Pelaksanaan Kredit Pemilikan Rumah Sederhana Dengan Pengikatan Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan (SKMHT), Ditinjau Dari PMNA/Kepala BPN Nomor 4 Tahun 1996

(1)

TESIS

Oleh

JUMALA HASAN 097011092/MKn

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(2)

PELAKSANAAN KREDIT PEMILIKAN RUMAH SEDERHANA

DENGAN PENGIKATAN SURAT KUASA MEMBEBANKAN

HAK TANGGUNGAN (SKMHT) DITINJAU DARI

PMNA/KEPALA BPN NOMOR 4 TAHUN 1996

TESIS

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Magister Kenotariatan dalam Program Studi Kenotariatan

pada Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara

Oleh

JUMALA HASAN 097011092/MKn

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(3)

Judul Tesis : PELAKSANAAN KREDIT PEMILIKAN RUMAH SEDERHANA DENGAN PENGIKATAN SURAT KUASA MEMBEBANKAN HAK TANGGUNGAN (SKMHT) DITINJAU DARI PMNA/KEPALA BPN NOMOR 4 TAHUN 1996

Nama Mahasiswa : Jumala Hasan

Nomor Pokok : 097011092

Program Studi : Kenotariatan

Menyetujui Komisi Pembimbing

(Prof. Dr. Muhammad Yamin, SH, MS, CN) Ketua

Pembimbing Pembimbing

(Prof.Dr.Syafruddin Kalo, SH, MHum) (Chairani Bustami, SH, SpN, MKn)

Ketua Program Studi Dekan,

(Prof.Dr.Muhammad Yamin,SH,MS,CN) (Prof. Dr. Runtung, SH, MHum)


(4)

Telah di uji pada

Tanggal : 16 Agustus 2011

PANITIA PENGUJI TESIS :

Ketua : Prof. Dr. Muhammad Yamin, SH, MS, CN

Anggota : 1. Prof. Dr. Syafruddin Kalo, SH, MHum

2. Chairani Bustami, SH, SpN, MKn 3. Dr. T. Keizerina Devi A, SH, CN, MHum 4. Notaris Syafnil Gani, SH, MHum


(5)

ABSTRAK

Pemerintah melakukan intervensi dengan dikeluarkannya PMNA/Kepala BPN Nomor 4 Tahun 1996 tanggal 8 Mei 1996 tentang Penetapan Batas Waktu Penggunaan Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan untuk Menjamin Pelunasan Kredit-Kredit Tertentu. Salah satunya mengatur tentang KPR Sederhana yang tidak ada pembatasan waktu berlakunya Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan (SKMHT), dalam artian jangka waktu SKMHT tersebut dikecualikan. Kebiasaan pembuatan SKMHT yang tidak segera diikuti pembebanan hak tanggungan tidak memberi keamanan bagi kreditur karena dengan membuat SKMHT berarti hak tanggungan belum lahir sehingga kreditur belum memiliki hak preferent

terhadap jaminan tersebut. Maka yang menjadi permasalahan adalah bagaimana pelaksanaan kredit pemilikan rumah sederhana dengan pengikatan Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan (SKMHT) ditinjau dari PMNA/Kepala BPN Nomor 4 Tahun 1996, bagaimana fungsi dan kedudukan Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan (SKMHT) terkait dengan pemberian fasilitas Kredit Pemilikan Rumah Sederhana, bagaimana perlindungan hukum bagi pihak bank dalam hal debitur wanprestasi, dan bank hanya sebagai pemegang Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan (SKMHT).

Penelitian yang digunakan dalam penulisan ini bersifat deskriptif analitis yang dilakukan secara pendekatan yuridis normatif yaitu suatu pendekatan terhadap peraturan perundang-undangan yang terkait dengan pelaksanaan kredit pemilikan rumah sederhana yang diikat dengan Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan. Dan sumber data yang diperoleh melalui studi kepustakaan dan wawancara dengan pihak terkait, dalam hal ini pihak Bank BTN Cabang Setiabudi Medan, Badan Pertanahan Nasional Kota Medan dan Notaris. Sedangkan analisis datanya menggunakan data kualitatif.

Berdasarkan uraian diatas dapat ditarik suatu kesimpulan bahwa pelaksanaan KPR Sederhana di Bank BTN mengacu pada Peraturan Menteri Negara Perumahan Rakyat Nomor 14 Tahun 2010 tentang Pengadaan Perumahan Melalui Kredit/Pembiayaan Pemilikan Rumah Sejahtera Dengan Dukungan Bantuan Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan. Peraturan tersebut mengatur tentang maksimal jumlah kredit yang dapat diberikan kepada masyarakat berpenghasilan rendah yaitu sebesar Rp.50.000.000,- (limapuluh juta rupiah) dengan suku bunga sebesar 8,15% per tahun, yang berlaku selama masa kredit, dengan jangka waktu maksimal 15 tahun. Dan untuk menjamin pelunasan kredit tersebut, Bank BTN mengacu kepada PMNA/Kepala BPN Nomor 4 Tahun 1996 tanggal 8 Mei 1996 tentang Penetapan Batas Waktu Penggunaan Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan untuk Menjamin Pelunasan Kredit-Kredit Tertentu.

Kata Kunci : Kredit Pemilikan Rumah (KPR) Sederhana, Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan (SKMHT)


(6)

ABSTRACT

The government’s intervention through the issuance of Regulation of Minister of Public Housing/Head of National Land Board No.4/1966 dated May 8, 1966 on the Due Date of Using the Power of Attorney Transferring the Right of Guarentee to Guarentee the Payment of Certain Credits is, among other thigs, to regulate the Simple home egity loan with timeless power of attorney transferring the right of Guarentee (SKMHT). The making of SKMHT whish is not immediately followed with transferring the right of guarentee will not bring any safety to the creditor because with the making of SKMHT, the ringt of guarentee has not yet existed that the creditor has not yet had the right of preference to the guarentee . the research problems in this study were: how simple home equity loan with SKMHT requirement was implemented according to regulation of minister of Public Housing/Head of National Land Board No.4/1966, what the function and position of SKMHT in connection with the provision of simple home equity loan facility was, and what legal protection the bank would have in case the debtor did not do as stated in the agreement made while the bank was only a SKMHT holder.

This is an analytical descriptive study with normative juridical approach to look at the regulation of legislation which are related to thr implementation of Simple Home Equity Laon with SKMHT. The data for this study were obtained through library research and inverview with related parties such as Bank BTN Setiabudi Branch, Medan,National Land Board, Medan Office, and Public Notary. The data obatained were qualitatively analyzed.

The result of this study showed that the implemenatation of Simple Home Equity Loan at Bank BTN was referred to Regulation of Minister of Public Housing Public No.14/2010 on Housing Provision Through Credit/Payment of Owning Prosperous Home with Financial Support form Housing Payment Liquidity Facility. This reguletion regulates that the maximum amount of credit that can be given to the low-income community is Rp. 50,000,000.00 (Fifty milion rupiah) with interest rate 8.15% per year valid for the period of credit which is 15 years maximum.To guarantee the payment of the credit, Bank BTN refers to Regulation of Minister of Public Housing/Head of National Land Board No.4/1966 dated May 8,1966 on the Due Date of Using the Power of Attorney Transferring the Right of Guarantee to Guarantee the Payment of Certain Credits.

Keywords : Simple Home Equity Loan, Power of Attorney Transferring the Rightof Guarantee


(7)

KATA PENGANTAR

Bismillaahirrahmaanirrahiim

Syukur Alhamdulillah penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya serta kesehatan lahir batin kepada penulis sehingga dapat menjalani dan menyelesaikan studi di Program Magister Kenotariatan Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara. Untuk mencapai gelar Magister Kenotariatan inilah, penulis membuat suatu karya ilmiah yang berjudul

“Pelaksanaan Kredit Pemilikan Rumah Sederhana Dengan Pengikatan Surat

Kuasa Membebankan Hak Tanggungan (SKMHT), Ditinjau Dari

PMNA/Kepala BPN Nomor 4 Tahun 1996”. Juga tidak lupa Shalawat beriring salam penulis hadiahkan kepada Rasulullah SAW yang selalu menjadi suri tauladan dan yang syafa’atnya selalu diharapkan seluruh umatnya.

Pada kesempatan ini penulis juga ingin menyampaikan ucapan penghargaan dan rasa terimakasih kepada semua pihak yang telah memberikan bantuan, saran dan motivasi kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan tesis ini dengan baik. Ucapan terimakasih ini penulis tujukan kepada :

1. Rektor Universitas Sumatera Utara, Prof. DR. dr. Syahril Pasaribu, DTM&H, M.Sc, Sp.A(K), atas kesempatan dan fasilitas yang diberikan kepada penulis untuk mengikuti dan menyelesaikan pendidikan Program Studi Magister Kenotariatan pada Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara;


(8)

2. Dekan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, Prof. Dr. Runtung, SH, M.Hum., atas kesempatan bagi penulis menjadi mahasiswa Program Studi Magister Kenotariatan Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara;

3. Ketua Program Studi Magister Kenotariatan Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara, Prof. Dr. Muhammad Yamin, SH, MS, CN., atas segala dedikasi dan pengarahan serta masukan yang diberikan kepada penulis selama menuntut ilmu pengetahuan di Program Studi Magister Kenotariatan Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara;

4. Terimakasih yang sedalam-dalamnya dan penghargaan yang setinggi-tingginya penulis ucapkan kepada Prof. Dr. Muhammad Yamin, SH, MS, CN., selaku Ketua Komisi Pembimbing, dan Prof. Dr. Syafruddin Kalo, SH, M.Hum., serta

Chairani Bustami, SH, SpN, MKn.,selaku Anggota Komisi Pembimbing yang dengan penuh perhatian telah memberikan bimbingan, arahan, petunjuk, ide dan motivasi yang terbaik serta kritik dan saran yang konstruktif demi tercapainya hasil yang terbaik dalam penulisan tesis ini;

5. Dr. T. Keizerina Devi A, SH, CN, M.Hum., dan Syafnil Gani, SH, M.Hum., selaku dosen penguji yang telah berkenan memberikan bimbingan dan arahan serta masukan maupun saran terhadap penyempurnaan penulisan tesis ini;

6. Seluruh staf pengajar di Program Studi Magister Kenotariatan Universitas Sumatera Utara, yang telah banyak memberikan ilmu dan motivasi dalam setiap perkuliahan kepada penulis;


(9)

7. Kedua orangtua, ayahku Sutan Syafri Hasan, atas perhatian dan jerih payahnya selama ini, dan ibundaku tersayang, Sukarinah, yang telah membesarkan, merawat serta tiada hentinya selalu mencurahkan kasih sayang, nasehat, motivasi dan perhatiannya kepadaku, sehingga dapat menyelesaikan semua studiku dengan baik. Dan buat saudara-saudaraku tercinta, Nilawati beserta suami Syamsuddin,

Asrinawati beserta suami Muryono, Syafridawati beserta suami Heri,

Rahmawati, Ridwan beserta isteri ikha, Yunizar, Hashul dan adikku Ernawati

beserta suami Adi, serta keponakan-keponakanku tersayang : Putri, Nanda, Opick, Bila, Habib, Andra, Icha, Ila, Adhit, Amel, Amira, Ari dan Shafira.

8. Sahabat-sahabatku seperjuangan, Kak Sere, Kiki, Pak Azhar, Pak Mursil, Pak Bambang, Bang Arman, Bang Yono, Kak Sri, Kak Bekka, Rini, Toni, Tommy, Zulkarnain, Hendra, Andi, Rio, Mighdad, Moses, Richard dan Ade,

semoga setelah selesainya studi ini persahabatan kita bisa tetap terjalin meskipun kita tidak bersama-sama lagi.

9. Seluruh staf pegawai di Program Studi Magister Kenotariatan Universitas Sumatera Utara , Bu Fat, Winda, Sari, Lisa, Afni, Bang Aldi, Ken, Rizal dan

Hendri ;

Akhir kata, penulis menyadari bahwa tesis ini masih jauh dari sempurna, untuk itu segaa kritik dan saran yang bersifat membangun diterima dengan tangan terbuka demi kebaikan dalam penulisan karya ilmiah selanjutnya. Semoga tesis ini


(10)

dapat memberikan sesuatu yang bermanfaat dalam menambah wawasan dan pengetahuan bagi pembacanya.

Medan, 16 Agustus 2011 Penulis


(11)

RIWAYAT HIDUP

N a m a : Jumala Hasan

Tempat/Tgl Lahir : Tanjungpinang/09 Agustus 1974 Jenis Kelamin : Laki-Laki

Status : Belum Menikah

Alamat : Perumahan Taman Perkasa Indah Blok D.16 Medan

PENDIDIKAN FORMAL

1. SD Negeri 6 Tanjungpinang dari tahun 1981 sampai tahun 1987. 2. SMP Negeri 6 Tanjungpinang dari tahun 1987 sampai tahun 1990. 3. SMA Negeri 2 Tanjungpinang dari tahun 1990 sampai tahun 1993.

4. Fakultas Hukum Universitas Andalas Padang dari tahun 1994 sampai tahun 1999. 5. Program Studi Magister Kenotariatan Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera


(12)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK... i

ABSTRACT... ii

KATA PENGANTAR... iii

RIWAYAT HIDUP... vii

DAFTAR ISI... viii

BAB I PENDAHULUAN... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Permasalahan ... 7

C. Tujuan Penelitian ... 7

D. Manfaat Penelitian ... 8

E. Keaslian Penelitian ... 9

F. Kerangka Teori dan Konsepsi ... 11

1. Kerangka Teori ... 11

2. Konsepsi... 17

G. Metode Penelitian ... 20

1. Spesifikasi Penelitian ... 21

2. Metode Pendekatan ... 22


(13)

4. Alat Pengumpulan Data ... 24

5. Analisa Data... 25

BAB II PELAKSANAAN KREDIT PEMILIKAN RUMAH SEDERHANA DENGAN PENGIKATAN SURAT KUASA MEMBEBANKAN HAK TANGGUNGAN (SKMHT) DITINJAU DARI PMNA/KEPALA BPN NOMOR 4 TAHUN 1996... 26

A. Aspek Hukum Perjanjian Kredit ... 26

1. Perjanjian Pada Umumnya ... 27

2. Perjanjian Kredit Perbankan ... 34

B. Perjanjian Kredit Pemilikan Rumah Sederhana Sebagai Perjanjian Pokok Yang melahirkan Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan (SKMHT) ... 42

1. Prinsip-Prinsip Dalam Pemberian Kredit ... 42

2. Prosedur Pelaksanaan Pemberian Kredit Pemilikan Rumah Sederhana ... 48

BAB III FUNGSI DAN KEDUDUKAN SURAT KUASA MEMBEBANKAN HAK TANGGUNGAN (SKMHT) TERKAIT DENGAN PEMBERIAN FASILITAS KREDIT PEMILIKAN RUMAH SEDERHANA ... 59

A. Prinsip Dasar Hak Tanggungan ... 59

B. Notaris Sebagai Pejabat Pembuat Akta Autentik ... 64

C. Pengecualian Jangka Waktu Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan Berkaitan Dengan Kredit Pemilikan Rumah Sederhana ... 68

1. Pengertian Surat Kuasa ... 68

2. Pengertian SKMHT ... 75


(14)

4. Fungsi dan Kedudukan SKMHT ... 88

5. Pengecualian Berlakunya Jangka Waktu SKMHT ... 92

BAB IV PERLINDUNGAN HUKUM BAGI PIHAK BANK DALAM HAL DEBITUR WANPRESTASI DAN BANK HANYA SEBAGAI PEMEGANG SURAT KUASA MEMBEBANKAN HAK TANGGUNGAN (SKMHT) ... 98

A. Tinjauan Umum Tentang Perbankan ... 98

1. Pengertian Bank ... 98

2. Fungsi dan Tujuan Perbankan ... 100

3. Asas-Asas Hukum Dalam Perbankan ... 102

4. Jenis-Jenis Bank ... 103

B. Wanprestasi Dalam Kredit Pemilikan Rumah Sederhana ... 105

1. Pengertian Prestasi ... 105

2. Pengertian Wanprestasi ... 108

3. Unsur-Unsur dan Akibat Wanprestasi ... 110

C. Upaya-Upaya dan Perlindungan Hukum Bagi Pihak Bank Dalam Hal Debitur Wanprestasi dan Bank Hanya Sebagai Pemegang SKMHT... 113

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 122

A. Kesimpulan ... 122

B. Saran ... 124


(15)

ABSTRAK

Pemerintah melakukan intervensi dengan dikeluarkannya PMNA/Kepala BPN Nomor 4 Tahun 1996 tanggal 8 Mei 1996 tentang Penetapan Batas Waktu Penggunaan Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan untuk Menjamin Pelunasan Kredit-Kredit Tertentu. Salah satunya mengatur tentang KPR Sederhana yang tidak ada pembatasan waktu berlakunya Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan (SKMHT), dalam artian jangka waktu SKMHT tersebut dikecualikan. Kebiasaan pembuatan SKMHT yang tidak segera diikuti pembebanan hak tanggungan tidak memberi keamanan bagi kreditur karena dengan membuat SKMHT berarti hak tanggungan belum lahir sehingga kreditur belum memiliki hak preferent

terhadap jaminan tersebut. Maka yang menjadi permasalahan adalah bagaimana pelaksanaan kredit pemilikan rumah sederhana dengan pengikatan Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan (SKMHT) ditinjau dari PMNA/Kepala BPN Nomor 4 Tahun 1996, bagaimana fungsi dan kedudukan Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan (SKMHT) terkait dengan pemberian fasilitas Kredit Pemilikan Rumah Sederhana, bagaimana perlindungan hukum bagi pihak bank dalam hal debitur wanprestasi, dan bank hanya sebagai pemegang Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan (SKMHT).

Penelitian yang digunakan dalam penulisan ini bersifat deskriptif analitis yang dilakukan secara pendekatan yuridis normatif yaitu suatu pendekatan terhadap peraturan perundang-undangan yang terkait dengan pelaksanaan kredit pemilikan rumah sederhana yang diikat dengan Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan. Dan sumber data yang diperoleh melalui studi kepustakaan dan wawancara dengan pihak terkait, dalam hal ini pihak Bank BTN Cabang Setiabudi Medan, Badan Pertanahan Nasional Kota Medan dan Notaris. Sedangkan analisis datanya menggunakan data kualitatif.

Berdasarkan uraian diatas dapat ditarik suatu kesimpulan bahwa pelaksanaan KPR Sederhana di Bank BTN mengacu pada Peraturan Menteri Negara Perumahan Rakyat Nomor 14 Tahun 2010 tentang Pengadaan Perumahan Melalui Kredit/Pembiayaan Pemilikan Rumah Sejahtera Dengan Dukungan Bantuan Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan. Peraturan tersebut mengatur tentang maksimal jumlah kredit yang dapat diberikan kepada masyarakat berpenghasilan rendah yaitu sebesar Rp.50.000.000,- (limapuluh juta rupiah) dengan suku bunga sebesar 8,15% per tahun, yang berlaku selama masa kredit, dengan jangka waktu maksimal 15 tahun. Dan untuk menjamin pelunasan kredit tersebut, Bank BTN mengacu kepada PMNA/Kepala BPN Nomor 4 Tahun 1996 tanggal 8 Mei 1996 tentang Penetapan Batas Waktu Penggunaan Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan untuk Menjamin Pelunasan Kredit-Kredit Tertentu.

Kata Kunci : Kredit Pemilikan Rumah (KPR) Sederhana, Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan (SKMHT)


(16)

ABSTRACT

The government’s intervention through the issuance of Regulation of Minister of Public Housing/Head of National Land Board No.4/1966 dated May 8, 1966 on the Due Date of Using the Power of Attorney Transferring the Right of Guarentee to Guarentee the Payment of Certain Credits is, among other thigs, to regulate the Simple home egity loan with timeless power of attorney transferring the right of Guarentee (SKMHT). The making of SKMHT whish is not immediately followed with transferring the right of guarentee will not bring any safety to the creditor because with the making of SKMHT, the ringt of guarentee has not yet existed that the creditor has not yet had the right of preference to the guarentee . the research problems in this study were: how simple home equity loan with SKMHT requirement was implemented according to regulation of minister of Public Housing/Head of National Land Board No.4/1966, what the function and position of SKMHT in connection with the provision of simple home equity loan facility was, and what legal protection the bank would have in case the debtor did not do as stated in the agreement made while the bank was only a SKMHT holder.

This is an analytical descriptive study with normative juridical approach to look at the regulation of legislation which are related to thr implementation of Simple Home Equity Laon with SKMHT. The data for this study were obtained through library research and inverview with related parties such as Bank BTN Setiabudi Branch, Medan,National Land Board, Medan Office, and Public Notary. The data obatained were qualitatively analyzed.

The result of this study showed that the implemenatation of Simple Home Equity Loan at Bank BTN was referred to Regulation of Minister of Public Housing Public No.14/2010 on Housing Provision Through Credit/Payment of Owning Prosperous Home with Financial Support form Housing Payment Liquidity Facility. This reguletion regulates that the maximum amount of credit that can be given to the low-income community is Rp. 50,000,000.00 (Fifty milion rupiah) with interest rate 8.15% per year valid for the period of credit which is 15 years maximum.To guarantee the payment of the credit, Bank BTN refers to Regulation of Minister of Public Housing/Head of National Land Board No.4/1966 dated May 8,1966 on the Due Date of Using the Power of Attorney Transferring the Right of Guarantee to Guarantee the Payment of Certain Credits.

Keywords : Simple Home Equity Loan, Power of Attorney Transferring the Rightof Guarantee


(17)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Dalam rangka memenuhi kebutuhan masyarakat akan perumahan maka peranan pemerintah sangat dibutuhkan dalam menyediakan dana dan memberikan prakarsa dalam usaha pembangunan perumahan. Kehadiran sistem Kredit Pemilikan Rumah (KPR) sangat dibutuhkan oleh masyarakat yang penghasilan ekonominya dalam level kecil dan menengah. Berbagai upaya yang dilakukan pemerintah untuk pembangunan perumahan yang layak huni antara lain pembangunan Rumah Sederhana (RS) dan Rumah Sangat Sederhana (RSS).

Tingkat ketergantungan dari para pembeli rumah sekarang ini sangat terkait dengan kredit permintaan rumah, meningkatnya suku bunga akan sangat berpengaruh terhadap permintaan rumah. Berbagai usaha yang dilakukan lembaga perbankan untuk berkompetitif dalam persaingan suku bunga KPR. Hal ini memberikan peluang untuk bisa memaksimalkan Kredit Pemilikan Rumah yang dikucurkan oleh sektor perbankan untuk pembelian rumah bagi keluarga.1

Memang tidak dipungkiri bahwa perbankanlah merupakan salah satu sumber guna memperoleh dana yang dianggap mudah dan cepat bagi sebagian masyarakat dalam hal membutuhkan dana untuk memenuhi kebutuhannya, seperti dalam

1

C. Djemabut Blaang, Perumahan dan Pemukiman sebagai Kebutuhan Pokok , Yayasan Obor Indonesia, Jakarta, 1986, hlm. 108-109.


(18)

pemanfaatan pendanaan dari bank dalam fasilitas Kredit Pemilikan Rumah (KPR). KPR yang dimaksud disini adalah KPR Program, yang merupakan program dari pemerintah yang dikenal dengan istilah Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan, yang diatur didalam Peraturan Menteri Negara Perumahan Rakyat Nomor 14 Tahun 2010, yang diundangkan tanggal 03 September 2010 tentang Pengadaan Perumahan Melalui Kredit/Pembiayaan Pemilikan Rumah Sejahtera Dengan Dukungan Bantuan Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan.

Adapun isi dari peraturan menteri tersebut antara lain mengatur tentang kriteria kredit/pembiayaan pemilikan rumah, nilai maksimal KPR yang diberikan berikut suku bunga yang berlaku untuk selama masa kredit, jumlah uang muka yang harus dibayar, persyaratan dalam permohonan kredit, pengaturan jual beli atau pemindahtanganan dan juga hal-hal yang dilarang sehubungan dengan kegiatan pinjam-meminjam dalam bentuk KPR tersebut.

Kegiatan pinjam-meminjam2 uang itu sendiri telah dilakukan sejak lama dalam kehidupan masyarakat yang telah mengenal uang sebagai alat pembayaran yang sah. Kegiatan pinjam-meminjam uang sebagai sesuatu yang sangat diperlukan untuk mendukung perkembangan kegiatan perekonomiannya dan untuk meningkatkan taraf kehidupannya.3

2

Pinjam-meminjam menurut Pasal 1754 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata ialah perjanjian dengan mana pihak yang satu memberikan kepada pihak yang lain suatu jumlah tertentu barang-barang yang menghabis karena pemakaian, dengan syarat bahwa pihak yang belakangan ini akan mengembalikan sejumlah yang sama dari macam dan keadaan yang sama pula.

3

M. Bahsan, Hukum Jaminan dan Jaminan kredit Perbankan Indonesia, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2007, hlm.1.


(19)

Dalam perjanjian Kredit Pemilikan Rumah (KPR) yang menjadi jaminan kredit ialah hak atas tanah, bukan tanah secara fisik. UUPA menyatakan hak milik, hak guna usaha, dan hak guna bangunan dapat dibebani hak tanggungan untuk menjamin pelunasan suatu hutang. Karena sifatnya yang istimewa, untuk dapat dibebani hak tanggungan, suatu benda harus ditunjuk oleh suatu Undang-Undang sebagai objek hak tanggungan yaitu UU No. 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan atas Tanah beserta Benda-benda yang Berkaitan dengan Tanah. Dalam Undang-Undang tersebut kekhawatiran dan keberadaan hak tanggungan ditentukan oleh adanya piutang yang dijamin pelunasannya.4

Secara substansi banyak hal yang diatur dalam UUHT tersebut, salah satu hal yang menarik dan menjadi pokok bahasan dalam tulisan ini yaitu dilembagakannya penggunaan Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan (SKMHT), sebagaimana tersebut dalam Pasal 15 UUHT , yaitu:

(1) Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan wajib dibuat dengan akta notaris atau akta PPAT dan memenuhi persyaratan sebagai berikut : a. tidak memuat kuasa untuk melakukan perbuatan hukum lain daripada

membebankan Hak Tanggungan ; b. tidak memuat kuasa substitusi ;

c. mencantumkan secara jelas obyek Hak Tanggungan, jumlah utang dan nama serta identitas krediturnya, nama dan identitas debitur apabila debitur bukan pemilik Hak Tanggungan.

(2) Kuasa Untuk Membebankan Hak Tanggungan tidak dapat ditarik kembali atau tidak dapat berakhir oleh sebab apapun juga kecuali karena kuasa tersebut telah dilaksanakan atau karena telah habis jangka waktunya sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dan ayat (4) ;

4

Effendi Perangin, 1991, Praktek Penggunaan Tanah sebagai Jaminan Kredit, Jakarta, Rajawali, hlm, 1-2.


(20)

(3) Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan mengenai hak atas tanah yang sudah terdaftar wajib diikuti dengan penggunaan Akta Pemberian Hak Tanggungan selambat-lambatnya 1 ( satu ) bulan sesudah diberikan; (4) Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan mengenai hak atas tanah

yang belum terdaftar wajib diikuti dengan penggunaan Akta Pemberian Hak Tanggungan selambat-lambatnya 3 ( tiga ) bulan sesudah diberikan; (5) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dan ayat (4) tidak

berlaku dalam hal Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan diberikan untuk menjamin kredit tertentu yang ditetapkan dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku ;

(6) Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan yang tidak diikuti dengan penggunaan Akta Pemberian Hak Tanggungan dalam waktu yang ditentukan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dan atau ayat (4), atau waktu yang ditentukan sebagaimana dimaksud pada ayat (5) batal demi hukum.

Namun dalam rangka pelaksanaan pembangunan dan membantu kepentingan golongan ekonomi lemah, Pemerintah melakukan intervensi dengan dikeluarkannya Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 4 Tahun 1996 tanggal 8 Mei 1996 tentang Penetapan Batas Waktu Penggunaan Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan untuk Menjamin Pelunasan Kredit-Kredit Tertentu, dimana dalam Pasal 1 disebutkan :

Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan yang diberikan untuk menjamin pelunasan jenis-jenis Kredit Usaha Kecil sebagaimana dimaksud dalam Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia No.26/24/KEP/Dir tanggal 29 Mei 1993 tersebut dibawah ini berlaku sampai saat ini berakhirnya masa berlakunya perjanjian pokok yang bersangkutan :

1. Kredit yang diberikan kepada nasabah usaha kecil, yang meliputi : a. Kredit kepada Koperasi Unit Desa;

b. Kredit Usaha Tani;

c. Kredit kepada Koperasi Primer untuk Anggotanya.

2. Kredit Pemilikan Rumah yang diadakan untuk pengadaan perumahan, yaitu :

a. Kredit yang diberikan untuk membiayai pemilikan rumah inti, rumah sederhana atau rumah susun dengan luas tanah maksimum 200 m2


(21)

(dua ratus meter persegi) dan luas bangunan tidak lebih dari 70 m2 (tujuh puluh meter persegi);

b. Kredit yang diberikan untuk pemilikan Kapling Siap Bangun (KSB) dengan luas tanah 54 m2 (lima puluh empat meter persegi) sampai dengan 72 m2 (tujuh puluh dua meter persegi) dan kredit yang diberikan untuk membiayai bangunannya;

c. Kredit yang diberikan untuk perbaikan/pemugaran rumah sebagaimana dimaksud huruf a dan b;.

3. Kredit produktif lain yang diberikan oleh Bank Umum dan Bank Perkreditan Rakyat dengan plafond kredit tidak melebihi Rp.50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah), antara lain :

a. Kredit Umum Pedesaan (BRI);

b. Kredit Kelayakan Usaha (yang disalurkan oleh Bank Pemerintah); Menurut ketentuan dari Pasal 1 angka 2 tersebut diatas khususnya terhadap Kredit Pemilikan Rumah sederhana, tidak ada pembatasan waktu berlakunya Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan (SKMHT) dalam artian jangka waktu Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan (SKMHT) tersebut dikecualikan.

Selain daripada ketentuan didalam Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala BPN Nomor 4 Tahun 1996 tersebut tentang Kredit Pemilikan Rumah Sederhana yang tidak harusdiikat dengan hak tanggungan, juga diatur didalam :

1. Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia No. 26/24/KEP/DIR tanggal 28 Mei 1993, Sebagaimana telah diubah dengan Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia No. 30/4/KEP/DIR tanggal 4 April 1997 tentang Pemberian Kredit Usaha Kecil, dan diubah lagi dengan Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia No. 30/55/KEP/DIR tanggal 8 Agustus 1997 tentang Pemberian Kredit Usaha Kecil Untuk Mendukung Program Kemitraan Terpadu dan Pengembangan


(22)

Koperasi dan terakhir diubah dengan Peraturan Bank Indonesia nomor 3/2/PBI/2001 tanggal 4 Januari 2001 tentang Pemberian Kredit Usaha Kecil. 2. Pasal 43 ayat (4) UU Nomor 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan

Permukiman.

Dengan membuat Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan (SKMHT), berarti pemberi hak tanggungan tidak melakukan sendiri dalam pembebanan hak tanggungan yang ditandatangani dengan menandatangani Akta Pemberian Hak Tanggungan tetapi memberi kuasa kepada kreditur sebagai penerima hak tanggungan untuk sewaktu-waktu membebankan hak tanggungan sesuai kehendak bank. Kebiasaan pembuatan Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan (SKMHT) yang tidak segera diikuti pembebanan hak tanggungan tidak memberi keamanan bagi kreditur karena dengan membuat SKMHT berarti hak tanggungan belum lahir sehingga kreditur belum memiliki hak preferent (hak istimewa bagi penagih sebagai orang yang memiliki piutang atau hak yang didahulukan)5 terhadap jaminan tersebut.

Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka dilakukan penelitian dengan judul “PELAKSANAAN KREDIT PEMILIKAN RUMAH SEDERHANA

DENGAN PENGIKATAN SURAT KUASA MEMBEBANKAN HAK

TANGGUNGAN (SKMHT), DITINJAU DARI PMNA/KEPALA BPN NOMOR 4 TAHUN 1996”.

5


(23)

B. Permasalahan

Berdasarkan uraian latar belakang diatas, maka permasalahan yang akan dibahas dirumuskan sebagai berikut :

1. Bagaimanakah pelaksanaan kredit pemilikan rumah sederhana dengan pengikatan Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan (SKMHT) ditinjau dari PMNA/Kepala BPN Nomor 4 Tahun 1996 ?

2. Bagaimanakah fungsi dan kedudukan Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan (SKMHT) terkait dengan pemberian fasilitas Kredit Pemilikan Rumah Sederhana ?

3. Bagaimanakah perlindungan hukum bagi pihak bank dalam hal debitur wanprestasi, dan bank hanya sebagai pemegang Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan (SKMHT) ?

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah tersebut diatas, maka yang menjadi tujuan penelitian ini adalah :

1. Untuk mengetahui pelaksanaan kredit pemilikan rumah sederhana dengan pengikatan Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan (SKMHT) ditinjau dari PMNA/Kepala BPN Nomor 4 Tahun 1996.

2. Untuk mengetahui fungsi dan kedudukan Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan (SKMHT) terkait dengan pemberian fasilitas kredit pemilikan rumah sederhana.


(24)

3. Untuk mengetahui perlindungan hukum bagi pihak bank dalam hal debitur wanprestasi, dan bank hanya sebagai pemegang Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan (SKMHT).

D. Manfaat Penelitian

Adapun manfaat yang diperoleh dari penelitian ini adalah : 1. Secara teoritis.

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan bagi masyarakat mengenai perkembangan ilmu hukum khususnya Hukum Pertanahan dan Hukum Jaminan yang berhubungan dengan pengaturan-pengaturan mengenai Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan khususnya yang termuat dalam Pasal 15 ayat (1) Undang-Undang Hak Tanggungan dan dalam PMNA/Kepala BPN Nomor 4 Tahun 1996 Tentang Penetapan Batas Waktu Penggunaan Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan Untuk Menjamin Pelunasan Kredit-Kredit Tertentu.

2. Secara praktis.

Penelitian ini dapat memberikan pemahaman dan gambaran yang jelas kepada masyarakat mengenai jangka waktu Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan (SKMHT) dalam hal pemberian fasilitas Kredit Pemilikan Rumah Sederhana, agar masyarakat paham apa yang menjadi hak dan kewajibannya serta memberikan gambaran upaya-upaya apa saja yang harus dilakukan oleh pihak


(25)

bank sebagai pemberi kredit dalam hal debitur penerima kredit tidak dapat memenuhi kewajibannya (wanprestasi), sedangkan bank pemberi kredit hanya sebagai pemegang Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan (SKMHT).

E. Keaslian Penelitian

Penelitian ini dilakukan dengan pertimbangan bahwa berdasarkan informasi dan dari penelusuran di Kepustakaan Program Pasca Sarjana Universitas Sumatera Utara, bahwa penelitian dengan judul “PELAKSANAAN KREDIT PEMILIKAN

RUMAH SEDERHANA DENGAN PENGIKATAN SURAT KUASA

MEMBEBANKAN HAK TANGGUNGAN (SKMHT) DITINJAU DARI

PMNA/KEPALA BPN NOMOR 4 TAHUN 1996”, belum pernah dilakukan.

Pernah ada penelitian sebelumnya terkait dengan Perjanjian Kredit yang dibebankan dengan Hak Tanggungan, yang dilakukan oleh :

1. Kiki Riarahma, Mahasiswa Program Pasca Sarjana Magister Kenotariatan, Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, pada tahun 2006, dengan judul “Fungsi dan Kedudukan Surat Kuasa Membebankan Hal Tanggungan dalam Perjanjian Kredit” (studi penelitian di PT. Bank Bukopin Cabang Medan), dengan beberapa permasalahan yang diteliti yaitu bagaimanakah fungsi dan kedudukan Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan dan dalam perjanjian kredit setelah berlakunya Undang-Undang Hak Tanggungan Nomor 4 Tahun 1996, adakah hambatan-hambatan dalam pelaksanaan membuat Akta Pemberian Hak


(26)

Tanggungan sesudah dibuat Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan dalam praktek perbankan dan bagaimanakah jika terjadi kredit macet sebelum jangka waktu Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan berakhir.

2. Redy Mulya Thomson Aritonang, Mahasiswa Program Pasca Sarjana Magister Kenotariatan, Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, pada tahun 2004, dengan judul “Aspek Hukum Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan dalam pemberian kredit oleh bank” (studi penelitian pada PT. Bank Rakyat Indonesia Cabang Iskandar Muda Medan), dengan beberapa permasalahan yang diteliti yaitu bagaimanakah pelaksanaan penggunaan Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan dalam praktek perbankan, adakah hambatan-hambatan dalam penggunaan Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan menjadi Akta Pemberian Hak Tanggungan dalam praktek perbankan dan bagaimanakah upaya-upaya mengatasi hambatan jika terjadi terhadap penggunaan Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan menjadi Akta Pemberian Hak Tanggungan dalam praktek perbankan.

Namun jika dihadapkan penelitian yang telah dilakukan tersebut dengan penelitian ini, maka ada perbedaan materi dan pembahasan yang dilakukan. Dengan demikian maka penelitian ini dapat dijamin keasliannya dan dapat dipertanggungjawabkan secara akademis berdasarkan nilai-nilai objektifitas dan kejujuran.


(27)

F. Kerangka Teori dan Konsepsi 1. Kerangka Teori

Menurut Soerjono Soekanto, teori6 adalah suatu sistim yang berisikan proposisi-proposisi yang telah diuji kebenarannya untuk menjelaskan aneka macam gejala sosial yang dihadapinya dan memberikan pengarahan pada aktifitas penelitian yang dijalankan serta memberikan taraf pemahaman tertentu.

Fred N. Kerlinger dalam bukunya Foundation of Behavioral Research

menjelaskan teori7 : “Suatu teori adalah seperangkat konsep, batasan dan proposisi yang menyajikan suatu pandangan sistematis tentang fenomena dengan merinci hubungan antarvariabel dengan tujuan menjelaskan dan memprediksi gejala tersebut”.

Pendapat Gorys Keraf tentang definisi teori adalah8 : “Asas-asas umum dan abstrak yang diterima secara ilmiah dan sekurang-kurangnya dapat dipercaya untuk menerangkan fenomena-fenomena yang ada”.

Dari pendapat diatas, bisa ditarik kesimpulan bahwa yang namanya teori adalah suatu penjelasan yang berupaya untuk menyederhanakan pemahaman mengenai suatu fenomena atau teori juga merupakan simpulan dari rangkaian berbagai fenomena menjadi sebuah penjelasan yang sifatnya umum, yang berguna

6

Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, UI Press, Jakarta, 2008, hlm.6.

7

Mukti Fajar Nur Dewata dan Yulianto Achmad, Dualisme Penelitian Hukum Normatif dan Empiris, Pustaka Pelajar, Yogyakarta, 2010, hlm. 133.

8


(28)

untuk mempertajam atau lebih mengkhususkan fakta yang hendak diselidiki atau diuji kebenarannya.

Menurut M. Solly Lubis, Kerangka teori adalah kerangka pemikiran atau butir-butir pendapat, teori, thesis mengenai sesuatu kasus atau permasalah (problem) yang menjadi bahan perbandingan, pegangan teoritis.9 Sehubungan dengan itu dalam meneliti tentang pelaksanaan Kredit Pemilikian Rumah Sederhana dengan pengikatan Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan, teori yang digunakan sebagai pisau analisis adalah Teori Kepastian Hukum, yakni teori yang menjelaskan bahwa suatu perjanjian kredit pemilikan rumah sederhana yang diikat dengan Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan mempunyai kekuatan hukum yang pasti dengan segala akibatnya dapat dipertanggungjawabkan menurut hukum.

Tugas kaidah-kaidah hukum adalah untuk menjamin adanya kepastian hukum. Dengan adanya pemahaman kaidah-kaidah hukum tersebut, masyarakat sungguh-sungguh menyadari bahwa kehidupan bersama akan tertib apabila terwujud kepastian dalam hubungan antara sesama manusia.10

Kepastian hukum merupakan perlindungan yustiabel terhadap tindakan sewenang-wenang, yang berarti seseorang akan dapat memperoleh sesuatu yang diharapkan dalam keadaan tertentu. Masyarakat mengharapkan adanya kepastian

9

M. Solly Lubis, Filsafat Ilmu dan Penelitian, CV. Mandar Maju, Bandung, 1994, hlm. 80.

10


(29)

hukum, karena dengan adanya kepastian hukum masyarakat akan lebih tertib. Hukum bertugas menciptakan kepastian hukum karena bertujuan ketertiban masyarakat.11

Menurut Radbruch dalam Theo Huijbers:12

Hubungan antara keadilan dan kepastian hukum perlu diperhatikan. Oleh sebab kepastian hukum harus dijaga demi keamanan dalam negara, maka hukum positif selalu harus ditaati, pun pula kalau isinya kurang adil, atau juga kurang sesuai dengan tujuan hukum. Tetapi terdapat kekecualian, yakni bilamana pertentangan antara isi tata hukum dan keadilan menjadi begitu besar, sehingga tata hukum itu nampak tidak adil pada saat itu tata hukum itu boleh dilepaskan.

Selanjutnya Sudikno Mertokusumo menyatakan:13

Tanpa kepastian hukum orang tidak tahu apa yang harus diperbuatnya dan akhirnya timbul keresahan. Tetapi terlalu menitikberatkan kepada kepastian hukum, terlalu ketat mentaati peraturan hukum akibatnya kaku dan akan menimbulkan rasa tidak adil. Apapun yang terjadi peraturannya adalah demikian dan harus ditaati atau dilaksanakan. Undang-Undang itu sering terasa kejam apabila dilaksanakan secara ketat “lex dura, set tamen scripta”

(Undang-Undang itu kejam, tetapi demikianlah bunyinya).

Menurut Pasal 1313 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata : “suatu perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lainnya atau lebih”.

Berdasarkan pengertian diatas dapat diartikan hubungan antara perikatan dengan perjanjian adalah bahwa perjanjian itu menerbitkan perikatan, sebab perjanjian merupakan sumber terpenting yang melahirkan perikatan selain

11

Sudikno Mertoskusumo, Mengenal Hukum (Suatu Pengantar), Liberty, Yogyakarta, 1988, hlm. 58.

12

Theo Huijbers, Filsafat Hukum Dalam Lintasan Sejarah, Kanisius, Jakarta, 1982, hlm. 163.

13


(30)

undang. Jadi perikatan merupakan suatu pengertian yang abstrak, sedangkan perjanjian adalah suatu peristiwa hukum yang kongkrit.14

Para sarjana hukum perdata pada umumnya berpendapat bahwa definisi perjanjian yang terdapat didalam ketentuan Pasal 1313 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata adalah tidak lengkap dan pula terlalu luas. Karena hanya mengenai perjanjian sepihak saja, tetapi mencakup sampai kepada lapangan hukum keluarga, seperti janji kawin yang merupakan perjanjian juga, namun memiliki sifat yang berbeda dengan perjanjian yang diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Buku Ke-III kriterianya dapat dinilai secara materiil atau uang.15

Dari pengertian perjanjian yang telah dikemukakan diatas, agar suatu perjanjian mempunyai kekuatan maka harus dipenuhi syarat sahnya perjanjian sebagaimana yang telah ditetapkan dalam Pasal 1320 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, yaitu :

1) Syarat Subyektif, syarat ini apabila dilanggar maka perjanjian dapat dibatalkan yang meliputi :

a. Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya. b. Kecakapan untuk membuat suatu perikatan.

2) Syarat Obyektif, syarat ini apabila dilanggar maka perjanjian tersebut menjadi batal demi hukum yang meliputi :

a. Suatu hal (obyek) tertentu.

14

Subekti, Pokok Pokok Hukum Perdata, Internusa, Jakarta, 1985, hlm. 122.

15

Mariam Darus Badrulzaman et al.,Kompilasi Hukum Perikatan, Citra Aditya Bakti, Bandung, 2001, hlm. 65.


(31)

b. Sebab yang halal.

Kesepakatan diantara para pihak diatur dalam Pasal 1321-1328 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata dan kecakapan dalam rangka tindakan pribadi orang perorangan diatur dalam Pasal 1329-1331 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. Syarat tersebut merupakan syarat subyektif yaitu syarat mengenai subyek hukum atau orangnya. Apabila syarat subyektif tidak dipenuhi maka perjanjian tersebut dapat dibatalkan.Sedangkan syarat obyektif diatur dalam Pasal 1332-1334 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata mengenai keharusan adanya suatu obyek dalam perjanjian dan Pasal 1335-1337 mengatur mengenai kewajiban adanya suatu causa yang halal dalam setiap perjanjian yang dibuat oleh para pihak . Syarat tersebut merupakan syarat obyektif, apabila tidak dipenuhi maka perjanjian batal demi hukum.

Dalam hukum perjanjian terdapat beberapa asas penting yang perlu diketahui, antara lain :

1) Asas Kebebasan Berkontrak.

Pasal 1320 angka 4 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata memberikan hak kepada para pihak yang membuat dan mengadakan perjanjian diperbolehkan untuk menyusun dan membuat kesepakatan apa saja dengan siapa saja, selama dan sepanjang tidak bertentangan dengan undang-undang, kesusilaan dan ketertiban umum. Sebagaimana diatur dalam Pasal 1337 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.


(32)

2) Asas Konsensualitas.

Dengan sistem terbuka yang dianut Buku Ke-III Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, hukum perjanjian memberikan kesempatan seluas-luasnya kepada para pihak untuk membuat perjanjian yang akan mengikat mereka sebagai undang-undang, selama dan sepanjang dapat dicapai kesepakatan oleh para pihak dan dilaksanakan dengan itikad baik, sebagaimana diatur dalam Pasal 1338 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. Walaupun demikian, untuk menjaga kepentingan debitur (yang berkewajiban untuk memenuhi prestasi) maka diadakanlah bentuk-bentuk formalitas atau dipersyaratkan adanya suatu tindakan tertentu. Ketentuan mengenai ini dapat ditemui dalam rumusan pasal 1320 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.

3) Asas Kekuatan Mengikat.

Baik dalam sistem terbuka yang dianut oleh hukum kontrak ataupun bagi prinsip kekuatan mengikat, kita dapat merujuk pada Pasal 1374 ayat 1 atau Pasal 1338 ayat 1 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, dimana semua persetujuan yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya. Kemudian didalam Pasal 1339 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata juga dimasukkan prinsip kekuatan mengikat ini. Adagium pacta sunt servanda diakui sebagai aturan yang menetapkan bahwa semua perjanjian yang dibuat secara sah, mengingat kekuatan


(33)

hukum yang terkandung didalamnya, dimaksudkan untuk dilaksanakan dan pada akhirnya dapat dipaksakan penaatannya.16 Atau dengan kata lain asas pacta sunt servanda itu adalah perjanjian yang dibuat secara sah oleh para pihak berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya.

2. Konsepsi

Konsep berasal dari Bahasa Latin, conceptus yang memiliki arti sebagai suatu kegiatan atau proses berfikir, daya berfikir khususnya penalaran dan pertimbangan.17

Konsepsi merupakan salah satu bagian terpenting dari teori konsepsi yang diterjemahkan sebagai usaha membawa sesuatu dari abstrak menjadi suatu yang konkrit yang disebut dengan operational definition18. Pentingnya definisi operasional tersebut adalah untuk menghindari perbedaan pengertian atau penafsiran mendua (dubius), dari suatu istilah yang dipakai.19 Oleh karena itu untuk menjawab permasalahan dalam penelitian ini harus didefinisikan beberapa konsep dasar, agar diperoleh hasil penelitian yang sesuai dengan tujuan yang telah ditentukan, sebagai berikut :

16

Herlien Budiono, Ajaran Umum Hukum Perjanjian dan Penerapannya di Bidang Kenotariatan,

Citra Aditya Bakti, Bandung, 2009, hlm. 31.

17

Komaruddin dan Yooke Tjuparmah Komaruddin, Kamus Istilah Karya Tulis Ilmiah, Bumi Aksara, Jakarta, 2000, hlm. 122.

18

Sutan Remy Sjahdeini, Kebebasan Berkontrak Dan Perlindungan Yang Seimbang Bagi Para Pihak Dalam Perjanjian Kredit Bank di Indonesia, Institut Bankir Indonesia, Jakarta, 1993, hlm. 10.

19

Tan Kamelo, “Perkembangan Lembaga Jaminan Fiducia: Suatu Tinjauan Putusan Pengadilan dan Perjanjian di Sumatera Utara”, Disertasi, Medan, PPs-USU, 2002, hlm. 35.


(34)

a. Kredit adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam-meminjam antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam untuk melunasi utangnya setelah jangka waktu tertentu dengan pemberian bunga.20

b. Rumah Sederhana adalah rumah yang tidak bersusun dengan luas bangunan tidak lebih dari 70 m2, yang dibangun diatas tanah dengan luas kaveling tidak lebih dari 200 m2.

c. Perjanjian Kredit adalah persetujuan dan atau kesepakatan yang dibuat bersama antara bank dengan debitur atas sejumlah kredit.21

d. Kredit Pemilikan Rumah (KPR) adalah kredit yang diberikan oleh bank kepada debitur untuk digunakan membeli rumah dan/atau berikut tanah guna dimiliki dan dihuni atau dipergunakan sendiri.

e. Bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan/atau bentuk-bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak.22 f. Hukum Jaminan menurut Rachmadi Usman adalah ketentuan hukum yang

mengatur hubungan hukum antara pemberi jaminan (debitur) dan penerima

20

Pasal 1 angka 11 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan Undang-Undang Perbankan Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan.

21

Muhamad Djumhana, Hukum Perbankan di Indonesia, Cet. Ke-3, Citra Aditya Bakti, 2003, Bandung, hlm. 385.

22

Pasal 1 angka 2 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan Undang-Undang Perbankan Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan.


(35)

jaminan (kreditur) sebagai akibat pembebanan suatu utang tertentu (kredit) dengan suatu jaminan (benda atau orang tertentu).23

Sementara Salim HS memberikan perumusan Hukum Jaminan adalah keseluruhan dari kaidah-kaidah hukum yang mengatur hubungan antara pemberi dan penerima jaminan dalam kaitannya dengan pembebanan jaminan untuk mendapatkan fasilitas kredit.24

e. Agunan adalah jaminan tambahan yang diserahkan nasabah debitur kepada bank dalam rangka pemberian fasilitas kredit atau pembiayaan berdasarkan Prinsip Syariah.25

f. Hak Tanggungan adalah hak jaminan untuk menjamin utang seorang debitur yang memberikan hak utama kepada seorang kreditur tertentu, yaitu pemegang hak jaminan itu untuk didahulukan terhadap kredit-kreditur lain apabila debitur cidera janji.26

g. Hak Tanggungan atas tanah beserta benda-benda yang berkaitan dengan tanah, yang selanjutnya disebut Hak Tanggungan, adalah hak jaminan yang dibebankan pada hak atas tanah sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria, berikut atau tidak berikut benda-benda lain yang merupakan satu kesatuan dengan tanah itu, untuk

23

Rachmadi Usman, Hukum Jaminan Keperdataan, Sinar Grafika, Jakarta, 2009, hlm.1-2.

24

Salim HS, Perkembangan Hukum Jaminan di Indonesia, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2004, hlm. 6.

25

Pasal 1 angka 23 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan Undang-Undang Perbankan Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan.

26

Sutan Remy Sjahdeini, Hak Tanggungan Asas-Asas Ketentuan-Ketentuan Pokok dan Masalah Yang Dihadapi oleh Perbankan (Suatu Kajian Mengenai Undang-Undang Hak Tanggungan), Alumni, Bandung, 1999, hlm.4-5


(36)

pelunasan utang tertentu, yang memberikan kedudukan yang diutamakan kepada kreditur tertentu terhadap kreditur-kreditur lain.27

h. Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan (SKMHT) adalah surat kuasa yang diberikan pemberi Hak Tanggungan (pemilik benda jaminan) kepada kreditur sebagai penerima Hak Tanggungan untuk membebankan Hak Tanggungan atas objek Hak Tanggungan.28

i. Ingkar janji (wanprestasi)

Wujud dari tidak memenuhi perikatan itu ada 3 (tiga) macam, yaitu : 1) Debitur sama sekali tidak memenuhi perikatan,

2) Debitur terlambat memenuhi perikatan,

3) Debitur keliru atau tidak pantas memenuhi perikatan.29

G. Metode Penelitian

Istilah “metodologi” berasal dari kata “metode” yang berarti “jalan ke”, namun demikian, menurut kebiasaan metode dirumuskan, dengan kemungkinan-kemungkinan, sebagai berikut30 :

1) Suatu tipe pemikiran yang dipergunakan dalam penelitian dan penilaian, 2) Suatu teknik yang umum bagi ilmu pengetahuan,

3) Cara tertentu untuk melaksanakan suatu prosedur.

Agar penelitian tersebut memenuhi syarat keilmuan, maka diperlukan pedoman yang disebut metode penelitian. Metode penelitian adalah cara-cara berfikir

27

Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan Atas Tanah Beserta Benda-benda Yang Berkaitan Dengan Tanah.

28

Sutarno, Aspek-Aspek Hukum Perkreditan pada Bank, Cet.Ke-3, Alfabeta, Jakarta, 2005, hlm. 179.

29

Mariam Darus Badrulzaman et al.,Kompilasi Hukum Perikatan, op. cit, hlm.18-19.

30


(37)

dan berbuat, yaitu dipersiapkan dengan baik-baik untuk mengadakan penelitian dan untuk mencapai suatu tujuan penelitian31.

Penulisan sebagai salah satu jenis karya tulis ilmiah membutuhkan data-data yang mempunyai nilai kebenaran yang dapat dipercaya. Untuk memperoleh data-data sebagaimana yang dimaksud maka dilakukan suatu metode tertentu, karena setiap cabang ilmu pengetahuan mempunyai metode penulisan tersendiri.

Maka dalam tulisan hukum secara otomatis metode yang dipakai adalah metode penulisan hukum. Metode penulisan ini merupakan pedoman atau petunjuk dalam mempelajari, menganalisa, memahami serta menemukan penyelesaian bagi permasalahan yang dihadapai.

Adapun metode yang dipergunakan dalam penelitian ini antara lain : 1. Spesifikasi Penelitian

Penelitian ini memiliki sifat deskriptif analitis, maksudnya suatu penelitian yang menggambarkan, menelaah, menjelaskan dan menganalisis hukum baik dalam bentuk teori maupun praktek dari hasil penelitian dilapangan32. Sehingga penelitian ini dapat memberikan gambaran tentang Pelaksanaan Kredit Pemilikan Rumah Sederhana dengan pengikatan Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan (SKMHT) diuji petikkan lewat PMNA/Kepala BPN Nomor 4 Tahun 1996, berikut segala permasalahan yang akan timbul. Penelitian ini dilakukan melalui pendekatan peraturan perundang-undangan.

31

Kartini Kartono, Pengantar Metodologi Riset Sosial, Alumni, Bandung, 1986, hlm.15-16.

32


(38)

2. Metode Pendekatan.

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian hukum normatif atau yuridis normatif, yakni penelitian hukum yang meletakkan hukum sebagai sebuah bangunan sistem norma. Sistem norma yang dimaksud adalah mengenai asas-asas, norma, kaidah dari peraturan perundangan, putusan pengadilan, perjanjian serta doktrin (ajaran)33.

Penelitian hukum normatif selalu mengambil isu dari hukum sebagai sistem norma yang digunakan untuk memberikan “justifikasi” preskriptif tentang suatu peristiwa hukum, sehingga penelitian hukum normatif menjadikan sistem norma sebagai pusat kajiannya. Sistem norma dalam arti yang sederhana adalah sistem kaidah atau aturan, sehingga penelitian hukum normatif adalah penelitian yang mempunyai objek kajian tentang kaidah atau aturan hukum sebagai suatu bangunan sistem yang terkait dengan suatu peristiwa hukum.

Jadi penelitian ini dilakukan dengan maksud untuk memberikan argumentasi hukum tentang pelaksanaan kredit Pemilikan Rumah Sederhana dengan pengikatan Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan (SKMHT) yang ditinjau dari PMNA/Kepala BPN Nomor 4 Tahun 1996 tentang penetapan batas waktu penggunaan Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan untuk mnjamin pelunasan kredit-kredit tertentu.

33

Mukti Fajar Nur Dewata dan Yulianto Achmad, Dualisme Penelitian Hukum Normatif dan Empiris, op. cit. hlm.34.


(39)

3. Teknik Pengumpulan Data

Pengumpulan data diperoleh dari penelitian kepustakaan yang didukung dengan penelitian lapangan. Penelitian kepustakaan (library research) yaitu menghimpun data dengan melakukan penelaahan bahan kepustakaan atau data sekunder yang meliputi bahan hukum primer, bahan hukum sekunder dan bahan hukum tertier.34

a. Bahan hukum primer, yaitu bahan-bahan hukum yang mengikat, antara lain : 1) Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.

2) Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan.

3) Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria.

4) Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan Atas Tanah Beserta Benda-Benda Yang Berkaitan Dengan Tanah.

5) Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 4 Tahun 1996 tentang Penetapan Batas Waktu Penggunaan Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan Untuk Menjamin Pelunasan Kredit-Kredit Tertentu.

6) Peraturan Menteri Negara Perumahan Rakyat Nomor 10 Tahun 2010 tentang Pengadaan Perumahan Melalui Kredit/Pembiayaan Pemilikan

34

Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan Singkat, Rajawali Press, Jakarta, 1995, hlm. 39.


(40)

Rumah Sejahtera Dengan Dukungan Bantuan Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan.

7) Surat Edaran atau peraturan-peraturan Bank Indonesia dan peraturan lainnya yang terkait dengan Kredit Pemilikan Rumah Sederhana.

b. Bahan hukum sekunder adalah bahan hukum yang memberikan penjelasan mengenai bahan hukum primer, seperti : hasil-hasil penelitian dan karya ilmiah dari kalangan hukum, yang terkait dengan masalah penelitian.

c. Bahan tertier adalah bahan pendukung diluar bidang hukum seperti kamus ensiklopedia atau majalah yang terkait dengan masalah penelitian.

4. Alat Pengumpulan Data

Pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan dengan cara :

a. Studi Dokumen yaitu menghimpun data dengan melakukan penelaahan bahan kepustakaan atau data sekunder yang meliputi bahan hukum primer, bahan hukum sekunder dan bahan hukum tertier, berupa dokumen-dokumen maupun peraturan perundang-undangan yang berlaku, yang tekait dengan pelaksanaan kredit pemilikan rumah sederhana dengan pembebanan Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan.

b. Wawancara (interview) adalah sekumpulan pertanyaan (tersusun dan bebas) yang diajukan dalam situasi atau keadaan tatap muka atau langsung berhadapan dan catatan lapangan diperlukan untuk menginventarisir hal-hal


(41)

baru yang terdapat dilapangan yang ada kaitannya dengan daftar pertanyaan yang sudah dipersiapkan35, antara lain dengan :

1) Legal Staff dan Bagian Kredit Bank BTN Medan. 2) Pegawai Badan Pertanahan Nasional Kota Medan 3) Notaris/PPAT Kota Medan/sekitarnya.

5. Analisis Data

Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis data kualitatif, yaitu data yang diperoleh disusun secara sistematis kemudian dianalisis secara kualitatif agar dapat diperoleh kejelasan masalah yang akan dibahas.

Pengertian analisis disini dimaksudkan sebagai suatu penjelasan dan penginterpretasian secara logis dan sistematis. Logis sistematis menunjukkan cara berfikir deduktif dan mengikuti tata tertib dalam penulisan laporan penelitian ilmiah. Setelah analisis data selesai maka hasilnya akan disajikan secara deskriptif, yaitu dengan menuturkan dan menggambarkan apa adanya sesuai dengan permasalahan yang diteliti.36 Dari hasil tersebut kemudian ditarik suatu kesimpulan yang merupakan jawaban atas permasalahan yang diangkat dalam penelitian ini.

35

J. Supranto, Metode Riset, Rineka Cipta, Jakarta, 1997, hlm. 83.

36

H.B. Sutopo, Metodologi Penelitian Hukum Kualitatif, Bagian II, UNS Press, Surabaya, 1998, hlm. 37.


(42)

BAB II

PELAKSANAAN KREDIT PEMILIKAN RUMAH SEDERHANA DENGAN PENGIKATAN SURAT KUASA MEMBEBANKAN HAK TANGGUNGAN (SKMHT) DITINJAU DARI PMNA/KEPALA BPN NOMOR 4 TAHUN 1996

A. Aspek Hukum Perjanjian Kredit Sederhana

Perjanjian kredit merupakan salah satu jenis perjanjian sehingga sebelum membahas secara khusus mengenai perjanjian kredit perlu dibahas secara garis besar tentang ketentuan umum atau ajaran umum hukum perikatan yang terdapat dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPerdata) karena ketentuan umum dalam KUHPerdata tersebut menjadi dasar atau asas umum yang konkrit dalam membuat semua perjanjian apapun. KUHPerdata buku III Bab I s/d Bab IV Pasal 1319 menegaskan:

Semua perjanjian baik yang mempunyai suatu nama khusus maupun yang tidak dikenal dengan suatu nama khusus maupun yang tidak dikenal dengan suatu nama tertentu, tunduk pada peraruran-peraturan umum yang termuat dalam Bab II dan Bab I KUHPerdata.

Ada bermacam-macam mengenai perjanjian baik yang telah diatur secara khusus dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPerdata) yang disebut perjanjian khusus atau perjanjian bernama maupun perjanjian bernama di luar KUHPerdata. Disebut perjanjian khusus atau perjanjian bernama karena jenis-jenis perjanjian yang diatur dalam KUHPerdata tersebut oleh pembentuk undang-undang sudah diberikan namanya misalnya perjanjian jual beli, perjanjian sewa menyewa, perjanjian hibah, perjanjian pinjam meminjam dan lain-lain. Namun dalam


(43)

perkembangan jenis-jenis perjanjian dalam KUHPerdata tidak dapat memenuhi kebutuhan kehidupan masyarakat dalam bidang ekonomi dan perdagangan sehingga tumbuh atau muncul berbagai jenis perjanjian bernama yang tidak diatur dalam KUHPerdata seperti misalnya perjanjian sewa beli atau leasing, perjanjian distributor, perjanjian kredit, perjanjian membangun bangunan dan lain-lain.

Dalam membuat perjanjian bernama yang telah diatur dalam KUHPerdata atau yang diatur di luar KUHPerdata, atau apapun jenis dan nama perjanjian itu maka syarat dan ketentuan dari perjanjian tersebut harus mengacu pada ketentuan umum hukum perikatan.

1. Perjanjian Pada Umumnya

Mengenai istilah perjanjian dalam Hukum Perdata Indonesia yang berasal dari istilah Belanda sebagai sumber aslinya sampai saat ini belum ada kesamaan dan kesatuan dalam menyalin ke dalam bahasa Indonesia dengan kata lain belum ada kesatuan terjemahan untuk satu istilah asing ke dalam istilah teknis yuridis dari istilah Belanda ke dalam istilah Indonesia. Para ahli Hukum Perdata Indonesia menterjemahkan atau menyalin istilah perjanjian yang berasal dari istilah Belanda didasarkan pada pandangan dan tinjauan masing-masing. Dalam Hukum Perdata Nederland dalam hubungannya dengan istilah perjanjian dikenal dua istilah yaitu

Verbintenis dan Overeenkomst, dari dua istilah tersebut para ahli Hukum Perdata Indonesia berbeda-beda dalam menafsirkan ke dalam istilah Hukum Indonesia.


(44)

Subekti mengemukakan bahwa kata “perikatan” atau Verbintenis mempunyai arti yang lebih luas dari “perjanjian”, sebab dalam Buku III KUHPerdata, diatur juga perihal hubungan hukum yang sama sekali tidak bersumber pada suatu persetujuan atau perjanjian, yaitu perihal perikatan yang timbul dari perbuatan yang melanggar hukum (onrechmatige daad) dan perihal perikatan yang timbul dari pengurusan kepentingan orang lain yang tidak berdasarkan persetujuan (zaakwaarneming).37 Sedangkan menurut Koesumadi bahwa verbintenis diterjemahkan dengan perutangan dengan alasan karena menganggap perikatan yang terdapat dalam hukum Perdata hanyalah perikatan yang terletak dalam lapangan hukum harta kekayaan saja bukan perikatan pada umumnya.38

Menurut Pasal 1233 KUHPerdata yang berbunyi “Tiap-tiap perikatan dilahirkan karena persetujuan atau karena undang-undang”. Dari bunyi pasal tersebut secara jelas bahwa sumber hukum perikatan yaitu:

a. Perjanjian atau persetujuan adalah sumber penting yang melahirkan perikatan karena perjanjian ini yang paling banyak di lakukan di dalam kehidupan masyarakat. Misalnya jual beli, sewa menyewa adalah perjanjian menerbitkan perikatan.

b. Undang-Undang sebagai sumber perikatan dibagi dua (Pasal 1352 KUHPerdata) yaitu:

1) Bersumber pada undang-undang saja misalnya orang tua yang berkewajiban untuk memberikan nafkah adalah perikatan yang lahir dari undang-undang saja.

2) Bersumber pada undang-undang karena perbuatan manusia dibedakan menjadi dua:

a) Perbuatan manusia menurut hukum, misalnya mewakili urusan orang lain 1354 KUHPerdata (zaakwaarneming)

37

Subekti, Pokok-Pokok Hukum Perdata, Intermasa, Jakarta, 2001, hlm. 122.

38


(45)

b)Perbuatan manusia karena perbuatan melawan hukum, (Pasal 1365 KUHPerdata).39

Suatu perjanjian adalah suatu peristiwa dimana seorang berjanji kepada seorang lain atau dimana dua orang itu saling berjanji untuk melaksanakan sesuatu hal.40 Dari peristiwa ini, timbullah suatu hubungan antara dua orang tersebut yang dinamakan perikatan. Perjanjian ini menerbitkan suatu perikatan antara dua orang yang membuatnya. Dalam bentuknya, perjanjian itu berupa suatu rangkaian perkataan yang mengandung janji-janji atau kesanggupan yang diucapkan atau ditulis. Selain itu, perjanjian juga dinamakan persetujuan, karena dua pihak setuju untuk melakukan sesuatu sehingga antara perjanjian dan persetujuan memiliki arti yang sama. Sumber-sumber lain mencakup dengan nama undang-undang. Jadi, perikatan yang lahir dari perjanjian dikehendaki oleh dua orang atau dua pihak yang membuat suatu perjanjian, sedangkan perikatan yang lahir dari undang-undang diadakan oleh undang-undang diluar kemauan para pihak yang bersangkutan.41

Menurut Pasal 1313 KUH Perdata, “Suatu perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang atau lebih”. Jika diperhatikan dengan seksama rumusan yang diberikan dalam Pasal 1313 KUHPerdata tersebut ternyata menegaskan kembali bahwa perjanjian mengakibatkan seseorang mengikatkan dirinya terhadap orang lain. Ini berarti dari suatu perjanjian lahirlah kewajiban atau prestasi dari satu atau lebih orang (pihak) kepada satu orang

39Ibid. 40

Subekti, Hukum Perjanjian, Intermasa, Jakarta, 2005, hlm. 1.

41


(46)

atau lebih orang (pihak) lainnya, yang berhak atas prestasi tesebut. Rumusan tersebut memberikan konsekuensi hukum bahwa dalam suatu perjanjian akan selalu ada dua pihak, dimana satu pihak adalah pihak yang wajib berprestasi (debitur) dan pihak lainnya adalah pihak yang berhak atas prestasi tersebut (kreditur). Masing-masing pihak tersebut dapat terdiri dari satu orang atau lebih orang, bahkan dengan berkembangnya ilmu hukum, pihak tersebut dapat juga terdiri dari satu atau lebih badan hukum.42

Menurut Setiawan, rumusan Pasal 1313 KUHPerdata tersebut selain tidak lengkap juga sangat luas. Tidak lengkap karena hanya menyebutkan persetujuan sepihak saja. Sangat luas karena dengan dipergunakannya perkataan “perbuatan” tercakup juga perwakilan sukarela dan perbuatan melawan hukum. Sehubungan dengan itu, perlu kiranya diadakan perbaikan mengenai definisi tersebut, yaitu :

a. Perbuatan harus diartikan sebagai perbuatan hukum, yaitu perbuatan yang bertujuan untuk menimbulkan akibat hukum;

b. Menambahkan perkataan “atau saling mengikatkan dirinya” dalam Pasal 1313 KUHPerdata.

c. Sehingga perumusannya menjadi : “Persetujuan adalah suatu perbuatan hukum, dimana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya atau saling mengikatkan dirinya terhadap satu orang atau lebih.” 43

Para Sarjana Hukum Perdata pada umumnya berpendapat bahwa definisi perjanjian yang terdapat didalam ketentuan diatas adalah tidak lengkap, dan pula terlalu luas. Tidak lengkap karena yang dirumuskan itu hanya mengenai perjanjian sepihak saja. Definisi itu dikatakan terlalu luas karena dapat mencakup perbuatan didalam lapangan hukum keluarga, seperti janji kawin, yang merupakan perjanjian juga, tetapi sifatnya berbeda dengan perjanjian yang diatur dalam KUHPerdata Buku

42

Kartini Muljadi dan Gunawan Widjaja, Seri Hukum Perikatan, Perikatan Yang Lahir Dari Perjanjian, PT. RajaGrafindo Persada, Jakarta, 2003, hlm. 92.

43


(47)

III Perjanjian. Yang diatur dalam KUHPerdata Buku III kriterianya dapat dinilai secara materiil, dengan kata lain dinilai dengan uang.44

Untuk membuat suatu perjanjian harus memenuhi syarat-syarat supaya perjanjian diakui dan meningkat para pihak yang membuatnya. Pasal 1320 KUHPerdata menentukan syarat-syarat untuk sahnya suatu perjanjian diperlukan empat syarat yaitu:

1) Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya. 2) Cakap untuk membuat suatu perjanjian. 3) Mengenai hal atau obyek tertentu. 4) Suatu sebab ( causal) yang halal.

Dua syarat yang pertama, dinamakan syarat-syarat subyektif, karena mengenai orang-orangnya atau subyeknya yang mengadakan perjanjian, sedangkan dua syarat terakhir dinamakan syarat obyektif karena mengenai perjanjianya sendiri atau obyek dari perbuatan hukum yang dilakukan itu.45

Syarat pertama, dengan sepakat atau juga dinamakan perizinan, dimaksudkan bahwa kedua subyek yang mengadakan perjanjian itu harus sepakat, setuju atau seia-sekata mengenai hal-hal yang pokok dari perjanjian yang diadakan itu. Apa yang dikehendaki oleh pihak yang satu, juga dikehendaki oleh pihak yang lain. Mereka menghendaki sesuatu yang sama secara timbal balik.

Syarat kedua, orang yang membuat suatu perjanjian harus cakap menurut hukum. Pada umumnya orang dikatakan cakap melakukan perbuatan hukum apabila ia sudah dewasa, artinya sudah mencapai umur 21 tahun atau sudah kawin walaupun belum berumur 21 tahun. Dalam Pasal 1330 KUHPerdata disebut sebagai orang-orang yang tidak cakap untuk membuat suatu perjanjian adalah orang-orang-orang-orang yang belum dewasa, mereka yang ditaruh dibawah pengampuan, orang perempuan dalam

44

Mariam Darus Badrulzaman, et.al., Kompilasi Hukum Perikatan, Op. Cit, hlm. 65.

45


(48)

hal-hal yang ditetapkan oleh undang dan semua orang kepada siapa undang-undang telah melarang membuat perjanjian-perjanjian tertantu.

Syarat ketiga, bahwa suatu perjanjian harus mengenai suatu hal tertentu, artinya apa yang diperjanjikan hak-hak dan kewajiban kedua belah pihak jika timbul suatu perselisihan. Barang yang dimaksudkan dalam perjanjian paling sedikit harus ditentukan jenisnya. Bahwa barang itu sudah ada atau sudah berada ditangannya siberutang pada waktu perjanjian dibuat, tidak diharuskan oleh undang-undang. Juga jumlahnya tidak perlu disebutkan asal saja kemudian dapat dihitung atau ditetapkan.

Syarat keempat, untuk suatu perjanjian yang sah adanya suatu sebab yang halal. Dengan sebab ini dimaksudnya tiada lain daripada isi perjanjian. Dengan segera harus dihilangkan suatu kemungkinan salah sangka, bahwa sebab itu adalah sesuatu yang menyebabkan seseorang membuat perjanjian yang termaksud. Bukan itu yang dimaksudkan oleh undang-undang dengan sebab yang halal itu. Sesuatu yang menyebabkan seorang membuat suatu perjanjian atau dorongan jiwa untuk membuat suatu perjanjian pada asasnya tidak diperdulikan oleh undang-undang. Hukum pada asasnya tidak menghiraukan apa yang berada dalam gagasan seseorang atau apa yang dicita-citakan seseorang. Yang diperhatikan oleh hukum atau undang-undang hanyalah tindakan orang-orang dalam masyarakat.

Jadi selain dari syarat-syarat sahnya suatu perjanjian tersebut diatas, juga harus diperhatikan ketentuan Pasal 1338 KUHPerdata, dimana perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya, tidak dapat ditarik kembali tanpa persetujuan kedua belah pihak atau karena alasan-alasan yang cukup menurut undang-undang dan harus dilaksanakan dengan itikad baik.

Tentang berakhirnya atau hapusnya perjanjian, menurut Pasal 1381 KUHPerdata bahwa hapusnya atau berakhirnya perjanjian disebabkan peristiwa-peristiwa sebagai berikut :

a) Karena ada pembayaran

b) Penawaran pembayaran tunai diikuti dengan penyimpanan atau penitipan atau dalam Bahasa Belanda dinamakan consignatie

c) Novasi Atau Pembaruan Utang d) Kompensasi Atau Perjumpaan Utang e) Pencampuran Utang

f) Pembebasan Utang

g) Musnahnya Barang Yang Terutang h) Pembatalan Perjanjian


(49)

i) Berlakunya Suatu Syarat Batal

j) Daluwarsa Atau Lewatnya Waktu Atau Verjaring

Pada pasal 1381 KUHPerdata mengatur berbagai cara hapusnya perikatan-perikatan untuk perjanjian dan perikatan-perikatan yang lahir dari undang-undang dan cara-cara yang ditunjukkan oleh pembentuk undang-undang itu tidaklah bersifat membatasi para pihak untuk menciptakan cara yang lain untuk menghapuskan suatu perikatan. Juga cara-cara yang tersebut dalam Pasal 1381 KUHPerdata itu tidaklah lengkap, karena tidak mengatur misalnya hapusnya perikatan, karena meninggalnya seorang dalam suatu perjanjian yang prestasinya hanya dapat dilaksanakan oleh salah satu pihak.

Lima cara pertama yang tersebut didalam Pasal 1381 KUHPerdata menunjukkan bahwa kreditur tetap menerima prestasi dari debitur. Dalam cara keenam yaitu pembebasan utang, maka kreditur tidak menerima prestasi, bahkan sebaliknya yaitu secara sukarela melepaskan haknya atas prestasi. Pada keempat cara terakhir maka kreditur tidak menerima prestasi, karena perikatan tersebut gugur ataupun dianggap telah gugur.46

Selain itu, menurut Hartono Hadi Soeprapto47, hapusnya perjanjian dapat terjadi karena :

(1) ditentukan dalam perjanjian oleh para pihak;

(2) Undang-Undang menentukan batas berlakunya suatu perjanjian;

(3) pernyataan dari pihak-pihak atas salah satu pihak untuk menghentikan perjanjian;

46

Mariam Darus Badrulzaman, et.al., Kompilasi Hukum Perikatan,Op. Cit., hlm.115-116.

47

Hartono Hadi Soeprapto, Pokok-Pokok Hukum Perikatan dan Hukum Jaminan, Liberty, Yogyakarta, 1984, hlm 28.


(50)

(4) tujuan perjanjian telah tercapai.

Menurut ketentuan undang-undang dalam perjanjian pinjam-meminjam atau perjanjian kredit "orang yang meminjamkan tidak boleh meminta kembali apa yang telah dipinjamkan, sebelum lewatnya waktu yang telah ditentukan, dalam perjanjian".48 Begitu pula pihak si peminjam atau "orang yang menerima pinjaman sesuatu diwajibkan mengembalikannya dalam jumlah dan keadaan yang sama, dan pada waktu yang telah ditentukan".49

2. Perjanjian Kredit Perbankan

Dalam artian luas kredit diartikan sebagai kepercayaan. Begitu pula dalam bahasa latin kredit berarti ”credere” artinya percaya. Dapat dikatakan dalam hubungan ini bahwa kreditur atau pihak yang memberikan kredit (bank) dalam hubungan perkreditan dengan debitur (nasabah penerima kredit) mempunyai kepercayaan bahwa debitur dalam waktu dan dengan syarat-syarat yang telah disetujui bersama dapat mengembalikan kredit yang bersangkutan.50

Beberapa sarjana berpendapat rnengenai pengertian kredit yaitu :

a. Muchdarsyah Sinungan mengatakan, kredit adalah suatu pemberian prestasi oleh suatu pihak kepada pihak lain dan prestasi itu akan dikembalikan pada suatu masa tertentu yang akan datang disertai dengan suatu kontra prestasi berupa bunga.51

b. Susatyo Reksodiprodjo mengatakan, kredit adalah lalulintas pembayaran dan penukaran barang dan jasa, dimana pihak ke satu memberikan prestasi

48

Pasal 1759 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.

49

Pasal 1763 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.

50

Rachmadi Usman, Aspek-Aspek Hukum Perbankan Di Indonesia, PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 2003. Hlm. 236.

51

Muchdarsyah Sinungan MZ., Dasar-Dasar dan Tehnik Manajemen Kredit, Bina Aksara, Jakarta, 1987. hlm 12.


(51)

baik berupa uang, barang, jasa ataupun prestasi lain, sedangkan imbangan prestasinya akan diterima kemudian.52

Bagi masyarakat Indonesia, istilah kredit tersebut sudah tidak asing lagi dan dalam praktiknya sudah dilaksanakan secara luas. Kebiasaan ini rupanya mendorong para konseptor yang ditugaskan membuat undang-undang pokok tentang perbankan, untuk merumuskannya sebagai suatu istilah yang resmi dalam Undang-Undang No.10 Tahun 1998.

Menurut UU Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan, bahwa kredit adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam-meminjam antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam untuk melunasi utangnya setelah jangka waktu tertentu dengan pemberian bunga.53

Berdasarkan uraian tersebut di atas dapatlah disimpulkan, bahwa penyediaan uang atas tagihan-tagihan itu harus didahului oleh suatu persetujuan antara kreditur dengan pihak lain, dengan kewajiban setelah jangka waktu tertentu debitur harus mengembalikan uang yang telah dipakainya beserta bunganya, berdasarkan persetujuan pinjam meminjam yang mereka sepakati bersama.

Sehingga menurut pasal tersebut, unsur- unsur kredit adalah:

1) Adanya kesepakatan atau perjanjian antara pihak kreditur dengan pihak debitur, yang disebut dengan perjanjian kredit.

2) Adanya para pihak, yaitu pihak kreditur sebagai pihak yang memberikan jaminan, yang dalam hal ini adalah bank, dan pihak debitur sebagai pihak yang membutuhkan uang pinjaman atau barang atau jasa.

3) Adanya unsur kepercayaan dari kreditur bahwa pihak debitur mau dan mampu membayar atau mencicicl kreditnya.

4) Adanya kesanggupan dan janji membayar utang dari pihak debitur.

52

A.A. Rachmat M.Z, Tanya Jawab Perkreditan, Remadja Karya, Bandung, 1987, hlm. 2.

53


(1)

DAFTAR PUSTAKA

A. Buku-Buku

Adjie, Habib, Pemahaman Terhadap Bentuk Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan, Bandung, Mandar Maju, 1999.

___________, Sekilas Dunia Notaris & PPAT Indonesia, Bandung, Mandar Maju, 2009.

Badrulzaman, Mariam Darus, Kompilasi Hukum Jaminan, Bandung, Mandar Maju, 2004.

Badrulzaman, Mariam Darus et.al, Kompilasi Hukum Perikatan, Bandung, Citra Aditya Bakti, 2001.

Bahsan, M, Hukum Jaminan dan Jaminan kredit Perbankan Indonesia, Jakarta, PT. Raja Grafindo Persada, 2007.

_______, Hukum Jaminan dan Jaminan Kredit Perbankan Indonesia, Jakarta, RajaGrafindo Perkasa, 2010.

Blaang, C. Djemabut, Perumahan dan Pemukiman sebagai Kebutuhan Pokok, Jakarta, Yayasan Obor Indonesia, 1986.

Budiono, Herlien, Ajaran Umum Hukum Perjanjian dan Penerapannya di Bidang Kenotariatan, Bandung, Citra Aditya Bakti, 2009.

Dendawijaya, Lukman, Manajemen Perbankan, Jakarta, Ghalia Indonesia, 2001. Dewata, Mukti Fajar Nur dan Yulianto Achmad, Dualisme Penelitian Hukum

Normatif dan Empiris, Yogyakarta, Pustaka Pelajar, 2010.

Dirdjosisworo, Soedjono, Hukum Perusahaan Mengenai Hukum Perbankan Di Indonesia (Bank Umum), Bandung, Mandar Maju, 2003.

Djumhana, Muhamad , Hukum Perbankan di Indonesia, Cet. Ke-3, Bandung, Citra Aditya Bakti, 2003.


(2)

Harsono, Boedi, Hukum Agraria Indonesia, Jakarta, Djembatan, 1999.

___________, Hukum Agraria Indonesia, (Sejarah Pembentukan, Undang-Undang Pokok Agraria, Isi dan Pelaksanaannya), Jakarta, Djambatan, 2007.

Hasbullah, Fieda Husni, Hukum Kebendaan Perdata (Hak-hak Yang Memberi Jaminan),Jilid 2, Jakarta, Ind-Hill Co, 2009.

Hasibuan, Melayu, Dasar-dasar Perbankan, Jakarta, Bumi Aksara, 2001.

HS, Salim, Pengantar Hukum Perdata Tertulis ( BW ), Jakarta, Sinar Grafika, 2000. _________, Perkembangan Hukum Jaminan di Indonesia, Jakarta, Raja Grafindo

Persada, 2004.

________, Perkembangan Hukum Kontrak Di Luar KUHPerdata, Jakarta, Raja Grafindo Persada, 2006.

Huijbers, Theo, Filsafat Hukum Dalam Lintasan Sejarah, Jakarta, Kanisius, 1982. Kamelo, Tan, “Perkembangan Lembaga Jaminan Fiducia: Suatu Tinjauan Putusan

Pengadilan dan Perjanjian di Sumatera Utara”, Disertasi, Medan, PPs-USU, 2002.

Kartono, Kartini, Pengantar Metodologi Riset Sosial, Alumni, Bandung, 1986. Kasmir, Dasar-Dasar Perbankan, Jakarta, RajaGrafindo Persada, 2003.

_____, Bank Dan Lembaga Keuangan Lainnya, Jakarta, Raja Grafindo Persada, 2004.

Komaruddin dan Yooke Tjuparmah Komaruddin, Kamus Istilah Karya Tulis Ilmiah, Jakarta, Bumi Aksara, 2000.

Kusumohamidjojo, Budiono, Panduan Untuk Merancang Kontrak, Jakarta, Grasindo, 2001.

Lubis, M. Solly, Filsafat Ilmu dan Penelitian, Bandung, CV. Mandar Maju, 1994. Mertokusumo, Sudikno, Mengenal Hukum (Suatu Pengantar), Yogyakarta, Liberty,


(3)

Muhammad, Abdulkadir, Hukum Perdata Indonesia, Bandung, Citra Aditya Bakti, 2000.

Muljadi, Kartini dan Gunawan Widjaja, Seri Hukum Perikatan, Perikatan Yang Lahir Dari Perjanjian, Jakarta, RajaGrafindo Persada, 2003.

________________________________, Seri Hukum Harta Kekayaan : Hak Tanggungan, Jakarta, Kencana Prenada Media Group, 2005.

MZ, Muchdarsyah Sinungan, Dasar-Dasar dan Tehnik Manajemen Kredit, Jakarta, Bina Aksara, 1987

.

M. Z, A.A. Rachmat, Tanya Jawab Perkreditan, Bandung, Remadja Karya, 1987. Naja, H.R. Daeng, Hukum Kredit dan Bank Garansi, Bandung, Citra Aditya Bakti,

2005.

Perangin-angin, Effendi, Praktik Penggunaan Tanah sebagai Jaminan Kredit, Jakarta, Rajawali, 1981.

____________________, Praktek Penggunaan Tanah sebagai Jaminan Kredit, Jakarta, Rajawali, 1991.

Rahardja, Pratama, Uang & Perbankan, Jakarta, Rineka Cipta, 1987.

Rahman, Hasanuddin, Aspek-aspek Hukum Pemberian Kredit Perbankan di Indonesia, Bandung, Citra Aditya Bakti, 1995.

Satrio, J, Hukum Jaminan, Hak Jaminan Kebendaan, Hak Tanggungan Buku 1, Bandung, Citra Aditya Bakti, 1997.

Satrio, J, Hukum Jaminan, Hak Jaminan Kebendaan, Hak Tanggungan Buku 2, Bandung, Citra Aditya Bakti, 1998.

______, Hukum Jaminan, Hak-Hak Jaminan Kebendaan, Bandung, Citra Aditya Bakti, 2002.

Sjahdeini, Sutan Remy, Kebebasan Berkontrak Dan Perlindungan Yang Seimbang Bagi Para Pihak Dalam Perjanjian Kredit Bank di Indonesia, /Jakarta, Institut Bankir Indonesia, 1993.


(4)

_____________________, Beberapa Permasalahan UUHT Bagi Perbankan dalam Persiapan Pelaksanaan Hak Tanggungan di Lingkungan Perbankan, Bandung, Citra Aditya Bakti, 1996.

____________________, Hak Tanggungan Asas-Asas Ketentuan-Ketentuan Pokok dan Masalah Yang Dihadapi oleh Perbankan (Suatu Kajian Mengenai Undang-Undang Hak Tanggungan), Bandung, Alumni, 1999.

Sofwan, Sri Soedewi Masjchoen, Hukum Jaminan di Indonesia Pokok-Pokok Hukum Jaminan dan Jaminan Perorangan, Yogyakarta, Liberty, 1980.

Soekanto, Soerjono, Pengantar Penelitian Hukum, Jakarta, UI Press, 1986. _______________, Pengantar Penelitian Hukum, Jakarta, UI Press, 2008.

Soekanto, Soerjono dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan Singkat, Jakarta, Rajawali Press, 1995.

Soeprapto, Hartono Hadi, Pokok-Pokok Hukum Perikatan dan Hukum Jaminan, Yogyakarta, Liberty, 1984.

Subekti, Hukum Perjanjian, Jakarta, Internusa, 1984.

_______, Pokok Pokok Hukum Perdata, Jakarta, Internusa, 1985. _______, Pokok-Pokok Hukum Perdata, Jakarta, Intermasa,2001. _______, Hukum Perjanjian, Jakarta, Internusa, 2005.

Subekti dan Tjitrosudibio, Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, Cet.31, Jakarta, Pradnya Paramita, 2001.

Sudarsono, Pengantar Ilmu Hukum, Jakarta, Rineka Cipta, 1995. ________, Kamus Hukum, Jakarta, Rineka Cipta, 2007.

Supramono, Gatot, Perbankan Dan Masalah Kredit, (Suatu Tinjauan Di Bidang Yuridis), Jakarta, Rineka Cipta, 2009.


(5)

Sutarno, Aspek-Aspek Hukum Perkreditan pada Bank, Cet.Ke-3, Jakarta, Alfabeta, 2005.

Sutedi, Adrian, Hukum Hak Tanggungan, Jakarta, Sinar Grafika, 2010.

Sutopo, H.B, Metodologi Penelitian Hukum Kualitatif, Bagian II, Surabaya, UNS Press, 1998.

Usman, Rachmadi, Aspek-Aspek Hukum Perbankan Di Indonesia, Jakarta, Gramedia Pustaka Utama, 2003.

______________, Hukum Jaminan Keperdataaan, Jakarta, Sinar Grafika, 2009.

B. Perundang-undangan

Kitab Undang-Undang Hukum Perdata

Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan Atas Tanah Beserta Benda-Benda Yang Berkaitan Dengan Tanah.

Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan Undang-Undang Perbankan Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan.

Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris.

Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman

Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala BPN Nomor 3 Tahun 1996 tentang Bentuk Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan, Akta Pemberian Hak Tanggungan, Buku Tanah Hak Tanggungan dan Sertipikat Hak Tanggungan Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 4

Tahun 1996 tentang Penetapan Batas Waktu Penggunaan Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan untuk Menjamin Pelunasan Kredit-Kredit Tertentu.

Peraturan Pemerintah Nomor 37 Tahun 1998 tentang Peraturan Jabatan Pejabat Pembuat Akta Tanah.


(6)

Peraturan Menteri Negara Perumahan Rakyat Nomor 14 Tahun 2010 tentang Pengadaan Perumahan Melalui Kredit/Pembiayaan Pemilikan Rumah Sejahtera Dengan Dukungan Bantuan Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan.

Artikel (Majalah/Makalah)

Adjie, Habib, Undang-Undang Jabatan Notaris (UUJN) Sebagai Unifikasi Hukum Pengaturan Notaris, Renvoi, Nomor 28. Th.III, 3 September 2005.

Paripurno, Judo, Makalah Seminar Nasional “Menyongsong Berlakunya Undang-Undang Hak Tanggungan Atas Tanah Dan Benda-Benda Yang Berkaitan Dengan Tanah”, Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada, Program Pendidikan Spesialis Notariat UGM, Pusat Pengkajian Hukum Tanah FH-UGM, Yogyakarta, tanggal 25 Maret 1996.