Kajian Sedimentasi dengan Model MUSLE Pada DAS Babon

(1)

i

KAJIAN SEDIMENTASI DENGAN MODEL MUSLE

PADA DAS BABON PROPINSI JAWA TENGAH

SKRIPSI

Untuk memperoleh gelar Sarjana Sains Geografi

Oleh : Tita Eka Sari NIM. 3250406026

Geografi

JURUSAN GEOGRAFI

FAKULTAS ILMU SOSIAL

UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG


(2)

ii

PERSETUJUAN PEMBIMBING

Skripsi ini telah disetujui oleh Pembimbing untuk diajukan ke Sidang Panitia Ujian Skripsi Fakultas Ilmu Sosial Unnes pada:

Hari :

Tanggal :

Pembimbing I Pembimbing II

Drs. Purwadi Suhandini, M.Su. Dr. Dewi Liesnoor Setyowati, M. Si. NIP: 194711031975011 001 NIP: 1962081119188032 002

Mengetahui: Ketua Jurusan Geografi,

Drs. Apik Budi Santoso, M.Si. NIP: 19620904 1989011 001


(3)

iii

PENGESAHAN KELULUSAN

Skripsi ini telah dipertahankan di depan Sidang Panitia Ujian Skripsi Fakultas Ilmu Sosial, Universitas Negeri Semarang pada:

Hari : Senin

Tanggal : 9 Mei, 2011

Penguji Utama

Drs. Suroso, M.Si NIP: 19600402 1986011 001

Penguji I Penguji II

Drs. Purwadi Suhandini, M.Su. Dr.Dewi Liesnoor Setyowati, M. Si. NIP: 19471103 1975011 001 NIP: 1962081119188032 002

Mengetahui: Dekan,

Drs. Subagyo, M.Pd.


(4)

iv

PERNYATAAN

Saya menyatakan bahwa yang tertulis di dalam skripsi ini benar-benar hasil karya sendiri, bukan jiplakan dari karya tulis orang lain, baik sebagian atau seluruhnya. Pendapat atau temuan orang lain yang terdapat di dalam skripsi ini dikutip atau dirujuk berdasarkan kode etik ilmiah.

Semarang,

Tita Eka Sari NIM: 3250406026


(5)

v

MOTTO DAN PERSEMBAHAN

”Apabila dalam diri seseorang masih ada rasa malu dan takut untuk berbuat suatu kebaikan, maka jaminan bagi orang tersebut adalah tidak akan bertemunya ia dalam kemajuan selangkahpun” (Bung Karno).

”Apa yang saya saksikan di Alam adalah sebuah tatanan agung yang tidak dapat kita pahami dengan sangat menyeluruh, dan hal itu sudah semestinya menjadikan seseorang yang senantiasa berpikir dilingkupi perasaan rendah hati” (Einstein).

”Saya lebih menyukai sesuatu yang saya dapat dari proses yang cukup panjang, daripada sesuatu secara spontan tapi tidak maksimal” (Anonimous).

Karya ini kupersembahkan kepada: - Bapak dan Mbak Neneng. - Momy dan adik Adi Rahman tsani. - Kel. besar Alm. Kakung Abu dan Almh. Simbok Sijam. - Almamaterku - Class of Geographi ’06.


(6)

vi

PRAKATA

Puji syukur kehadirat Allah SWT, berkat limpahan rahmat beserta hidayahnya, penulisan skripsi ini telah selesai sebagaimana mestinya. Kegiatan penulisan skripsi ini sebagai salah satu syarat utama kelulusan untuk memperoleh gelar sarjana geografi. Selain itu, penulisan skripsi ini adalah sebagai upaya pematangan ilmu yang di dapat selama masa perkuliahan, untuk dapat diterapkan di dalam dunia kerja bahkan di dalam hidup bermasyarakat. Dan puji syukur Alhamdulillah, penyusunan skripsi yang berjudul ”Kajian Sedimentasi dengan

Model MUSLE Pada DAS Babon” telah selesai.

Atas terselenggaranya kegiatan ini, tak lupa penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih dan penghargaan setinggi-tingginya terhadap pihak-pihak yang telah mernbantu dalam kegiatan ini dari awal pelaksanaan hingga akhir kegiatan, kepada:

1. Drs. Subagyo, M.Si. selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Semarang.

2. Drs. Apik Budi Santoso, M.Si. selaku Ketua Jurusan Geografi Universitas Negeri Semarang.

3. Drs. Purwadi Suhandini, M.Si. selaku Dosen Pembimbing I penulisan skripsi.

4. Dr. Dewi Liesnoor Setyowati, M. Si. selaku Dosen Pembimbing II penulisan skripsi.

5. Drs. Suroso, M.Si. selaku penguji utama sidang ujian skripsi. 6. Kepala OP DAS Pemali Jragung beserta Staff.

7. Bapak lbu Dosen Jurusan Geografi Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Semarang.

8. Rekan-rekan mahasiswa yang telah membantu dalam pelaksanaan penulisan skripsi yang tidak dapat disebutkan namanya satu per satu.


(7)

vii

9. Temen-temen Kost Kawula Alit, Evi, Astri, Tim-tim, Indana, Nur, Apit, Dyah, Meyrina, makasih buat keceriaan yang selama ini dihadirkan.

10. Dearest Gun.

Penulis menyadari dalam skripsi ini masih banyak kekurangan yang luput dari perhatian penulis. Penulis mengharapkan kritik dan saran untuk penyempurnaan skripsi ini.

Semarang,

Tita Eka Sari NIM: 3250406026


(8)

viii

SARI

Tita Eka Sari. 2011 Kajian Sedimentasi dengan Model MUSLE Pada DAS

Babon. Skripsi, Jurusan Geografi, Fakultas Ilmu Sosial, Universitas Negeri

Semarang.

Kata kunci: Model MUSLE, Hidrograf Aliran, Debit Puncak, Volume Total Aliran, Sedimentasi.

Berkurangannya daerah resapan air hujan akibat pembukaan lahan di DAS Babon bagian hulu akan memperbesar volume aliran yang selanjutnya menambah material yang terangkut pada suatu aliran sungai dan laju erosi pada hulu DAS Babon selanjutnya mengendap di dasar sungai. Besarnya transport sedimen dalam aliran sungai merupakan fungsi dari suplai sedimen dan energi aliran sungai. Tujuan dari penelitian ini adalah menghitung Tebal aliran (Q) dan Debit puncak (qp) berdasarkan hidrograf aliran, menghitung Tebal aliran dengan metode SCS dan Debit puncsk dengan metode Rasional, menghitung hasil debit sedimen dengan pengukuran di lapangan, menghitung hasil sedimen dengan MUSLE Observasi dan menghitung hasil sedimen dengan MUSLE dalam penelitian ini.

Lokasi penelitian ini dilakukan pada Sub DAS Gung dan Sub DAS Pengkol yang merupakan bagian dari DAS Babon yang secara administrasi masuk dalam Kecamatan Ungaran, Kecamatan Banyumanik dan Kecamatan Tembalang, dengan objek penelitian berupa sedimentasi tiap kejadian hujan antara bulan Mei sampai dengan November dengan kejadian hujan terpilih (yang mempengaruhi kenaikan TMA). Data yang digunakan dalam penelitin meliputi data Primer dan data Sekunder. Data Primer yang diperoleh dengan pengukuran dan pengamatan di lapangan seperti, Sampel Tanah, Kemiringan lereng, dan pengamatan penggunaan lahan serta pola pengunaan lahan. Data Sekunder yang diperoleh dari instansi tertentu antara lain, data Curah Hujan, data Konsentrasi Sedimendata, data Debit dan TMA rekaman AWRL. Tahap pertama analisis data dalam penelitian ini adalah membuat hidrograf aliran. Analisa hidrograf aliran dilakukan untuk memperoleh Tebal aliran langsung dan debit puncak aliran tiap kejadian hujan, selain itu Tebal aliran langsung dan debit puncak yang berasal dari Hidrograf aliran ini juga digunakan sebagai pembanding bagi debit puncak dan Tebal aliran langsung hasil metode Rasional dan SCS.

Aliran permukaan yang dihasilkan oleh hujan sesaat dapat dihitung secara tidak langsung dengan membuat grafik hubungan TMA dan Debit atau Discharge

Rating Curve, persamaan rating curve untuk daerah penelitian adalah Q = 31,22

(H)1,51. Tahap kedua menganalisis data Laboratorium untuk sampel sedimen. Data dari debit aliran dan debit sedimen melayang untuk berbagai kenaikkan debit aliran yang dilakukan akan didapatkan grafik hubungan antara debit aliran dan debit sedimen melayang lengkung debit sedimen melayang (suspended rating

curve), persamaan untuk debit sedimen adalah Qs = 0,00145 (Q)0,0652. Analisis


(9)

ix

dalam rumus MUSLE karena, teknik ini cukup memadai dan mudah untuk menghitung besarnya qp. Analisis keempat dengan metode SCS, metode ini mengkaitkan karakteristik DAS seperti tanah, vegetasi dan tata guna lahan dengan bilangan kurva larian CN (Curve Number) yang menunjukan potensi air larian untuk curah hujan tertentu. Analisis kelima adalah menghitung MUSLE Observasi, sebelum menghitung MUSLE Observasi terlebih dahulu membuat persamaan untuk MUSLE Observasi, dari hasil analisis persamaan MUSLE Observasi DAS Babon Sy = 79,81 (Q.qp)0,02 K,LS,CP. Faktor Q dan qp dalam MUSLE Observasi berasal dari perhitungan Hidrograf aliran. Analisis keenam dalam perhitungan hasil sedimen pada DAS Babon adalah menghitung MUSLE Prediksi dari rumus bakunya Sy = 11,8 (Q.qp)0,56 K,LS,CP. Faktor Q dan qp dari perhitungan SCS dan metode Rasional.

Berdasarkan uji t-tes hasil sedimen observasi dan prediksi tidak ada perbedaan secara nyata meskipun keduanya tidak ada hubungan atau berdiri sendiri. Perhitungan sedimen yield berdasarkan MUSLE Observasi dan MUSLE Prediksi tidak menunjukkan perbedaan yang terlalu mencolok, meski peubah yang digunakan berbeda.


(10)

x

DAFTAR ISI

HALAMAN SAMPUL... i

PERSETUJUAN PEMBIMBING... ii

PENGESAHAN KELULUSAN... iii

PERNYATAAN... iv

MOTTO DAN PERSEMBAHAN... v

PRAKATA... vi

SARI... viii

DAFTAR ISI... x

DAFTAR TABEL... ... xv

DAFTAR GAMBAR... ... xvi

DAFTAR LAMPIRAN... ... xvii

BAB I PENDAHULUAN... 1

1.1. Latar Belakang... 1

1.2. Permasalahan... 3

1.3. Tujuan Penelitian... 4

1.4. Manfaat Penelitian... 4

1.5. Penegasan Istilah... 4

1.6. Sistematika Skripsi... 5

BAB II LANDASAN TEORI... 7

2.1. Permodelan Hidrologi ... 7

2.2. Tebal Aliran Permukaan Karena Hujan Lebih...9

2.3. Debit Puncak... 11

2.4. Sedimentasi... 13

2.5. Indeks Erodibilas Tanah... 14


(11)

xi

2.7. Indeks Pengelolaan Tanaman... 15

2.8. Indeks Konservasi Tanah... 15

2.9. Metode Perhitungan Debit Sedimen... 16

BAB III METODELOGI PENELITIAN... 18

3.1. Lokasi dan Objek Penelitian... 18

3.2. Variabel Penelitian... 18

3.3. Metode Pengumpulan Data... 18

3.4. Alat dan Bahan... 20

3.5. Teknik Analisis Data...21

3.6. Prosedur Penelitian... 23

3.7. Diagram Alir Penelitian... 25

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN... 27

4.1. Deskripsi Letak dan Batas Wilayah... 27

4.2. Hidrologi... 28

4.3. Jenis Tanah... 29

4.4. Kemiringan Lereng... 31

4.5. Geologi dan Geomorfologi... 32

4.6. Iklim... 33

4.7. Curah Hujan... 35

4.8. Penggunaan Lahan... 36

4.9. Perhitungan Tebal Aliran dan Debit Puncak Berdasarkan Hidrograf Aliran... 37

4.10. Perhitungan Debit Sedimen Lapangan... 39

4.11. Perhitungan Tebal Aliran SCS... 41

4.12. Perhitungan Debit Puncak Metpde Rasional... 45

4.13. Indeks Erodibilitas Tanah... 46

4.14. Indeks Lereng... 49

4.15. Indeks Penutup Lahan dan Pengelolaannya... 49


(12)

xii

4.17. Perhitungan Sedimen MUSLE Prediksi... 51

4.18. Pembahasan...52

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN... 56

5.1. Kesimpulan... 56

5.2. Saran... 57


(13)

xiii

DAFTAR TABEL

Tabel 4.1. Luasan Jenis Tanah DAS Babon…….…….……… 31

Tabel 4.2. Luasan Kemiringan Lereng DAS Babon…….………. 32

Tabel 4.3. Penentuan Tipe Iklim……… 34

Tabel 4.4. Tipe Iklim Daerah Penelitian……… 34

Tabel 4.5. Luasan Lahan Daerah Penelitian……….. 37

Tabel 4.6. Debit Sedimen DAS Babon Hulu………. 41

Tabel 4.7. Penentuan AMC……… 41

Tabel 4.8. CN Tertimbang AMC II Daerah Penelitian………..… 41

Tabel 4.9. Perhitungan Tebal Aliran Metode SCS………...……... 43

Tabel 4.10. Nilai C Tertimbang Metode Rasional………. 44

Tabel 4.11. Debit Puncak Metode Rasional……… 45

Tabel 4.12. Kandungan Bahan Organik………. 46

Tabel 4.13. Analisis Distribusi Ukuran Butir Tanah Tertimbang………….. 46

Tabel 4.14. Nilai Permeabilitas Tertimbang……….. 47

Tabel 4.15. Nilai Indeks Erodibilitas Tanah ………. 47

Tabel 4.16. Nilai Indek Penutup Lahan dan Pengelolaan Tanah…………... 49

Tabel 4.17. Nilai Indeks K,LS,CP………. 50

Tabel 4.18. Hasil Sedimen Tiap Kejadian Hujan Berdasarkan MUSLE Observasi………. 50

Tabel 4.18. Hasil Sedimen Tiap Kejadian Hujan Berdasarkan MUSLE Prediksi……… 51


(14)

xiv

DAFTAR GAMBAR

Gambar 3.1. Tahapan Perhitungan Limpasan dan Sedimen………...22 Gambar 3.2. Diagram Alir Sedimen Model MUSLE………..……….. 25 Gambar 3.3. Diagram Alir Perhitungan Tebal Aliran, Debit Puncak dan Sedimen


(15)

xv

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 2.1. Tabel Koefisien Runoff Didasarkan

Pada Daerah Pengalirannya... 59

Lampiran 2.1. Tabel Nilai Koefisien Runoff Untuk Metode... 59

Lampiran 2.1. Tabel Bilangan Kurva (CN) II Metode SCS Berbagai Penutup Lahan... 60

Lampiran 2.1. Tabel Grup Hidrologi... 61

Lampiran 2.1. Tabel Kondisi AMC I dan II... 61

Lampiran 2.1. Tabel Penilaian Ukuran Butir Tanah (M) Berdasarkan Kelas Tekstur USDA... 62

Lampiran 2.1. Tabel Kelas Kandungan Bahan Organik... 62

Lampiran 2.1. Tabel Indeks Struktur Tanah... 62

Lampiran 2.1. Tabel Kelas Permeabilitas Tanah... 62

Lampiran 2.1. Tabel Penentuan Nilai Konstanta m Pada Lereng... 62

Lampiran 2.1. Tabel Nilai Indeks CP berbagai Pengelolaan Tanaman... 63

Lampiran 2.1. Tabel Nilai Indeks P menurut Persamaan USLE... 63

Lampiran 4.1. Gambar Batas DAS Daerah Penelitian... 64

Lampiran 4.2. Gambar Jenis Tanah Daerah Penelitian... 65

Lampiran 4.3. Gambar Kemiringan Lereng Daerah Penelitian... 66

Lampiran 4.4. Gambar Geologi Daerah Penelitian... 67

Lampiran 4.5. Gambar Poligon Thiessen Daerah Penelitian... 68

Lampiran 4.6. Gambar Penggunaan Lahan Daerah Penelitian... 69

Lampiran 4.1 Tabel Data Curah Hujan Harian Tahun 2010 Daerah Penelitian...70

Lampiran 4.2 Tabel Perhitungan Persamaan Discharge Rating Curve DAS Babon Berdasarkan Hujan Terpilih... 74

Lampiran 4.3 Tabel Perhitungan Persamaan Discharge Rating Curve... 72 Lampiran 4.3 Tabel Perhitungan Persamaan Sediment Discharge


(16)

xvi

Rating Curve... 77 Lampiran 4.3 Tabel Hasil Perhitungan Volume Runoff, Debit Puncak

(Qp) Dan Hasil Sediment Terangkut (Qs) Berdasarkan Hidrograf Aliran Tiap Kejadian Hujan... 79 Lampiran 4.4 Tabel Analisis Debit Puncak Metode Rasional... 124 Lampiran 4.4 Tabel Persamaan MUSLE Observasi... 125


(17)

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Perubahan tata guna lahan dan praktek pengelolaan DAS juga mempengaruhi terjadinya erosi dan pada gilirannya, akan mempengaruhi kualitas air (Asdak, 2005:338).

Terjadinya erosi, banjir, kekeringan, pendangkalan sungai, waduk serta jaringan irigasi merupakan kenyataan bahwa sedemikian merosotnya kondisi hidrologis dan makin buruknya mutu sumber daya alam di hampir semua wilayah Daerah Aliran Sungai (DAS) di Indonesia. Dengan kondisi yang demikian usaha -usaha pengelolaan wilayah DAS pada saat ini dirasakan kurang efektif dan kurang efisien, keadaan ini tercermin dengan masih belum terkendalinya banjir di musim hujan, terjadinya kekeringan dimusim kemarau dan menurunnya kualitas air.

Sementara itu, apabila dalam prakteknya pengelolaan DAS dan penerapan tata guna lahan yang tidak dilakukan secara terpadu dan tidak terencana dengan baik, maka dapat mempengaruhi proses terjadinya erosi dan sedimentasi sebagai salah satu permasalahan yang sering terjadi selain dari masalah banjir yang melanda kota-kota besar di Indonesia akhir-akhir ini. Dilain pihak permasalahan banjir umumnya disebabkan karena tingginya intensitas hujan yang terjadi dan sistem DAS yang telah rusak sehingga menyebabkan respon DAS menjadi berkurang dan juga terjadinya pendangkalan sungai akibat


(18)

sedimentasi. Sedimentasi selain menyebabkan pendangkalan sungai, juga dapat menyebakan pendangkalan di muara pantai dan perubahan garis pantai.

Tanah dan bagian-bagian tanah yang terangkut dari suatu tempat yang tererosi disebut sedimen. Sedangkan sedimentasi (pengendapan) adalah proses terangkutnya/terbawanya sedimen oleh suatu limpasan/aliran air yang mengendap pada suatu tempat yang kecepatan airnya melambat atau terhenti seperti pada saluran sungai, waduk, danau maupun kawasan tepi teluk/laut (Arsyad, 1989). Erosi dapat mempengaruhi produktivitas lahan yang biasanya mendominasi DAS bagian hulu dan dapat memberikan dampak negatif pada DAS bagian hilir (sekitar muara sungai) berupa hasil sedimen, untuk melihat kondisi yang terjadi, maka studi erosi dan sedimentasi dilakukan guna untuk mengetahui daerah-daerah yang telah mengalami lahan kritis akibat erosi dan juga pemantauan sedimentasi yang terjadi di sungai sebagai yil sedimen akibat erosi

Wilayah DAS Babon secara hidrologis meliputi Sub DAS Gung dan Sub DAS Pengkol yang luasnya hampir 50% dari luas total DAS Babon. Bagian hulu DAS Bbaon secara geomorfologis termasuk dalam wilayah yang tingkat bahaya erosinya berat hingga sangat berat, menurut perkiraan BRLKT (1991) tingkat erosi palin berat mencapai angka diatas 500 ton/ha/tahun atau sekitar 15 mm/th. Hasil perkiraan Departemen Kehutanan tahun 1991 menunjukkan bahwa Sub DAS Pengkol ini merupakan salah satu penyumbang sedimen yang terbesar dengan potensi erosinya mencapai 265 ton/ha/th, jauh lebih besar dibandingkan dengan Sub DAS Gung sekitar 149,77 ton/ha/th dan Sub DAS Babaon Hilir sekitar 118 ton/ha/th (Tukidal Yunianto, 2003:83).


(19)

1.2. Permasalahan

Salah satu faktor yang menyebabkan erosi adalah hujan, aliran hujan akan membawa material terangkut menuju daerah tangkapan sungai yang akhirnya terendapkan. Beberapa penelitian untuk menduga besarnya sedimen telah banyak dilakukan antara lain dengan Metode MUSLE, permasalahannya apabila penerapan yang dihasilkan dari Negara lain seringkali tidak sesuai dengan daerah penelitian karena perbedaan karakteristik wilayahnya Hasil penelitian dari BP DAS Pemali Jratun menyatakan kekritisan lahan untuk wilayah DAS Babon memiliki lahan kritis sebesar 16,78 % dari luas wilayah DAS Babon yaitu 24.583 ha. Perubahan tata guna lahan akan mempengaruhi debit aliran apabila hujan datang, curah hujan yang tinggi akan berasosiasi dengan hidrograf aliran yang tentunya akan berpengaruh terhadap debit sedimen di daerah tangkapan air. berdasarkan ketersedian data-data mengenai debit aliran sungai dalam discharge

rating curve dan debit sedimen sungai dalam sediment rating curve yang terlebih

dahulu dilakukan pengukuran lapangan (bulan mei sampai oktober) dan uji laboratorium mengenai massa sedimen sebagai data pembanding. Metode MUSLE ( ModifiedUniversal Soil Loss Equation) merupakan modifikasi metode USLE yang ditujukan untuk menghitung hasil sedimen yang disebaban kejadian hujan (strom) (William, 1982 dalam Gunendro, 1996:2).

Berdasarkan uraian permasalahan diatas batasan masalah yang dikaji dalam penelitian ini adalah.

1. Berapakah hasil sedimen (sediment yield) tiap kejadiana hujan pada DAS Babon?


(20)

1.3. Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah

1. Menghitung dan mengetahui hasil sedimen (sediment yield) yang dihasilkan oleh DAS Babon berdasarkan kejadian hujan dengan metode MUSLE.

1.4. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi akademik pada khususnya dan masyarakat pada umumnya. Beberapa manfaat penelitian ini adalah.

1. Hasil penelitian ini bagi pemerintah daerah Semarang dapat sebagai masukan dan informasi dalam rencana kebijakan dalam pengelolaan DAS dan keberlanjutan fungsinya DAS di daerah tangkapan air.

1.5. Penegasan Istilah

Penegasan istilah dalam penelitian yang berjudul “KAJIAN SEDIMENTASI DENGAN MODEL MUSLE PADA DAS BABON”

dimaksudkan untuk mempermudah pembaca dalam menangkap isi dan memperoleh gambaran dari objek yang dikaji. Adapun istilah yang diperlukan penegasannya antara lain.

1. Model MUSLE

Model MUSLE merupakan metode untuk memprediksi hasil sedimen yang keluar dari DAS yang disebabkan oleh kejadian hujan (storm).


(21)

2. Sedimentasi

Sedimen merupakan material atau fragmen yang terangkut melalui proses suspensi maupun oleh air atau angin (Chow, 1964 dalam Murtiono, 2008:11). Hasil sedimen (sedimen yield) adalah besarnya sedimen yang berasal dari erosi yang terjadi di cathment area yang diukur pada periode waktu tertentu dan tempat tertentu.

3. DAS Babon

DAS Babon adalah bagian dari Satuan Pengelolaan DAS Bodri Jragung. Luas wilayah DAS Babon seluas 24.583,38 ha dengan panjang sungai utama 33,76 km. DAS Babon mempunyai 3 Sub DAS yaitu, Sub DAS Babon Hilir seluas 9.201,76 ha (37,43%); Sub DAS Pengkol seluas 7.009,65 (28,51%); Sub DAS Gung seluas 8.371,97 (34,06%). Pada penelitian ini kajian dibatasi pada Sub DAS Pengkol dan Sub DAS Gung.

1.6. Sistematika Skripsi

Skripsi ini secara garis besar dibagi menjadi tiga bagian, yaitu Bagian Awal (prawacana), Bagian Pokok, dan Bagian Akhir.

1. Bagian Awal

Halaman judul, persetujuan pembimbing, pengesahan kelulusan, pernyataan, motto dan persembahan, prakata, sari, daftar isi, daftar dabel, daftar gambar dan daftar lampiran.


(22)

2. Bagian Pokok

Bab I Pendahuluan, berisi tentang latar belakang, permasalahan, penegasan istilah, tujuan penelitian, manfaat penelitian dan sistematika skripsi.

Bab II Landasan Teori, terdiri atas pengertian permodelan hidrologi, pengertian daerah aliran sungai, limpasan permukaan, pengertian erosi, pengertian sedimentasi.

Bab III Metode Penelitian berisi tentang lokasi dan objek penelitian, data penelitian, alat dan bahan, metode pengumpulan data, teknik analisis data dan prosedur penelitian.

Bab IV Hasil Penelitian dan Pembahasan berisi tentang hasil penelitian dan pembahasan dari objek kajian.

Bab V Penutup berisi Kesimpulan dan Saran yang diungkapkan oleh penulis dari hasil pemikiran dalam pembuatan karya ilmiah ini.

3. Bagian Akhir

Bagian akhir berisikan daftar pustaka yang digunakan seebagai dasar dalam skripsi.


(23)

7

BAB II

LANDASAN TEORI

2.1. Model MUSLE

Pemodelan hidrologi sudah diterapkan sejak lama. Prediksi debit maksimum (metode rasional) yang berdasarkan pada curah hujan, luas DAS, dan karakteristik daerah aliran sungai telah diperkenalkan pada tahun 1850 oleh Mulvaney,Crawford dan Linsley (dalam Murtiono, 2008:160) memperkenalkan model Stanford untuk memprediksi “ streamflow “ dan sedimen dari DAS.

Secara alamiah tidak semua besaran peubah sistem dalam proses hidrologi dapat diukur secara langsung di lapangan (Setyowati, 1996:37). Penelitian ini besaran peubah sistem sebagian diperoleh dari hasil pengukuran, sebagian lagi dari hasil perhitungan dengan menggunakan rumus empiris.

Model prediksi kehilangan tanah akibat erosi yang banyak digunakan yakni model yang dikembangkan oleh Wischmeier dan Smith (1978) dalam (Gunendro, 1996:15). Model ini lebih dikenal dengan metode Universal Soil Loss

Equation (USLE). Model USLE sebenarnya cocok untuk diterapkan pada

petak-petak pertanian yang homogen dan tidak mempunyai kemiringan lereng yang curam. Model ini dikembangkan untuk menghitung laju erosi tahunan khususnya erosi lembar dan erosi alur. Namun William (1982) telah memodifikasi model tersebut yang ditujukan untuk menghitung hasil sedimen yang keluar dari DAS yang desebabkan oleh kejadian hujan (storm). Model ini disebut dengan MUSLE


(24)

Metode perhitungaan debit sedimen yang keluar dari cathment area dihitung secara tidak langsung berdasarkan lengkung debit sedimen. Besarnya jumlah sedimen di cathment area diasumsikan sebagai DAS yang dapat diketahui pada setiap kejadian hujan. Dalam penelitian ini besarnya sedimen diperhitungkan dengan mempergunakan model MUSLE, untuk mengetahui model tersebut bisa dipergunakan atau tidak di daerah penelitian maka variabel-variabel yang ada pada model harus diuji terlebih dahulu. Berdasarkan data lapangan akan diperoleh data volume aliran, debit puncak dan debit sedimen. Hasil prediksi akan didapat Tebal aliran dengan curve number, debit puncak dengan metode rasional. Keberlakuan model MUSLE akan didasarkan pada perhitungan metode MUSLE yang didapat dari hasil sedimen dimana volume aliran dan debit puncaknya berdasarkan observasi yang dimasukkan dalam MUSLE sehingga diperoleh SyMUSLEObservasidan hasil sedimen yang diperoleh dari Tebal aliran dan debit puncak hasil prediksi (SCS dan Rasional) dimasukkan dalam rumus MUSLE sehingga diperoleh SyMUSLE Prediksi. Secara umum rumus dasar Model

MUSLE bisa dituliskan sebagai berikut.

Sy = a (Q.qp)b.K.LS.CP………(2.1)

Dimana:

Sy = hasil sedimen tiap kejadian hujan sesaat (ton/hujan) a,b = konstanta, masing-masing berkisar 11,8 dan o,56 Q = tebal aliran permukaan karena hujan lebih (mm) qp = debit puncak (m3/dt)


(25)

LS = faktor topografi C = faktor penutup lahan

P = faktor pengelolaan tanaman

2.2. Tebal Aliran Permukaan Karena Hujan Lebih

Dalam memprakirakan tebal aliran dari suatu DAS, metode yang dikembangkan oleh US. Soil Conversation Service atau juga dikenal sebagai metode SCS paling banyak dimanfaatkan. Dengan mengetahui besarnya volume air larian total dalam waktu tertentu, maka dapat direncanakan bangunan pengendali banjir dan bangunan-bangunan lain yang berkaitan dengan pemanfaatan sumberdaya air. Asdak (2005:182) dalam memperkirakan besarnya volume runoff total dari suatu DAS, metode yang dikembangkan oleh US Soil

Conservation Service atau dikenal sebagai Metode SCS. Metode SCS berusaha

mengaitkan karakteristik DAS seperti tanah, vegetasi, dan tataguna lahan dengan bilangan kurva air larian CN (runoff curve number) yang menunjukkan potensi air larian untuk curah hujan tertentu. Persamaan yang berlaku untuk metode SCS

adalah sebagai berikut:

Q = (I-0,2 S)2/(I+0,8 S)………..… (2.2) Keterangan

Q = tebal aliran permukaan (mm)

I = curah hujan (mm)


(26)

Besarnya perbedaan antara curah hujan dan air larian (S), berhubungan dengan angka kurva number (CN) dimana persamaannya adalah:

S = (25,400/N) - 254………(2.3)

N = bilangan kurva air larian (CN), bervariasi dari 0 hingga 100.

Angka CN (curve number) bervariasi dari 0-100 yang dipengaruhi oleh kondisi grup hidrologi tanah AMC (antecedent moisture content), penggunaan lahan dan cara bercocok tanam. Nilai CN pada Lampiran 2.1 tabel berasal dari daerah beriklim sedang. Namun demikian, ia cukup memadai untuk digunakan sebagai pengganti apabila nilai CN untuk daerah setempat belum tersedia. Adapun grup hidrologi tanah dibedakan atas A,B,C,D dan untuk kondisi AMC II (rata-rata), dikategorikan menurut besarnya laju ilfiltrasi dan tekstur tanah, nilainya disajikan dalem Lampiran 2.1 tabel. Kondisi AMC(antecedent moisture content) I (kering) dan III (jenuh air) angka CN diperoleh dari Lampiran 2.1 tabel. didasarkan dari angka CN kondisi II. AMC dapat ditentukan secara sederhana dengan pendekatan yakni mendasarkan pada jumlah hujan yang jatuh selama 5 hari sebelum perhitungan CN dilakukan. Simulasi perhitungan aliran dengan metode curve number ditentukan berdasarkan AMC II, untuk menentukan indek CN apabila kondisi AMC termasuk kelompok I atau II, rumus konvensinya sebagai berikut (Arsyad, 1989:221).

CN I = ………...………(2.4)

CN III =


(27)

2.3. Debit Puncak (qp)

Debit puncak merupakan puncak dari laju aliran permukaan, jika suatu hujan dengan intensitas tertentu telah berlangsung selama masa tersebut maka air dari semua tempat dalam daerah aliran telah mencapai tempat keluar pada waktu bersamaan dan laju aliran aliran permukaan akan mencapai puncaknya. Puncak laju aliran permukaan dihitung berdasarkan persaman rasional (Pilgrim, 1087 dalam Gunendro, 1997:14). Metode rasional dalam menentukan laju puncak alliran permukaan memperhitungkan masa konsentrasi waktu. Metode ini digunakan dengan asumsi hujan yang terjadi merata di seluruh DAS dengan durasi hujan sama dengan waktu konsentrasi, luas DAS tidak berubah selama hujan berlangsung, luas DAS kurang dari 100 km2 (Suhartadi & Martono, 2005:31 dalam Anam, 2008:20). Metode ini lebih mudah dipahami, sederhana dan memberikan hasil yang masih dapat diterima (Susanto & Suroso, 2007:77 dalam Anam, 2008:20). Persamaan matematik metode rasional untuk memprakirakan besarnya air larian adalah:

qp = 0,278 C I A………...(2.6) Keterangan

qp = (debit) puncak (m3/dt)

C = koefisien runoff

I =intensitas hujan (mm/jam)

A = luas wilayah DAS (ha)

Koefisien runoff didasarkan pada faktor-faktor daerah pengalirannya seperti: jenis tanah, kemiringan, keadaan hutan penutupnya dan besar kecilnya


(28)

banjir, intensitas hujan selama time of concentration dan luas daerah pengaliran. Intensitas hujan didapat dari persamaan:

I = (R/24).(24/Tc)2/3 ………(2.7) Keterangan

I = intensitas hujan selama time of concentration (mm/jam) R = hujan sehari (mm)

Tc = time of concentration

Waktu konsentrasi (time of concentration) adalah waktu perjalanan yang diperlukan oleh air dari tempat yang paling jauh (hulu DAS) sampai ke titik pengamatan air (outlet). Salah satu teknik untuk menghitung Tc yang paling umum dilakukan adalah persamaan matematik yang dikembangkan oleh Kirpich (1940) dalam Asdak (2005:189):

Tc = (0,0195xL3)0,385/H………(2.8) Keterangan

L = panjang sungai utama (Km2)

H = beda tinggi antara titik tertinggi dengan titik terendah pada cathment area.

Besarnya koefisien runoff (C) didasarkan pada keadaan daerah pengaliran seperti pada Lampiran 2.1 tabel. Daerah bervegetasi umumnya mempunyai C kecil, sedang pada daerah pembangunan dengan sebagian besar tanah beraspal atau bentuk permukaan tanah yang kedap air (impervisous) lainnya mempunyai C besar. Lampiran 2.1 tabel menunjukkan berbagai nilai C untuk pemakaian model metode rasional.


(29)

2.4. Sedimentasi yield

Sedimen merupakan material atau fragmen yang terangkut melalui proses suspensi maupun oleh air atau angin (Chow, 1964 dalam Murtiono:2008). Sedimen secara garis besar dibedakan menjadi dua jenis, yaitu: sedimen melayang

(suspended load) dan sedimen dasar (bed load). Sedimen melayang merupakan

partikel yang tersuspensi dalam air sungai, sedangkan sedimen dasar merupakan partikel yang merayap atau menggelinding di dasar sungai (Asdak, 1995: 493).

Muatan sedimen timbul sebagai akibat adanya proses erosi, dengan demikian faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya erosi adalah sama dengan faktor-faktor yang berpengaruh pada muatan sedimen, sedimen yang berasal dari erosi disebut sedimen yield. Faktor-faktor utama yang mempengaruhi produksi sedimen dari sutai daerah tangkapan adalah iklim, jenis tanah, topografi dan kondisi diatas permukaan tanah seperti vegetasi. Proses pengangkutans sedimen dalam alur sungai merupakan hal yang kompleks, sehingga pengukuran laju sedimen masih merupakan perkiraan terbaik terhadap besarnya hasil sedimen yang terjadi pada suatu DAS (Soemarto, 1987 dalam Gunendro, 1996:6).

Williams (1982) dalam Gunendro (1996:7) telah memodifikasi metode USLE yang ditujukan untuk menghitung hasil sedimen yang keluar dari DAS yang disebabkan oleh kejadian hujan. Model ini disebut dengan MUSLE

(Modified Universal Soil Loss Equation). Persamaan rumus dari metode MUSLE


(30)

2.5. Indeks erodibilitas Tanah (K)

Erodibilitas tanah adalah nilai kepekan tanah terhadap erosi, yakni sifat mudah tidaknya tererosi. Menurut Bennet (1926) dalam Gunendro (1996:18), bahwa kepekaan tanah terhadap erosi pada masing-masing tanah yang berbeda akan berbeda pula. Besarnya nilai erodibiltas tanah ditentukan oleh tekstur, struktur, permeabilitas dan bahan organik tanah.

a. Formula yang dikembangkan oleh Hammer (1978) dalam Arsyad (2006:369), untuk menghitung nilai K adalah sebagai berikut:

K = …………. .……...(2.9)

Keterangan:

K = indeks erodibilitas tanah

M = (%debu+pasir sangat halus)(100-%liat) a = kelas kandungan bahan organik

b = indeks stuktur tanah c = indeks permeabilitas tanah

Nilai M untuk beberapa kelas tekstur dapat dilihat pada Lampiran 2.1 tabel. Penentuan kelas kandungan bahan organik dapat dilihat pada Lampiran 2.1 tabel. Penentuan indeks struktur tanah dapat dilihat pada Lampiran 2.1 tabel. Penilaian permeabilitas tanah dapat dilihat pada Lampiran 2.1 tabel.

2.6. Panjang dan Kemiringan Lereng (LS)

Panjang dan kemiringan lereng. LS adalah satu kesatuan dari faktor bentuk lahan dalam memperkirakan laju erosi yang akan terjadi. Formula yang diusulkan


(31)

oleh Wischmeier dan Smith (1978) dalam Hardiyatmo (2006: 409) untuk menghitung LS sebagai berikut:

LS = +0,065 (2.10)

(Williams, 1965 dalam Hardiyatmo, 2006:409) Keterangan:

s = kemiringan lereng (%)

= faktor panjang yang nilainya= ( Keterangan:

L = panjang lereng dalam meter.

m = nilai yang ditunjukkan pada Lampiran 2.1 tabel.

2.7. Indeks Pengelolaan Tanaman (C)

Indeks Pengelolaan Tanaman merupakan faktor penutup oleh tanaman dan pengelolaan tanaman (tak berdimensi), yaitu perbandingan antara besarnya erosi dari suatu bidang tanah dengan tanaman penutup yang disertai pengelolaan tanaman tertentu terhadap besarnya erosi dari tanah yang identik tapi tanpa tanaman (Hardiyatmo, 2006:400). Arsyad (1989) mengemukakan nilai indeks CP berbagai pengelolaan tanaman yang dapat dilihat pada Lampiran 2.1 tabel.

2.8. Indeks Konservasi Tanah (P)

Indeks Konservasi Tanah merupakan faktor praktis pengontrol erosi atau faktor tindakan khusus konservasi tanah (tak berdimensi), yaitu perbandingan antara besarnya erosi dari suatu tanah yang diberi tindakan perlakuan konservasi,


(32)

terhadap besarnya erosi dan tanah yang diolah searah lereng dalam kondisi yang identik (Hardiyatmo, 2006:400).

2.9. Metode Perhitungan Debit Sedimen Melayang Berdasarkan

Lengkung Debit Sedimen.

Lengkung sedimen melayang adalah grafik yang menggambarkan hubungan antara konsentrasi sedimen dengan debit atau hubungan antara debit sedimen melayang sesaat dengan debit (Soewarno, 1991:751). Lengkung sedimen melayang dibutuhkan untuk mendapatkan debit sedimen harian, dengan menggunakan lengkung sedimen untuk perhitungan debit sedimen melayang akan dapat lebih menghemat penggunan tenaga, biaya, dan peraalatan serta waktu yang diperlukan.

Kondisi aliran akan menghasilkan sedimen sedimen yang selalu berbeda konsentrasinya, untuk membuat lengkung sedimen dapat dilaksanakan menurut tahapan sebagai berikut (Soewarno, 1991:753).:

1. Pengumpulan data konsentrasi sedimen hasil analisa laboratorium beserta data debitnya.

2. Apabila diinginkan lengkung sedimen itu merupakan hubungan antara debit sedimen dan debit, hitung debit sedimen dari setiap besaran konsentrasi.

3. Hitung persamaan lengkung sedimen dengan persamaan sebagai berikut:

Qs = a(Q)b ………(2.11)

Keterangan:


(33)

Q = debit (m3/dtk) a = konstanta b = konstanta

2.10. Kerangka Berpikir

Model MUSLE dikembangkan dari model USLE, yang mana MUSLE diaplikasikan untuk setiap kejadian hujan tunggal dalam menghasilkan sedimen yield. Faktor R yang digunakan pada rumus USLE diubah dengan faktor baru dimana Q untuk tebal aliran (mm) dan qp adalah debit puncak (m3/dtk). MUSLE ini dalam prediksinya lebih mendekati nilai yang ada dilapangan daripada USLE. MUSLE secara luas telah digunakan dibanyak tempat diseluruh dunia. Perbedaan secara garis besar antara Model MUSLE dan USLE diringkas dalam diagram gambar 2.10.


(34)

Gambar 2.1 Diagram Model MUSLE dan USLE

CP Q dan qp

Erodibilitas Tanah Karakteristik fisik tanah

K

Land dan Crop Manajemen Kejadia Hujan

LS Intensitas Hujan Topografi

Landuse AMC

Luas DAS

MUSLE

Crop Manajemen Erosivitas Hujan

Erodibilitas Tanah Karakteristik fisik tanah

K

Manajeme n DAS

Land Manajemen

LS C P

Hujan

Energi

R


(35)

19

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Lokasi dan Objek Penelitian

Lokasi penelitian ini dilakukan pada Daerah Aliran Sungai Babon (Sub DAS Gung dan Sub DAS Pengkol) yang secara administrasi masuk dalam tiga Kecamatan yaitu Kecamatan Ungaran, Kecamatan Banyumanik dan Kecamatan Tembalang. Objek penelitian berupa Tebal Aliran (Q), Debit puncak (qp) dan Sedimen . Lokasi pemantauan dipusatkan di Kelurahan Pucanggading, dimana

AWRL didirikan.

3.2 Variabel Penelitian

1. Karakteristik hujan (intensitas, tebal, dan lama hujan) 2. Data tanah

3. Jenis pengelolaan tanaman 4. Kelerengan lahan

5. Data Hujan (mm) 6. Tebal aliran (mm) 7. Debit puncak (m3/dt)


(36)

3.3 Metode Pengumpulan Data

Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini meliputi data-data yang diperlukan untuk mengetahui hasil sedimenyang keluar dari daerah tangkapan ututk memprediksinya dengan pendekatan MUSLE.

1) Sampel tanah, untuk uji struktur tanah, tekstur tanah dan permeabilitas tanah. Pengambilan sampel bersifat random sampling sebanyak 10 berdasarkan peta satuan lahan, sampel 10 dalam penelitian ini dianggap sudah mewakili daerah penelitian.

2) Pengamatan penggunaan lahan, tipe penggunaan lahan sebagai cek lapangan dari interpretasi citra penginderaan jauh, pengecekan ini dimaksudkan untuk membandingan hasil dari intepretasi citra dengan keadaan nyata di daerah penelitian dan dan untuk mengetahui cara bercocok tanam atau cara konservasi tanah.

3) Pengukuran kemiringan lereng, pengukuran ini dilakukan di tiap titik pengambilan sampel.

4) Data Curah hujan

Data curah hujan yang diambil untuk penelitian ini merupakan data hujan harian tahun 2010 dari empat stasiun hujan yaitu Klipang, Ungarang, Banyumanik dan Susukan. Beberapa metoda untuk menghitung rata-rata hujan DAS yaitu, Poligon Thiessen dan Isohyet (Setyowati, 1996:32). Metode polygon thiessen digunakan dalam penelitian ini karena hasilnya dianggap paling mendekati, cara ini mendasarkan pada pemberian bobot pada setiap stasiun terhadap luas daerah yang diwakili. Luas daerah


(37)

ditentukan dengan menarik garis-garis yang menghubungkan stasiun satu dengan yang lainnya sehingga terbentuk polygon, setiap polygon mewakili sebuah stasiun, selanjutnya dihitung rata-rata curah hujan.

5) Data Debit

Data debit diperoleh dari BP DAS Pemali Jratun, data debit dalam penelitian ini bersifat per jam pada setiap kejadian hujan harian yang mempengaruhi kenaikan tinggi muka air di bendungan tempat pengamatan. 6) Data TMA (Tinggi muka air)

Data Tinggi Muka Air diperoleh dari BP DAS Pemali Jratun, pencatatan TMA dilakukan secara automatic dengan AWRL (Automatic Water Level

Recorder) yang sudah diolah menjadi data angka.

7) Data sedimen hasil analisis laboratorium

Data sedimen diperoleh dari BP DAS Pemali Jratun, pengambilan sampel sedimen didasarkan pada keadaan limpas aliran Sungai Babon pada Bendungan Pucang gading. Sampel yang diambil sebanyak 12 sampel dengan kejadian hujan terpilih, sampel diambil pada waktu debit puncak saja.

3.4 Peralatan Penelitian

Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini meliputi: 1) Software Arc. View 3.3 dan Er. Mapper 7.0.

2) GPS untuk menentukan letak lokasi penelitian. 3) 1 unit Komputer.


(38)

4) Hand level untuk mengukur sudut kemiringan, panjang dan kemiringan lereng.

5) Automatic Water Level Recorder (AWLR).

6) Bor tanah, kantong plastik dan kertas label untuk mengambil sampel tanah dan alat-alat lain yang menunjang proses penelitian.

Bahan yang diperlukan untuk mendukung penelitian ini meliputi:

1) Peta Rupa Bumi Indonesia (peta RBI) Kecamatan Semarang dan Kecamatan Ngaliyan Kecamatn Tembalang skala 1:25.000, Peta Tanah skala 1:50.000, Peta Topografi skala 1:50.000.

3.5 Teknik Analisis Data

1. Analisis SIG

Analisis ini digunakan untuk mengolah data spasial yang disajikan dalam bentuk peta. Data spasial berupa peta diolah menggunakan software arc.view 3.3 yang menghasilkan output berupa layout peta sesuai dengan kebutuhan penelitian.

2. Analisis Laboratorium

Analisis laboratorium digunakan untuk mendapatkan nilai K (erosivitas tanah) daearah penelitian. Pengambilan sampel tanah didasarkan pada unit sataun lahan yang dibuat oleh peneliti, dalam penelitian ini diambil 10 sampel tanah.

3. Analisis Tebal aliran, debit puncak dan hasil sedimen berdasarkan pengukuran langsung mengacu pada SPAS yang telah dilengkapi dengan


(39)

AWRL, digunakan untuk menghitung runoff, debit puncak dan hasil sedimen pada setiap kejadian hujan. Gambar 3.1 menunjukkan tahapan perhitungan runoff dan hasil sedimen.

TMA

pias AWRL

Waktu

Gambar 3.1. Tahapan perhitungan Runoff dan hasil sedimen lapangan 4. Data dari debit aliran dan debit sedimen melayang berdasarkan lengkung

debit sedimen (suspended rating curve), untuk membuat lengkung sedimen dilaksanakan tahapan sebagai berikut.

a. Pengumpulan data konsentrasi sedimen hasil analisis laboratorium beserta debitnnya.

b. Perhitungan debit sedimen berdasarkan pengukuran debit yang dihitung dari setiap besaran konsentrasi.

Qs = Q × cs ………(3.1)

Keterangan

TMA

Debit = a(TMA)b

runoff Rumus Qs = a(q)b


(40)

Qs = debit sedimen Q = debit

cs = konsentrasi sedimen

Qs = a(Q)b ………..(3.2)

Keterangan

Qs = debit sedimen (gram/dt) Q = debit (m3/dt)

a,b = koefisien yang diperoleh dari analisa atas dasar data pasangan Q dan Qs

5. Analisis Tebal aliran dengan metode SCS dengan persamaan 2.2.

6. Analisis debit puncak dengan metode rasional dengan persamaan 2.6. 7. Analisis metode MUSLE, merupakan modifikasi metode USLE dengan

nilai R diubah menjadi nilai perkalian qp (metode rasional) dan Q (metode SCS). Metode MUSLE dengan persamaan 2.1.

3.6 Prosedur Penelitian

Dalam pelaksanaan penelitian ini dilakukan beberapa tahapan yaitu: 1) Pengumpulan data

Tahap pengumpulan data dilaksanakan untuk mengumpulkan data-data yang diperlukan dalam penelitian, pengumpulan data bekerjasama dengan instansi BP DAS Jragung untuk data rekamanAWLR maupun data peta, instansi BMKG untuk data curah hujan.


(41)

2) Pelaksanaan

Penelitian ini dilaksanakan dimulai dengan membuat peta sementara sebagai acuan dalam survei pendahuluan dilapangan dengan melakukan orientasi di daerah penelitian, setelah survei pendahuluan dilanjutkan dengan pelaksanaan survei utama dengan tujua mengambil sampel tanah yang akan dianalisis, pengukuran ketinggian tempat, pengukuran koordinat, pengukuran luas wilayah, serta deskripsi tataguna lahan dan cara bercocok tanam.

3) Analisis laboratorium

Adapun bahan yang dianalisis di Laboratorium adalah analisis tekstur tanah, permeabilitas tanah dan tekstur tanah yang selanjutnya hasil yang diperoleh disesuaikan dengan daftar koefisien runoff (C) untuk menentukan besarnya koefisien aliran. Hasil analisis tanah juga disesuaikan dengan daftar erosivitas tanah untuk mendapatkan nilai K pada rumus MUSLE.

4) Analisis Data

Analisis data tahap pertama dilakukan dengan menghitung debit sedimen yang ada di DAS Babon, menghitung debit puncak (qp) dan tebal aliran (Q) dengan hidrograf aliran. Hasil perhitungan debit sedimen dan KLSCP dibuat persamaan yang menghasilkan konstanta untuk rumus MUSLE, hasil dari perhitungan MUSLE ini disebut sy MUSLE Observasi sebagai pembanding. Hasil perhitungan (qp) dan (Q) dari pendekatan metode rasional dan SCS

dikalikan dengan KLSCP dari rumus MUSLE didapat hasil sedimen, yang disebut sy MUSLE Prediksi.


(42)

3.7 Diagram Alur Penelitian

Gambar 3.2 Diagram Alir Tahap Perhitungan Hasil Sedimen Metode MUSLE

1. Menghitung nilai C 2. Menghitung nilai I 3. Menghitung nilai A Indeks Pengelolaan Tanaman (C) Mulai Kejadian CN Pengelolaa n Tanaman Data Fisik

Tanah Peta

Topografi

Tindakan Konserva si

/Tebal Hujan

Efektif (Q) Debit Puncak

(qp) Indeks LS Indeks Erodibilitas (K) Indeks Konservasi (P) SPAS/AWR L

Prediksi Hasil Sedimen MUSLE

Hasil Sedimen tiap kejadian hujan Peta penggunaa n lahan DAS Babon

qp = 0,278 CIA 1. Kandunga n bahan organik 2. Struktur tanah 3. Permeabili tas tanah


(43)

Gambar 3.3 Diagram Alir Perhitungan Tebal Aliran, Debit Puncak, dan Hasil Sedimen Observasi.

SPAS/AWR L

Analisis Laboratoriu

m Contoh

Muatan Debit

Aliran

Kadar Suspensi

TMA

Discharg e rating Curve

Debit Aliran Kejadian

Hujan Debit Suspensi Suspended

rating Curve

1. Debit Puncak 2. Tebal Aliran 3. Hasil Sedimen

Tiap kejadian hujan


(44)

28

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

4.1. Deskripsi Letak dan Batas Wilayah

Daerah aliran sungai (DAS) Babon merupakan salah satu DAS yang berada di Jawa Tengah, dan terletak pada lereng utara Gunungapi Ungaran. Aliran Sungai Babon berasal dari beberapa anak sungai yang berasal dari Gunung Butak di Ungaran Kabupaten Semarang. DAS Babon terdiri dari tiga sub DAS yaitu Sub DAS Gung (seluas 8.371,97 Ha), Sub DAS Pengkol (seluas 7.009,65 Ha) dan Sub DAS Babon Hilir (seluas 9.201,76 Ha) dengan panjang sungai utama 33,76 km.

Kedudukan geografis, DAS Babon terletak diantara 6.55’15’’-7.10’00’’ LS dan

110. 24’42’’- 110.30’24’’BT.

DAS Babon terletak pada ketinggian antara 0-500 meter di atas permukaan laut di bagian utara (hilir) hingga sekitar 200 meter di bagian hulu, meliputi wilayah wilayah Kabupaten Semarang (Kecamatan Ungaran dan Kabupaten Bergas), Kota Semarang (Kecamatan Tembalang, Kecamatan Banyumanik, Kecamatan Gajah Mungkur, Kecamatan Candisari, Kecamatan Semarang Selatan, Kecamatan Gayamsari, Kecamatan Semarang Timur, Kecamatan Pedurungan, Kecamatan Genuk, dan Kecamatan Semarang Utara), dan Kabupaten Demak (Kecamatan Sayung dan Kecamatan Mranggen). Batas DAS Babon tersaji pada Lampiran Gambar 4.1.


(45)

4.2. Hidrologi

Secara hidrologis DAS Babon terdiri dari Sub DAS Gung, Sub DAS Pengkol dan Sub DAS Babon Hilir. Sub DAS Gung terletak di bagian hulu dengan sungai utamanya adalah hulu Sungai Babon.

Sub DAS Pengkol merupakan cabang atau anak Sungai Babon yang berasal dari bagian barat DAS yaitu dari daerah Meteseh dan sekitarnya. Sub DAS Babon Hilir merupakan kumpulan dari beberapa sungai/anak sungai yang berasal dari perbukitan Gombel antara lain Sungai Mangkang. Fluktuasi debit Sungai Babon sangat mengikuti fluktuasi musim, artinya pada musim kemarau permukaan air sungai menurun drastis, sedangkan pada musim hujan terjadi banjir. Perbedaan debit tersebut dapat mencerminkan jenis sungainya.

Sungai intermitten adalah sungai yang mengalirkan air pada musim hujan saja, namun pada musim kemarau tidak mengalirkan air (kecuali air dari hujan) karena muka airtanah saat musim penghujan di atas dasar sungai dan saat musim kering di bawah dasar sungai. Sungai perenial adalah sungai yang airnya mengalir sepanjang tahun dan pada musim kemarau masih mempunyai air walaupun dalam volume yang kecil. Berdasarkan kondisi tersebut, DAS Babon termasuk dalam kategori sungai perenial. Aliran sungai di dalam DAS dihubungkan oleh suatu jaringan satu arah dengan cabang dan anak sungai mengalir ke dalam sungai induk yang lebih besar dan membentuk suatu pola tertentu.

Pola ini tergantung pada kondisi topografi, geologi, iklim, dan vegetasi yang terdapat di dalam DAS yang bersangkutan. Sungai yang ada di DAS Babon membentuk pola aliran radial. Pola aliran ini biasanya dijumpai di daerah lereng


(46)

gunungapi atau daerah dengan topografi berbentuk kubah. Berdasarkan SK Walikota Kepala Daerah Tingkat II Semarang No. 880.2/992/94 menetapkan peruntukan Sungai Babon di Kota Semarang adalah sebagai berikut :

1. Air Sungai Babon dari bagian hulu di Kelurahan Meteseh, Kecamatan Tembalang sampai dengan Bendung Pucanggading ditetapkan sebagai air golongan B (air yang dapat dipergunakan sebagai air baku untuk diolah sebagai air minum dan keperluan rumah tangga).

2. Air Sungai Babon setelah melewati Bendung Pucanggading sampai dengan Bendung Karangroto ditetapkan sebagai air golongan C (air yang dapat dipergunakan untuk keperluan perikanan dan peternakan).

3. Air Sungai Babon setelah melewati Bendung Karangroto sampai dengan muara di pantai utara ditetapkan sebagai air golongan C (air yang dapat dipergunakan untuk keperluan perikanan dan peternakan).

Pemanfaatan Sungai Babon selama ini selain untuk pembuangan limbah, juga untuk pengendalian banjir Kota Semarang melalui pembangunan saluran Banjir Kanal Timur, untuk irigasi, perikanan dan bahan baku air minum. Beberapa permukiman padat membuang limbah rumah tangga ke saluran sungai.

4.3. Jenis Tanah

Berdasarkan data jenis tanah yang diperoleh dari Peta Tanah yang ada, menggambarkan bahwa jenis tanah yang terdapat di DAS Babon terdiri dari aluvial hidromorf, asosiasi aluvial kelabu dan aluvial coklat kekelabuan, mediteran coklat tua, latosol coklat tua, latosol coklat kemerahan, regosol kelabu


(47)

dan grumusol kelabu tua (BP-DAS Pemali-Jratun, 1991). Jenis tanah aluvial hidromorf terletak pada daerah dataran dengan bahan induk liat yang mempunyai sifat tidak peka terhadap erosi atau termasuk dalam klasifikasi kepekaan tanah terhadap erosi yang sangat rendah. Jenis tanah asosiasi aluvial kelabu dan aluvial coklat kekelabuan tersebar di daerah dataran rendah pada kecamatan-kecamatan Genuk dan Sayung dengan bahan induk liat dan pasir, yang mempunyai sifat tidak peka terhadap erosi atau termasuk dala klasifikasi kepekaan tanah terhadap erosi yang sangat rendah.

Tanah dengan jenis mediteran coklat tua banyak dijumpai di wilayah Kecamatan Ungaran, Tembalang, Banyumanik dan Genuk, dengan jenis tanahnya mempunyai sifat peka terhadap erosi atau termasuk dalam klasifikasi kepekaan tanah terhadap erosi sedang. Latosol coklat tua kemerahan banyak terdapat di wilayah Kecamatan Ungaran dan Banyumanik dengan tingkat kepekaan tanah terhadap erosi sedang. Jenis tanah lainnya yang terdapat di DAS Babon adalah regosol kelabu dan grumusol kelabu tua, yang tersusun dari bahan induk abu/pasir

dan tuff intermediate serta memiliki sifat yang sangat peka terhadap erosi atau

dapat dikategorikan sebagai tanah dengan kepekaan tanah terhadap erosi tinggi. Kedua jenis tanah ini mempunyai penyebaran di Kecamatan Mranggen dan Sayung, peta jenis tanah pada Lampiran Gambar 4.1.

Berdasarkan analisis data fisik tanah yang diperoleh di lokasi penelitian mempunyai tekstur dengan kandungan lempung 30,727%, kandungan debu 58,775% dan kandungan pasirnya 8,928% (sumber analisis data primer), sehingga


(48)

berdasarkan segitiga tekstur tanah menurut USDA (Arsyad, 1989:345) tanah daerah penelitian termasuk dalam kelas pasir lempung berdebu.

Tabel 4.1 Luasan Jenis tanah DAS Babon

No Jenis Tanah Luas DAS (Ha) Persentase

1 Aluvial coklat kemerahan 6706,39 43,60

2 Latosol 3586,99 23,32

3 Mediteran coklat 1927,32 12,53

4 Regosol grumosol 2258,02 14,68

5 Alluvial hidromorf 902,90 5,87

Jumlah 15381,62 100,00

Sumber: BPDAS Pemali-Jratun, 2009

4.4. Kemiringan Lereng

Kemiringan lereng termasuk salah satu faktor yang sangat menentukan besar kecilnya tingkat erosi, disamping jenis tanah dan intensitas curah hujan. Hubungan antara kemiringan lereng dengan tingkat erosi adalah positif, semakin besar faktor kemiringan lereng semakin besar potensi erosinya, demikian sebaliknya. Kemiringan lahan pada DAS Babon dapat dikelompokkan dalam empat (4) kelas, yaitu: kemiringan lereng datar, landai, agak miring, dan miring. Sebagian besar wilayah DAS Babon mempunyai kemiringan lereng landai. Kemiringan lereng landai terdapat di bagian utara, barat dan sebagian timur dari DAS Babon, yaitu di Kecamatan Genuk dan Pedurungan. Kemiringan agak curam hingga curam terdapat di bagian tengah DAS Babon, yaitu terletak di Kecamatan Ungaran, Kecamatan Banyumanik dan Kecamatan Tembalang. Berdasarkan topografinya, DAS Babon memiliki ketinggian bervariasi, mulai dari dataran rendah dibagian utara yang merupakan muara DAS di wilayah Kecamatan Genuk dan dataran tinggi atau pegunungan disebelah selatan di wilayah Kecamatan Ungaran. Ketinggian DAS Babon di daerah muara sekitar meter dari permukaan


(49)

laut di bagian utara, dan mencapai ketinggian 382 meter di sebelah selatan di wilayah Kecamatan Ungaran. Dataran rendah tersebut merupakan daerah lahan permukiman penduduk, pertanian dan tambak, sedangkan dataran tinggi sendiri merupakan kawasan hutan dan pegunungan kecil, peta lereng tersaji pada Lampiran Gambar 4.1.

Tabel 4.2 Luasan Kemiringan Lereng DAS Babon

No Kemiringan Luas Lereng (Ha) Persentase

1 Datar (0 – 3%) 9758,10 63,44

2 Landai (3 – 8%) 1784,27 11,60

3 Agak miring (8 – 15%) 1207,46 7,85

4 Miring (15 – 30%) 2630,26 17,10

Jumlah 15381,62 100,00

Sumber : BPDAS Pemali-Jratun,, 2009

4.5. Geologi dan Geomorfologi

Berdasarkan konsepsi yang dikemukakan oleh Pannekoek (1949), secara umum geomorfologi Pulau Jawa dapat dibagi menjadi 3 (tiga) zona, yaitu: zona utara, tengah dan selatan. Jika ditinjau dari konsepsi tersebut, maka DAS Babon termasuk dalam zona utara dan tengah dari Pulau Jawa, yang dimulai dari gisik

(beach) dan dataran aluvial pesisir (coastal alluvial plain) bagian utara ke arah

selatan meliputi perbukitan struktural lipatan (folded hills) hingga deretan perbukitan-pegunungan bergunungapi (volcanic) di bagian selatan wilayah studi yang merupakan bagian dari zona tengah Pulau Jawa. Menurut Peta Geologi dan Geomorfologi lembar Semarang skala 1:100.000 tahun 1989 yang diterbitkan oleh Direktorat Geologi Tata Lingkungan, Bandung, maka secara geologis wilayah studi dikelompokkan menjadi 2 (dua) kelompok atau satuan, yaitu:


(50)

1. Bagian utara (DAS Babon Hilir) dan tengah (DAS Babon Tengah) merupakan dataran aluvial pantai Semarang dan Demak serta dataran aluvial yang tersusun oleh material endapan cekungan berupa lempung dan pasiran yang terbentuk zaman Holosen dan Pleistosen Bawah.

2. Bagian selatan wilayah studi berupa deretan perbukitan hingga pegunungan yang dapat dikelompokkan menjadi 3 (tiga), yaitu:

a. Perbukitan rendah struktural lipatan yang merupakan bagian dari ujung-ujung barat Perbukitan Kendeng, tersusun oleh material batugamping dengan sisipan lempung tufaan dan konglomerat yang terbentuk sejak zaman Pleistosen Bawah.

b. Bukit-bukit sisa dan perbukitan denudasional di bagian hulu DAS Babon tersusun oleh material sedimen berupa batupasir tufaan, konglomerat dan breksi tufaan yang terbentuk pada zaman Pliosen, serta di beberapa tempat dijumpai pula singkapan batuan dari Formasi Damar.

c. Deretan pegunungan volkanik bagian dari Gunungapi Ungaran, yang tersusun oleh material piroklastik berupa aliran lahar, pasir dan kerikil. Peta Geologi DAS Babon tersaji dalam Lampiran Gambar 4.1.

4.6. Iklim/Klimatologi

Iklim merupakan kondisi rata-rata cuaca dalam jangka waktu yang lama. Kondisi iklim biasanya terkait dengan temperatur, curah hujan dan tipe iklim. Penentuan tipe iklim DAS Babon berdasarkan data dari empat stasiun hujan, yaitu Stasiun Ungarang, Susukan, Banyumanik, Klipang, data curah hujan yang


(51)

digunakan merupakan data curah hujan harian tahun 2010. Penggolongan tipe iklim menggunakan klasifikasi Schmidt dan Ferguson, yang menggolongkan tipe iklim berdasarkan nilai Quotient (Q) dari hasil perbandingan jumlah rata-rata bulan kering dengan jumlah rata-rata bulan basah. Rumus yang digunakan untuk menghitung nilai Quotient (Q):

Q =

………(3.1)

Makin kecil nilai Q makin basah suatu tempat dan makin besar nilai Q makin kering suatu tempat. Dalam penentuan bulan basah maupun bulan kering Schmidt dan Ferguson mendasarkan pada karakteristik Mohr (Setyowati, 1996:35) yaitu:

1. Bulan basah adalah suatu bulan yang curah hujannya lebih besar dari pada penguapan.

2. Bulan kering adalah suatu bulan dimana curah hujannya lebih kecil 60 mm, curah hujan lebih kecil dari penguapan.

3. Bulan lembab adalah suatu bulan dimana curah hujan lebih besar dari pada 100 mm, curah hujan sama dengan penguapan.

Tabel 4.3 Penentuan Tipe Iklim Menurut Schmidt dan Ferguson

Tipe Curah Hujan Nilai Q (%) Keterangan

A 0≤Q<0,143 Sangat basah

B 0,143≤Q<0,333 Basah

C 0,333≤Q<0,600 Agak basah

D 0,600≤Q<1,000 sedang

E 1,000≤Q<1,670 Agak kering

F 1,670≤Q<3,000 Kering

G 3,000≤Q<7,000 Sangat kering

H 7,000≤Q Luar biasa kering


(52)

Tabel 4.4 Tipe Iklim Daerah Penelitian menurut Schmidt dan Ferguson

No Stasiun Bulan

kering

Bulan

basah Nilai Q

Klasifika

si Tipe iklim

1 Ungaran 34 265 0,128 A Sangat

basah

2 Susukan 24 315 0,276 B Basah

3 Banyumanik 40 251 0,159 B Basah

4 Klipang 39,5 39,5 0,076 A Sangat

basah Sumber: Hasil analisis data penelitian tahun 2010, lampiran 4.1.

Dari hasil data curah hujan stasiun-stasiun yang ada di sekitar DAS Babon masuk dalam kategori sangat basah dan basah dengan nilai Q berkisar 0,076 sampai 0,276. Hal ini juga menunjukkan bahwa kondisi curah hujan di daerah penelitian mempunyai perbedaan yang relative kecil.

4.7. Curah Hujan

Curah hujan merupakan banyak air yang jatuh ke permukaan bumi, dalam hal ini permukaan bumi dianggap datar dan kedap, tidak mengalami penguapan dan tersebar merata serta dinyatakan sebagai ketebalan air. Curah hujan merupakan input utama dalam proses hidrologi suatu kawasan (DAS). Besarnya curah hujan inilah yang sebetulnya dialihragamkan menjadi aliran sungai (streamflow), baik melalui aliran permukaan (surface runoff), aliran antara

(interflow, subsurface flow) maupun sebagai aliran airtanah (groundwater flow),

Soewarno,(2001:456).

Data curah hujan di DAS Babon dalam penelitian ini diambil dari data curah hujan harian (tersaji di Lampiran 4.1 Tabel), untuk memperoleh rata-rata sebaran hujan maksimum di daerah penelitian digunakan perhitungan dengan poligon Thiessen dengan rumus (Setyowati, 2002:45) sebagai berikut:


(53)

Ch rerata = ………(3.2)

Keterangan

LA, LB, LC : Luas Poligon Pengaruh Stasiun hujan A,B,C CHA, CHB, CHC : Curah Hujan Pengaruh Stasiun A,B,C

Diketahui luas poligon (Peta polygon Thiessen pada Lampiran Gambar 4.1) pengaruh stasiun hujan pada DAS Babon sebagai berikut:

Luas poligon A = 3250,24 Luas poligon B = 10467.62 Luas poligon C = 13231,11 Luas poligon D = 5198,73

Sedangakan jumlah curah hujan pada stasiun pengaruh sebagai berikut:

CHA = 246,33

CHB = 290,75

CHC = 232,91

CHD = 187,92

Berdasarkan rumus poligon thissen maka curah huja rata-rata di daerah penelitian adalah:

= 245,8246 mm

4.8. Penggunaan lahan

Daerah penelitian yang dilakukan meliputi 1 daerah tangkapan

(catchment area) yang merupakan lokasi penelitian yang dipakai sebagai suatu


(54)

lahan. Penggunaan lahan dibagian Hulu DAS Babon sebagian didominasi oleh hutan argoforesty yaitu hutan dengan berbagai macam tanaman keras seperti karet dan jati, areal hutan ini merupakan daerah penyangga dan kawasan resapan. Tanaman ubi kayu, pisang, mangga, dan rambutan baynak ditanam di tegalan daerah penelitian, kemudian sawah yang dikerjakan dengan sistem irigasi meski ada juga sawah tanah hujan sebagian kecil. Pemukiman tersebar ada di wilayah ungaran dan mulai banyumanik tembalang pola pemukiman mulai terbentuk karena didorong oleh perkembangan perumahan. Sebaran penggunaan lahan disajikan pada peta Lampiran Gambar 4.1. Penjelasan masing-masing penggunaan lahan pada DAS Babon memiliki luasan yang diteliti sebagai berikut.

Tabel 4.5 Luasan Masing-masing Penggunaan Lahan Daerah Penelitian No Luas Penggunaan

Lahan

Luas Penggunaan Lahan (ha) Proporsi 1 2 3 4 5 Pemukiman Tegalan Sawah Semak belukar Hutan Agroforesty

2361,08 1290,52 393 778,31 10556,41 15,35% 8,39% 2,56% 5,06% 68,63

Jumlah 15381,62 100%

Sumber: Citra Landsat tahun perekaman 2006

4.9. Perhitungan Tebal Aliran dan Debit Puncak Berdasarkan Hidrograf

Aliran

Sebagai dasar untuk perhitungan-perhitungan besarnya aliran sungai maka suatu hubungan antara tinggi muka air dengan debit aliran sangat mutlak diperlukan. Debit aliran sungai diukur secara langsung melalui pengukuran


(55)

langsung di lapangan berdasarkan kejadian hujan. Debit aliran dapat dihitung dengan membaca tinggi muka air yang terekam pada AWLR (Automatic Water

Level Recorder) dengan mengetahui hubungan tinggi muka air dengan debit

aliran. Persamaan yang diperoleh dari perhitungan matematik sebagai berikut. Q = 31,22 (H)^1,51 (r = 0,99) (Sumber Analisis Data Primer, Lampiran 4.2 Tabel).

Persamaan ini diperoleh dengan perhitungan Log Pearson III, perhitungan

Log Person III dimanfaatkan untuk mendeskripsikan data hidrologi seperti

kedalaman dan intensitas curah hujan, debit puncak (banjir) tahunan, aliran kecil, dan jenis data hidrologi lainnya (Asdak, 2005:330).

Perhitungan debit puncak pada setiap periode hujan dapat dilihat langsung dalam hidrograf alirannya. Aliran permukaaan yang dihasilkan oleh hujan sesaat dapat dihitung secara tidak langsung dengan cara membuat grafik hubungan tinggai muka air (TMA) dan debit (discharge rating curve). Hasil perhitungan debit puncak untuk keadaan hujan di DAS Babon dapat dilihat dalam Lampiran 4.2 Tabel. Discharge Rating Curve ini digunakan untuk menghitung debit dari data TMA rekaman AWRL.

Hidrograf aliran harus dipisahkan menjadi aliran dasar (base flow/BF) dan aliran langsung (direct runoff/DRO) (Soewarno, 1991:556)..

1. Aliran Dasar (base flow)

Adalah debit minimum yang masih terjadi karena adanya aliran yang keluar dari akifer, cara yang umum untuk pemisahan base flow


(56)

a. Menggambarkan lengkung penyusutan pada kertas semilogaritmik, data debit diplot pada skala logaritmik waktu pada skala normal, b. Berdasarkan ploting tersebut diperoleh harga slope (penurunan) yang

berubah-ubah, Perubahan slope yang paling bawah dari grafik tersebut merupakan titik akhir aliran langsung, (penggunaan kertas semilog pada lampiran)

2. Aliran Langsung (DRO)

Adalah bagian dari limpasan yang segera masuk ke sungai setelah hujan turun

a. Aliran langsung diperoleh dengan cara mengurangi ordinat hidrograf dengan aliran dasarnya.

b. Aliran langsung rata-rata (rerata DRO) diperoleh dari aliran langsung pada jam tersebut dijumlahkan dengan jam sebelumnya dibagi 2. c. Volume aliran langsung diperoleh dari nilai Aliran langsung rata-rata

dikalikan dengan interval waktu.

d. Tebal aliran langsung diperoleh dengan membagi Jumlah volume aliran langsung dengan Luas DAS.

Untuk mengetahui besarnya aliran sungai setelah terjadi hujan maka hidrograf yang diperoleh dari sungai tersebut perlu dianalisis berdasarkan komponen hidrograf aliran dalam mencapai sungai. Aliran permukaan tanah dan hujan langsung jatuh pada permukaan sungai dikelompokkan ke dalam aliran langsung (direct runoff,Perhitungan tersaji pada Lampiran 4.3 Tabel), karena langsung memasuki sungai setelah terjadi hujan dan merupakan penyebab utama banjir. Sedangkan aliran tanah dikelompokkan tersendiri karena baru mencapai


(57)

sungai beberapa saat setelah terjadi hujan sehingga tidak berpengaruh terhadap kejadian banjir sungai.

4.10. Perhitungan Debit Sedimen Berdasarkan Lengkung Debit Sedimen

(Discharge Sediment Rating Curve)

Hasil sedimen pengukuran lapangan ini diawali dengan pengembilan sampel sedimen per kejadian hujan terpilih di outlet DAS Babon yaitu di Bendungan Pucang gading. Setelah konsentrasi kadar muatan suspense diperoleh dari analisis laboratorium, maka debit suspensi dapat dihitung. Untuk mengetahui hubungan debit aliran dengan debit suspensi maka dilakukan pengukuran debit aliran dan pengambilan sampel air pada outlet DAS. Pengukuran debit dan pengambilan air dilaksanakan beberapa kali pengukuran pada saat tinggi muka air yang berbeda, sehingga akan diperoleh kurva hubungan debit dengan debit suspensi (suspended rating curve).

Hasil persamaan untuk debit suspensi pada DAS Babon dinyatakan sebagai berikut:

Qs = 0,00145(Q)^0,06522 (r = 0,880) (Sumber Analisis Data Primer, Lampiran 4.3 Tabel).

Suspended rating curve yang diperoleh dipergunakan untuk mengetahui

debit suspensi, kejadian hujan tertentu yang mempunyai TMA tertentu pada outlet daerah tangkapannya akan menghasilkan debit suspensi yang dapat diketahui berdasarkan kurva tersebut, sehingga bila terjadi hujan yang telah diketahui rekaman data tinggi muka air pada outlet DAS dan lamanya banjir akan dapat diketahui sedimen yang keluar dari DAS yang disebabkan oleh kejadian hujan.


(58)

Hasil perhitungan banyaknya sedimen yang keluar dari DAS Babon pada Tabel 4.6

Tabel 4.6 Debit Sedimen DAS Babon

No Tanggal Total Sedimen yang keluar

dari DAS (kg)

1 19-20 Mei’10 0,233

2 23-24 Mei’10 0,32567

3 26 Mei’10 0,40048

4 27-28 Mei’10 0.43089

5 8-9 Juni’10 0,3359

6 6-7 Sept 0,4589

7 8-9 Sept 0,38520

8 12-13 Sept 0,34581

9 15-16 Sept 0,6254

10 16-17 Sept 0,43119

11 25-26 Sept 0,3362

12 30 Sept 01 Okt’10 0,03551

13 27-28 Okt’10 0,492313

14 9-10 Nov’10 0,54156

15 15-16 Nov 0,37744

Jumlah 5,755

Sumber: Analisis data hitungan. Lampiran 4.3.

4.11. Perhitungan Tebal Aliran Langsung (Q) berdasarkan Metode SCS

Metode SCS/ Curve Number ini dikembangkan untuk menghitung volume aliran dengan jalan prediksi. Ada tiga faktor yang harus diidentifikasi untuk menghitung nilai CN, yaitu 1) klasifikasi kelompok tanah, 2) klasifikasi kelompok penutup tanah, dan 3) kandungan air tanah sebelumnya (AMC). Berikut tabel penentuan AMC berdasarkan curah hujan 5 hari sebelumnya.


(59)

Tabel 4.7 Tabel Penentuan AMC

No Kondisi AMC Keterangan

1 2 3

AMC I (< 35) AMC II (35-53) AMC III (> 53)

Kering Sedang Jenuh air/basah

Sumber: (Mc. Quen, 1982 dalam Arsyad, 1989:221).

Nilai CN DAS wilayah yang diteliti ditentukan berdasarkan Lampiran 2.1 tabel dengan terlebih dahulu memperhatikan klasifikasi kelompok tanah (Lampiran 2.1 tabel). Klasifikasi kelompok tanah yang digunakan pada wilayah ini didasarkan pada analisis fisik tanah di laboratorium dimana tanah wilayah penelitian termasuk lempung berdebu, sehingga nilai CN yang dipakai berdasarkan anggapan atau asumsi kondisi hidrologi tanah B.

Terdapat 5 macam penggunaan lahan di daerah penelitian yaitu hutan, semak belukar, sawah, pemukiman, tegalan memiliki nilai rata-rata CN AMC II adalah 66,09.

Tabel 4.8. Perhitungan CN Tertimbang AMC II di daerah Penelitian Penggunaan lahan,

perlakuan dan kondisi hidrologi

Luas Nilai CN CN Tertimbang

2 1 3 4 (3*1)

Pemukiman Tegalan Sawah

Semak belukar Hutan Agroforestry

2361,08 1290,52 393,77 778,31 10556,41 85 72 75 77 60 200691,8 92917,44 29532,75 59929,87 633384

Jumlah 15381,62 1016456

Nilai CN 1016456/15381,62 = 66,09


(60)

Simulasi perhitungan aliran metode curve ditentukanberdasarkan AMC II, untuk menentukan nilai CN pada kondisi AMC I dan II maka digunakan rumus konvensinya sebagai berikut.

CN I = = = 45,01

CN III = = = 81,30

Hasil analisis Tebal Aliran dengan metode SCS pada kejadian hujan terpilih disajikan dalam Tabel 4.9.


(61)

Tabel 4.9. Hasil Perhitungan Tebal Aliran Permukaan Tanah dengan Menggunakan Metode SCS pada DAS Babon

Tanggal AMC

CH 5 hari sblmnya P (curah hujan mm

CN S Qv (mm) A (km^2)

Vol aliran (m^3)

1 2 3 4

5

(25400/CN)-254

6

(P-0,2*S)^2/(P+0,8*S) 7 8 (6*7)

19 Mei’10 III 71,75 15 81,30 58,4223 0,1781 15,38 2738,78

20 Mei’10 III 63,75 9,8 81,30 58,4223 0,0628 15,38 966,14

23 Mei’10 II 40,25 9,3 66,09 130,3244 2,4750 15,38 38069,70

24 Mei’10 II 48,75 0,8 66,09 130,3244 6,0757 15,38 85390,34

26 Mei’10 II 46,75 1,8 66,09 130,3244 5,5515 15,38 30287,03

27 Mei’10 II 44,25 11 66,09 130,3244 1,9690 15,38 151380,32

8 Juni’10 I 34,25 11,5 45,01 310,2962 9,8416 15,38 134,94

9 Juni’10 II 42,25 25 66,09 130,3244 0,0088 15,38 190133,14 6 Sept’10 I 23,5 12,5 45,01 310,2962 9,4199 15,38 144893,45

7 Sept’10 I 33,5 6 45,01 310,2962 12,3611 15,38 95961,30

8 Sept’10 II 37,75 12,5 66,09 130,3244 1,5759 15,38 234340,99 9 Sept’10 II 34,25 0,5 66,09 130,3244 6,2387 15,38 219250,41

12 Sept’10 I 24 7,5 45,01 310,2962 11,6397 15,38 179038,00

13 Sept’10 I 25,5 4 45,01 310,2962 13,3639 15,38 205558,79

15 Sept’10 I 21,25 3,8 45,01 310,2962 13,4668 15,38 207141,67

16 Sept’10 I 22,75 12 45,01 310,2962 9,6294 15,38 148115,88

17 Sept’10 I 32 25 45,01 310,2962 5,0264 15,38 77313,56

25 Sept’10 I 27,5 14 45,01 310,2962 8,8076 15,38 135475,88

26 Sept’10 II 40 19,5 66,09 130,3244 0,3482 15,38 5356,45

30 Sept’10 I 26 6,8 45,01 310,2962 11,9731 15,38 184165,71

01 Okt’10 I 9,5 2,5 45,01 310,2962 14,1475 15,38 217611,59

27 Okt’10 II 45,75 2,3 66,09 130,3244 5,3000 15,38 81523,18

28 Okt’10 II 39,5 12 66,09 130,3244 1,7015 15,38 26172,53

9 Nov’10 I 28,5 28 45,01 310,2962 4,1994 15,38 64593,71

10 Nov’10 II 51,75 12 66,09 130,3244 1,7015 15,38 26172,53

15 Nov’10 II 47 8,5 66,09 130,3244 2,7361 15,38 42086,16

16 Nov’10 II 44 13 66,09 130,3244 1,4557 15,38 22390,56


(62)

4.12. Perhitungan Debit Puncak (qp) Metode Rasional

Persamaan debit puncak metode Rasional tersebut didasarkan pada asumsi Hujan yang jatuh mempunyai intensitas yang seragam dan merata di seluruh DAS, durasi hujan saman dengan waktu konsentrasi dan efek genangan diabaikan. Dalam metode ini perlu diperhatikannyan nilai koefisien aliran (C). Penentuan nilai koefisien aliran untuk masing-masing penggunaan lahan daerah penelitian dapat dilihat pada tabel Tabel 4.7 dan perhitungan debit puncak pada Tabel 4.10 Penentuan Nilai C untuk berbagai Penggunaan Lahan pada DAS

Babon No

Penggunaan

Lahan Luasan (ha) C C*A

1 2 (1×2) 3

1 hutan 10556,41 0,05 211,13

2 semak belukar 778,31 0,29 225,71

3 sawah 393,77 0,18 70,88

4 tegalan 1290,52 0,2 258,10

5 pemukiman 2361,08 0,5 1180.54

Jumlah 15381,62 1,19 1946,36

Nilai

Tertimbang Jumlah (3:1) = 0,126539

Sumber: Analisis Data dengan lampiran tabel 2..1.

Analisis hujan yang dipakai dalam penelitian ini adalah hujan yang mempunyai lama hujan sama atau lebih besar dari waktu konsentrasi (Time

Consentration, Tc pada persamaan 2.3) pada obyek penelitian. Tc penelitian

adalah:

Panjang sungai utama: 33,76 Km

Kemiringan rata-rata sungai utama: 0.58 % Maka Tc berdasarkan rumus Kirpich adalah.

Tc = 0,0195 x L0,77 S-0,385

Tc = 0,0195 x 34.000,77 0,58-0,386 Tc = 1 jam 22 menit


(1)

Lampiran 4.3 Tabel Hasil Perhitungan Volume Runoff, Debit Puncak dan Hasil Sedimen Terangkut Berdasarkan Perhitungan Lapangan Kejadian Hujan

Tanggal 15-16 Nov 2010 di DAS Babon

Waktu (WIB)

TMA (m)

Q (Debit) m^3dt

Q BF

(l/dt) Q DRO (l/dt) Rerata DRO (l/dt) Int waktu (dt) V (m³/dt) jumlah suspensi (gr)

20:30

0,20

2,7598

1,00

1,7598

0

20:45

0,20

2,7598

1,10

1,6598

1,7098

900

1538,7812

16,0835

21:00

0,25

3,8627

1,10

2,7627

2,2112

900

1990,1071

16,4401

21:15

0,30

5,0839

1,20

3,8839

3,3233

900

2990,9809

16,7373

21:30

0,30

5,0839

1,20

3,8839

3,8839

900

3495,5289

16,7373

21:45

0,35

6,4132

1,25

5,1632

4,5235

900

4071,1847

16,9928

22:00

0,35

6,4132

1,25

5,1632

5,1632

900

4646,8404

16,9928

22:15

0,35

6,4132

1,25

5,1632

5,1632

900

4646,8404

16,9928

22:30

0,40

7,8425

1,25

6,5925

5,8778

900

5290,0246

17,2172

22:45

0,50

10,9767

1,25

9,7267

8,1596

900

7343,6274

17,5990

23:00

0,60

14,4471

1,25

13,1971

11,4619

900

10315,7072

17,9171

23:15

0,70

18,2244

1,30

16,9244

15,0607

900

13554,6590

18,1906

23:30

0,55

12,6719

1,40

11,2719

14,0981

900

12688,3269

17,7646

23:45

0,55

12,6719

1,45

11,2219

11,2469

900

10122,2041

17,7646

0:00

0,55

12,6719

1,50

11,1719

11,1969

900

10077,2041

17,7646

0:15

0,55

12,6719

1,50

11,1719

11,1719

900

10054,7041

17,7646

0:30

0,50

10,9767

1,50

9,4767

10,3243

900

9291,8751

17,5990

0:45

0,45

9,3654

1,50

7,8654

8,6711

900

7803,9573

17,4177

1:00

0,40

7,8425

1,55

6,2925

7,0789

900

6371,0386

17,2172

1:15

0,35

6,4132

1,55

4,8632

5,5778

900

5020,0246

16,9928


(2)

1:45

0,25

3,8627

1,75

2,1127

2,7983

900

2518,4809

16,4401

2:00

0,20

2,7598

1,75

1,0098

1,5612

900

1405,1071

16,0835

Jumlah

146871,317

377,4465

Luas DAS

: 15.381,62 ha = 15.3816.200 m

2

= 15.381.620.000 dm

2

Q

: 31,22*(H)

1,51

m/dt

Qs

: 0,001445*(Q)

0,0652

ton/hari

Volume Runoff

: 146871,317 m

3

= 146871317,173 dm

3

Tebal aliran langsung : 146871317,173 dm

3

/15.381.620.000 dm

2

= 0,010 dm = 0,955 mm

Debit puncak

: 18,224


(3)

Kurve Base Flow tanggal 15-16 November 2010

0,00

0,50

1,00

1,50

2,00

2,50

3,00

3,50

4,00

4,50

5,00

5,50

6,00

6,50

7,00

7,50

8,00

8,50

9,00

9,50

10,00

10,50

11,00

11,50

12,00

12,50

13,00

13,50

14,00

14,50

15,00

15,50

16,00

16,50

17,00

17,50

18,00

18,50

19,00

19,50

20,00

19:30

19:45

20:00

20:15

20:30

20:45

21:00

21:15

21:30

21:45

22:00

22:15

22:30

22:45

23:00

23:15

23:30

23:45

0:00

0:15

0:30

0:45

1:00

1:15

1:30

1:45

2:00

2:15

2:30

2:45

3:00

3:15

3:30

Q

D

e

b

i

t

Waktu


(4)

Lampiran 4.4 Tabel Analisis Debit Puncak Metode Rasional

Tanggal R24 Tc (jam) R24/24 (24/tc)^2/3 I (mm/jam) C A Q (m^3/dt)

1 2 3 4 5 (3*4) 6 7 8 (5*6*7)

19 Mei’10 15 1,2298 0,6250 7,24700 4,52937 0,126539 32.31133 5,1483

20 Mei’10 9,8 1,2298 0,4083 7,24700 2,95919 0,126539 32.31133 3,3635

23 Mei’10 9,3 1,2298 0,3875 7,24700 2,80821 0,126539 32.31133 3,1919

24 Mei’10 0,8 1,2298 0,0333 7,24700 0,24157 0,126539 32.31133 0,2746

26 Mei’10 1,8 1,2298 0,0750 7,24700 0,54352 0,126539 32.31133 0,6178

27 Mei’10 11 1,2298 0,4583 7,24700 3,32154 0,126539 32.31133 3,7754

8 Juni’10 11,5 1,2298 0,4792 7,24700 3,47252 0,126539 32.31133 3,9470

9 Juni’10 25 1,2298 1,0417 7,24700 7,54896 0,126539 32.31133 8,5804

6 Sept’10 12,5 1,2298 0,5208 7,24700 3,77448 0,126539 32.31133 4,2902

7 Sept’10 6 1,2298 0,2500 7,24700 1,81175 0,126539 32.31133 2,0593

8 Sept’10 12,5 1,2298 0,5208 7,24700 3,77448 0,126539 32.31133 4,2902

9 Sept’10 0,5 1,2298 0,0208 7,24700 0,15098 0,126539 32.31133 0,1716

12 Sept’10 7,5 1,2298 0,3125 7,24700 2,26469 0,126539 32.31133 2,5741

13 Sept’10 4 1,2298 0,1667 7,24700 1,20783 0,126539 32.31133 1,3729

15 Sept’10 3,8 1,2298 0,1583 7,24700 1,14744 0,126539 32.31133 1,3042

16 Sept’10 12 1,2298 0,5000 7,24700 3,62350 0,126539 32.31133 4,1186

17 Sept’10 25 1,2298 1,0417 7,24700 7,54896 0,126539 32.31133 8,5804

25 Sept’10 14 1,2298 0,5833 7,24700 4,22742 0,126539 32.31133 4,8050

26 Sept’10 19,5 1,2298 0,8125 7,24700 5,88819 0,126539 32.31133 6,6927

30 Sept’10 6,8 1,2298 0,2833 7,24700 2,05332 0,126539 32.31133 2,3339

01 Okt’10 2,5 1,2298 0,1042 7,24700 0,75490 0,126539 32.31133 0,8580

27 Okt’10 2,3 1,2298 0,0958 7,24700 0,69450 0,126539 32.31133 0,7894

28 Okt’10 12 1,2298 0,5000 7,24700 3,62350 0,126539 32.31133 4,1186

9 Nov’10 28 1,2298 1,1667 7,24700 8,45483 0,126539 32.31133 9,6101

10 Nov’10 12 1,2298 0,5000 7,24700 3,62350 0,126539 32.31133 4,1186

15 Nov’10 8,5 1,2298 0,3542 7,24700 2,56665 0,126539 32.31133 2,9174

16 Nov’10 13 1,2298 0,5417 7,24700 3,92546 0,126539 32.31133 4,4618

R24

= Hujan yang terjadi pada tanggal tersebut

I

= Intensitas hujan

C

= Nilai kurva tertimbang daerah penelitian


(5)

Lampiran 4.4 Tabel Persamaan untuk MUSLE Observasi

No Tanggal

hasil sedimen

(ton/hr) Q (mm/dt) Qp

(m^3/dt) klscp Sedimen/klscp Q*Qp Log x Log y x-xr y-yr c*d (x-xr)^2 (y-yr)^2 1 2 3 4 5 (1/4) 6 7 (log 5) 8 (log 6) 9 10 11 (9*10) 12 13

1 19-20 mei 0,0004077 1,694 26,6138 0,009806 0,0416 45,0943 -1,3811 1,654 -0,228 -1,794 0,409 0,0520 3,2170 2 23-24 mei 0,0004754 1,896 26,6138 0,009806 0,0485 50,4862 -1,3144 1,703 -0,083 -1,624 0,135 0,0069 2,6368 3 26 mei 0,0004006 1,206 18,8243 0,009806 0,0408 21,9663 -1,3888 1,342 0,006 0,070 0,000 0,0000 0,0050 4 27-28 mei 0,0004320 1,146 18,2244 0,009806 0,0441 20,8855 -1,3560 1,320 0,038 0,025 0,001 0,0015 0,0006 5 8-9 juni 0,0003363 0,625 14,4471 0,009806 0,0343 9,0282 -1,4647 0,956 -0,070 -0,321 0,022 0,0049 0,1032 6 6-7 sept 0,0005507 0,207 31,1928 0,009806 0,0562 6,4523 -1,2506 0,810 0,066 0,534 0,035 0,0043 0,2855 7 8-9 sept 0,0004385 1,538 26,6139 0,009806 0,0447 40,9618 -1,3496 1,612 -0,010 0,270 -0,003 0,0001 0,0732 8 12-13 sept 0,0005534 1,795 22,2861 0,009806 0,0564 40,0182 -1,2484 1,602 -0,057 0,098 -0,006 0,0033 0,0095 9 15-16 sept 0,0006291 2,114 26,6139 0,009806 0,0642 56,3047 -1,1928 1,751 0,200 0,433 0,087 0,0400 0,1871 10 16-17 sept 0,0004295 2,143 31,1928 0,009806 0,0438 668370 -1,3585 1,825 0,039 0,559 0,022 0,0015 0,3127 11 25-26 sept 0,0003364 1,283 26,6238 0,009806 0,0343 34,1757 -1,4646 1,534 -0,069 0,252 -0,017 0,0047 0,0637 12 30 sept 01 oct 0,0003821 1,236 31,1928 0,009806 0,0390 32,9149 -1,4093 1,517 -0,046 0,411 -0,019 0,0021 0,1689 13 27-28 oct 0,0005618 0,122 26,6139 0,009806 0,0573 3,2414 -1,2419 0,511 0,096 0,177 0,017 0,0092 0,0314 14 9-10 nov 0,0005416 3,549 51,7886 0,009806 0,0552 183,8033 -1,2578 2,264 0,138 0,978 0,135 0,0189 0,9569 15 15-16 nov 0,0003785 0,955 18,2244 0,009806 0,0386 17,3967 -1,4134 1,240 -0,019 -0,070 0,001 0,0004 0,0048

Jumlah 20,09 21,64 0,000 0,000 0,8199 0,1499 8,0564

Rata-rata 1,34 1,44

r = 0,07

a = 79,81


(6)

Lampiran 4.5 Tabel Perbandingan Volume aliran SCS dengan Volume aliran observasi dan Qp Rasional dengan Qp Observasi

Tanggal

Vol aliran SCS

(m

3

/det)

Vol.aliran obs

(m

3

/det)

Qp Ras (m

3

/det)

Qp Obs (m

3

/det)

19-

20 Mei’10

7782,7264

261185,3767

8,5118

26.6138

23-

24 Mei’10

276286,1441

265740,5046

3,4665

26.6138

26 Mei’10

179374,8278

185710,1510

0,6178

18.2243

27-

28 Mei’10

381618,6829

172656,8889

7,7224

18.2243

8-

9 Juni’10

399685,7679

98191,4003

12,5274

14.4471

6-

7 Sept’10

252501,3814

326130,3141

12,8707

31.1928

8-

9 Sept’10

952834,7096

208210,2551

4,4618

26.6139

12-

13 Sept’10

807901,4942

167023,5013

3,9470

22.2861

15-

16 Sept’10

746270,1589

301011,0264

5,4228

26.6138

16-

17 Sept’10

473547,3196

345408,1374

8,5804

31.1928

25-

26 Sept’10

295838,7990

1228014,694

11,4978

26.6138

30 Sept 01 Okt’10

843991,6643

245490,6818

3,1919

26.6138

27-

28 Okt’10

226230,4931

168024,1421

4,9080

26.6138

9-

10 Nov’10

190667,6805

545910,3988

13,7287

51.7886

15-16 Nov

135442,7145

138993,3892

7,37918

18.2243