mut’ah nikah kontrak.
c. Nikah Muhrim dalam keadaan muhrim.
d. Nikah dua orang laki-laki dengan seorang perempuan yang dinikahkan
oleh dua orang wali yang berjauhan tempat. Jika diketahui mana yang lebih dahulu, maka akad yang terdahulu yang dianggap sah. Dan
bilamana tidak diketahui mana yang lebih dahulu, maka kedua akad nikah itu dianggap batal.
e. Nikah wanita yang sedang beriddah.
f. Nikah laki-laki muslim dengan wanita non muslim, yang beragama
Majusi, Yahudi ataupun Nasrani yang tidak asli sebagai ahlu kitab. g.
Nikah wanita muslimah dengan laki-laki non muslim, karena wanita muslimah tidak dihalalkan menikah dengan non muslim.
9
Dalam Undang-undang No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, pembatalan perkawinan diatur dalam BAB IV Pasal 22 sampai dengan 28 ,
dalam bab ini dijelaskan alasan-alasan perkawinan, dan para pihak yang berhak mengajukan pembatalan perkawinan serta akibat hukum dari
pembatalan perkawinan.
9
Tihami dan Sohari Sahrani, Fiqih Munakahat Kajian Fiqih Nikah Lengkap, h. 198-200
29
Adapun pada Kompilasi Hukum Islam pembatalan perkawinan diatur dalam BAB XI Pasal 70 sampai dengan 76, materi rumusannya hampir sama
dengan materi yang dirumuskan dalam BAB IV Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan.
Alasan pembatalan perkawinan menurut Undang-undang No.1 Tahun 1974 tentang Perkawinan dalam pasal 22 adalah:
“Perkawinan dapat dibatalkan apabila para pihak tidak memenuhi syarat- syarat untuk melangsungkan perkawinan
”. Demikian pula dalam pasal 24 Undang-undang No.1 Tahun 1974
tentang Perkawinan, pembatalan perkawinan dapat diajukan dengan ketentuan,
“Barang siapa karena perkawinan masih terikat dirinya dengan salah satu dari kedua belah pihak dan atas dasar masih adanya perkawinan dapat
mengajukan pembatalan perkawinan yang baru, dengan tidak mengurangi ketentuan Pasal 3 ayat 2 dan Pasal 4 Undang-undang ini
”. Dalam pasal 26 Undang-undang No.1 Tahun 1974 tentang
Perkawinan, dijelaskan tentang pembatalan perkawinan karena wali atau saksi yang tidak sah, yakni:
1. Perkawinan yang dilangsungkan dimuka pegawai pencatat perkawinan
yang tidak berwenang, wali nikah yang tidak sah atau yang dilangsungkan tanpa dihadiri oleh dua orang saksi dapat dimintakan
pembatalannya oleh keluarga dalam garis keturunan lurus keatas dari suami atau istri, jaksa dan suami atau istri.
2. Hak untuk membatalkan oleh suami atau istri berdasarkan alasan dalam
ayat 1 pasal ini gugur apabila mereka setelah hidup bersama sebagai
30
suami istri dan dapat memperlihatkan akta perkawinan yang tidak berwenang dan perkawinan harus diperbaharui supaya sah.
Dalam pasal 27 Undang-undang No.1 Tahun 1974 tentang Perkawinan dijelaskan pembatalan perkawinan karena adanya unsur ancaman didalamnya,
yakni: 1.
Seorang suami atau istri dapat mengajukan permohonan pembatalan perkawinan, apabila perkawinan dilangsungkan dibawah ancaman yang
melanggar hukum. 2.
Seorang suami atau istri dapat mengajukan permohonan pembatalan perkawinan, apabila pada waktu berlangsungnya perkawinan terjadi
salah sangka mengenai diri suami atau istri. 3.
Apabila ancaman telah berjenti, atau yang bersalah sangka itu telah menyadari keadaannya, dan dalam jangka waktu 6 enam bulan setelah
itu masih tetap hidup sebagai suami istri, dan tidak mempergunakan haknya untuk mengajukan permohonan pembatalan, maka haknya
gugur.
Menurut Kompilasi Hukum Islam pasal 70 perkawinan batal apabila, a.
Suami melakukan perkawinan, sedang ia tidak berhak melakukan akad nikah karena sudah mempunyai empat orang istri, sekalipun salah satu
dari keempat istrinya itu dalam masa idd ah talak raj’i;
b. Seseorang telah menikahi bekas istrinya yang telah dili’annya;
c. Seseorang telah menikahi bekas istrinya yang pernah dijatuhi tiga kali
talak olehnya, kecuali bila bekas istri tersebut pernah menikah dengan pria lain yang kemudian bercerai la
gi ba’da dukhul dari pria tersebut dan telah habis masa iddahnya;
d. Perkawinan dilakukan dengan orang yang mempunyai hubungan darah
semeda dan sesusuan sampai derajat tertentu yang menghalangi perkawinan menurut pasal 8 Undang-undang No.1 Tahun 1974:
e. Istri adalah saudara kandung atau sebagai bibi atau kemenakan dari istri
atau istri-istrinya; Dalam pasal 71 Kompilasi Hukum Islam suatu perkawinan dapat
dibatalkan apabila, a.
Seorang suami melakukan poligami tanpa izin Pengadilan Agama;
31
b. Perempuan yang dikawini ternyata kemudian diketahui masih menjadi
istri pria lain yang mafqud; c.
Perempuan yang dikawini ternyata masih dalam iddah dari suami lain; d.
Perkawinan yang melanggar batas umur perkawinan, sebagaimana ditetapkan dalam pasal 7 Undang-Undang 1 Tahun 1974;
e. Perkawinan dilangsungkan tanpa wali atau dilaksanakan oleh wali yang
tidak berhak; f.
Perkawinan yang dilaksanakan dengan paksaan; Dalam pasal 72 Kompilasi Hukum Islam dijelaskan pembatalan
perkawinan karena adanya unsur ancaman didalamnya, yakni: 1
Seorang suami atau istri dapat mengajukan permohonan pembatalan perkawinan apabila perkawinan dilangsungkan dibawah ancaman yang
melanggar hukum. 2
Seorang suami atau istri dapat mengajukan permohonan pembatalan perkawinan apabila pada waktu berlangsungnya perkawinan terjadi
penipuan atau salah sangka mengenai diri suami atau istri. 3
Apabila ancaman telah berhenti, atau yang bersalah sangka itu menyadari keadaannya, dan dalam jangka waktu 6 enam bulan
setelah itu masih tetap hidup sebagai suami istri, dan tidak menggunakan haknya untuk mengajukan permohonan pembatalan,
maka haknya gugur.