Hakekat Perjanjian Kredit Peraturan Perundang-undangan lain

mempunyai korelasi langsung dengan tingkat kemampuan membayar kredit dapat diketahui lewat laporan keuangan perusahaan debitur. 8. Prinsip penilaian terhadap kondisi perekonomian Kondisi perekonomian secara makro dan mikro merupakan faktor penting pula untuk dianalisa sebelum suatu kredit diberikan, terutama yang berhubungan langsung dengan bisnis pihak debitur. Misalnya jika bisnis debitur adalah di bidang bisnis yang selama in diproteksikan atau diberikan hak monopoli oleh pemerintah mendapat perubahan dimana pemerintah mencabut proteksi tersebut maka pemberian kredit terhadap perusahaan tersebut mesti ekstra hati-hati. 9. Prinsip pengawasan terhadap penggunaan kredit Harus dilihat apakah kredit akan digunakan untuk hal-hal yang positif yang benar-benar dapat menaikkan income perusahaan, dan harus pula diawasi agar kredit tersebut benar- benar diperuntukkan untuk tujuan seperti di perjanjian dalam suatu perjanjian kredit. 10. Prinsip penilaian terhadap kemampuan membayar debitur Harus diperhatikan apakah sumber pembayaran kredit dari calon debitur cukup tersedia dan cukup aman sehingga diharapkan bahwa kredit yang akan diberikan dapat dibayar kembali oleh debitur yang bersangkutan. 11. Prinsip proteksi Harus diperhatikan apakah sumber pembayaran kredit dari calon debitur cukup tersedia dan cukup aman sehingga diharapkan bahwa kredit yang akan diberikan dapat dibayar kembali oleh debitur yang bersangkutan. 12. Prinsip persamaan valuta Penggunaan dana yang didapat dari suatu kredit sedapat-dapatnya harus digunakan untuk membiayai atau investasi dalam mata uang yang sama sehingga resiko gejolak nilai valuta dapat dihindari, meskipun untuk masalah seperti itu tersedia apa yang disebut dengan currency hedging.

8. Hakekat Perjanjian Kredit

Menurut Ilmu hukum perjanjian, perjanjian kredit pada hakekatnya tergolong dalam beberapa golongan perjanjian. Untuk itu dapat ditinjau penggolongan-penggolongan tersebut : Universitas Sumatera Utara 1. Apakah perjanjian kredit merupakan perjanjian bernama. Menurut sistem perjanjian kita, yang berlandaskan pada KUH Perdata khususnya Buku III maka perjanjian dapat dikategorikan ke dalam 2 bagian : a. Perjanjian bernama Yang dimaksud dengan perjanjian bernama adalah suatu perjanjian dengan memakai nama tertentu dan tunduk kepada salah satu nama perjanjian yang diatur secara khusus dalam KUH Perdata. Artinya ketentuan-ketentuan khusus tentang perjanjian bernama bersangkutan berlaku terhadap perjanjian yang dibuat oleh para pihak. KUH Perdata mengenal 15 perjanjian yang dikategorikan ke dalam perjanjian bernama. b. Perjanjian Umum Yang dimaksud dengan perjanjian umum yaitu perjanjian yang tidak termasuk salah satu jenis yang disebut dalam Buku III KUH Perdata, maka ini berarti terhadap perjanjian yang bersangkutan hanya berlaku ketentuan-ketentuan umum yang diatur juga dalam Buku III KUH Perdata, disamping berlaku ketentuan-ketentuan yang diatur sendiri oleh para pihak dalam perjanjian yang bersangkutan ditambah kebiasaan-kebiasaan dan yurisprudensi yang berlaku untuk hal itu. Dalam perjanjian kredit ada pendapat yang menggolongkan perjanjian kredit sebagai perjanjian bernama jadi bukan perjanjian umum. Perjanjian bernama tersebut adalah perjanjian habis pakai yang diatur dalam Bab XIII KUH Perdata. Pendapat ini dianut oleh Guru Besar Fakultas Hukum USU yaitu Mariam Darus Badrulzaman, Beliau mengatakan bahwa dalam hubungan dengan perjanjian kredit “apabila uang diserahkan pada pihak peminjam lahirlah perjanjian pinjam mengganti dalam pengertian Undang-undang menurut Bab XII KUH Perdata” 11 . Terhadap perjanjian kredit yang pada saat perjanjian kredit disepakati barang atau uang yang merupakan objek pinjaman belum diserahkan maka perjanjian kredit merupakan perjanjian obligatoir atau perjanjian pendahuluan untuk melakukan perjanjian pinjam pakai habis beliau menggunakan istilah pinjam mengganti. 11 Mariam Darus Badrulzaman, Perjanjian Kredit Bank, Citra Aditya Bakti, Bandung, 1991, Hal. 5. Universitas Sumatera Utara Namun Munir Fuady, tidak sependapat dengan alur pemikiran tersebut di atas sebab menurut beliau sesuai dengan bunyi Pasal 1755 KUH Perdata pendapat para ahli maka perjanjian pinjam pakai habis tergolong ke dalam bentuk perjanjian riil. Artinya perjanjian pinjam pakai habis baru ada setelah barang benar-benar diserahkan oleh kreditur kepada debitur, karena itu apabila perjanjian kredit dianggap sebagai perjanjian pinjam pakai habis bagaimana status hukum jika ada perjanjian pakai habis seperti perjanjian kredit, tetapi pada saat perjanjian dibuat barang belum diserahkan apakah perjanjian kredit tersebut sudah ada atau belum. Selanjutnya Munir Fuady, mengatakan bahwa perjanjian pinjam pakai habis yang diatur dalam Pasal 1754 KUH Perdata adalah perjanjian riil dan sepihak dengan prestasi hanya diberikan oleh sepihak saja, maka akan bertentangan jika dibuat pengikat atau perjanjian pendahuluan untuk perjanjian sepihak dalam hal ini perjanjian dalam pinjam pakai habis. 2. Perjanjian kredit seringkali merupakan perjanjian baku Seringkali perjanjian kredit merupakan perjanjian baku dengan disana-sini diadakan penyesuaian seperlunya. Biasanya pihak bank telah mempunyai bentuk tersendiri dimana para pihak tinggal mengisi data pribadi dan kredit yang diambil. Yang dimaksud dengan perjanjian baku adalah : “Perjanjian yang hampir seluruh klausula-klausulanya sudah dibakukan oleh pemakainya dan pihak yang lain pada dasarnya tidak mempunyai peluang untuk merundingkan atau meminta perubahan. Yang belum dibakukan hanyalah beberapa hal saja misalnya menyangkut jenis, harga, jumlah, warna, tempat, waktu dan beberapa hal lain yang spesifik dari objek yang diperjanjikan dengan kata lain yang dibakukan bukan formulir perjanjian tersebut tetapi klausula-klausulanya” 12 . Banyak masalah yang bisa timbul dalam hubungan dengan perjanjian baku ini antara lain : d Legalitas Perjanjian Ada pendapat yang mengatakan perjanjian baku sulit untuk diterima keabsahannya karena : 1 Kedudukan pihak pembuat kontrak dalam transaksi yang bersangkutan sama seperti pembuat Undang-undang swasta. 2 Perjanjian baku tidak lain dari perwujudan suatu perjanjian paksa. 12 Sutan Remy Sjahdeni, Kebebasan Berkontrak dan Perlindungan Seimbang Bagi Para Pihak Dalam Perjanjian Kredit Bank Indonesia , Institut Bankir Indonesia, Jakarta, 1993, Hal. 66. Universitas Sumatera Utara 3 Di negara-negara Common law mengajarkan bahwa hakim dapat menyampingkan suatu kontrak jika kontrak tersebut seyogianya tidak mungkin dibuat atau tidak diterima oleh orang jujur dan adil sebab klausula seperti itu dianggap menindas dan tidak adil. e Klausula yang memberatkan dalam perjanjian baku Dalam suatu perjanjian baku sering terdapat klausula-klausula yang memberatkan suatu pihak yakni pihak yang kepadanya disodorkan perjanjian baku. Contoh dari klausula berat sebelah dalam suatu perjanjian kredit misalnya diberikannya hak kepada kreditur untuk memutuskan perjanjian pengadilan. Klausula yang memberatkan salah satu pihak ini dikenal dengan klausula eksemsi yaitu klausula dalam suatu kontrak yang bertujuan untuk membebaskan atau membatasi tanggung jawab salah satu pihak terhadap gugatan pihak lain padahal yang bersangkutan telah melakukan hal-hal yang tidak semestinya dilakukan dan tidak dalam keadaan force majeure. KUH Perdata tidak klausula eksemsi sebagai masalah asal syarat-syarat sahnya perjanjian dipenuhi misalnya jika telah dipenuhi unsur kesepakatan kehendak sesuai dengan Pasal 1330. Dimana dalam kontrak tersebut tidak ada unsur memaksa atau menipu dan tidak melanggar kebiasaan atau itikad baik. Selama hal-hal tersebut dipenuhi maka KUH Perdata tidak melarang klausula eksemsi. 3. Sifat perjanjian kredit Di dalam berbagai literatur terdapat berbagai versi pendapat tentang bagaimanakah sifat perjanjian tersebut : 6. Windscheid Menurut ajaran ini, perjanjian kredit merupakan perjanjian dengan syarat tangguh. Dalam hal ini pemenuhan syarat tangguh itu semata-mata bergantung kepada si peminjam apakah dia mau mengambil kredit atau tidak. 7. Goudeket Menurut ajaran ini perjanjian kredit pinjam uang bukan perjanjian riil tetapi merupakan perjanjian yang bersifat konsensual, obligatoir dan bersifat timbal balik. 8. Losecaat Vermeer Universitas Sumatera Utara Ajaran ini mengajarkan bahwa dalam perjanjian kredit ada 2 macam perjanjian yaitu perjanjian untuk meminjam uang dimana setelah uang diserahkan maka perjanjian tersebut berubah wujud menjadi perjanjian uang. 9. Asser-Kleyn Dalam hal ini dalam sebuah perjanjian kredit terdapat 2 perjanjian yaitu perjanjian pendahuluan yakni perjanjian kredit dan perjanjian pinjam uang. 13 10. Hak dan kewajiban para pihak dalam perjanjian kredit a. Hak kreditur Dalam perjanjian kredit apa yang menjadi hak dari kreditur bank dapat diketahui dari ketentuan pasal 1 butir 12 UU Perbankan No. 7 1992 dan ketentuan yang terdapat dalam perjanjian kredit. Hak-hak tersebut adalah: 1 Meminta dan menerima pengembalian pinjaman yang telah diberikan beserta bunganya dari si penerima kredit. 2 Secara sepihak dan sewaktu-waktu tanpa terlebih dahulu memberitahu atau menegur penerima kredit dan tanpa mengingat jangka waktu yang telah ditetapkan dalam perjanjian kredit dapat memutuskan perjanjian kredit, dalam hal pemohon kredit dianggap oleh bank tidak memenuhi syarat yang ditetapkan dalam perjanjian kredit. 3 Meminta pengembalian kredit yang telah disalurkan oleh bank, semenjak putusnya perjanjian kredit tanpa mengingat waktu pengembalian kredit. 4 Meminta laporan dan memeriksa perkembangan proyek yang dibiayai oleh bank. 5 Memeriksa pembukuan perusahaan pemohon kredit. b. Kewajiban kreditur Dalam perjanjian kredit apa yang menjadi kewajiban dari bank dapat disimpulkan dari isi ketentuan Pasal 1 ayat 12 UU No. 7 1992 dan ketentuan yang terdapat dalam 13 Mariam Darus, op.cit, hal. 30. Universitas Sumatera Utara perjanjian kredit yaitu Kewajiban bank adalah menyediakan kredit sejumlah dan dalam jangka waktu yang telah ditentukan dalam perjanjian kredit untuk digunakan sesuai dengan tujuan kredit. Kewajiban bank tersebut tidak mutlak, karena kewajiban tersebut dapat disimpangi oleh bank dalam hal penerimaan kredit tidak memenuhi syarat-syarat yang ditentukan dalam perjanjian kredit. Penyimpangan tersebut merupakan hak yang dimiliki oleh bank. c. Hak debitur Dalam perjanjian kredit apa yang menjadi hak dari penerima kredit dapat kita lihat dalam formulir perjanjian kredit hak itu adalah : Menerima dan mengagunkan kredit sejumlah dan dalam batas waktu yang ditentukan serta menggunakan sesuai dengan tujuan yang terdapat dalam perjanjian kredit. d. Kewajiban debitur Dalam perjanjian kredit, kewajiban penerima kredit ditentukan dalam Pasal 1 ayat 12 UU No. 7 1992 dan juga dapat kita lihat dalam perjanjian kredit antara lain adalah : 1 Melunasi pinjaman yang berupa kredit setelah jangka waktu yang ditentukan dan jumlah bunga yang telah ditetapkan. 2 Memberi laporan kepada bank tentang perkembangan usahanya dibiayai dengan kredit yang diperoleh tersebut. 3 Memberi laporan kepada bank tentang perkembangan usahanya yang dibiayai dengan kredit yang diperoleh tersebut. 4 Tunduk kepada segala petunjuk dan peraturan bank. 5 Membayar biaya-biaya yang ditentukan seperti bea materai, privisi, biaya pembuatan akta serta sertifikat hipotik, biaya notaris, premi asuransi barang jaminan dan premi asuransi pelunasan kredit. Universitas Sumatera Utara 118 BAB III TINJAUAN UMUM TERHADAP KREDIT SINDIKASI

A. Latar Belakang dan Perkembangan Kredit Sindikasi di Indonesia