BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Pengertian dan Fungsi Rumah Sakit
Menurut WHO 1981 rumah sakit didefinisikan sebagai suatu bagian menyeluruh dari organisasi sosial dan medis yang berfungsi memberikan pelayanan
kesehatan lengkap kepada masyarakat, baik kuratif maupun rehabilitatif, baik pelayanan kepada keluarga maupun lingkungan, sedangkan ke dalamnya rumah sakit
merupakan pusat latihan tenaga kesehatan serta bio sosial. Willan 1990 menyebutkan bahwa istilah hospital berasal dari bahasa latin
hospitum yang artinya suatu tempat untuk menerima tamu. Yu 1997 menyebutkan bahwa istilah hospital berasal dari bahasa Perancis kuno dan medieval English yang
didefinisikan sebagai: a.
Tempat untuk istirahat dan hiburan.
b. Institusi sosial untuk mereka yang membutuhkan akomodasi, lemah dan sakit.
c. Institusi sosial untuk pendidikan kaum muda.
d. Institusi untuk merawat mereka yang sakit dan cedera.
Dalam perkembangannya definisi tentang rumah sakit terus mengalami penyempurnaan dan oleh American Hospital Association pada tahun 1978 disebutkan
bahwa rumah sakit adalah suatu institusi yang fungsi utamanya adalah untuk
Melva Advenia Veronica Samosir : Pengaruh Mutu Pelayanan Terhadap Pemanfaatan Instalasi Farmasi Rumah Sakit Umum Daerah IFRSUD Pandan Tahun 2008, 2009
USU Repository © 2008
memberikan pelayanan kepada pasien-diagnostik dan terapeutik untuk berbagai penyakit dan masalah kesehatan, baik yang bersifat bedah maupun non bedah.
Rumah sakit merupakan salah satu bagian dari sistem pelayanan kesehatan yang bertanggung jawab untuk pelayanan promotif, preventif, kuratif dan
rehabilitatif.
2.2. Instalasi Farmasi Rumah Sakit IFRS
IFRS adalah suatu departemen atau unit atau bagian di suatu rumah sakit di bawah pimpinan seorang apoteker dan dibantu oleh beberapa orang apoteker yang
memenuhi persyaratan peraturan perundang-undangan yang berlaku dan kompeten secara profesional, tempat atau fasilitas penyelenggaraan yang bertanggung jawab
atas seluruh pekerjaan serta pelayanan paripurna, mencakup perencanaan; pengadaan; produksi; penyimpanan perbekalan kesehatansediaan farmasi; dispending obat
berdasarkan resep bagi penderita rawat tinggal dan rawat jalan; pengendalian mutu; dan pengendalian distribusi dan penggunaan seluruh perbekalan kesehatan di rumah
sakit; pelayanan farmasi klinik umum dan spesialis, mencakup pelayanan langsung pada penderita dan pelayanan klinik merupakan program rumah sakit secara
keseluruhan Siregar, 2004. IFRS merupakan satu-satunya unit di rumah sakit yang bertugas dan
bertanggung jawab sepenuhnya pada pengelolaan semua aspek yang berkaitan dengan obatperbekalan kesehatan yang beredar dan digunakan di rumah sakit tersebut,
dikenal sebagai sistem 1 pintu.
Melva Advenia Veronica Samosir : Pengaruh Mutu Pelayanan Terhadap Pemanfaatan Instalasi Farmasi Rumah Sakit Umum Daerah IFRSUD Pandan Tahun 2008, 2009
USU Repository © 2008
Mengacu pada akreditasi RS dan SK Dirjen Yanmed Nomor 0428YAPI LEDRSKSK1989 Bab II Pasal 9 dalam Yusmainita 2005, yaitu:
1 Sebagai penanggung jawab atas pelaksanaan pengelolaan obat-obat di RS maka
IFRS berkewajiban dan harus mampu mengelola obat-obatan secara berdaya guna dan berhasil guna.
2 Untuk tercapainya tujuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat 1 maka
pengadaan obat-obatan RS didasarkan atas prosedur perencanaan yang baik. Dalam menyusun rencana pengadaan dan pengelolaan obat-obatan RS, Instalasi
Farmasi menggunakan data pemakaian obat-obatan di lapangan yang berasal dari semua unit instalasi RS.
3 Untuk dapat melaksanakan pengawasan dan pengendalian terhadap pelayanan
obat-obatan di RS, maka pelayanan obat-obatan di RS harus melalui 1 pintu. 4
Dengan sistem 1 pintu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat 3, maka unit distribusi IFRS Apotek RS secara bertahap harus difungsikan sepenuhnya
sebagai satu-satunya apotik RS yang berkewajiban melaksanakan pelayanan obat- obatan di RS.
Untuk melaksanakan tugasnya IFRS memerlukan manajemen farmasi yang sistematis yang tentu tidak terlepas dari konsep umum manajemen logistik, di mana
unsurnya meliputi: pengadaan yang berencana, pengangkutan eksternal yang terjamin, distribusi internal yang selamat dan aman dan pengendalian yang teliti
Aditama, 2005.
Melva Advenia Veronica Samosir : Pengaruh Mutu Pelayanan Terhadap Pemanfaatan Instalasi Farmasi Rumah Sakit Umum Daerah IFRSUD Pandan Tahun 2008, 2009
USU Repository © 2008
2.2.1. Organisasi IFRS
Menurut Hassan dalam Yusmainita 2005, IFRS harus mempunyai organisasi yang jelas dan memadai serta dipimpin oleh seorang apoteker yang mampu dan
profesional karena IFRS mempunyai organisasi yang jelas dan memadai, serta terdiri dari Yusmainita, 2005:
1. Pimpinan dan bagian administrasi.
2. Bagian penelitian.
3. Bagian pelayanan penderita rawat inap.
4. Bagian penderita rawat jalan.
5. Bagian informasi obat.
6. Bagian pengadaan perbekalan kesehatan.
7. Bagian pusat pelayanan perbekalan.
2.2.2. Sumber Daya Manusia IFRS
Untuk melaksanakan tugas IFRS, diperlukan: 1.
Apoteker Farmasi RS Hospital Pharmachist Yaitu seorang apoteker berpengalaman dan telah memperoleh gelar master
di bidang farmasi RS. 2.
Apoteker di RS Yaitu seorang apoteker penunjang dalam penyempurnaan pelayanan kepada
penderita. Dalam IFRS dibutuhkan beberapa apoteker sesuai fungsi RS. Peranan apoteker di RS adalah Depkes, 2005:
Melva Advenia Veronica Samosir : Pengaruh Mutu Pelayanan Terhadap Pemanfaatan Instalasi Farmasi Rumah Sakit Umum Daerah IFRSUD Pandan Tahun 2008, 2009
USU Repository © 2008
a. Pemantauan terapi obat.
b. Sejarah pengobatan penderita SPP.
c. Profil pengobatan penderita P3.
d. Konsultasi dengan profesional kesehatan penderita.
e. Pendidikan dan konseling penderita.
f. Manajemen obat untuk gawat darurat.
g. Pengendalian konsumsi obat di ruang penderita.
h. Pemantauan, deteksi, dokumentasi, pelaporan dan pengelolaan Reaksi Obat
Merugikan ROM. i.
Pendidikan obat in service bagi praktisi pelayanan kesehatan. j.
Partisipasi dalam evaluasi penggunaan obat dan program jaminan mutu lain. k.
Partisipasi mengambil keputusan dalam Panitia Farmasi dan Terapi PFT. l.
Anggota berbagai komite di RS. m.
Sentra informasi obat. n.
Penelitian sendiri dan partisipasi dalam penelitian yang berkaitan dengan obat, termasuk penyelidikan obat secara klinik.
3. Diploma Farmasi.
4. Asisten Apoteker.
5. Analisis Farmasi.
6. Tenaga Administrasi.
7. OperatorSTM Mesin.
Melva Advenia Veronica Samosir : Pengaruh Mutu Pelayanan Terhadap Pemanfaatan Instalasi Farmasi Rumah Sakit Umum Daerah IFRSUD Pandan Tahun 2008, 2009
USU Repository © 2008
2.2.3. ProsedurKebijakan yang Berlaku di IFRS
Sesuai dengan Keputusan Menkes RI No. 1197MenkesSK2004 dalam Menkes RI 2005, bahwa kebijakan dan prosedur yang ada harus tertulis dan
tercantum tanggal dikeluarkannya peraturan tersebut, serta harus mencerminkan standard pelayanan farmasi yang mutakhir, sesuai dengan peraturan dan tujuan pada
pelayanan farmasi itu sendiri. Beberapa peraturan yang mendasari sebagai dasar pengelolaan perbekalan
farmasi yang mendasari pelaksanaan pelayanan farmasi di RS: 1.
Undang-Undang No. 9 Tahun 1976 tentang Penyimpanan Narkotika. 2.
SK Menkes RI No. 453MenkesPerXI1983 tentang Bahan Berbahaya. 3.
Surat Edaran Dirjen Yanmed No. 1476YanmedRS UMDIKYMDXI89 tentang Juklak Pembentukan Komite Farmasi dan Terapi di RS.
4. SK Menkes RI No. 983MenkesSK XI1992 tentang Pedoman Rumah Sakit
Umum. 5.
SK Dirjen Yanmed No. YM 00.03.2.3.95195 tentang Juknis Panitia Farmasi dan Farmasi RS.
6. SK Dirjen Yanmed No. YM 00.06.2.3.730 tentang Pembentukan dan Tata Kerja
Komite RS. 7.
Pedoman Standar Farmasi RS ISFI tahun 2001. 8.
Kode Etik Apoteker Indonesia. 9.
Undang-Undang Kesehatan No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen. 10.
Undang-Undang Kesehatan No. 23 Tahun 1992.
Melva Advenia Veronica Samosir : Pengaruh Mutu Pelayanan Terhadap Pemanfaatan Instalasi Farmasi Rumah Sakit Umum Daerah IFRSUD Pandan Tahun 2008, 2009
USU Repository © 2008
11. Standar Pelayanan RS – Depkes 1999.
2.2.4. Sarana dan Prasarana IFRS
Menurut Yusmainita 2005, Sarana dan Prasarana yang cukup merupakan penunjang bagi terlaksananya farmasi RS yang baik, terutama:
1. Peralatan farmasi untuk persediaan, peracikan dan pembuatan obat, baik non
steril maupun steril. 2.
Peralatan kantor untuk administrasi dan arsip yang baik 3.
Kepustakaan yang memadai melaksanakan pelayanan informasi obat dan ruang konseling.
4. Lemari penyimpanan khusus untuk narkotik.
5. Lemari pendinginan dan AC untuk obat termolabil.
6. Ruangan-ruangan yang cukup untuk seluruh kegiatan farmasi RS, baik
gudang, ruang peracikan, produksi, distribusi, administrasi, informasi obat, maupun arsip.
7. Penerangan, sarana air, ventilasi dan sistem pembuangan limbah yang baik.
8. Ruang penyimpanan obatbahan obat mudah terbakar dan berbahaya.
2.3. Manajemen Logistik
2.3.1. Pengertian Manajemen Logistik
Proses logistik berhubungan dengan aktivitas kehidupan sehari-hari baik secara langsung maupun tidak langsung, aktivitas ini berhubungan penting dengan
Melva Advenia Veronica Samosir : Pengaruh Mutu Pelayanan Terhadap Pemanfaatan Instalasi Farmasi Rumah Sakit Umum Daerah IFRSUD Pandan Tahun 2008, 2009
USU Repository © 2008
masyarakat, organisasi, industri, dan juga secara individual, maka diperlukan manajemen di bidang logistik.
Menurut Lumenta dalam Yazid 2004, istilah logistik dalam lingkup rumah sakit merupakan sub sistem dan menjadi lebih sempit, yakni:
a. Suatu proses pengelolaan secara strategis terhadap pengadaan, penyimpanan,
pendistribusian serta pemantauan persediaan bahan serta barang yang diperlukan bagi produksi jasa rumah sakit.
b. Bagian dari rumah sakit yang bertugas menyediakan barang dan bahan yang
diperlukan untuk kegiatan operasional rumah sakit dalam jumlah, kualitas dan pada waktu yang tepat sesuai dengan harga efisien.
Mengacu pada berbagai pengertian manajemen logistik, penulis berpendapat bahwa manajemen logistik merupakan proses pengolahan perbekalan dengan jumlah,
kualitas, dan pada waktu yang tepat sesuai dengan kebutuhan dengan harga efisien. Manajemen logistik berfungsi untuk merencanakan, melaksanakan dan
mengendalikan keefisienan dan keefektifan aliran dan penyimpanan barang, pelayanan, dan informasi, terkait dari titik permulaan point of origin hingga titik
konsumsi point of consumtion dalam tujuannya untuk memenuhi kebutuhan para pelanggan Miranda dan Tunggal, 2005.
2.3.2. Peranan Logistik dalam Bidang Organisasi
Menurut Miranda dan Tunggal 2005, sekarang ini manajemen logistik yang efektif dikenal sebagai kunci elemen dalam pengembangan keuntungan dan hasil
Melva Advenia Veronica Samosir : Pengaruh Mutu Pelayanan Terhadap Pemanfaatan Instalasi Farmasi Rumah Sakit Umum Daerah IFRSUD Pandan Tahun 2008, 2009
USU Repository © 2008
yang kompetitif dari perusahaan. Bersamaan dengan keefisienan dan keefektifan operasional, orientasi pemasaran menyediakan kesempatan memperoleh keuntungan
yang kompetitif pada organisasi.
2.4. Proses Logistik IFRS
2.4.1. Perencanaan Perbekalan Farmasi
Perencanaan merupakan proses kegiatan dalam pemilihan jenis, jumlah, dan harga perbekalan farmasi yang sesuai dengan kebutuhan dan anggaran, untuk
menghindari kekosongan obat dengan menggunakan metode yang dapat dipertanggungjawabkan dan dasar-dasar perencanaan yang telah ditentukan.
Ada 3 jenis metode yang digunakan dalam perencanaan perbekalan farmasi rumah sakit Menkes RI, 2005:
1. Metode Konsumtif, yang didasarkan atas analisis data konsumtifpemakaian
perbekalan farmasi tahun sebelumnya. 2.
Metode Epidemiologi, yang didasarkan pada data jumlah kunjungan frekwensi penyakit, dan standar pengobatan yang ada.
3. Kombinasi Metode Konsumtif dan Epidemiologi.
2.4.2. Pengadaan dan Penerimaan Perbekalan Farmasi
Pengadaan perbekalan adalah proses untuk memperoleh pasokan perbekalan kesehatan dari pemasok eksternal melalui pembelian dari manufaktur, distributor,
atau pedagang besar farmasi. Siklus pengadaan mencakup Siregar, 2004:
Melva Advenia Veronica Samosir : Pengaruh Mutu Pelayanan Terhadap Pemanfaatan Instalasi Farmasi Rumah Sakit Umum Daerah IFRSUD Pandan Tahun 2008, 2009
USU Repository © 2008
1. Pemilihan metode pengadaan.
Pengadaan perbekalan kesehatan dapat dilakukan dengan 2 cara yaitu pembelian secara langsung dan melalui produksi sendiri.
2. Penetapanpemilihan pemasok.
3. Penetapan masa kontrak.
4. Pemantauan status pemesanan.
5. Penerimaan dan pemeriksaan perbekalan kesehatan.
6. Pembayaran.
7. Penyimpanan.
8. Distribusi.
9. Pengumpulan informasi penggunaan obat.
2.4.3. Penyimpanan Perbekalan Farmasi
Menurut Menkes RI 2005, Penyimpanan adalah suatu kegiatan pengaturan perbekalan farmasi menurut persyaratan yang ditetapkan disertai dengan sistem
informasi yang selalu menjamin ketersediaan perbekalan farmasi sesuai kebutuhan. Menurut Gitosudarmo dan Mulyono 1998, alasan penyimpanan adalah:
1. Produk musiman, yang merupakan produk bersifat musim, karena adanya periode
pertumbuhan. 2.
Permintaan yang tidak menentu. Menurut Miranda dan Tunggal 2005, tempat penyimpanan persediaan
diperlukan untuk:
Melva Advenia Veronica Samosir : Pengaruh Mutu Pelayanan Terhadap Pemanfaatan Instalasi Farmasi Rumah Sakit Umum Daerah IFRSUD Pandan Tahun 2008, 2009
USU Repository © 2008
1. Mencapai transportasi yang ekonomis.
2. Memelihara sumber persediaan.
3. Mengantisipasi kondisi perubahan pasar musiman, kompetisi, dan fluktuasi
permintaan. Mengacu pada berbagai teori di atas, penulis berpendapat penyimpanan
merupakan kegiatan pengaturan perbekalan di suatu tempat, sehingga menjaga persediaan tetap ada, dan mengurangi biaya.
Area penyimpanan harus mempertimbangkan faktor ventilasi, pencahayaan, sirkulasi udara, dan adanya kemungkinan kontaminasi dengan produk lain. Jalan
masuk area penyimpanan harus dengan sistem FIFO first in first out Siregar, 2004. Distribusi Perbekalan Farmasi
Proses penyampaian sediaan farmasi yang diminta dokter untuk penderita sampai diterima oleh penderita disebut pendistribusian sediaan farmasi, dan dalam
kegiatan ini terjadi proses pelayanan farmasi klinik dan non klinik. Sesuai dengan pendapat Siregar dalam buku Farmasi Rumah Sakit 2004, yang menyatakan
“Distribusi perbekalan kesehatan adalah pengantaran perbekalan kesehatan yang dimulai dari penerimaan order dokter di IFRS sampai di konsumsi oleh penderita”.
Suatu sistem distribusi obat yang efisien dan efektif sangat tergantung pada desain sistem dan pengelolaan yang baik. Beberapa jenis sistem distribusi obat untuk
penderita rawat inap adalah Siregar, 2004: 1.
Sistem distribusi resep obat individu dapat dilakukan secara sentralisasi dan desentralisasi. Resep individual adalah resep yang ditulis dokter untuk tiap
Melva Advenia Veronica Samosir : Pengaruh Mutu Pelayanan Terhadap Pemanfaatan Instalasi Farmasi Rumah Sakit Umum Daerah IFRSUD Pandan Tahun 2008, 2009
USU Repository © 2008
penderita. Sentralisasi adalah semua resep disiapkan dan didistribusikan oleh farmasi pusat. Desentralisasi adalah IFRS memiliki cabang-cabang, yang
berlokasi di daerah perawatan penderita. 2.
Sistem distribusi obat persediaan obat lengkap di ruang. Dalam sistem ini, semua obat yang dibutuhkan penderita tersedia lengkap di ruang penyimpanan obat,
kecuali obat yang jarang digunakan dan atau sangat mahal. Di sini IFRS hanya memeriksa dan memasok obat, tidak langsung memberi pelayanan, sehingga
tingkat kesalahan obat besar karena order obat tidak dikaji oleh apoteker. 3.
Sistem distribusi obat kombinasi resep individu dan persediaan di ruang desentralisasi.
4. Sistem distribusi obat dosis unit sentralisasidesentralisasi obat dosis unit adalah
obat yang di order oleh dokter untuk penderita, terdiri atas 1 atau beberapa jenis obat yang masing-masing dalam kemasan dosis unit tunggal dalam jumlah
persediaan yang cukup untuk suatu waktu tertentu.
2.4.4. Pengawasan Perbekalan Farmasi
Pengawasan merupakan evaluasi dari suatu pekerjaan yang telah direncanakan. Pengawasan perbekalan farmasi dilakukan terhadap kualitas, kuantitas
pengguna waktu dan biaya.
Melva Advenia Veronica Samosir : Pengaruh Mutu Pelayanan Terhadap Pemanfaatan Instalasi Farmasi Rumah Sakit Umum Daerah IFRSUD Pandan Tahun 2008, 2009
USU Repository © 2008
2.5. Kebutuhan Pelanggan
Kebutuhan manusia adalah keadaan merasa kekurangan. Kebutuhan meliputi kebutuhan dasar dan berupa makanan, pakaian, kehangatan, keamanan, kebutuhan
sosial berupa kebersamaan dan perhatian dan kebutuhan individu yaitu pengetahuan dan ekspresi diri. Hal ini hakikat biologis dan kondisi manusia, tidak diciptakan oleh
pemasar. Manusia memuaskan kebutuhan dan keinginannya melalui produk, baik itu berupa barang ataupun jasa Kotler dan Armstrong, 2001.
Menurut Kotler 2000, kunci pemasaran profesional adalah memenuhi apa yang sebenarnya diperlukan pelanggannya baik dari saingannya. Terhadap 5 jenis
kebutuhan pelanggan: 1.
Kebutuhan yang dikemukakan, pelanggan ingin harga murah. 2.
Kebutuhan sebenarnya, pelanggan bukan ingin harga murah, tetapi mudah didapat.
3. Kebutuhan yang tidak dikemukakan, pelanggan ingin pelayanan yang baik.
4. Kebutuhan kesenangan, pelanggan membeli produk dan dapat hadiah.
5. Kebutuhan rahasia, pelanggan ingin dinilai orang sekitarnya sebagai pembeli
yang in dan berwawasan nilai. Dalam pekerjaannya, IFRS berinteraksi dengan konsumen melalui pelayanan
farmasi klinik, sehingga pelayanan ini sangat penting untuk mengetahui kebutuhan konsumennya.
Melva Advenia Veronica Samosir : Pengaruh Mutu Pelayanan Terhadap Pemanfaatan Instalasi Farmasi Rumah Sakit Umum Daerah IFRSUD Pandan Tahun 2008, 2009
USU Repository © 2008
Kebutuhan pelanggan farmasi antara lain: 1.
Ketersediaan perbekalan farmasi Menurut
Green dalam Damaiaty 2003, “ketersediaan adalah salah satu faktor
yang dapat merealisasikan need”. 2.
Kemudahan mendapatkan perbekalan farmasi. 3.
Kesesuaian dengan permintaanresep. 4.
Informasi seputar perbekalan farmasi. 5.
Kecepatan memproses sampai memberikan obat. 6.
Harga perbekalan farmasi. Sesuai dengan pernyataan Siregar 2004, pelayanan IFRS adalah hasil yang
terjadi oleh kegiatan pada titik temu antara personel IFRS dan konsumen penderita dan profesional pelayan kesehatan serta kegiatan internal IFRS, guna
memenuhi kebutuhan konsumen tersebut, yaitu ketepatan pelayanan, harga, jadwal penghantaran, dan kesesuaian dalam memenuhi kegunaan.
2.6. Landasan Teori