c. Ahli
Waris
Ahli waris adalah orang yang pada saat meninggal dunia mempunyai hubungan darah atau hubungan perkawinan dengan pewaris, beragama Islam dan
tidak terhalang karena hokum untuk menjadi ahli waris.
26
Asas- asas hukum waris Islam terdiri atas: a. ijbari, b. bilateral, c. individual, d. keadilan berimbang, dan e. akibat kematian.
27
a. Ijbari
Asas ijbari yang terdapat dalam hukum kewarisan Islam mengandung arti pengalihan harta dari seseorang yang meninggal dunia kepada ahli
warisnya berlaku dengan sendirinya menurut ketetapan Allah tanpa digantungkan kepada kehendak pewaris atau ahli warisnya
b. Asas
Bilateral Asas bilateral dalam kewarisan Islam berarti seseorang menerima hak
atau bagian warisan dari kedua belah pihak; dari kerabat keturunan laki-laki dan dari kerabat keturunan perempuan. Asas kebilateralan itu, mempunyai
2dua dimensi saling mewarisi dalam Al quran Surah An-Nisa’ ayat 7, 11, 12, dan 176, yaitu 1 antara anak dengan orang tuanya, dan 2 antara orang
yang bersaudara bila pewaris tidak mempunyai anak dan orang tua. c.
Asas Individual
26
Pasal 171 huruf c, Kompilasi Hukum Islam Di Indonesia
27
Amir, Syarifudin, Pelaksanaan Hujum Kewarisan Islam dalam Lingkungan Adat Minangkabau, Jakarta: Gunung Agung, 1984, hal. 18
27
Asas individual dalam hukum kewarisan Islam berarti, harta warisan dapat dibagi-bagi kepada ahli waris untuk dimiliki secara perorangan. Untuk
itu dalam pelaksanaannya, seluruh harta warisan dinyatakan dalam nilai tertentu yang kemudian dibagikan kepada setiap ahli waris yang berhak
menerimanya menurut kadar bagian masing-masing. d.
Keadilan Berimbang
Asas keadilan berimbang dalam hukum kewarisan Islam berarti keseimbangan antara hak yang diperoleh dengan keperluan dan kegunaan
dalam melaksanakan kewajiban. Perkataan adil banyak disebut dalam Alquran yang kedudukannya sangat penting dalam system hukum Islam, termasuk
hukum kewarisan. e.
Asas Kematian
Asas akibat kematian dalam hukum kewarisan Islam berarti kewarisan ada kalau ada yang meninggal dunia, kewarisan ada sebagai akibat dari
meninggalnya seseorang. Oleh karena itu, pengalihan harta seseorang kepada orang lain yang disebut kewarisan, terjadi setelah orang yang mempunyai
harta itu meninggal dunia.Ini berarti harta seseorang tidak dapat beralih kepada orang lain dan disebut harta warisan, selama orang yang mempunyai
harta itu masih hidup. Demikian juga, segala bentuk pengalihan harta seseorang yang masih hidup kepada orang lain, baik secara langsung maupun
yang akan dilaksanakan kemudian sesudah meninggalnya, tidak termasuk ke dalam kategori kewarisan menurut hukum Islam.
28
Ahli waris dalam sistem kewarisan Islam dibagi menjadi dua macam, yaitu: 1. Ahli waris nasabiyah, yaitu ahli waris yang hubungan kekeluargaannya timbul
karena hubungan darah. 2. Ahli waris sababiyah, yaitu hubungan kewarisan yang timbul karena suatu
sebab tertentu, yaitu: - Perkawinan yang sah al-musabarah
- Memerdekakan hamba sahaya al-wala atau karena adanya perjanjian tolong menolong
28
Apabila dilihat dari segi bagian-bagian yang diterima mereka, ahli waris dapat dibedakan kepada:
1. Ahli waris ashab al-furudh, yaitu ahli waris yang menerima bagian yang besar kecilnya telah ditentukan dalam al-Qur’an, seperti 12, 13, atau 16
Adapun bagian ahli waris ashab al-furudh secara rinci adalah sebagai berikut : a. Anak perempuan, berhak menerima bagian :
1. Setengah bila hanya seorang dan tidak disertai anak laki-laki, 2. Dua pertiga bila dua orang atau lebih dan tidak disertai anak laki-laki,
3. Bila bersama anak laki-laki, maka bagian anak laki-laki adalah dua berbanding satu dengan anak perempuan pasal 178 Kompilasi
b. Ibu, berhak mendapat bagian : 1. Seperenam bila ada anak atau dua saudara atau lebih,
28
Ahmad Rofiq, op.cit, hal. 59
29
2. Sepertiga bila tidak ada anak atau dua orang saudara atau lebih 3. Sepertiga dari sisa sesudah diambil oleh janda atau duda bila bersama-sama
dengan ayah pasal 178 Kompilasi c . Ayah, berhak mendapat bagian:
1. Sepertiga, bila pewaris tidak meninggalkan anak, 2. Seperenam, bila pewaris meninggalkan anak pasal 177 Kompilasi
d. Duda, berhak mendapat bagian : 1. Setengah, bila pewaris tidak meninggalkan anak,
2. Seperempat, bila pewaris meninggalkan anak pasal 179 Kompilasi e. Janda, berhak mendapat bagian :
1. Seperempat. Bila pewaris tidak meninggalkan anak, 2. Seperdelapan, bila pewaris meninggalkan anak pasal 180 Kompilasi
f. Saudara laki-laki dan saudara perempuan seibu, berhak mendapat bagian : 1. Masing-masing seperenam, bila pewaris tidak meninggalkan anak dan
ayah, 2. Sepertiga secara bersama-sama, bila mereka dua orang atau lebih pasal 181
Kompilasi g. Saudara perempuan kandung atau seayah, berhak mendapat bagian :
1. Setengah, bila sendiri tidak ada ayah dan anak, 2. Dua pertiga bagian, bila dua orang atau lebih,
3. Bila bersama-sama dengan saudara laki-laki kandung atau seayah maka bagian saudara laki-laki adalah dua berbanding satu dengan saudara perempuan.
30
h. Cucu perempuan dan laki-laki dari anak perempuan, berhak mendapat bagian sama dengan akan perempuan ibunya dengan ketentuan :
1. Bila cucu perempuan bersama dengan cucu laki-laki, maka bagian cucu laki-laki adalah dua berbanding satu dengan cucu perempuan.
2. Bila bersama ahli waris lain yang sederajat, bagiannya tidak boleh melebihi dari bagian ahli waris yang sederajat dengan yang diganti pasal 178 jo. Pasal 185
Kompilasi . i. Kakek dan nenek dari ayah, berhak mendapat bagian yang sama dengan bagian
ayah, dan bagiannya tidak boleh melebihi dari bagian ahli waris yang sederajat dengan yang diganti pasal 177 jo. Pasal 185 Kompilasi
j. Kakek dan nenek dari ibu, berhak mendapat bagian yang sama dengan bagian ibu dan bagiannya tidak boleh melebihi dari bagian ahli waris yang sederajat
dengan yang diganti pasal 178 jo. Pasal 185 Kompilasi k. Anak laki-laki dan perempuan dari saudara laki-laki dan saudara perempuan
seibu, berhak mendapat bagian yang sama dengan orang tuanya dan bagiannya tidak boleh melebihi dari bagian ahli waris yang sederajat dengan yang diganti
pasal 181 jo. Pasal 185 Kompilasi l. Anak laki-laki dan anak perempuan dari saudara kandung atau seayah, berhak
mendapat bagian yang sama dengan orang tuanya yang diganti dan bagiannya
31
tidak boleh melebihi dari bagian ahli waris yang sederajat dengan orang tuanya pasal 182 jo. Pasal 185 Kompilasi
29
2. Ahli waris “asabah, yaitu ahli waris bagian yang diterimanya adalah sisa setelah harta warisan dibagikan kepada ahli waris ashab al-furudh.
Ahli waris ’asabah dibagi menjadi tiga, yaitu: ’asabah bi nafsih, ’asabah bi al-ghair dan ’asabah ma’a al ghair.
1. Yang termasuk ’asabah bi nafsih adalah 1. Anak laki-laki
2. Cucu laki-laki dari garis laki-laki 3 Bapak
4 Kakek dari garis bapak 5 Saudara laki-laki sekandung
6 Saudara laki-laki seayah 7 Anak laki-laki saudara laki-laki sekandung
8 Anak laki-laki saudara laki-laki seayah 9 Paman sekandung
10 Paman seayah 11 Anak laki-laki paman sekandung
12 Anak laki-laki paman seayah
29
H. Idris Djakfar dan Taufiq Yahya, Kompilasi Hukum Kewarisan, Jakarta:PT Dunia Pustaka Jaya, 1995, h 62-64.
32
13 Mu’tiq dan atau mu’tiqah orang laki-laki atau perempuan yang memerdekakan hamba sahaya
2. ’Asabah bi al ghair 1 anak perempuan bersama-sama dengan anak laki-laki
2 cucu perempuan garis laki-laki bersama dengan cucu laki-laki garis laki-laki 3 saudara perempuan sekandung bersama saudara laki-laki sekandung
4 saudara perempuan seayah bersama dengan saudara laki-laki seayah. Ketentuan yang berlaku, apabila mereka bergabung menerima bagian ’asabah,
maka bagian ahli waris laki-laki adalah dua kali bagian perempuan. Dasarnya adalah firman Allah surah an-nisa’:11 dan 176.
3. ’Asabah ma’a al-ghair 1 saudara perempuan sekandung seorang atau lebih bersama dengan anak
perempuan atau cucu perempuan garis laki-laki seorang atau lebih 2 saudara perempuan seayah seorang atau lebih bersama dengan anak atau
cucu perempuan seorang atau lebih
30
Dasar hukum pembagian ’asabah ma’a al ghair adalah pelaksanaan pembagian warisan yang dilakukan Nabi Muhammad SAW, dalam riwayat dar Ibn Mas’ud :
30
Ahmad rofiq,op.cit, hal.73-75.
33
3. Ahli waris dzawil al-arham, yaitu ahli waris yang sesungguhnya memiliki hubungan darah, akan tetapi menurut ketentuan al Qur’an, tidak berhak menerima
warisan. Apabila ahli waris dilihat dari jauh dekatnya hubungan kekerabatannya, sehingga
yang dekat lebih berhak menerima warisan dari pada yang jauh, dapat dibedakan: 1. Ahli waris hajib, yaitu ahli waris yang dekat yang dapat menghalangi ahli waris
yang jauh, atau karena garis keturunannya yang menyebabkannya dapat menghalangi ahli waris yang lain.
2. Ahli waris mahjub, yaitu ahli waris yang jauh yang terhalang oleh ahli waris yang dekat hubungan kekerabatannya. Ahli waris ini dapat menerima warisan, jika
yang menghalanginya tidak ada.
d. Contoh-contoh Pembagian Harta Warisan