Hambatan yang dihadapi Debitur

Undang-Undang Hak Tanggungan itu, seperti telah diterangkan dimuka, belum dapat menampung peralihan utang dari nasabah debitur yang menikmati Kredit Pemilikan Rumah kepada pihak lain yang bermaksud untuk mengambil alih fasilitas utangnya apabila mekanismenya ditempuh melalui lembaga novasi. 170 Sesuai dengan asas publisitas dari Hak Tanggungan, beralihnya Hak Tanggungan tersebut wajib didaftarkan oleh kreditur yang baru kepada Kantor Pertanahan Pasal 16 ayat 2 Undang-Undang Hak Tanggungan Beralihnya Hak Tanggun gan tersebut mulai berlaku bagi pihak ketiga pada hari tanggal pencatatannya Pasal 16 ayat 5 Undang-Undang Hak Tanggungan.

D. Hambatan yang dihadapi Debitur

1. Terjadinya Wanprestasi Pada Debitur Baru

Seperti telah disebutkan bahwa tindakan nasabah debitur untuk mengalihkan hak kreditnya atau pelimpahan kewajiban angsurannya kepada pihak lain, salah satunya adalah untuk menghindari terjadinya wanprestasi pada debitur tersebut sehingga mencari jalan keluarnya dengan menjual atau mengalihkan kewajiban angsuran kreditnya tersebut kepada pihak lain debitur baru yang sanggup, ataupun akan melanjutkan angsuran kreditnya. 170 Suharnoko Hartati Endah, Op. Cit., hal. 133. Universitas Sumatera Utara Bila pengalihan hak kredit ataupun pelimpahan kewajiban angsuran dilakukan sesuai dengan peraturan bank pemberi kredit yaitu dengan cara alih debitur maka segala hambatan yang akan timbul adalah merupakan hal yang dapat diselesaikan secara prosedural bank pemberi kredit yaitu menjadi tanggung jawab debitur itu sendiri. Yang terjadi dalam praktek, dimana sebagian masyarakat masih menggunakan cara pengalihan dan oper kredit dengan cara pengikatan jual beli dan kuasa. Maka segala resiko masih melibatkan debitur yang pertama yang terikat dengan bank dan pada debitur yang kedua yang menerima pelimpahan kewajiban tersebut. Bank sebelum memberikan persetujuan alih debitur ataupun memberikan kredit pemilikan rumah pada nasabah melalui beberapa tahap yang bertujuan untuk mendapatkan nasabah yang mempunyai integritas tinggi untuk dapat menyelesaikan kreditnya sampai lunas, seperti disebutkan pada Pasal 8 Undang-Undang No. 10 tahun 1998 tentang Perbankan yang berbunyi: “ Dalam memberikan kredit, bank umum wajib mempunyai keyakinan atas kemampuan dan kesanggupan debitur untuk melunasi utangnya sesuai dengan yang diperjanjikan”. Selanjutnya dalam penjelasan Pasal 8 dikemukakan antara lain: “ Kredit yang diberikan oleh bank mengandung resiko sehingga dalam pelaksanannya bank harus memperhatikan asas-asas perkreditan yang sehat, untuk mengurangi resiko tersebut, jaminan pemberian kredit dalam arti keyakinan atas kemampuan dan kesanggupan, debitur untuk melunasi utangnya sesuai dengan yang diperjanjikan merupakan factor penting yang harus diperhatikan oleh bank. Untuk memperoleh keyakinan tersebut sebelum Universitas Sumatera Utara memberikan kredit, bank harus melakukan penilaian yang seksama terhadap, watak, kemampuan modal, agunan dan prospek usaha dari debitur”. 171 Dengan melihat petunjuk tersebut diatas dan melihat persyaratan-persyaratan untuk kredit pemilikan rumah yang begitu teliti, maka bank mengharapkan debitur yang mempunyai integritas tinggi dalam keuangannya, sehingga diharapkan dapat melunasi angsuran kreditnya sampai selesai tanpa ada masalah yang timbul, hal ini akan sangat jauh berbeda dengan tindakan debitur yang mengalihkan hak kreditnya atau melimpahkan kewajiban angsurannya kepada pihak lain dimana dalam pengalihan hak ini pihak debitur tidak melihat kemampuan atau kesanggupan lebih lanjut lagi dari debitur yang akan mengambil alih angsuran kreditnya. Yang dilihat hanya kemampuan awal pembayarannya saja dimana bila telah sepakat mengenai harga dan kondisi serta status rumah dan surat-suratnya maka pengalihan hak kredit tersebut dapat dilaksanakan diantara para pihak. Tindakan-tindakan debitur lama yang tidak mempertimbangkan data-data dan kemampuan pihak debitur baru dapat mengakibatkan terjadinya wanprestasi. Pada saat ini hampir semua bank pemberi kredit sangat ketat sekali mengenai ketepatan debitur dalam membayar angsuran kreditnya. Bank menentukan bila dalam waktu 180 hari seratus delapan puluh hari berturut-turut tidak ada angsuran yang dibayarkan kepada bank maka bank telah memasukkan debitur tersebut kedalam kategori kredit macet atau Non Performance Loan NPL, sehingga dengan adanya 171 Penjelasan Pasal 8 Undang-Undang Nomor 10 tahun 1998 tentang Perubahan Undang- Undang Nomor 7 tahun 1992 tentang Perbankan Universitas Sumatera Utara kategori tersebut bank dapat mengambil tindakan-tindakan yang berhubungan dengan perjanjian kredit. 172 Jika debitur tidak memberitahukan telah mengalihkan kewajiban angsuran kreditnya pada pihak lain, maka bank dapat meminta pertanggungjawabannya dari debitur yang pertama yang terikat dengan perjanjian kredit tersebut. Dengan adanya pengalihan hak kredit maka tanggung jawab pembayaran angsuran tersebut menjadi tanggung jawab pihak yang menerima pelimpahan kredit tersebut. Karena pengalihan kredit tersebut dilakukan dengan menggunakan pengikatan jual beli dan kuasa maka pihak kedua yang menerima pelimpahan ini tidak dapat lagi mengalihkan ataupun melimpahkan kewajiban angsuran kreditnya atas rumah tersebut atau bila tetap tidak membayar maka akan disita oleh bank. Didalam praktek, pihak debitur dapat mengajukan permohonan perpanjangan jangka waktu pengembalian kredit yaitu dengan mengajukan permohonan secara tertulis kepada pihak bank. Dengan adanya permohonan ini maka akan diadakan analisis lagi oleh pihak bank. Dengan menganalisis ini pihak bank dapat mengetahui apakah debitur masih ada kemungkinan untuk mengangsur kredit beserta bunganya. Bila menurut analisis pihak bank bahwa dengan perpanjangan waktu pengembalian kredit ini debitur akan dapat mengangsur pinjamannya maka diadakan perjanjian tambahan untuk ini, yang dituangkan dalam satu akta, akan tetapi bila hasil 172 Wawancara dengan Hadi, Staf Legal Kredit PT. Bank Perkreditan Rakyat Prima Tata Patumbak di Medan, dan Kahirul Sanni, Analys Credit Bank Mandiri, tanggal 02 Agustus 2010 Universitas Sumatera Utara analisis tersebut dapat menunjukan bahwa debitur sudah tidak mungkin lagi atau tidak mampu untuk mengangsur pinjamannya maka berdasarkan keputusan bank kredit tersebut tetap diklasifikasikan sebagai kredit macet. Bilamana permohonan nasabah debitur untuk perpanjangan waktu diterima maka pihak bank akan membuat antara lain 173 : 1. Dengan cara memberikan keringanan debitur berupa perpanjangan jangka waktu pelunasan atau dengan mengadakan pembahasan besarnya angsuran kredit; jika dengan cara ini tidak berhasil maka ditempuh cara berikutnya. 2. Dengan mengubah syarat-syarat yang telah disepakati. 3. Memberikan kesempatan yaitu mengalihkan hak kreditnya atau pelimpahan kewajiban angsuran kreditnya dengan cara alih debitur. 4. Dengan penjualan agunan pinjaman dibawah tangan. Apabila segala tindakan dan usaha yang telah dilakukan oleh pihak bank dan nasabah debitur itu sendiri tidak dapat memenuhi kewajibannya maka pihak bank pemberi kredit akan menyita asset atau agunan dari perjanjian kredit tersebut. Dari penelitian, pihak bank memberikan alternative terbaik yang dapat dilakukan untuk debiturnya sehingga diharapkan penyitaan terhadap asset tidak dilakukan oleh pihak Bank, Khususnya dalam masalah-masalah debitur yang telah menerima pengalihan hak kredit atau pelimpahan kewajiban angsuran yang dilakukan tanpa sepengetahuan bank telah mengalami tanda-tanda wanprestasi atau tercatat 173 Rachmadi Usman, Op.Cit., hal. 293. Universitas Sumatera Utara dalam kategori Non Performance Loan NPL dapat melakukan tindakan-tindakan sebagai berikut: 174 1. Melaporkan atau memberitahukan kepada pihak bank pemberi kredit bahwa telah dilakukan pengalihan hak kredit atau pelimpahan kewajiban angsuran oleh nasabah debitur yang pertama tanpa sepengetahuan pihak bank. 2. Meminta perpanjangan dengan cara kesepakatan atau negosiasi dengan pihak bank dalam hal ini legal officernya untuk meminta perpanjangan waktu agar dapat melunasi sisa kredit dengan pengahapusan denda-denda jika ada. Apabila penawaran ini dikabulkan oleh pihak bank maka pihak debitur membuat surat pernyataan kesanggupan untuk melunasi sisa kredit dengan surat pernyataan diatas meterai Rp. 6000. Tindakan-tindakan aktif dari nasabah debitur ini sangat membantu dan diperlukan baik oleh nasabah debitur itu sendiri dalam rangka menyelamatkan agunannya ataupun oleh pihak bank dalam rangka mengatasi kredit macet di bank.

2. Kerugian-Kerugian yang Diderita Oleh Debitur

Perjanjian kredit, khususnya perjanjian Kredit Pemilikan Rumah bila ditinjau dari Undang-Undang atau peraturan perbankan itu sendiri dangat merugikan debitur, 174 Hasil wawancara dengan Ruslan, Analys Credit PT. Bank Perkreditan Rakyat Prima Tata Patumbak di Medan, dan Kahirul Sanni, Analys Credit Bank Mandiri, tanggal 02 Agustus 2010. Universitas Sumatera Utara dimana dalam perjanjian kredit terdapat klausula yang secara tidak terinci ditentukan oleh pihak bank Bahwa perjanjian kredit bank selalu merupakan perjanjian yang bersifat konsensuil yaitu yang jelas-jelas mencantumkan syarat-syarat tangguh atau klausula ialah fakta atau peristiwa yang harus atau terjadi terlebih dahulu setelah perjanjian ditanda tangani oleh para pihak sebelum bank berkewajiban untuk menyediakan kredit. 175 Ada beberapa klausula-klausula yang terdapat dalam perjanjian kredit yang merupakan kontrak baku yang berkaitan dengan Kredit Pemilikan Rumah, yaitu : 176 1. Bank berwenang secara sepihak menentukan harga jual dari barang agunan dalam hal penjualan barang agunan karena kredit nasabah debitur macet. 2. Nasabah debitur diwajibkan untuk tunduk kepada segala petunjuk dan peraturan bank yang telah ada dan masih akan ditetapkan kemudian oleh bank. 3. Nasabah debitur harus memberi kuasa yang tidak dapat dicabut kembali kepada bank untuk melakukan segala tindakan yang dipandang perlu oleh bank. 4. Dicantumkan klausula-klausula eksemsi yang membebaskan bank dari tuntutan ganti rugi yang diderita oleh nasabah debitur sebagai akibat dari tindakan bank. 5. Kelalaian nasabah debitur dibuktikan secara sepihak oleh pihak bank semata- mata. 6. Bunga bank ditetapkan dan dihitung secara merugikan nasabah debitur. 175 Sutan Remy Sjahdeini, Op.Cit., hal. 158. 176 Ibid., hal. 199 – 239. Universitas Sumatera Utara Bila dilihat dari ketentuan-ketentuan diatas, bahwa debitur yang terlibat dalam perjanjian kredit dengan bank secara formil atau sah secara hukum banyak mengalami kerugian-kerugian dalam perjanjian kredit yang telah disepakati bersama dengan bank. Bilamana kita lihat bagi debitur baru yang menerima pengalihan hak kredit atau melanjutkan angsuran dari pihak debitur lama yaitu dengan membuat akta pengikatan jual beli dan kuasa dimana oleh bank dianggap merupakan perjanjian dibawah tangan, hal ini akan sangat merugikan dan berpengaruh terhadap hak dari agunan kredit tersebut bila mengalami kredit macet, kerugian ini lebih diperjelas dengan dibuatnya Akta Pemberian Hak Tanggungan pada setiap perjanjian Kredit Pemilikan Rumah dengan bank, dapat dilihat pada Pasal 6 Undang-Undang Hak Tanggungan yang berbunyi sebagai berikut: “ Apabila debitur cidera janji, pemegang Hak Tanggungan Pertama mempunyai hak untuk menjual obyek hak tanggungan atas kekuasaan sendiri melalui pelelangan umum serta mengambil pelunasan piutangnya dari hasil penjualan tersebut” Dengan dibuatnya Akta Pemberian Hak Tanggungan pada perjanjian Kredit Pemilikan Rumah, sehingga bila dilihat menurut Undang-Undang Hak Tanggungan, jika debitur telah dinyatakan wanprestasi ataupun dalam kondisi Non Performance Loan NPL, maka pihak bank akan mengambil tindakan untuk melaksanakan apa yang telah ditetapkan dalam Pasal 6 Undang-undang tersebut. Pasal ini pun masih diperkuat dengan janji yang disebut dalam Pasal 11 ayat 2 huruf e Undang-Undang Hak Tanggungan yaitu janji bahwa pemegang hak tanggungan pertama mempunyai Universitas Sumatera Utara hak untuk menjual atas kekuasaan sendiri obyek hak tanggungan apabila debitur cidera janji. Tata cara eksekusi tersebut adalah yang paling singkat karena kreditur tidak perlu mengajukan permohonan eksekusi kepada pengadilan atau Ketua Pengadilan Negeri. 177 Dengan adanya ketentuan-ketentuan tersebut, maka kedudukan debitur semakin lemah sehingga untuk debitur yang menerima pengalihan hak kredit atau melanjutkan angsuran dimana pada bank namanya tidak terdaftar dan tidak mempunyai kewenangan sama sekali atas agunan yang menjadi obyek perjanjian kredit. Bila terjadi hal seperti ini, maka pihak bank masih tetap meminta kehadiran debitur lama untuk menerima sisa pengembalian uang atau pembayaran bilamana agunan tersebut telah laku dijual, dalam kaitannya dengan debitur baru penerima pengalihan hak tidak dapat menerima uang pengembalian tersebut karena dianggap tidak ada kuasa untuk itu. Disamping kerugian-kerugian yang menyangkut agunan dan kepemilikan rumah yang tidak jelas pada bank, debitur baru pihak penerima pengalihan hak kredit juga mengalami beberapa kerugian, yaitu : 1. Bilamana mengalami wanprestasi tidak dapat mengalihkan lagi baik secara dibawah tangan atau melalui alih debitur. 2. Tidak dapat melakukan penjualan agunan secara dibawah tangan. 3. Alternatif penyelesaian dengan bank bilamana telah disita atau masuk dalam Badan Urusan Piutang Negara BUPN dan Badan Urusan Piutang Lelang 177 Ibid. hal. 143. Universitas Sumatera Utara BUPN, masih harus menghadirkan nasabah debitur yang pertama untuk menerima pengembalian uangnya dari bank. Sedangkan pihak nasabah debitur pertama belum tentu diketahui tempat tinggalnya yang terakhir. 4. Tidak adanya jaminan kepemilikan rumah dari pihak bank sampai dengan kreditnya dilunasi. 5. Tdak dapat memanfaatkan asuransi yang berkaitan dengan agunan rumah tersebut. 6. Dengan lamanya kredit dan pelunasannya maka akan semakin naik atau tinggi pajak-pajak yang harus dibayar yaitu Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan BPHTB karena harus menanggung pajak penjual dan pembeli. Dari kerugian-kerugian tersebut diatas yang paling fatal yang diderita oleh nasabah debitur penerima pengalihan hak kredit adalah bilamana telah masuk dalam kategori Non Performance Loan NPL dari bank sehingga bank akan mengambil tindakan-tindakan sebagai berikut : 1. Menyita asetbangunan. 2. Perintah pengosongan agunan dengan segera. 3. Dimasukkan dalam Bada Urusan Piutang Lelang Negara BUPLN. 4. Tidak dapat mewakili menerima pembayaran untuk pengembalian sisa uang pelunasan dari bank bila agunan terjual karena tidak dibuat kuasa untuk itu. Universitas Sumatera Utara

E. Perlindungan Hukum Bagi Pihak Ketiga yang Beritikad Baik