Aspek Hukum Sindikasi Sebagai Salah Satu Sumber Pembiayaan Dalam Rangka Kredit
ASPEK HUKUM SINDIKASI SEBAGAI SALAH SATU SUMBER
PEMBIAYAAN DALAM RANGKA KREDIT
SKRIPSI
Diajukan Untuk Melengkapi Tugas-Tugas dan Memenuhi Syarat-Syarat Untuk
Mencapai Gelar Sarjana Hukum
OLEH :
070200287
FERDY WAHYUDHA PUTRA
DEPARTEMEN HUKUM KEPERDATAAN
PK : HUKUM PERDATA DAGANG
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
(2)
Akhrinya dari lubuk hati yang terdalam dan tangan terbuka serta lapang dada,
maka demi kesempurnaan Skripsi ini, tegur sapa dan koreksi-koreksi serta
kritikan-kritikan yang bersifat membangun sangat diharapkan sekali.
Medan,
Penulis,
DAFTAR ISI
Hal
KATA PENGANTAR ...
i
DAFTAR ISI ...
v
BAB I
PENDAHULUAN
...
A.
Pengertian dan Penegasan Judul ...
B.
Alasan Pemilihan Judul ...
C.
Permasalahan ...
D.
Tujuan Pembahasan ...
E.
Metode Pengumpulan Data ...
F.
Gambaran Isi ...
BAB II
KARAKTERISTIK YURIDIS DARI SUATU KREDIT
...
(3)
B.
Dasar Hukum Suatu Kredit ...
C.
Jenis-jenis Kredit ...
D.
Prinsip-prinsip Perkreditan ...
E.
Hakikat Perjanjian Kredit ...
BAB III
TINJAUAN UMUM TERHADAP KREDIT SINDIKASI
...
A.
Latar Belakang dan Perkembangan Kredit Sindikasi di
Indonesia ...
B.
Defenisi dan Dasar Hukum Kredit Sindikasi ...
C.
Ciri-ciri Kredit Sindikasi ...
D.
Manfaat Kredit Sindikasi ...
E.
Pemilihan sistem Hukum Yang Berlaku dan Juridiksi
Pengadilan ...
BAB IV
PROSEDUR HUKUM PENGIKATAN KREDIT
SINDIKASI
...
A.
Pembentukan Arrangers, Penyampaian Offers dan
Penerimaan Mandate ...
B.
Penyiapan Dokumen Kredit Sindikasi dan Penunjukan
Agen ...
C.
Publisitas dan Penjualan Partisipasi Kredit ...
D.
Peranan Konsultan Hukum Dalam Pemberian Kredit
(4)
ASPEK HUKUM SINDIKASI SEBAGAI SALAH SATU SUMBER
PEMBIAYAAN DALAM RANGKA KREDIT
SKRIPSI
Diajukan Untuk Melengkapi Tugas-Tugas dan Memenuhi Syarat-Syarat Untuk
Mencapai Gelar Sarjana Hukum
OLEH :
070200287
FERDY WAHYUDHA PUTRA
Disetujui Oleh
Ketua Departemen Hukum Keperdataan
PK : Hukum Perdata Dagang
Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara
NIP.196603031985081001
Dr. H. Hasim Purba, SH.M.Hum
DOSEN PEMBIMBING I
DOSEN PEMBIMBING II
Prof.Dr. Tan Kamello, SH.MS
Puspa Melati Hsb, SH.M.Hum
NIP. 196204211988031004
NIP. 1968011281994032001
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
(5)
KATA PENGANTAR
Dengan mengucapkan puji syukur kehadirat Allah Subhana Wa Ta‘ala yang
telah memberikan kepada kita semua segala kenikmatan dan karunianya tak lupa
salawat dan salam kita sampaikan keharibaan Nabi Besar Muhamad Shollalahu
‘Alaihi Wassalam yang telah membawa kita petunjuk dan penerangan dari alam
gelap gulita di zaman Jahilliah ke alam yang terang benderang (alam ilmu
pengetahuan).
Dengan berbekal ilmu pengetahuan dimaksud serta dengan seizin Allah
Subhana Wa Ta’ala maka Skripsi ini dapat diselesaikan sebagaimana mestinya.
Ucapan terima kasih yang tak terhingga juga tak lupa disampaikan kepada
segenap staff pengajar (Dosen) yang telah mengorbankan waktu dan tenaga serta
pikiran dalam mengasuh dan membimbing, hingga terselesaikannya Skripsi ini, tak
lupa juga kepada rekan-rekan Mahasiswa dan mahasiswi yang ada di lingkungan
Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, baik secara langsung maupun tidak
langsung memberikan masukan, dukungan, saran dan komentar dalam pembuatan
skripsi ini, termasuk ucapan terima kasih yang tak terhingga dan hormat kepada
Suami dan Anak-anak saya yang telah sudi memberikan semangat dan dorongan baik
moril maupun material hingga terselesainya skripsi ini.
(6)
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
...
A.
Kesimpulan ...
B.
Saran ...
DAFTAR PUSTAKA ...
(7)
ABSTRAK
Seperti telah penulis uraikan dalam Skripsi ini bahwa sindikasi (konsorsium) seringkali dilakukan oleh dunia perbankan, baik antara bank-bank swasta maupun bank pemerintah sendiri bahkan sekarang ini sering terjadi dilakukan oleh bank-bank asing yang mempunya perwakilan di Indonesia.
Ditinjau dari sudut debitur, kreditur dan ataupun secara khalayak umum, sindikasi sangat banyak membawa manfaat dan keuntungan bagi masyarakat. Sindikasi merupakan suatu lembaga pendanaan yang dapat mengatasi keterbatasan dana (likuiditas) dikalangan perbankan, termasuk mengantisipasi adanya peraturan Bank Indonesia tentang BMPK (batas maksimal pemberian kredit). Adanya sindikasi ini berarti seluruh kebutuhan masyarakat akan modal kerja untuk membiayaai proyek-proyek pemerintah berskala besar (mega proyek) akan dapat teratasi.
Tanpa adanya lembaga sindikasi, maka masyarakat secara individu dan ataupun kelompok-kelompok akan meminjam uang dengan cara "offshore loan" yaitu meminjam uang dari luar negeri dengan suku bunga yang relatif tinggi dan pada akhirnya akan dapat mempengaruhi "devisa negara" dan "kredibilitas suatu bangsa" seperti yang terjadi dimasa lalu.
Akhirnya dengan terselesaikan skripsi ini mudah-mudahan para pembaca dapat mengetahui gambaran singkat mengenai manfaat, kebaikan dan keburukan sindikasi. Kebutuhan masyarakat akan tambahan modal dalam rangka yang memerlukan dana besar guna menangani proyek-proyek pembangunan berskala besar
(8)
ABSTRAK
Seperti telah penulis uraikan dalam Skripsi ini bahwa sindikasi (konsorsium) seringkali dilakukan oleh dunia perbankan, baik antara bank-bank swasta maupun bank pemerintah sendiri bahkan sekarang ini sering terjadi dilakukan oleh bank-bank asing yang mempunya perwakilan di Indonesia.
Ditinjau dari sudut debitur, kreditur dan ataupun secara khalayak umum, sindikasi sangat banyak membawa manfaat dan keuntungan bagi masyarakat. Sindikasi merupakan suatu lembaga pendanaan yang dapat mengatasi keterbatasan dana (likuiditas) dikalangan perbankan, termasuk mengantisipasi adanya peraturan Bank Indonesia tentang BMPK (batas maksimal pemberian kredit). Adanya sindikasi ini berarti seluruh kebutuhan masyarakat akan modal kerja untuk membiayaai proyek-proyek pemerintah berskala besar (mega proyek) akan dapat teratasi.
Tanpa adanya lembaga sindikasi, maka masyarakat secara individu dan ataupun kelompok-kelompok akan meminjam uang dengan cara "offshore loan" yaitu meminjam uang dari luar negeri dengan suku bunga yang relatif tinggi dan pada akhirnya akan dapat mempengaruhi "devisa negara" dan "kredibilitas suatu bangsa" seperti yang terjadi dimasa lalu.
Akhirnya dengan terselesaikan skripsi ini mudah-mudahan para pembaca dapat mengetahui gambaran singkat mengenai manfaat, kebaikan dan keburukan sindikasi. Kebutuhan masyarakat akan tambahan modal dalam rangka yang memerlukan dana besar guna menangani proyek-proyek pembangunan berskala besar
(9)
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Dengan semakin berkembangnya suatu kegiatan perekonomian atau perkembangan usaha dari suatu perusahaan maka akan dirasakan perlu adanya sumber-sumber untuk penyediaan dana guna membiayai kegiatan usaha yang semakin berkembang tersebut. Salah satu bentuk sumber dana yang dapat dimanfaatkan oleh perusahaan adalah perkreditan. Hal ini menunjukkan bahwa hubungan antara pertumbuhan suatu kegiatan perekonomian atau suatu kegiatan usaha dari perusahaan dengan eksistensi perkreditan mempunyai koefisien, korelasi yang sangat erat.
Sebaliknya bila kita lihat dari sudut pandang perbankan atau lembaga keuangan yang menyediakan sumber dana dalam bentuk kredit, maka kredit mempunyai kedudukan yang sangat istimewa, ini terutama dapat dilihat pada lembaga keuangan bank. Pemberian kredit merupakan tulang punggung dari kegiatan perbankan, sebab kegiatan yang dilakukan bank akan didominasi oleh besarnya kredit dan sumber pendapatan utama bank adalah dari pendapatan bunga dan komisi kredit atau Commitment fee. Karena itu pihak bank harus benar-benar merencanakan jenis kredit yang akan diberikan serta jenis usaha yang akan dibiayai agar kredit yang akan disalurkan tidak mengalami kemacetan dalam pengembaliannya.
Diperlukan pula pengetahuan dan keterampilan yang menyangkut perjanjian kredit sehubungan dengan penuangan keputusan bank untuk memberikan kredit kepada nasabah dalam perjanjian kredit yang merupakan dokumen yang mengatur kewajiban dan hak pihak
(10)
bank dan pihak nasabah debitur. Setelah kredit disetujui bank untuk diberikan kepada nasabah debitur dan kemudian dibuat perjanjian kredit antara bank dan nasabah.
Sangat perlu bagi seorang bankir yang ditugasi menangani kredit untuk menguasai pengetahuan dan keterampilan dalam melakukan pemantauan penggunaan kredit dan transaksi atau proyek tersebut. Bagi transaksi yang besar dan canggih sehingga petugas bank yang bertanggungjawab tidak mungkin melakukan pemantauan sendiri atas penggunaan kredit dan pembangunan proyek, kekurangan pengetahuan dan keterampilan petugas bank dapat dibantu dengan mempekerjakan konsultan yang ahli dan khusus menangani transaksi besar dan canggih.
Sekalipun kredit sindikasi juga merupakan salah satu jenis jasa pemberian kredit perbankan, namun dalam pemberian kredit sindikasi masih diperlukan pengetahuan lain dari pada sekedar pengetahuan yang diperlukan untuk pemberian kredit biasa. Ini disebabkan karena dalam pemberian kredit sindikasi, yang memberikan kredit adalah suatu indikasi yang pesertanya terdiri dari dua atau lebih lembaga pemberi kredit.
Sehubungan dengan itu diperlukan pengetahuan yang menyangkut cara pembentukan sindikasi kredit yang akan memberikan kredit sindikasi. Hal ini sangat dituntut apabila bank yang bersangkutan ingin menjadi arranger dan agen bank, mereka harus mempelajari seluk beluk proses pembentukan sindikasi kredit dan hal-hal lain yang menyangkut pemberian kredit sindikasi seperti dokumentasi dan peranan suatu agen bank.
Hal-hal di atas menjadi alasan yang mendorong penulis untuk lebih memahami pemberian kredit sindikasi terutama mengenai aspek-aspek hukum dari kredit sindikasi, baik
(11)
yang menyangkut aspek hukum pembentukan sindikasi dan aspek hukum pemberian kredit sindikasi itu sendiri berkenan dengan perjanjian kredit sindikasi yang dimaksud.
B. Perumusan Masalah
Setiap perbuatan hukum akan melahirkan akibat hukum, baik yang dikehendaki maupun yang tidak dikehendaki oleh para pihak yang melakukannya. Dari latar belakang penulisan di atas maka penulis ingin mengemukakan permasalahan sebagai berikut :
1. Untuk mengetahui prosedur pembentukan arrangers dalam pembentukan sindikasi para kreditur.
2. Untuk mengetahui dokumen-dokumen apakah yang dipersiapkan oleh arrangers dan bagaimana prosedur penandatangan kredit sindikasi.
3. Untuk mengetahui penunjukan agen para kreditur dan bagaimana pelaksanaan publisitasnya dari perjanjian kredit sindikasi.
4. Untuk mengetahui pengalihan piutang oleh peserta sindikasi.
5. Untuk mengetahui peranan konsultan hukum dalam pemberian kredit sindikasi.
C. Tujuan dan Manfaat Penulisan
Adapun yang menjadi tujuan dalam penulisan skripsi ini adalah sebagai berikut :
1. Untuk mengetahui prosedur hukum yang harus ditempuh dalam membentuk arrangers, pembentukan para sindikasi kreditur, penunjukan Lead manager, pembentukan Managing Group, penyampaian offer sampai penerimaan mandate.
(12)
2. Untuk mengetahui pemberian kredit oleh peserta sindikasi (para kreditur) kepada debitur tidak dapat dilepaskan dari adanya penyiapan dokumen-dokumen, dokumen-dokumen apakah yang dipersiapkan dan bagaimana cara mempersiapkan dokumen-dokumen tersebut.
3. Untuk mengetahui perjanjian kredit merupakan dokumen hukum yang penting pada perjanjian kredit sindikasi, agar mempunyai kekuatan berlaku dan mengikat harus ditandatangani oleh para pihak yang terlibat, bagaimanakah upacara penandatanganan perjanjian kredit dan pelaksanaan publisitasnya.
4. Untuk mengetahui setelah perjanjian kredit sindikasi ditandatangani penyediaan dana akan berlangsung melalui suatu proses dimana bank-bank sindikasi akan mentransfer jumlah dana yang telah disetujui untuk diberikan sebagai kredit kepada penerima kredit ke dalam suatu rekening khusus yang akan ditatausahakan oleh suatu bank yang disebut agen bank, siapakah agen bank itu, bagaimanakah penunjukannya, apa yang menjadi tugasnya.
5. Untuk mengetahui alasan-alasan apa sajakah yang diperbolehkan untuk mengalihkan partisipasi peserta kredit sindikasi.
D. Keaslian Penulisan
Penulisan ini diselesaikan berdasarkan data yang dikumpulkan oleh penulis sendiri dari berbagai sumber, selain dari bacaan, juga berdasarkan hasil wawancara, dan sepanjang pengetahuan penulis, penulisan tentang aspek hukum sindikasi sebagai salah satu sumber pembiayaan dalam rangka kredit sudah diselidiki sesuai dengan objek yang berbeda.
(13)
E. Tinjauan Kepustakaan
Istilah kredit bukan hal asing dalam kehidupan sehari-hari di masyarakat, sebab sering di jumpai ada anggota masyarakat yang jual beli barang dengan kreditan.Jual beli tersebut tidak dilakukan secara tunai (kontan), tetapi dengan cara mengangsur.
Sebenarnya kata kredit berasal dari bahasa romawi yaitu credere1
Menurut Gatot supramono
yang artinya percaya.Bila dihubungkan dengan bank, maka terkandung pengertian bahwa bank selaku kreditur percaya meminjamkan sejumlah uang kepada nasabah/debitur, karena debitur dapat dipercaya kemampuannya untuk membayar lunas pinjamannya setelah jangka yang ditentukan.
2
Kredit merupakan perjanjian pinjam meminjam uang antara bank sebagai kreditur dengan nasabah debitur.
:
Dalam perjanjian ini bank sebagai pemberi kredit percaya terhadap nasabahnya dalam jangka waktu yang disepakatinya akan dikembalikan (dibayar) lunas.Tenggang waktu antara pemberian dan penerimaan kembali prestasi ini, merupakan suatu hal yang abstrak, yang sukar diraba, karena masa antara pemberian dan penerimaan prestasi tersebut dapat berjalan dalam beberapa bulan, tetapi dapat pula bejalan beberapa tahun.
Menurut Mariam Barus Badrulzaman, terdapat beberapa pendirian mengenai kredit3 1) H.M.A Savelberg menyatakan kredit mempunyai arti antara lain :
:
1
Gatot Supramono, Perbankan dan masalah kredit, Jakarta : Penerbit Djambatan, 1994, hal 28 2
Ibid 3
(14)
a. Sebagai dasar dari setiap perikatan dimana seseorang berhak menuntut sesuatu dari orang lain.
b. Sebagai jaminan, dimana seseorang menyerahkan sesuatu kepada orang lain dengan tujuan untuk memperoleh kembali apa yang diserahkan itu. 2) Mr. J.A Levy merumuskan arti hukum dari kredit adalah menyerahkan secara
sukarela sejumlah uang untuk dipergunakan secara bebas oleh penerima kredit. Penerima kredit berhak mempergunakan pinjaman itu untuk keuntungannya dengan kewajiban mengembalikan jumlah pinjaman itu dibelakang hari.
Pengertian yang dikemukakan H.M.A Savelberg menunjuk kepada arti hukum kredit pada umumnya, yaitu kreditur percaya bahwa debitur dapat dipercaya kemampuannya untuk memenuhi perikatannya, sedangkan ajaran Levy telah mengarah kepada arti hukum dari kredit, yaitu perjanjian pinjam uang.
Undang-undang nomor 10 tahun 1998 pada Pasal 1 angka 11 menyebutkan.
Kredit adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam-meminjam antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam untuk melunasi hutangnya setelah jangka waktu tertentu dengan pemberian bunga uang.
Apabila pengertian kredit dalam undang-undang nomor 10 tahun 1998 ini dihubungkan dihubungkan dengan arti kredit menurut perpustakaa Hukum perdata jelaslah bahwa Undang-undang ini menggunakan pengertian kredit seperti yang dikemukakan oleh Mr. J.A Levy, yaitu perjanjian pinjam uang yang didasarkan kepercayaan akan kemampuan ekonomi penerima kedit.
(15)
Ada beberapa pengertian mengenai kredit sindikasi:
a) Menurut Hasanuddin Rahman, menyatakan kredit sindikasi atau pinjaman sindikasi adalah pinjaman yang diberikan oleh dua atau lebih lembaga keuangan dengan persyaratan dan kondisi yang serupa, menggunakan dokumentasi yang umum dan ditata usahakan oleh suatu agent bank, disusun oleh arrange yang bertugas dan bertanggung jawab mulai dari proses solisitasi (permintaan pinjaman) nasabah sampai dengan proses penandatangananperjanjian kredit.4
b) Sutan Remy Sjahdeny, merumuskan arti dari kredit sindikasi adalah kredit yang diberikan oleh sindikasi kredit. Sindikasi kredit adalah sautu sindikasi yang peserta-pesertanya terdiri dari lembaga-lembaga pemberi kredit dan yang dibentuk dengan tujuan untuk memberi kedit kepada suatu perusahaan yang memerlukan kredit untuk membiayaai suatu proyek.5
c) Munir Fuady, yang dimaksud dengan kredit sindikasi tidak lain dari suatu pemberian kredit seperti biasanya, baik domestik maupun internasional, hanya dalam suatu kredit sindikasi, pihak debitur lebih dari satu pihak sementara pihak debitur tetap satu subjek hukum.
Dari pengertian di atas dapat disimpulkan kredit sindikasi adalah kredit yang diberikan secara sindikasi oleh dua atau lebih bank dan/atau lembaga keuangan lainnya dengan persyaratan dan kondisi yang serupa kepada seorang debitur untuk membiayaai satu atau beberapa proyek milik debitur.
4
Hasanuddin Rahman, Aspek-aspek Hukum Pemberian kredit Perbankan Di Indonesia, Bandung : Citra Aditya Bakti, 1998, hal 113
5
Sutan Remy Sjahdeni, Kredit Sindikasi Proses Pembentukan Dan Aspek Hukum, Jakarta : Pustaka Utama Grafiti, 1998, hal 2
(16)
F. Metode Penelitian
Penulis telah melakukan penelitian dengan metode sebagai berikut :
1. Penelitian Kepustakaan (Library Research), dalam hal ini penulis mempelajari perundang-undangan, karya ilmiah para ahli, sejumlah buku, mass media, yang semuanya dimaksudkan untuk memperoleh data atau bahan-bahan yang bersifat teoritis yang dapat dipergunakan dalam penelitian dan analisa data yang dihadapi.
2. Dan secara khusus penulis melakukan korespondensi dengan pengelola perpustakaan BNI 1946 Divisi LPN Jakarta untuk mendapatkan bahan yang mendukung penulisan skripsi ini meliputi beberapa peraturan, karya ilmiah, skripsi dan contoh perjanjian kredit.
G. Sistematika Penulisan
Secara sistematis skripsi ini terdiri dari 5 (lima) bab yang pada setiap bab dibagi lagi atas beberapa sub bab untuk memperjelas setiap bab, yaitu :
BAB I
Pada bab ini, penulis mencoba untuk menguraikan masalah
pendahuluan yang akan mengantarkan kita pada materi yang akan
dibahas yang tercakup di dalamnya antara lain :
Pengertian dan penegasan judul, alasan pemilihan judul, permasalahan, tujuan pembahasan, metode pengumpulan data dan gambaran isi.
BAB II Dalam Bab II akan diuraikan beberapa hal yaitu pengertian dan unsur-unsur perkreditan, dasar hukum suatu kredit, jenis-jenis kredit, prinsip-prinsip perkreditan, hakekat perjanjian kredit.
(17)
BAB III Penulis akan membahas beberapa pokok permasalahan yang dibagi atas : latar belakang dan perkembangan kredit sindikasi di Indonesia, pengertian dan dasar hukum kredit sindikasi, ciri-ciri kredit sindikasi, manfaat kredit sindikasi.
BAB IV Dalam bab ini akan diuraikan tentang pemberian arrangers para kreditur, penyiapan dokumen kredit oleh arrangers para kreditur, penandatangan perjanjian kredit sindikasi, penunjukan agen para kreditur, pelaksanaan publisitas perjanjian kredit sindikasi dan pengalihan piutang oleh para peserta sindikasi.
BAB V Bab ini merupakan kesimpulan dan saran dari seluruh pembahasan di dalam skripsi ini sehingga kita dapat melihat penjelasan yang singkat tentang masalah dalam skripsi ini.
(18)
BAB II
KARAKTERISTIK JURIDIS DARI SUATU KREDIT
A. Pengertian dan Unsur-unsur Perkreditan
1. Pengertian Kredit
Saat ini di dalam kehidupan masyarakat istilah kredit bukanlah hal yang asing lagi, karena sering kita jumpai dalam kehidupan sehari-hari yang melakukan kegiatan jual beli barang secara kredit, artinya jual beli itu tidak dengan pembayaran tunai melainkan dengan sistem angsuran. Selain itu banyak anggota masyarakat yang menerima kredit dari koperasi guna kebutuhan hidupnya. Jadi mereka mengartikan kredit sebagai hutang sebab jika telah sampai pada waktu tertentu mereka harus membayar hutang tersebut hingga lunas.
Kara “kredit” berasal dari bahasa Latin “creditus” yang merupakan bentuk past participle dari kata “credere” yang berarti to trust6. Kata trust itu sendiri berarti
“kepercayaan”7
Muchdarsyah Sinungan memberikan pendapat tentang arti kredit bahwa kredit adalah suatu pemberian prestasi oleh suatu pihak kepada pihak lain dan prestasi itu akan
. Dengan demikian, sungguhpun kata “kredit” sudah berkembang kemana-mana, tetapi dalam tahap apapun dan kemanapun arah perkembangannya, dalam setiap kata “kredit” tetap mengandung unsur “kepercayaan” walaupun sebenarnya kredit itu tidak hanya sekedar kepercayaan.
6
Munir Fuady, Hukum Perkreditan Kontemporer, Citra Aditya Bakti, Bandung, 1996, Hal. 5. dikutip dari Noah Webster, 1972, Hal. 28. 7
(19)
dikembalikan lagi pada suatu masa tertentu yang akan datang disertai dengan suatu kontra prestasi berupa bunga8
Bunga yang diharapkan oleh pihak bank atau kreditur sebagai perusahaan atau individu adalah keuntungan. Dalam KUH Perdata Pasal 1765 diperbolehkan dalam perjanjian pinjam mengganti.
.
Thomas Suyatno dalam bukunya “Dasar-dasar Perkreditan” menyatakan seseorang atau suatu badan yang memberikan kredit (kreditur) percaya bahwa penerima kredit (debitur) pada masa yang akan datang akan sanggup memenuhi segala sesuatu yang telah dijanjikan.9
Dari pendapat Thomas Suyatno dapat dilihat bahwa kepercayaan merupakan tiang transaksi karena bank percaya bahwa peminjam melaksanakan kewajibannya sebagaimana masyarakat juga memberikan kepercayaan kepada bank dalam hal penyimpanan uangnya yang sewaktu-waktu dan atau bila jangka waktunya tiba dapat diambil kembali. Jadi tanpa adanya kepercayaan tidak mungkin terjadi peminjaman uang antara bank sebagai kredit dan nasabah sebagai debitur.
Undang-undang Perbankan Nomor 10 Tahun 1998 memberikan pengertian kredit sebagai berikut :
“Kredit adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam-meminjam antara bank dan pihak lain yang
8
Thomas dkk, Dasar-dasar Perkreditan, Gramedia, Jakarta, 1990, Hal. 11. 9
Hasanuddin Rahman, Aspek-aspek Pemberian Kredit Perbankan di Indonesia, Citra Aditya Bakti, Bandung, 1995, Hal. 106.
(20)
mewajibkan pihak peminjam untuk melunasi hutangnya setelah jangka waktu tertentu dengan pemberian bunga”.
Dari rumusan yang diberikan Undang-undang Nomor 10 Tahun 1998 dapat dilihat bahwa kredit merupakan perjanjian pinjam meminjam uang antara bank sebagai kreditur dengan nasabah sebagai debitur. Dalam hal ini bank sebagai pihak yang memberikan kredit percaya kepada nasabah bahwa dalam waktu yang telah disepakati pinjaman akan dikembalikan atau dibayar lunas.
O.P. Simorangkir memberikan defenisi kredit sebagai berikut :
Kredit adalah pemberian prestasi (misalnya uang atau barang) dengan balas prestasi (kontra prestasi) akan terjadi pada waktu mendatang. Dewasa ini kehidupan modern adalah prestasi uang, maka transaksi kredit yang menyangkut uang sebagai alat kredit yang menjadi pembahasan. Kredit berfungsi koperatif antara si pemberi kredit dan si penerima kredit atau antara kreditur dan debitur. Mereka menarik keuntungan dan menanggung resiko. Singkatnya kredit dalam arti luas didasarkan atas komponen-komponen kepercayaan, resiko dan pertukaran-pertukaran ekonomi di masa datang.10
2. Unsur-unsur perkreditan
Dari pengertian-pengertian kredit seperti tersebut di atas dapat dilihat beberapa unsur kredit sebagai berikut :
c. Adanya kesepakatan atau perjanjian antara pihak kreditur dengan debitur yang disebut dengan perjanjian kredit;
10
(21)
d. Adanya para pihak yaitu pihak “kreditur” sebagai pihak yang memberikan pinjaman, seperti bank dan pihak “debitur” yang merupakan pihak yang membutuhkan uang pinjaman/barang atau jasa;
e. Adanya unsur kepercayaan dari kreditur bahwa pihak debitur mau dan mampu membayar/mencicil kreditnya;
f. Adanya kesanggupan dan janji membayar hutang dari pihak debitur;
g. Adanya pemberian sejumlah uang/barang/jasa oleh pihak kreditur kepada pihak debitur; h. Adanya pembayaran kembali sejumlah uang/barang/jasa oleh pihak debitur kepada
kreditur, disertai dengan pemberian imbalan/bunga atau pembagian keuntungan;
i. Adanya perbedaan waktu antara pemberian kredit oleh kreditur dengan pengembalian kredit oleh debitur;
j. Adanya resiko tertentu yang diakibatkan karena adanya perbedaan waktu tadi. Semakin jauh tenggang waktu pengembalian semakin besar pula resiko tidak terlaksananya pembayaran kembali suatu kredit.
B. Dasar Hukum Suatu Kredit
Apapun bentuknya, suatu kegiatan dalam lalu lintas bisnis tentunya memerlukan suatu topangan juridis yang menjadi dasar hukumnya. Hal ini sebagai konsekuensi dari suatu prinsip bahwa negara Indonesia adalah negara hukum. Terlebih lagi sistem negara kita sebagai suatu negara yang tergolong ke dalam sistem Eropah kontinental dimana peraturan perundang-undangan menduduki urutan yang sangat penting sebagai sumber hukum. Demikian juga terhadap suatu perbuatan hukum pemberian kredit, tentunya memerlukan
(22)
suatu basis hukum yang kuat. Untuk dasar hukum pemberian kredit oleh bank dapat dirinci sebagai berikut :
1. Undang-undang sebagai dasar hukum
Di negara-negara yang menganut sistem hukum Eropah Kontinental, kedudukan Undang-undang sebagai sumber hukum sangat penting. Sungguhpun Undang-Undang-undang itu sendiri harus mendasari dirinya kepada sumber perundang-undangan yang lebih tinggi seperti Pancasila dan UUD 1945.
Di Indonesia undang yang khusus mengatur tentang perbankan adalah Undang-undang No. 10 Tahun 1998. Undang-Undang-undang ini menggantikan Undang-Undang-undang No. 7 Tahun 1992 tentang Pokok-pokok perbankan. Dalam kedua Undang-undang ini ditegaskan bahwa pemberian kredit merupakan kegiatan yang sangat pokok dan sangat konvensional dari suatu bank.
Selain kedua Undang-undang tersebut di atas, Undang-undang lain yang juga mengatur tentang perbankan, yaitu Undang-undang No. 3 Tahun 2004 mengenai Bank Indonesia sebagai Bank Sentral. Dalam Undang-undang ini diatur kedudukan dan wewenang dari Bank Indonesia sebagai pengawas di bidang perbankan. Termasuk juga pengawasan di bidang perkreditan, antara lain pada Pasal 11 menentukan bahwa Bank Indonesia dapat meberikan kredit atau pembiayaan berdasarkan prisip syariah untuk jangka waktu paling lama 90 (sembilan puluh) hari kepada bank untuk mengatasi kesulitan pendanaan jangka pendek Bank yang bersangkutan. Dan pelaksanaan pemberian kredit atau pembiayaan berdasarkan prinsip syariah sebagaimana dimaksud pada ayat (1), wajib dijamin oleh bank penerima dengan agunan yang berkaulitas tinggi dan mudah dicairkan yang nilainya minimal sebesar jumlah kredit atau pembiayaan yang diterimanya.
(23)
Pasal 1338 ayat 1 KUH Perdata menyatakan bahwa semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai Undang-undang bagi yang membuatnya. Dengan ketentuan dalam Pasal 1338 ayat 1 ini berlaku sahihnya setiap perjanjian yang dibuat secara sah bahkan kekuatannya sama dengan kekuatan Undang-undang.
Demikian pula dengan bidang perkreditan, khususnya kredit bank yang diawali oleh suatu perjanjian yang sering disebut perjanjian kredit dan umumnya dilakukan dalam bentuk tertulis.
Sesuai dengan ketentuan Pasal 1338 ayat 1 KUH Perdata maka seluruh pasal yang ada dalam suatu perjanjian kredit secara hukum mengikat kedua belah pihak, yakni pihak kreditur dan pihak debitur. Asal saja pasal-pasal tersebut tidak bertentangan dengan hukum yang berlaku. Keterikatan yang sama juga berlaku bagi perjanjian pendukung lainnya seperti perjanjian jaminan hutang, tehnik pelaksanaan pembayaran, yang biasanya merupakan lampiran dari perjanjian kredit yang bersangkutan.
a. Peraturan Pemerintah
Perundang-undangan yang levelnya di bawah Undang-undang yang mengatur juga tentang perkreditan dapat diklarifikasikan sebagai berikut :
a) PP No. 70 tahun 1992 tentang Bank Umum
b) PP No. 71 tahun 1992 tentang Bank Perkreditan Rakyat
c) PP No. 72 tahun 1992 tentang Bank Berdasarkan Prinsip Bagi Hasil b. Peraturan yang dikeluarkan oleh Menteri Keuangan
Banyak juga dikeluarkan Peraturan Menteri Keuangan untuk mengatur masalah perkreditan sebab Menteri Keuangan menurut peraturan termasuk salah satu unsur Dewan Moneter. Peraturan tersebut antara lain :
(24)
Keputusan Menkeu No. KEP 792/MK/IV/12/1970 tanggal 7 Desember 1970 tentang Lembaga Keuangan yang telah diubah dan ditambah dengan Keputusan Menkeu No. KEP 38/MK/IV/1/1972 tanggal 18 Januari 1972 dan No. KEP 562/KMK-011/1982 tanggal 1 September 1982.
c. Peraturan yang dikeluarkan oleh Bank Indonesia
a) Berdasarkan fungsinya yang mengawasi kegiatan perbankan, termasuk masalah pengawasan kredit maka Bank Indonesia mengeluarkan petunjuk pelaksanaan, dalam bentuk Keputusan Direksi BI, Peraturan BI, SE BI, dan lain-lain antara lain :
b) SK Direksi BI No. 21/50/KEP/DIR, tanggal 27 Oktober 1988 tentang BMPK (batas maksimum pemberian kredit) kepada debitur atau debitur group.
c) SE kepada semua bank dan lembaga keuangan bukan bank di Indonesia No. 21/110/BPPP, tanggal 27 Oktober 1988 perihal BMPK kepada debitur atau debitur group.
d. Peraturan Perundang-undangan lain
Selain dari peraturan perundang-undangan tersebut di atas masih ada berbagai peraturan perundang-undangan yang disana-sini mengatur tentang perkreditan seperti Keppres, Peraturan atau SK Pejabat tertentu.
3. Yurisprudensi sebagai dasar hukum
Di samping peraturan perundang-undangan yang dipakai sebagai dasar hukum untuk kegiatan perkreditan, maka yurisprudensi dapat juga menjadi dasar hukum misalnya Keputusan Mahkamah Agung No. 2826K/pdt/1984, tanggal 27 Februari 1986 dalam kasus antara PT. Indokaya Nissan Motors dan Marubeni Corporation. Hal yang senada dengan itu yaitu Keputusan Mahkamah Agung No. 1313K/Pdt/1985, tanggal 9
Desember 1987 dalam kasus PT. Starlight dan Bank of America. 4. Kebiasaan perbankan sebagai dasar hukum
Dalam ilmu hukum diajarkan bahwa kebiasaan dapat juga menjadi suatu sumber hukum. Demikian juga dalam bidang perkreditan, kebiasaan dan praktek perbankan dapat juga
(25)
menjadi suatu dasar hukum. Banyak hal yang lazim dilaksanakan dalam praktek tetapi belum mendapat pengaturan dalam perundang-undangan. Hal seperti ini tentu sah-sah saja dilakukan oleh perbankan asal tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Menurut Undang-undang No. 7 tahun 1992, bank dapat melakukan kegiatan lain selain dari yang diperinci oleh pasal 6, jika hal tersebut merupakan kelaziman dalam dunia perbankan vide pasal 6 huruf n.
5. Peraturan terkait lainnya
Di samping peraturan perundang-undangan bidang perbankan, terkadang dalam hal pemberian dan atau pelaksanaan suatu kredit berlaku juga peraturan perundang-undangan lainnya misalnya :
a) KUH Perdata Buku III tentang perikatan karena kredit pada hakekatnya merupakan perjanjian.
b) Ketentuan mengenai hipotik dalam KUH Perdata. c) Undang-undang Hak Tanggungan No. 4 Tahun 1996.
d) Ketentuan HIR tentang eksekusi hipotik dan surat pengakuan hutang.
e) Ketentuan hukum tanah dalam UUPA No. 5 Tahun 1960 beserta peraturan pelaksananya.
6. Jenis-Jenis Kredit
Dalam Undang-undang No. 7 tahun 1992 tidak disinggung sama sekali tentang macam-macam kredit tetapi dalam Undang-undang No. 14 Tahun 1967, serta faktor-faktor dan unsur-unsur yang ada dalam penggunaan kredit, maka kredit bank dapat dibedakan atas beberapa penggolongan antara lain :
3) Berdasarkan jangka waktu
a) Kredit jangka pendek yakni kredit yang waktunya tidak lebih dari satu tahun.
b) Kredit jangka menengah yakni kredit yang mempunyai jangka waktu 1 sampai 3 tahun.
c) Kredit jangka panjang yakni kredit yang mempunyai jangka waktu di atas 3 tahun. 4) Berdasarkan dokumentasi :
(26)
a) Kredit dengan perjanjian secara tertulis b) Kredit tanpa surat perjanjian dibagi atas :
a) Kredit lisan
b) Kredit dengan instrumen surat berharga c) Kredit cerukan
c) Berdasarkan kolektibilitas : a) Kredit lancar
b) Kredit kurang lancar c) Kredit diragukan d) Kredit macet
d) Berdasarkan objek yang ditransfer :
a) Kredit uang dimana pemberian dan pengembalian kredit dilakukan dalam bentuk uang.
b) Kredit bukan uang, dimana kredit diberikan dalam bentuk barang dan jasa dan pengembaliannya dilakukan dalam bentuk uang.
e) Berdasarkan waktu pencairannya :
a) Kredit tunai, dimana pencairan kredit dilakukan dengan tunai atau pemindahbukuan ke dalam rekening debitur.
b) Kredit tidak tunai, dimana kredit tidak dibayar pada saat pinjaman dibuat. f) Berdasarkan pihak krediturnya :
a) Kredit terorganisasi yaitu kredit yang diberikan oleh kredit yang terorganisasi secara legal dan berwenang memberikan kredit.
(27)
b) Kredit tidak terorganisasi, diberikan oleh seseorang atau sekelompok orang ataupun badan yang tidak resmi memberikan kredit.
g) Berdasarkan negara asal kreditur :
a) Kredit domestik, merupakan kredit yang kreditur atau kreditur utamanya berasal dari dalam negeri.
b) Kredit luar negeri, kreditur atau kreditur utamanya berasal dari luar negeri. h) Berdasarkan jumlah kreditur :
a) Kredit dengan kreditur tunggal merupakan kredit yang krediturnya satu orang atau satu badan saja.
b) Kredit sindikasi merupakan kredit dimana pihak krediturnya terdiri dari beberapa badan hukum dan biasanya salah satu diantaranya bertindak sebagai lead creditor.
7. Prinsip-prinsip Perkreditan
Peluncuran kredit oleh suatu bank mestilah dilakukan dengan berpegang pada beberapa prinsip yaitu :
3. Prinsip kepercayaan
Sesuai dengan kata-katanya kredit berarti kepercayaan, maka setiap pemberian kredit harus dibarengi kepercayaan. Yakni kepercayaan dari kreditur akan bermanfaatnya kredit bagi debitur sekaligus kepercayaan oleh kreditur bahwa debitur dapat membayar kembali kredit.
4. Prinsip kehati-hatian
Untuk bisa memenuhi unsur kepercayaan, oleh kreditur mesti melihat apakah calon debitur memenuhi berbagai kriteria yang biasanya dilakukan terhadap pemberian suatu kredit. Prinsip kehati-hatian dilakukan melalui berbagai usaha antara lain :
(28)
a) Pengawasan baik oleh bank itu sendiri maupun oleh pihak luar misalnya Bank Sentral. Pasal 29 ayat 2 Undang-undang No. 13 Tahun 1968 dengan tegas menyebutkan Bank Sentral yaitu Bank Indonesia wajib mengadakan pengawasan terhadap urusan kredit, maka berdasarkan itu BI menetapkan batas maksimum pemberian kredit terhadap orang atau kegiatan atau kelompok peminjam tertentu sesuai dengan pasal 11 Undang-undang No. 7 tahun 1992.
b) Keharusan adanya jaminan hutang dalam pemberian kredit, menurut penjelasan pasal 8 Undang-undang No. 7 Tahun 1992 agunan hanya merupakan salah satu unsur dalam pemberian kredit, jadi jika unsur-unsur lain telah memberikan keyakinan maka agunan tetap diwajibkan tetapi dapat berbentuk barang, proyek atau hak tagih yang dibiayai oleh kredit dengan yang bersangkutan. Agunan berupa barang, proyek dan tagihan yang dibiayai oleh kredit yang bersangkutan sering dikenal dengan agunan tambahan.
5. Prinsip penilaian terhadap kepribadian debitur
Penilaian terhadap karakter kepribadian dari calon debitur perlu karena watak yang jelek akan menimbulkan perilaku yang jelek pula, perilaku ini termasuk tidak membayar hutang karena itu sebelum kredit diluncurkan harus terlebih dahulu ditinjau apakah calon debitur berkelakuan baik, tidak terlibat tindakan kriminal, bukan merupakan penjudi, pemabuk.
6. Prinsip penilaian terhadap kemampuan bisnis debitur
Seorang calon debitur harus mempunyai kemampuan bisnis, sehingga dapat diprediksikan kemampuan untuk melunasi hutang.
7. Prinsip penilaian terhadap modal debitur
Permodalan dari suatu kreditur juga merupakan hal yang penting diketahui oleh calon kreditur karena permodalan dan kemampuan keuangan dari seorang debitur akan
(29)
mempunyai korelasi langsung dengan tingkat kemampuan membayar kredit dapat diketahui lewat laporan keuangan perusahaan debitur.
8. Prinsip penilaian terhadap kondisi perekonomian
Kondisi perekonomian secara makro dan mikro merupakan faktor penting pula untuk dianalisa sebelum suatu kredit diberikan, terutama yang berhubungan langsung dengan bisnis pihak debitur. Misalnya jika bisnis debitur adalah di bidang bisnis yang selama in diproteksikan atau diberikan hak monopoli oleh pemerintah mendapat perubahan dimana pemerintah mencabut proteksi tersebut maka pemberian kredit terhadap perusahaan tersebut mesti ekstra hati-hati.
9. Prinsip pengawasan terhadap penggunaan kredit
Harus dilihat apakah kredit akan digunakan untuk hal-hal yang positif yang benar-benar dapat menaikkan income perusahaan, dan harus pula diawasi agar kredit tersebut benar-benar diperuntukkan untuk tujuan seperti di perjanjian dalam suatu perjanjian kredit. 10. Prinsip penilaian terhadap kemampuan membayar debitur
Harus diperhatikan apakah sumber pembayaran kredit dari calon debitur cukup tersedia dan cukup aman sehingga diharapkan bahwa kredit yang akan diberikan dapat dibayar kembali oleh debitur yang bersangkutan.
11. Prinsip proteksi
Harus diperhatikan apakah sumber pembayaran kredit dari calon debitur cukup tersedia dan cukup aman sehingga diharapkan bahwa kredit yang akan diberikan dapat dibayar kembali oleh debitur yang bersangkutan.
12. Prinsip persamaan valuta
Penggunaan dana yang didapat dari suatu kredit sedapat-dapatnya harus digunakan untuk membiayai atau investasi dalam mata uang yang sama sehingga resiko gejolak nilai valuta dapat dihindari, meskipun untuk masalah seperti itu tersedia apa yang disebut dengan currency hedging.
8. Hakekat Perjanjian Kredit
Menurut Ilmu hukum perjanjian, perjanjian kredit pada hakekatnya tergolong dalam beberapa golongan perjanjian. Untuk itu dapat ditinjau penggolongan-penggolongan tersebut :
(30)
1. Apakah perjanjian kredit merupakan perjanjian bernama.
Menurut sistem perjanjian kita, yang berlandaskan pada KUH Perdata khususnya Buku III maka perjanjian dapat dikategorikan ke dalam 2 bagian :
a. Perjanjian bernama
Yang dimaksud dengan perjanjian bernama adalah suatu perjanjian dengan memakai nama tertentu dan tunduk kepada salah satu nama perjanjian yang diatur secara khusus dalam KUH Perdata. Artinya ketentuan-ketentuan khusus tentang perjanjian bernama bersangkutan berlaku terhadap perjanjian yang dibuat oleh para pihak. KUH Perdata mengenal 15 perjanjian yang dikategorikan ke dalam perjanjian bernama.
b. Perjanjian Umum
Yang dimaksud dengan perjanjian umum yaitu perjanjian yang tidak termasuk salah satu jenis yang disebut dalam Buku III KUH Perdata, maka ini berarti terhadap perjanjian yang bersangkutan hanya berlaku ketentuan-ketentuan umum yang diatur juga dalam Buku III KUH Perdata, disamping berlaku ketentuan-ketentuan yang diatur sendiri oleh para pihak dalam perjanjian yang bersangkutan ditambah kebiasaan-kebiasaan dan yurisprudensi yang berlaku untuk hal itu.
Dalam perjanjian kredit ada pendapat yang menggolongkan perjanjian kredit sebagai perjanjian bernama jadi bukan perjanjian umum. Perjanjian bernama tersebut adalah
perjanjian habis pakai yang diatur dalam Bab XIII KUH Perdata. Pendapat ini dianut oleh Guru Besar Fakultas Hukum USU yaitu Mariam Darus Badrulzaman, Beliau mengatakan bahwa dalam hubungan dengan perjanjian kredit “apabila uang diserahkan pada pihak peminjam lahirlah perjanjian pinjam mengganti dalam pengertian Undang-undang menurut Bab XII KUH Perdata”11. Terhadap perjanjian kredit yang pada saat perjanjian kredit disepakati barang atau uang yang merupakan objek pinjaman belum diserahkan maka perjanjian kredit merupakan perjanjian obligatoir atau perjanjian pendahuluan untuk melakukan perjanjian pinjam pakai habis (beliau menggunakan istilah pinjam mengganti).
11
Mariam Darus Badrulzaman, Perjanjian Kredit Bank, Citra Aditya Bakti, Bandung, 1991, Hal. 5.
(31)
Namun Munir Fuady, tidak sependapat dengan alur pemikiran tersebut di atas sebab menurut beliau sesuai dengan bunyi Pasal 1755 KUH Perdata pendapat para ahli maka perjanjian pinjam pakai habis tergolong ke dalam bentuk perjanjian riil. Artinya perjanjian pinjam pakai habis baru ada setelah barang benar-benar diserahkan oleh kreditur kepada debitur, karena itu apabila perjanjian kredit dianggap sebagai perjanjian pinjam pakai habis bagaimana status hukum jika ada perjanjian pakai habis seperti perjanjian kredit, tetapi pada saat perjanjian dibuat barang belum diserahkan apakah perjanjian kredit tersebut sudah ada atau belum.
Selanjutnya Munir Fuady, mengatakan bahwa perjanjian pinjam pakai habis yang diatur dalam Pasal 1754 KUH Perdata adalah perjanjian riil dan sepihak dengan prestasi hanya diberikan oleh sepihak saja, maka akan bertentangan jika dibuat pengikat atau
perjanjian pendahuluan untuk perjanjian sepihak dalam hal ini perjanjian dalam pinjam pakai habis.
2. Perjanjian kredit seringkali merupakan perjanjian baku
Seringkali perjanjian kredit merupakan perjanjian baku dengan disana-sini diadakan penyesuaian seperlunya. Biasanya pihak bank telah mempunyai bentuk tersendiri dimana para pihak tinggal mengisi data pribadi dan kredit yang diambil. Yang dimaksud dengan perjanjian baku adalah :
“Perjanjian yang hampir seluruh klausula-klausulanya sudah dibakukan oleh pemakainya dan pihak yang lain pada dasarnya tidak mempunyai peluang untuk merundingkan atau meminta perubahan. Yang belum dibakukan hanyalah beberapa hal saja misalnya menyangkut jenis, harga, jumlah, warna, tempat, waktu dan beberapa hal lain yang spesifik dari objek yang diperjanjikan dengan kata lain yang dibakukan bukan formulir perjanjian tersebut tetapi klausula-klausulanya”12.
Banyak masalah yang bisa timbul dalam hubungan dengan perjanjian baku ini antara lain :
d) Legalitas Perjanjian
Ada pendapat yang mengatakan perjanjian baku sulit untuk diterima keabsahannya karena :
1) Kedudukan pihak pembuat kontrak dalam transaksi yang bersangkutan sama seperti pembuat Undang-undang swasta.
2) Perjanjian baku tidak lain dari perwujudan suatu perjanjian paksa.
12
Sutan Remy Sjahdeni, Kebebasan Berkontrak dan Perlindungan Seimbang Bagi Para Pihak Dalam Perjanjian Kredit Bank Indonesia, Institut Bankir Indonesia, Jakarta, 1993, Hal. 66.
(32)
3) Di negara-negara Common law mengajarkan bahwa hakim dapat menyampingkan suatu kontrak jika kontrak tersebut seyogianya tidak mungkin dibuat atau tidak diterima oleh orang jujur dan adil sebab klausula seperti itu dianggap menindas dan tidak adil.
e) Klausula yang memberatkan dalam perjanjian baku
Dalam suatu perjanjian baku sering terdapat klausula-klausula yang memberatkan suatu pihak yakni pihak yang kepadanya disodorkan perjanjian baku. Contoh dari klausula berat sebelah dalam suatu perjanjian kredit misalnya diberikannya hak kepada kreditur untuk memutuskan perjanjian
pengadilan. Klausula yang memberatkan salah satu pihak ini dikenal dengan klausula eksemsi yaitu klausula dalam suatu kontrak yang bertujuan untuk membebaskan atau membatasi tanggung jawab salah satu pihak terhadap gugatan pihak lain padahal yang bersangkutan telah melakukan hal-hal yang tidak semestinya dilakukan dan tidak dalam keadaan force majeure.
KUH Perdata tidak klausula eksemsi sebagai masalah asal syarat-syarat sahnya perjanjian dipenuhi misalnya jika telah dipenuhi unsur kesepakatan kehendak sesuai dengan Pasal 1330. Dimana dalam kontrak tersebut tidak ada unsur memaksa atau menipu dan tidak melanggar kebiasaan atau itikad baik. Selama hal-hal tersebut dipenuhi maka KUH Perdata tidak melarang klausula eksemsi.
3. Sifat perjanjian kredit
Di dalam berbagai literatur terdapat berbagai versi pendapat tentang bagaimanakah sifat perjanjian tersebut :
6. Windscheid
Menurut ajaran ini, perjanjian kredit merupakan perjanjian dengan syarat tangguh. Dalam hal ini pemenuhan syarat tangguh itu semata-mata bergantung kepada si peminjam apakah dia mau mengambil kredit atau tidak.
7. Goudeket
Menurut ajaran ini perjanjian kredit (pinjam uang) bukan perjanjian riil tetapi merupakan perjanjian yang bersifat konsensual, obligatoir dan bersifat timbal balik.
(33)
Ajaran ini mengajarkan bahwa dalam perjanjian kredit ada 2 macam perjanjian yaitu
perjanjian untuk meminjam uang dimana setelah uang diserahkan maka perjanjian tersebut berubah wujud menjadi perjanjian uang.
9. Asser-Kleyn
Dalam hal ini dalam sebuah perjanjian kredit terdapat 2 perjanjian yaitu perjanjian pendahuluan yakni perjanjian kredit dan perjanjian pinjam uang.13
10. Hak dan kewajiban para pihak dalam perjanjian kredit
a. Hak kreditur
Dalam perjanjian kredit apa yang menjadi hak dari kreditur (bank) dapat diketahui dari ketentuan pasal 1 butir 12 UU Perbankan No. 7 / 1992 dan ketentuan yang terdapat dalam perjanjian kredit. Hak-hak tersebut adalah:
1) Meminta dan menerima pengembalian pinjaman yang telah diberikan beserta bunganya dari si penerima kredit.
2) Secara sepihak dan sewaktu-waktu tanpa terlebih dahulu memberitahu atau menegur penerima kredit dan tanpa mengingat jangka waktu yang telah ditetapkan dalam perjanjian kredit dapat memutuskan perjanjian kredit, dalam hal pemohon kredit dianggap oleh bank tidak memenuhi syarat yang ditetapkan dalam perjanjian kredit.
3) Meminta pengembalian kredit yang telah disalurkan oleh bank, semenjak putusnya perjanjian kredit tanpa mengingat waktu pengembalian kredit.
4) Meminta laporan dan memeriksa perkembangan proyek yang dibiayai oleh bank. 5) Memeriksa pembukuan perusahaan pemohon kredit.
b. Kewajiban kreditur
Dalam perjanjian kredit apa yang menjadi kewajiban dari bank dapat disimpulkan dari isi ketentuan Pasal 1 ayat 12 UU No. 7 / 1992 dan ketentuan yang terdapat dalam
13
(34)
perjanjian kredit yaitu Kewajiban bank adalah menyediakan kredit sejumlah dan dalam jangka waktu yang telah ditentukan dalam perjanjian kredit untuk digunakan sesuai dengan tujuan kredit. Kewajiban bank tersebut tidak mutlak, karena kewajiban tersebut dapat disimpangi oleh bank dalam hal penerimaan kredit tidak memenuhi syarat-syarat yang ditentukan dalam perjanjian kredit. Penyimpangan tersebut merupakan hak yang dimiliki oleh bank.
c. Hak debitur
Dalam perjanjian kredit apa yang menjadi hak dari penerima kredit dapat kita lihat dalam formulir perjanjian kredit hak itu adalah :
Menerima dan mengagunkan kredit sejumlah dan dalam batas waktu yang ditentukan serta menggunakan sesuai dengan tujuan yang terdapat dalam perjanjian kredit. d. Kewajiban debitur
Dalam perjanjian kredit, kewajiban penerima kredit ditentukan dalam Pasal 1 ayat 12 UU No. 7 / 1992 dan juga dapat kita lihat dalam perjanjian kredit antara lain adalah : 1) Melunasi pinjaman yang berupa kredit setelah jangka waktu yang ditentukan
dan jumlah bunga yang telah ditetapkan.
2) Memberi laporan kepada bank tentang perkembangan usahanya dibiayai dengan kredit yang diperoleh tersebut.
3) Memberi laporan kepada bank tentang perkembangan usahanya yang dibiayai dengan kredit yang diperoleh tersebut.
4) Tunduk kepada segala petunjuk dan peraturan bank.
5) Membayar biaya-biaya yang ditentukan seperti bea materai, privisi, biaya pembuatan akta serta sertifikat hipotik, biaya notaris, premi asuransi barang jaminan dan premi asuransi pelunasan kredit.
(35)
118
BAB III
TINJAUAN UMUM TERHADAP KREDIT SINDIKASI
A. Latar Belakang dan Perkembangan Kredit Sindikasi di Indonesia
Kredit sindikasi mulai tumbuh di pasar modal dalam negeri di Amerika Serikat pada tahun 1950-an, sedangkan evolusinya di pasar modal internasional di London terjadi baru kemudian yaitu pada tahun 1960-an. Kredit sindikasi di pasar internasional di London perkembangannya ditunjang oleh kenyataan bahwa kredit dapat diberikan dalam semua mata uang yang sah. Hal ini berbeda dengan pasar di Amerika Serikat, dimana kredit sindikasi diberikan hanya dalam mata uang dolar Amerika Serikat sekalipun penerima pinjaman adalah pihak asing. Namun perlu diketahui bahwa dolar Amerika Serikat bagaimanapun juga adalah mata uang utama yang digunakan dalam pemberian kredit di pasar-pasar internasional. Dalam hal kredit sindikasi diberikan dalam berbagai mata uang, dana yang disediakan tidak hanya dalam satu mata uang namun dalam beberapa mata uang sesuai dengan pilihan penerima pinjaman.
Sampai pada tahun 1972 kredit sindikasi di pasar internasional di London baru mencapai US$ 11,4 miliar sedangkan pada tahun 1981 volumenya telah mencapai US $ 178 miliar dan pada tahun 1989 pasar internasional London menyebutkan jumlahnya lebih dari US $ 499 miliar.
Kredit bukan hal baru bagi perbankan di Indonesia. Perkembangannya sudah tampak sejak tahun 1980-an. Beberapa bank milik pemerintah seperti BNI sudah lama
melakukannya. Demikian juga beberapa bank swasta nasional seperti BII.14
Namun harus diakui bahwa pada awal perkembangannya kredit sindikasi di
Indonesia tergolong lamban. Kalangan perbankan belum menyadari sebagai kebutuhan, yang menyatu dengan strategi usaha pengembangan bisnisnya. Masalah lain juga karena selama ini belum ada ketentuan yang mengharuskan bank-bank melakukan sindikasi. Sebetulnya bank Indonesia pernah mengeluarkan surat keputusan tentang pembiayaan bersama, yaitu SK No. 6/44/Kep/Dir/UPK/73. Namun ketentuan yang khusus untuk bank-bank milik pemerintah itu tidak berjalan efektif.
Baru dalam Pakto 88, masalah sindikasi makin dipertegas. Dalam surat edaran No. 21/50/KEP/Dir, mengatur tentang batas minimum pemberian kredit (BMPK). Sejak
pemerintah menerapkan kebijaksanaan deregulasi bidang keuangan, moneter dan perbankan pada tanggal 28 Oktober 1988 dengan pakto 88 ini jumlah bank semakin meningkat. Salah satu konsekuensi dari semakin banyaknya bank yang tumbuh dan berkembang adalah
14
(36)
119
semakin sempitnya ruang gerak bagi bank, baik dari segi pengerahan dana maupun dari segi pengalokasian dana kredit pada perusahaan-perusahaan yang tergolong baik.
Menghadapi semakin ketatnya persaingan yang ada, banyak cara yang digunakan oleh kalangan perbankan untuk menghadapi situasi ini. Sementara ada kecenderungan bahwa beberapa bank tertentu mengambil jalan pintas, yakni dengan cara memberikan pinjaman hanya kepada kelompok / group perusahaannya, karena resiko yang dihadapi lebih kecil dan juga lebih menguntungkan kelompok perusahaannya sendiri. Hal ini mengakibatkan
banyaknya kredit macet dan lebih parah lagi dana terkonsentrasi pada seorang debitur yang membawa kehancuran pada bank.
Sejak Pakto 88 gelombang sindikasi mulai tampak. Kalangan perbankan mulai menyadari urgensi sindikasi dalam membiayai nasabah besar, hanya sayangnya pelaksanaan sindikasi saat itu masih sekedar menghindari BMPK. Dalam rangka menjaga tingkat
kesehatan bank. ‘Ketika Pakto 88 diluncurkan yang ada di pikiran para bankir itu bagaimana ekspansi dana sebesar-besarnya. Soal aman tidaknya, tidak pernah terpikirkan sebab waktu itu suasana perbankan seperti perang, semua bank menggebu jadi jika lari cepat takut ketinggalan.”15
Proses ini berjalan terus sampai pada akhirnya pemerintah mengeluarkan paket Mei 1993 ditetapkan BMPK 20% baik pada debitur group maupun satu peminjam. Kesadaran untuk penyebaran resiko dan pengamanan batas maksimum pemberian kredit diterjemahkan dalam model kredit sindikasi, kenyataan sebelum paket Mei 1993, banyak bank serta pengalaman pahit dari pelajaran kredit macet
yang menggunung perbankan mulai sadar diri, ditambah lagi adanya tuntutan dari bank Indonesia untuk menerapkan prudential banking lewat kebijakan bank Indonesia yang dikeluarkan tanggal 28 Februari 1981. Hal ini dikarenakan di satu pihak bank harus menyalurkan pinjaman karena merupakan pos penyumbang dana tersebut dan di lain pihak trauma kredit macet terus menghantui para bankir.
15
(37)
120
Pada fase ini perkembangan kredit sindikasi di Indonesia mulai menuju ke arah dipilihnya kredit sindikasi sebagai suatu alternatif yang timbul karena kebutuhan akan kredit dalam jumlah yang melebihi BMPK suatu bank semakin meningkat. Info bank mencatat sepanjang tahun 1993 kredit sindikasi yang dilakukan oleh bank-bank berkembang pesat baik dari segi kualitas maupun kualitas. Diperkirakan pada saat itu pola sindikasi itu akan semakin banyak dilakukan oleh bank-bank karena terbukti pembiayaan seperti ini mempunyai dampak positif baik bagi bank, debitur, kreditur maupun perekonomian pada umumnya.
Pada periode ini kredit sindikasi mempunyai suatu ciri baru jika selama ini dikenal penuh persaingan di dalam melakukan bisnis, sekarang dituntut sikap ke gotong-royongan dan kebersamaan. Melalui kerjasama itu, mereka bisa tukar menukar informasi bagi
kemajuan bersama. Di samping itu, juga akan terjadi transfer pengetahuan antara bank yang sudah mapan kepada bank yang kurang mapan meskipun ada kecenderungan sindikasi itu hanya dilakukan di antara bank-bank yang selevel.
Pada awalnya dikeluarkannya paket Mei 1993, banyak kalangan yang memperkirakan pola kredit sindikasi bakal diberikan tidak hanya kepada bank-bank pemerintah tetapi juga kepada bank-bank swasta apalagi pada saat ini bank pemerintah masih merasakan BMPK sebagai batu sandungan. Sementara mega proyek masih banyak ditunggu pada bank pemerintah, akan mampu dibiayai dengan cara sindikasi agar tidak banyak memberi beban kepada satu bank saja, apalagi mega proyek rawan resiko karena banyak campur tangan dan kepentingan.
Kebyar-kebyar kredit sindikasi dalam negeri dianggap kalangan perbankan merupakan gejala yang baik. Sebab tiga atau empat tahun yang lalu hanya bank-bank pemerintahlah yang mendominasinya. Selain itu peran bank-bank asing dalam memberi kredit sindikasi turut menciutkan nyali bankir swasta untuk terjun ke kredit sindikasi. Tapi menurut penelitian Info Bank peta sindikasi di Indonesia agaknya akan dimonopoli oleh bank-bank pemerintah atau swasta besar, namun juga akan diramaikan oleh bank-bank non devisa. Sebab titik simpul persoalannya tidak lain adalah pembagian resiko itu sendiri.
Prediksi tersebut di atas menjadi kenyataan pada tahun-tahun terakhir dimana sekarang tidak peduli bank itu kecil atau besar sudah saling ikut sindikasi dan mulai mendapat kesempatan membiayai proyek besar melalui kredit sindikasi. Bahkan ada beberapa bank swasta yang sudah meroket dengan aktivitas kredit sindikasi.16
B. Defenisi dan Dasar hukum Kredit Sindikasi
1. Defenisi kredit sindikasi16
(38)
121
Stanley Hurn dalam bukunya syndicated loan memberikan defenisi mengenai kredit sindikasi atau syndicated loan adalah : “A syndicated loan is a loan made by two or more lending institutions, on similar terms and conditions, using common documentation and administered by a common agent.”17
Defenisi tersebut di atas mencakup semua unsur-unsur yang penting dari suatu kredit sindikasi, yaitu :
Pertama, kredit sindikasi melibatkan lebih dari satu lembaga pembiayaan dalam suatu fasilitas sindikasi
Kedua, defenisi tersebut menyatakan bahwa kredit sindikasi adalah kredit yang diberikan berdasarkan syarat-syarat dan ketentuan-ketentuan yang sama bagi masing-masing peserta sindikasi.
Ketiga, defenisi tersebut menegaskan bahwa hanya ada satu dokumentasi kredit, karena dokumentasi inilah yang menjadi pegangan semua bank peserta sindikasi secara bersama-sama.
Keempat, sindikasi tersebut diadministrasikan oleh satu agen yang sama bagi semua bank peserta sindikasi. Bila tidak demikian halnya maka terpaksa harus ada serangkaian fasilitas bilateral yang sama tetap mandiri, antara masing-masing bank peserta dengan nasabah.
2. Dasar Hukum Kredit Sindikasi
17
(39)
122
Beberapa peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang Kredit sindikasi, adalah:
13. UU No. 14 Tahun 1967 tentang Pokok-pokok Perbankan (LNRI Tahun 1967 No. 34, Tambahan LNRI No. 2842).
14. UU No. 13 Tahun 1968 tentang Bank Sentral (LNRI Tahun 1968 No. 68, Tambahan LNRI No. 2865).
15. Keputusan Menteri Keuangan No. KEP-792/MK/IV/12/1970 tanggal 7 Desember 1970 tentang Lembaga Keuangan sebagaimana telah diubah dan ditambah dengan Keputusan Menteri Keuangan No. 38/MK/IV/1/1972 tanggal 18 Januari 1972 dan No. KEP-562/KMK-011/1982 tanggal 1 September 1982.
16. Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia SK No. 6/44/Kep/Dir/UPK/1973.
17. Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia, No.21/50/KEP/DIR tanggal 27 Oktober 1988, tentang BMPK kepada Debitur atau Debitur Group.
18. SE kepada semua Bank dan Lembaga Keuangan bukan Bank di Indonesia, No/ 21/10/BPPP, tanggal 27 Oktober 1988 perihal BMPK kepada Debitur atau Debitur Group.
19. SK Direksi BI, No. 21/51/KEP/DIR tanggal 27 Oktober 1988 tentang sindikasi kredit kepada pengurus dan atau pemegang saham.
20. SE kepada semua Bank dan Lembaga Keuangan bukan Bank di Indonesia, No.21/11/BPPP tanggal 27 Oktober 1988 tentang pemberian kredit kepada pengurus atau pemegang saham.
21. SE kepada semua Bank dan Lembaga Keuangan bukan Bank di Indonesia No. 21/18/BPPP, tanggal 25 Maret 1989 perihal BMPK kepada debitur dan debitur group serta pengurus, pemegang saham dan keluarganya.
(40)
123
22. UU No. 7 tahun 1992 tentang Perbankan (LNRI Tahun 1992 No. 31, Tambahan LNRI No. 3472).
23. UU No.10 tahun 1998. tentang perubahan atas Undang-undang No. 7 tahun 1992. 24. SK Direksi BI No. 26/21/KEP/DIR tanggal 29 Mei 1993 tentang BMPK.
C. Ciri-ciri Kredit Sindikasi
Ada beberapa ciri utama dari suatu kredit sindikasi antara lain :
5) Terdiri atas lebih dari satu pemberi kredit
Kredit sindikasi selalu diberikan oleh lebih dari satu pemberi kredit sebagai peserta dari sindikasi kredit. Sepanjang yang menyangkut jumlah pesertanya kredit sindikasi dibagi atas dua jenis, yaitu club loan dan consortium lending. Club loan adalah kredit yang diberikan oleh beberapa bank saja, biasanya mengandung pengertian bahwa jumlah kredit yang diberikan oleh setiap anggota sama besar sekalipun tidak selalu demikian. Consortium lending mengandung pengertian bila jumlah kredit sedemikian besar sehingga tidak mungkin diberikan dalam bentuk club loan.
6) Besarnya jumlah kredit
Kredit sindikasi adalah satu teknik bagi bank untuk dapat membiayai debitur meskipun kredit yang dimohonkan oleh debitur telah melewati BMPK dengan cara membentuk sindikasi di antara kreditur. Oleh karena itu biasanya tidak cocok untuk kredit yang berjumlah kecil dimana tidak alasan bagi bank untuk tidak membiayai sendiri seluruh jumlah kredit tersebut.
Apabila bank tersebut merasa bahwa resiko terlalu besar bila seluruh permintaan nasabah itu sendiri meskipun tidak melewati BMPK maka bank dapat juga membentuk suatu sindikasi untuk membiayai debitur.
7) Jangka waktu
Pada umumnya Kredit sindikasi berjangka waktu menengah atau jangka waktu panjang, sekalipun tidak ada alasan mengapa tidak mungkin kredit sindikasi diberikan untuk jangka waktu pendek. Dalam terminologi sindikasi belum ada kesamaan mengenai apa yang dimaksud dengan jangka waktu pendek, menengah dan panjang. Namun pada umumnya jangka waktu pendek sampai dengan satu tahun, menengah antara 1-5 tahun sedangkan panjang di atas 5 tahun.
8) Bunga
Pada umumnya, bunga dari kredit sindikasi bersifat mengambang yang disesuaikan setiap jangka waktu tertentu, misalnya setiap 3 bulan sekali. Bagi kredit-kredit yang diberikan dalam mata uang asing, misalnya Amerika Serikat ditetapkan dengan mengambil patokan LIBOR (London Interbank Offered Rate) atau SIBOR (Singapore Interbank Offered Rate).
(41)
124
Sekalipun pada umumnya bunga dari kredit sindikasi bersifat mengambang namun dimungkinkan pula bagi pemberian kredit sindikasi dengan bunga yang ditetapkan secara tetap sepanjang waktu kredit. Penetapan bunga dengan cara mengambang dipandang lebih adil bagi bank-bank peserta kredit sindikasi dan nasabah, di samping itu juga bagi bank dapat lebih memberikan kepastian dalam kaitannya dengan kemampuan bank itu untuk memperoleh dana yang harus disediakan bagi debitur.
Oleh karena dana yang diperoleh bank berjangka waktu pendek dan setiap kali berbeda-beda tingkat bunganya, maka adalah lebih baik bunga kredit ditetapkan secara mengambang dari waktu ke waktu sesuai dengan tingkat bunga perolehan dananya. 9) Setiap kali hanya satu tingkat bunga bagi nasabah
Tidak semua bank dapat meminjam dana dari pasar uang dengan tingkat bunga yang sama. Apabila beberapa bank memberikan kredit kepada seorang nasabah berdasarkan perjanjian bilateral antara masing-masing bank dengan nasabah tersebut lazim, apabila tingkat bunga kredit sindikasi dari masing-masing Bank peserta tidak sama besar. Namun apabila beberapa bank itu memberikan kredit kepada seorang nasabah berdasarkan satu pemberian kredit dalam suatu sindikasi kredit maka akan sulit pelaksanaannya bila masing-masing peserta menghendaki tingkat bunga yang berbeda.
10)Tanggung jawab berbagi
Sekalipun suatu fasilitas kredit sindikasi adalah suatu totalitas dan bukan kombinasi dari sejumlah fasilitas bilateral, namun tanggung jawab dari bank peserta dalam sindikasi tidak bersifat tanggung renteng, artinya bahwa masing-masing bank peserta hanya bertanggung jawab untuk bagian jumlah kredit yang menjadi komitmennya. Tanggung jawab dari masing-masing bank di dalam sindikasi tidak merupakan tanggung jawab dimana satu bank menjamin bank lain.
11)Dokumentasi kredit
Dokumentasi kredit yang sama bagi semua peserta kredit sindikasi merupakan ciri yang penting dari kredit sindikasi. Dokumentasi kredit tersebut adalah dasar bagi administrasi kredit sindikasi selama jangka waktunya. Untuk mencapai keseragaman dalam pelaksanaannya di antara bank-bank peserta sindikasi, maka ditunjuklah satu bank di antara peserta sebagai agen untuk bertindak sebagai kuasa dari bank-bank peserta sindikasi dengan tugas mengadministrasikan kredit tersebut setelah perjanjian kredit ditandatangani.
12)Publisitas
Ciri yang membedakan antara pinjaman bilateral dengan kredit sindikasi adalah keharusan bagi kredit sindikasi untuk dipublisitaskan.
(42)
125
D. Manfaat Kredit Sindikasi
1. Bagi KrediturAda beberapa manfaat bagi suatu bank untuk membiayai nasabahnya dalam bentuk kredit sindikasi dengan bank-bank lain. Beberapa manfaat diantaranya adalah sebagai berikut :
11. Pembentukan sindikasi dalam pemberian kredit memungkinkan bagi suatu bank untuk mengatasi masalah BMPK.
12. Kredit sindikasi memungkinkan bagi suatu bank untuk menyebarkan resiko dengan cara berbagi resiko dengan bank-bank lain.
13. Jika sebelumnya dikenal penuh persaingan dalam merebut hati nasabah, sekarang setelah membentuk sindikasi dituntut sikap kebersamaan dan kegotongroyongan melalui kerjasama ini bank-bank kredit dapat tukar menukar informasi bagi kemajuan masing-masing.
14. Bila sindikasi itu di antara bank yang sudah mapan dan bank kecil maka akan terjadi transfer pengetahuan dari bank yang sudah mapan kepada bank kecil.
15. Sindikasi juga akan memperluas akses bank-bank kreditur di kalangan pengusaha terutama bagi bank-bank yang jaringannya masih sangat terbatas.
16. Bank dapat mencari sumber pendapatan selain dari suku bunga yaitu dengan cara menjadi arrangers kredit sindikasi.
17. Analisa kredit akan makin cermat, karena adanya banyak bank yang terjun ke kredit sindikasi, tentu menciptakan analisa yang makin tajam, bila dibandingkan dengan bila hanya dianalisa sendiri.
(43)
126
18. Peluang bank untuk membiayai proyek-proyek besar, hal ini akan menumbuhkan dan meningkatkan kepercayaan terhadap kualitas kemampuan bank-bank nasional baik dalam negeri maupun manca negara.
19. Kredit sindikasi diberikan berdasarkan syarat-syarat dan ketentuan yang sama bagi setiap peserta sindikasi, hanya ada satu dokumentasi kredit, administrasi dan satu agen.
2. Bagi Nasabah
Bagi nasabah kredit sindikasi memberikan manfaat sebagai berikut :
f) Bagi suatu bank, sekalipun mampu memberikan kredit yang berjumlah besar tetapi belum tentu bersedia untuk memberikan jumlah yang sama bagi setiap pemohon karet. Suatu bank mungkin mampu dan bersedia memberikan kredit sebesar Rp. 100.000.000.000 (seratus miliar) kepada suatu perusahaan yang mempunyai modal sebesar Rp. (satu) triliun, namun hanya bersedia memberikan kredit sebesar Rp. 10 (sepuluh) miliar untuk suatu perusahaan dengan modal sebesar Rp. 50 (lima puluh) miliar saja.
g) Kredit sindikasi memungkinkan bagi nasabah untuk memperoleh kredit yang berjumlah besar tanpa harus berhubungan dengan banyak bank, cukup berhubungan dengan satu bank.
h) Kredit sindikasi memungkinkan bagi satu nasabah untuk memupuk record dengan banyak bank melalui pengaturan oleh bank sendiri yang bertindak sebagai arrangers untuk kredit sindikasi itu.
i) Kredit sindikasi menambah kredibilitas dari nasabah tersebut lebih-lebih lagi apabila para peserta sindikasi terdiri dari bank-bank besar yang ternama.
(44)
127
j) Nasabah bisa mendapat dari berbagai bank tentang segala hal yang kurang mengenai proyek yang sedang ditangani.
E. Pemilihan Sistem Hukum Yang Berlaku dan Juridiksi
Pengadilan
Sindikasi kredit dapat dibentuk dengan para peserta hanya terdiri dari lembaga-lembaga pemerintah pemberi kredit dalam negeri atau dengan para peserta pemberi kredit internasional yang berasal dari berbagai negara. Apabila kredit sindikasi tersebut merupakan sindikasi kredit internasional maka mengenai pemilihan hukum siapa atau hukum negara mana yang akan diberlakukan bila terjadi sengketa di antara pihak terkait dalam perjanjian kredit sindikasi menjadi masalah. Apakah akan diberlakukan hukum dari agen bank, pihak penerima kredit, pemberi pinjaman, tempat ditandatanganinya perjanjian kredit sindikasi, atau hukum salah satu negara yang sama sekali tidak terkait dengan perjanjian kredit sindikasi.
Pemilihan sistem hukum dan juridiksi pengadilan ditentukan sendiri oleh para pihak dengan mencantumkan klausula khusus dalam perjanjian kredit sindikasi. Pada umumnya bagi sindikasi kredit di dalam negeri hukum yang berlaku adalah hukum negara setempat. Namun tidak menutup kemungkinan diperjanjikan lain yang menentukan diberlakukannya hukum negara lain. Menurut sistem hukum perjanjian Indonesia dimungkinkannya hal yang demikian itu mengingat diberlakukan azas kebebasan berkontrak.
Pada kredit sindikasi mungkin diberlakukan transaksi keuangan internasional, dimana terkait berbagai sistem hukum yang menimbulkan ketidakpastian yaitu :
(45)
128
k. Menyangkut validitas dari hukum yang diberlakukan, penegakan dari ketentuan sistem hukum dan penafsiran dari dokumen-dokumen hukum yang menjadi landasan bagi transaksi internasional.
l. Menyangkut hak dan kewajiban dari pihak-pihak yang dimaksud.
m. Sampai sejauhmana sistem hukum lain akan mempengaruhi transaksi kredit tersebut. Untuk meminimalkan ketidakpastian itu di dalam praktek diupayakan menerapkan satu sistem hukum saja yang ditempuh dengan cara memasukkan dalam perjanjian kredit sindikasi klausula pilihan hukum.
Ada beberapa faktor yang harus dipertimbangkan dalam memilih hukum yang diberlakukan bagi kredit sindikasi.
d) Kebebasan untuk memilih hukum yang akan diberlakukan
Harus dipertimbangkan sampai sejauhmana suatu sistem hukum memperbo-lehkan para pihak dari suatu transaksi untuk memilih hukum tersebut dalam mengatur validitas dan pelaksanaan dari perjanjian serta hak dan kewajiban dari para pihak. Juga apakah sistem hukum tersebut memperbolehkan untuk dipilih dalam mengatur suatu transaksi dimana sistem hukum tersebut sedikit atau sama sekali tidak mempunyai kaitan dengan transaksi tersebut.
e) Kepastian dan harapan atas hasil yang diinginkan berdasarkan dokumen-dokumen hukum yang ada.
Hal ini merupakan pertimbangan yang paling penting bagi para pihak karena menyangkut klausula-klausula tertentu yang tercantum dalam suatu dokumen perjanjian memungkinkan para pihak untuk memperoleh kepastian dari sistem hukum yang dipilih dalam menghadapi kejadian-kejadian di kemudian hari.
Kebutuhan akan kepastian adalah dapat diduganya apa yang akan diputuskan dalam pengadilan berkenaan dengan satu kasus sangat penting untuk dapat dirinci dalam perjanjian kredit. Keadaan-keadaan bila hal itu terjadi dapat memberikan hak mutlak bagi bank peserta sindikasi untuk mengakhiri seketika suatu perjanjian dan menuntut agar kreditur melunasi seluruh kredit yang terutang sebelum jangka waktu berakhir.
(46)
129
Menurut sistem hukum anglo saxon apabila para pihak dalam suatu perjanjian mencantumkan hak dan kewajiban mereka berdasarkan klausula-klausula yang dirumuskan secara jelas hakim tidak boleh menafsirkan klausula-klausula tersebut, namun harus diartikan sesuai dengan kata-kata yang telah jelas itu. Dan hakim tidak diperkenankan menambah klausula-klausula lain dalam perjanjian dengan tujuan agar perjanjian itu menjadi adil dan patut.
Menurut sistem hukum kontinental pengadilan mempunyai wewenang untuk mencampuri perjanjian para pihak berdasarkan pertimbangan bahwa kejadian yang terjadi bukan suatu kejadian yang serius, kerugian yang tidak terbukti, hak tersebut bertentangan dengan keadilan atau gabungan dari faktor-faktor tersebut.
f) Kecanggihan dari sistem hukum yang dipilih
Adalah penting bahwa terminologi dan ketentuan-ketentuan dari sistem hukum yang dipilih mampu mengakomodasikan konsep-konsep, transaksi-transaksi dan struktur-struktur yang canggih dan kompleks dari transaksi-transaksi internasional.
g) Bahasa
Bahasa yang digunakan dalam perjanjian kredit sindikasi biasanya berhubungan dengan bahasa yang biasa dipakai dalam dunia internasional. Maka pada umumnya sistem hukum yang dipilih adalah hukum Inggris.
h) Forum litigasi
Adalah sangat memudahkan para pihak apabila pengadilan yang dipilih untuk menyelesaikan sengketa yang timbul adalah juga pengadilan dari negara yang sistem hukumnya dipilih bagi perjanjian kredit sindikasi. Pilihan mengenai pengadilan mana yang mempunyai jurisdiksi utama untuk menyelesaikan sengketa yang timbul yang berkenaan dengan perjanjian kredit sindikasi juga dipengaruhi oleh hal-hal berikut :
9. Kecakapan dan efektifitas dari putusan pengadilan dan sistem hukum yang akan dipilih.
(47)
130
10. Apakah berdasarkan sistem yang akan dipilih itu terdapat suatu pengadilan khusus yang dimiliki hakim-hakim yang telah berpengalaman memutus sengketa yang biasa pada perjanjian kredit sindikasi.
11. Sampai sejauhmana putusan-putusan dari pengadilan yang sistem hukum yang akan dipilih itu diakui dan dilaksanakan oleh pengadilan negara lain yang didasarkan pada perjanjian pengakuan timbal balik di antara negara-negara itu.
(48)
131
BAB IV
PROSEDUR HUKUM PENGIKATAN KREDIT SINDIKASI
A. Pembentukan Arrangers, Penyampaian Offer dan Penerimaan Mandate
1. Pembentukan Arrangers
Sindikasi kredit tidak terbentuk dengan sendirinya. Sindikasi itu terbentuk karena diusahakan oleh suatu lembaga yang pada umumnya adalah bank (bank-bank) yang disebut arranger (arrangers). Bank yang menjadi arrangers itu biasanya kemudian menjadi anggota atau peserta sindikasi setelah sindikasi terbentuk.
Setelah arrangers terbentuk, kemudian dipilih dari anggota arrangers itu yang bertugas dan berperan sebagai lead manager. Bila arranger terdiri dari satu bank saja maka bank itulah yang menjadi lead manager. Pada umumnya yang berperan sebagai lead manager adalah bank yang menjadi bank utama dari calon penerima kredit. Namun adakalanya bank utama dari calon penerima kredit merasa tidak mempunyai pengalaman, kemampuan teknis dan kemampuan operasional untuk membentuk kredit. Sehingga oleh karena itu bank tersebut merasa perlu untuk meminta bantuan dari dan menyerahkan peranan lead manager kepada bank yang mempunyai pengalaman, kemampuan dan reputasi untuk membentuk sindikasi kredit.
Lead manager yang merasa bahwa proyek yang akan dibiayai itu rumit dan jumlah dana yang diperlukan sangat besar, sehingga lead manager tidak mampu untuk menyelenggarakan sendiri, lead manager dapat membentuk suatu kelompok kecil bank-bank
(49)
132
yang disebut management group. Koordinator dari management group itu disebut lead manager, adakalanya lead manager lebih dari satu mereka masing-masing disebut co-lead manager. Di bawah lead manager adalah manager, co-manager dan level terbawah disebut partisipan.
2 Penyampaian offer dan penerimaan mandat
Langkah awal yang harus dilakukan untuk membentuk sindikasi adalah mengajukan penawaran, penawaran ini diajukan oleh pihak yang mengambil inisiatif untuk terjadinya suatu perikatan. Dengan demikian apabila bank yang melakukan pendekatan terhadap calon penerima kredit yang dinilai potensial untuk ditawari kredit sindikasi maka offer diajukan oleh bank tersebut pada calon penerima kredit. Sebaliknya apabila calon penerima kredit yang melakukan pendekatan kepada bank yang dianggap potensial untuk membentuk sindikasi kredit bagi pembiayaan proyeknya maka penerima kredit yang menyampaikan offer
kepada bank dan diminta kepadanya untuk bersedia menjadi arrangers bagi pembentukan sindikasi.
Pada prakteknya di Indonesia, karena pembuatan offer dokumen begitu sulit dan memerlukan pengetahuan dan keahlian khusus maka seringkali offer dokumen disiapkan oleh bank bagi kepentingan calon penerima kredit. Dengan tidak memperdulikan apakah pihak bank yang mengambil inisiatif untuk menawarkan pembentukan sindikasi kredit atau pihak calon penerima kredit. Dengan kata lain seakan-akan dalam kedua situasi ini bank yang mengambil inisiatif untuk menawarkan pembentukan sindikasi kredit pada calon penerima kredit.
(50)
133
Suatu usulan pembiayaan (penawaran) dibuat dalam suatu offer dokumen yang membuat keterangan mengenai jumlah kredit, besarnya bunga kredit, jangka waktu kredit, mata uang dari kredit yang akan diberikan dan ketentuan serta syarat-syarat lainnya atas dasar mana lead manager akan mengorganisasikan suatu sindikasi bank-bank untuk meminjamkan dana yang diperlukan pada calon penerima kredit.
Suatu offer dapat muncul dalam beberapa bentuk yaitu :
a. Indicative terms offer
Offer
bentuk ini sebenarnya sama sekali bukan suatu
offer
oleh karena yang
mengeluarkannya sama sekali tidak memberikan komitmennya
mengenai syarat-syarat dan ketentuan-ketentuan yang tercantum
dalam
offer
dokumen.
b. Best efforts offer
Offer bentuk ini mengerahkan dana dari pasar berdasarkan syarat-syarat dan ketentuan yang spesifik. Namun offer ini sama sekali tidak memberikan kepastian bagi calon nasabah bahwa dana yang diinginkan olehnya akan dikerahkan oleh bank yang mengajukan offer itu pasti akan diperoleh berdasarkan syarat-syarat dan ketentuan-ketentuan tersebut. Bank yang mengajukan offer itu hanya mengemukakan keyakinannya bahwa bank itu dapat mengerahkan dana bagi kepentingan calon penerima kredit dengan syarat dan ketentuan tersebut dan menyatakan kesediaannya untuk mengarahkan dana dari pasar kredit sindikasi. Namun apabila bank tersebut tidak berhasil mengerahkan dana dengan sendirinya calon penerima kredit tidak akan memperolehnya.
(51)
134
Di dalam offer dokumen harus secara jelas disebutkan bahwa offer ini adalah best effort offer. Seorang calon penerima kredit bersedia menerima satu best effort offer yang belum pasti dan bersedia memberikan mandate kepada suatu bank untuk mengerahkan dana yang diperlukan alasan utamanya adalah biaya.
c. Underwritten offer
Ada dua bentuk underwritten offer yaitu :
1) Fully underwritten offer adalah suatu offer untuk mengerahkan dana yang keseluruhan jumlah yang ditawarkan telah tertentu atas dasar syarat-syarat dan ketentuan-ketentuan yang spesifik pula, yang apabila diterima bank yang mengajukan
offer itu untuk menyediakan seluruh jumlah dana yang dimaksud, sekalipun bank tersebut akhirnya tidak mungkin atau tidak berhasil mengerahkan dana itu dari pasar sindikasi.
2) Partially underwritten offer adalah suatu offer dimana bank yang mengajukan offer
tersebut tidak menanggung untuk menyediakan seluruh jumlah dana yang diperlukan, namun hanya menanggung untuk menyediakan sebagian saja dari jumlah yang diperlukan. Jaminan yang diberikan oleh bank kepada calon penerima kredit untuk pasti memperoleh sebagian atau seluruh dana yang diperlukan oleh calon penerima kredit melalui sindikasi, memperoleh sebagian dana yang diperlukan oleh calon penerima kredit melalui sindikasi.
Offer tersebut akan merupakan dasar bagi pembentukan mandate oleh calon penerima kredit kepada arranger untuk menyelenggarakan kredit sindikasi tersebut. Ada tiga hal yang selalu diperhatikan dengan baik di dalam memeriksa atau membuat suatu offer dokumen yaitu :
(52)
135
a. Offer tidak boleh tanpa batas waktu, hal ini disebabkan oleh karena pasar sindikasi berfluktuasi. Kondisi dari waktu ke waktu dapat berubah.
b. Di dalam offer dokumen itu harus dicantumkan suatu klausula yang menyatakan bahwa apabila suatu kejadian yang penting terjadi sebelum jangka waktu offer itu berakhir, dimana kejadian itu sedemikian rupa sehingga keadaan menjadi berubah sama sekali dari keadaan semula ketika offer dokumen itu diterbitkan, maka bank yang mengajukan offer
tersebut tidak berhak untuk mengubah syarat-syarat offer sejalan dengan keadaan yang baru itu atau berhak untuk menarik kembali offer itu.
c. Dalam offer harus dicantumkan klausula yang pada dasarnya menyadari bahwa calon penerima kredit tidak akan me-arrange transaksi-transaksi lain di dalam pasar sindikasi baik dengan syarat yang sama maupun dengan syarat yang berbeda.
Biasanya suatu offer dikirimkan oleh arranger kepada calon penerima kredit dalam bentuk sedemikian rupa yang apabila dapat diterima oleh calon penerima kredit maka surat offer itu ditandatangani oleh calon penerima kredit dan dikembalikan kepada arranger. Offer yang telah ditandatangani oleh calon penerima kredit sebagai tanda persetujuan dari calon penerima kredit tersebut kemudian berganti fungsinya menjadi surat mandate, yaitu kewenangan yang diberikan oleh calon penerima kredit kepada bank atau sekelompok bank untuk me-arrange transaksi tersebut. Dalam tahap ini bank atau bank-bank tersebut disebut arranger, oleh karena mereka memiliki mandate untuk mengarrange transaksi itu. Mandate biasanya diberikan dalam bentuk surat tertulis, mencantumkan semua syarat-syarat dan ketentuan-ketentuan yang penting dari fasilitas yang harus diarrange.
Mandate adalah suatu kontrak antara calon penerima kredit dan arrange. Isi suatu mandate pada hakekatnya merupakan kenyataan ulang dari offer dokumen. Setelah suatu
(53)
136
mandate dikeluarkan oleh calon penerima kredit maka mandate itu tidak mungkin diubah secara sepihak. Oleh karena itu baik calon penerima maupun arranger yang tergabung dalam management group secara kontraktual terikat oleh mandate. Maka arranger yang telah memberikan komitmennya tidak dapat menolak untuk tidak memenuhi komitmennya, sebaliknya calon penerima kredit tidak dapat menarik kembali mandatenya selama tahap pembentukan sindikasi. Sekali suatu mandate telah diberikan maka arrangers berwenang untuk memasuki pasar sindikasi untuk menyediakan fasilitas kredit. Apabila mandate tidak dimaksudkan untuk mengikat maka di dalam mandate itu harus dicantumkan pernyataan bahwa mandate itu tidak mengikat secara hukum dan ikatan baru ada di antara para pihak setelah dibuat suatu perjanjian tersendiri antara calon penerima kredit dan arrangers.
Jenis-jenis mandate :
a. Unrestricted mandate adalah mandate yang menyerahkan kebijaksanaan mengenai struktur management group, bank-bank tertentu yang harus diundang, strategi dalam distribusi dan pembagian tugas di antara masing-masing anggota management group, diserahkan pada bank penerima mandate.
b. Restricted mandate adalah mandate yang di dalamnya terdapat pembatasan-pembatasan tertentu antara lain :
1)
Bagaimana management group harus dibentuk.
2) Bank-bank tertentu mana saja yang harus diundang atau dikecualikan. 3) Pembatasan geografis yang harus diperhatikan.
4) Pembatasan terhadap rancangan terakhir suatu management group. 5) Persyaratan mengenai jadwal distribusi dari pembayaran.
(1)
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
1. Proses pengikatan Kredit Sindikasi dimulai dengan pembentukan arrangers yang terdiri dari lembaga-lembaga yang pada umumnya adalah bank dengan struktur lead manager, co-lead manager, co-manager, partisipan. Arrangers mengusahakan suatu kredit sindikasi bagi kepentingan nasabah.
2. Setelah arrangers terbentuk disampaikan offers yaitu penawaran penyediaan kredit dengan sindikasi kredit oleh lead manager pada calon penerima kredit, bila calon penerima kredit menerima syarat-syarat dalam offers tersebut dilakukan dengan memberi mandat yaitu kewenangan yang diberikan oleh calon penerima kredit kepada arrangers
atau lead manager untuk membentuk sindikasi kredit.
3. Setelah lead manager memperoleh mandat dari penerima kredit, lead manager bertanggung jawab menyiapkan dokumen hukum yaitu informasi memorandum memuat rincian mengenai pinjaman yang dimaksud dan perjanjian Kredit Sindikasi yang akan merupakan perjanjian antara sindikasi dengan penerima kredit dan antara para bank-bank sindikasi itu sendiri. Kemudian diadakan upacara penandatanganan Kredit Sindikasi oleh bank-bank peserta sindikasi dan calon penerima kredit yang diteruskan dengan pengumuman mengenai terbentuknya sindikasi kredit tersebut.
4. Setelah perjanjian kredit sindikasi ditandatangani maka diangkat dari salah satu bank-bank peserta sindikasi yang bertugas sebagai agen bank-bank. Agen bertindak sebagai kuasa dari bank-bank peserta sindikasi dalam hal menatausahakan kredit, menyelenggarakan
(2)
160
sejumlah kewajiban administrasi, dan melakukan pemantauan terhadap penggunaan kredit selama jangka waktu kredit berlangsung.
5. Penjualan partisipasi kredit pada pemberian kredit sindikasi dimungkinkan. Pada umumnya berupa transaksi antar bank yang memungkinkan suatu bank untuk mengalihkan suatu asset tercatat pada neracanya yang berupa partisipasi dari bank-bank itu dalam suatu sindikasi kredit dapat dilakukan dengan cessie, subrogasi dan novasi.
B. Saran
1. Dengan pemberian kredit kepada pihak-pihak yang membutuhkan diharapkan pertumbuhan ekonomi juga makin meningkat.
2. Dalam pemberian kredit diharapkan pihak debitur dan kreditur mempunyai itikad baik. Khususnya bagi debitur untuk menggunakan kredit sesuai dengan yang diperjanjikan. 3. Perjanjian kredit yang umumnya dilaksanakan dalam bentuk perjanjian baku hendaknya
juga tidak mengurangi perlindungan terhadap pihak debitur karena dalam perjanjian kredit yang bersifat baku itu, kedudukan kreditur lebih terjamin.
(3)
Badrulzaman, Mariam Darus, Pelangi Perdata II, Fakultas Hukum USU, 1990.
---, Perjanjian Kredit Bank, Citra Aditya Bakti, Bandung, 1991. Djumhana, Muhammad, Hukum Perbankan di Indonesia, Citra Aditya Bakti, Bandung, 1993. Fuady, Munir, Hukum Perkreditan Kontemporer, Citra Aditya Bakti, Bandung, 1996.
Marala, Djuhaefase, dkk, Dasar-dasar Perkreditan, PT. Gramedia, Jakarta, 1990.
Muljono, Teguh Pudjo, Manajemen Perkreditan Bagi Bank-bank Komersial, BPFC, Yogyakarta, 1996.
Purwadarminta, W.J.S., Kamus Umum Bahasa Indonesia, Balai Pustaka, Jakarta, 1989.
Rahman, Hasanuddin, Aspek-aspek Hukum Pemberian Kredit Perbankan di Indonesia, Citra Aditya Bakti, Bandung, 1995.
Rusli, Hardijan, Perjanjian Indonesia dan Common Law, Pustaka Sinar Harapan, Jakarta, 1993. Sri Murgan, Mucharsyah, Dasar-dasar dan Teknik Manajemen Kredit, Bina Aksara, Jakarta, 1984. Salindeha, Jhon, Sistem Jaminan Kredit Dalam Era Pembangunan, Sinar Grafika, Jakarta, 1994. Subekti, R., Pokok-pokok Hukum Perdata,Inter Masa, Jakarta, 1983.
---, Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, Paramita, Jakarta, 1986. ---, Hukum Perjanjian, Inter Masa, Jakarta, 1991.
Sjahdeini, Sutan, Remy, Kebebasan Berkontrak Dalam Perlindungan yang Seimbang Dalam Perjanjian Kredit Bank, Institute Bankir Indonesia, Jakarta, 1993.
---, Kredit Sindikasi Proses Pembentukan dan Aspek Hukum, PT. Pustaka Utama Grafiti, Jakarta, 1997.
Supramono, Gatot, Perbankan dan Masalah-masalah Kredit – Suatu Tinjauan Yuridis, Djambatan, Jakarta, 1995.
Tje’ Aman, Edi Putra, Kredit Perbankan Suatu Tinjauan Yuridis, Liberty, Yogyakarta, 1985. Thomas, dkk, Dasar-dasar Perkreditan, Gramedia, Jakarta, 1990.
Harahap, M. Yahya, Segi-segi Hukum Perjanjian, Alumni, Bandung, 1986. Wirjanarto, Hukum dan Ketentuan Perbankan di Indonesia, Grafiti, Jakarta, 1993.
(4)
162
Majalah Bank dan Manajemen BNI 1946, Edisi November-Desember 1992. ---, Edisi November-Desember 1994.
Majalah Info Bank, Edisi Februari 1994 No. 170. ---, Edisi Oktober 1995 No. 190.
(5)
Badrulzaman, Mariam Darus, Pelangi Perdata II, Fakultas Hukum USU, 1990.
---, Perjanjian Kredit Bank, Citra Aditya Bakti, Bandung, 1991. Djumhana, Muhammad, Hukum Perbankan di Indonesia, Citra Aditya Bakti, Bandung, 1993. Fuady, Munir, Hukum Perkreditan Kontemporer, Citra Aditya Bakti, Bandung, 1996.
Marala, Djuhaefase, dkk, Dasar-dasar Perkreditan, PT. Gramedia, Jakarta, 1990.
Muljono, Teguh Pudjo, Manajemen Perkreditan Bagi Bank-bank Komersial, BPFC, Yogyakarta, 1996.
Purwadarminta, W.J.S., Kamus Umum Bahasa Indonesia, Balai Pustaka, Jakarta, 1989.
Rahman, Hasanuddin, Aspek-aspek Hukum Pemberian Kredit Perbankan di Indonesia, Citra Aditya Bakti, Bandung, 1995.
Rusli, Hardijan, Perjanjian Indonesia dan Common Law, Pustaka Sinar Harapan, Jakarta, 1993. Sri Murgan, Mucharsyah, Dasar-dasar dan Teknik Manajemen Kredit, Bina Aksara, Jakarta, 1984. Salindeha, Jhon, Sistem Jaminan Kredit Dalam Era Pembangunan, Sinar Grafika, Jakarta, 1994. Subekti, R., Pokok-pokok Hukum Perdata,Inter Masa, Jakarta, 1983.
---, Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, Paramita, Jakarta, 1986. ---, Hukum Perjanjian, Inter Masa, Jakarta, 1991.
Sjahdeini, Sutan, Remy, Kebebasan Berkontrak Dalam Perlindungan yang Seimbang Dalam Perjanjian Kredit Bank, Institute Bankir Indonesia, Jakarta, 1993.
---, Kredit Sindikasi Proses Pembentukan dan Aspek Hukum, PT. Pustaka Utama Grafiti, Jakarta, 1997.
Supramono, Gatot, Perbankan dan Masalah-masalah Kredit – Suatu Tinjauan Yuridis, Djambatan, Jakarta, 1995.
Tje’ Aman, Edi Putra, Kredit Perbankan Suatu Tinjauan Yuridis, Liberty, Yogyakarta, 1985. Thomas, dkk, Dasar-dasar Perkreditan, Gramedia, Jakarta, 1990.
Harahap, M. Yahya, Segi-segi Hukum Perjanjian, Alumni, Bandung, 1986. Wirjanarto, Hukum dan Ketentuan Perbankan di Indonesia, Grafiti, Jakarta, 1993.
(6)
Majalah Bank dan Manajemen BNI 1946, Edisi November-Desember 1992. ---, Edisi November-Desember 1994.
Majalah Info Bank, Edisi Februari 1994 No. 170. ---, Edisi Oktober 1995 No. 190.
---, Edisi Khusus Desember 1996 No. 204