Hukum Talak Pengertian dan Landasan Hukum

kelompok umat Islam di Indonesia, sehingga dalam melaksanakan hukum Islam terutama salah satunya yang berkaitan dengan perkawinan sudah mempunyai unifikasi hukum yaitu Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan. Aturan talak yang tadinya hanya diatur dalam kitab fiqh sekarang telah mengalami transformasi ke dalam produk perundang-undangan di Indonesia. Hal ini bisa dilihat dalam Pasal 38 UU Nomor 11974 yang menjelaskan bentuk putusnya perkawinan dengan rumusan:“Perkawinan dapat putus karena: a. Kematian; b. Perceraian; dan c. Atas keputusan Pengadilan.” Pasal ini dipertegas kembali dengan bunyi yang sama dalam Kompilasi Hukum Islam KHI pasal 113 dan kemudian diuraikan dalam pasal 114 dengan rumusan: “Putusnya perkawinan yang disebabkan karena perceraian dapat terjadi karena talak atau berdasarkan gugatan perceraian.” Pengertian talak dalam Pasal 114 ini ini dijelaskan dalam Pasal 117. Talak adalah ikrar suami di hadapan sidang Pengadilan Agama yang menjadi salah satu sebab putusnya perkawinan dengan cara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 129, 130, dan 131.

1. Hukum Talak

Para Ahli Fiqh berbeda pendapat mengenai hukum talak ini. Secara garis besar akan diuraikan sebagai berikut: Menurut Jumhur Ulama Malikiyah, Syafi’iyyah, dan Hanabilah bahwa talak itu boleh, paling utama tidak melaksanakannya karena di dalamnya memutuskan kasih sayang kecuali karena alasan. 8 Sedangkan menurut Hanafiyyah bahwa terjadinya talak itu mubah dibolehkan 9 berdasarkan kemutlakan ayat-ayat Al Qur’an seperti Firman Allah Swt: .. ق ﻄﻟا 65 : 1 Artinya : “Hai Nabi, apabila kamu menceraikan isteri-isterimu, maka hendaklah kamu ceraikan mereka pada waktu mereka dapat menghadapi iddahnya yang wajar”. Ath Thalaq65:1. Kemudian dalam surat yang lain Firman Allah yang berbunyi: ةﺮﻘ ﻟا 2 : 236 Artinya: “Tidak ada kewajiban membayar mahar atas kamu, jika kamu menceraikan isteri-isteri kamu..” Al Baqarah2:236. Alasan yang lain juga didasarkan atas Nabi Saw yang mentalaq Hafsah demikian juga yang dilakukan oleh sahabat Nabi, Hasan bin Ali R.A memperbanyak nikah dan talak di Kufah. 8 Ibid., h.6879. 9 Ibid. Menurut Ibnu ‘Abidin talak itu dibenci oleh Allah, tetapi tidak menafikan hukumnya menjadi halal, meskipun demikian halalnya talak itu mengandung makruh. Akan tetapi, pendapat yang paling tepat di antara pendapat itu ialah pendapat yang mengatakan bahwa suami dilarang menjatuhkan talak, kecuali karena darurat terpaksa. 10 Mereka beralasan bahwa menjatuhkan talak berarti mengkufuri nikmat Allah, sebab pernikahan itu termasuk nikmat Allah atas hamba-Nya. 11 Di antara darurat yang dibolehkan tadi yaitu bila suami meragukan perilaku isterinya atau sudah tidak punya rasa cinta dengannya. Talak hukumnya bisa berubah menjadi wajib, haram, mubah, dan sunah ketika berhadapan dengan suatu kondisi tertentu. Sebagaimana pendapat Hanabilah sebagai berikut: 12 Talak menjadi wajib bagi suami atas permintaan isteri dalam hal suami tidak mampu menunaikan hak-hak isteri serta menunaikan kewajibannya sebagai suami seperti suami tidak mendatangi isteri. Talaq wajib terjadi pada kasus syiqaq jika kedua hakam berpendapat bahwa talak itulah satu-satunya jalan untuk mengakhiri perpecahan suami isteri yang sudah berat. 10 Ahmad Ghundur, At Thalaq fi Syari’at Islamiyyah Wa Al Qonun Mesir: Dar Al Ma’arif, t.th, h.37-38. 11 Ibid.,h.38. lihat juga Sayyid Sabiq, Fiqh As Sunnah, Juz 2, h.207. 12 Sayyid Sabiq, Fiqh As Sunnah, Juz 2, h.207. Talak menjadi haram tatkala dijatuhkan tanpa alasan yang jelas karena dapat merugikan pihak suami dan isteri dan melenyapkan kemaslahatan suami isteri. Talak yang demikian bertentangan dengan sabda Nabi Muhammad SAW: ﻚﻟﺎ ْ ْ ﻳ ﺎ ﺛﺪ لﺎ م ص ﷲا لْﻮ ر نأ ْ أ ْ يزﺎ ﻟا ْ ﻳ ْ وﺮْ ْ : ﺮ ر و ﺮ را . اور ﻟا ﺮ و آﺎ أ إ ﺟﺎ اور ﺮ ﺁ دﺎ ﺈ ،يرﺪ ﻟا ﺪ ﻌ سﺎ 13 Artinya: Yahya Berkata kepada kami dari Malik dari ‘Amr ibn Yahya Al Maziy dari ayahnya bahwasanya Rasulullah SAW bersabda: “Tidak boleh membuat kemudharatan dan membalas kemudharatan.”HR.Hakim dan lainnya dari Sa’id AlKhudri, dengan sanad yang lain H.R.Ibnu Majah dari Ibnu ‘Abbas. Talak menjadi mubah bila memang perlu terjadi perceraian dan tidak ada pihak-pihak yang dirugikan dengan perceraian itu, sedangkan manfaatnya bisa dirasakan nantinya. 14 Talak disunnahkan jika isteri rusak akhlaknya, berbuat zina atau melanggar larangan-larangan agama dan meninggalkan kewajiban-kewajiban agama seperti salat, puasa, dan sebagainya sementara suami tidak mampu memaksanya agar dia menjalankan kewajibannya tersebut, atau isteri kurang rasa malunya. 15 13 Imam Malik Ibn Anas, AlMuwattha’Beirut: Dar Al Kitab Al’Arabi, 2004M, h.315. Lihat juga Ibnu Majah, Sunan Ibnu Majah, h.252. 14 Amir Syarifuddin, Hukum Perkawinan Islam di Indonesia di Indonesia Antara Fiqh Munakahat dan Undang-Undang Perkawinan , h.201. 15 Wahbah Zuhaily, Al Fiqh Al Islamiy Wa Adillatuhu, Juz IX, h.6880.

2. Rukun dan Syarat Talak