Proses Belajar SKRIPSI NUR LAILI NOVIANI

dan memperoleh kesenangan dan kebahagiaan dalam bekerja.

B. Proses Belajar

Proses belajar adalah sebuah proses yang akan terus menerus dilakukan oleh manusia sepanjang hidupnya. Setiap hari manusia menemui peristiwa baru dalam hidupnya dan individu belajar dari pengalamannya tersebut. Belajar adalah suatu perubahan yang terjadi di dalam diri individu disebabkan oleh pengalaman yang dapat mempengaruhi tingkah laku individu tersebut Hitzman dikutip dalam Syah, 2003, h. 65. Chaplin dikutip dalam Syah, 2003, h. 65 memberikan dua definisi untuk belajar. Pertama, belajar adalah perolehan perubahan tingkah laku yang relatif menetap sebagai akibat latihan dan pengalaman. Kedua, belajar adalah proses memperoleh respon-respon sebagai akibat adanya latihan khusus. Masih banyak lagi para ahli yang memberikan definisi belajar, namun Syah 2003, h. 68 menyimpulkan bahwa belajar adalah tahapan perubahan seluruh tingkah laku individu yang relatif menetap sebagai hasil pengalaman dan interaksi dengan lingkungan yang melibatkan proses kognitif. Jadi, intinya adalah ada perubahan perilaku hasil dari latihan dan pengalaman dan sifatnya menetap. Belajar mempunyai peran yang penting di dalam memotivasi seseorang. Hull Petri, 1985, h. 6 menyatakan adanya hubungan antara belajar dan motivasi dalam menggerakkan perilaku seseorang. Kemudian muncul beberapa pendapat para ahli mengenai konsep pemberian insentif, classical dan operant conditioning, serta modelling, dimana ketiganya mempunyai pengaruh dalam menggerakkan perilaku seseorang. Di dalam landasan teoretis ini, ada dua proses belajar yang 52 52 akan dibahas sesuai dengan fokus penelitian ini. Proses pertama berkaitan dengan teori dari Edward Lee Thorndike mengenai prinsip trial and error dan tiga hukum belajarnya. Proses kedua berkaitan dengan proses belajar kebudayaan oleh warga masyarakat yang meliputi internalisasi, sosialisasi, dan enkulturasi. 1. Teori belajar Edward Lee Thorndike Thorndike mengembangkan teori koneksionisme berdasarkan eksperimen yang dilakukannya dengan hewan-hewan untuk mengetahui fenomena belajar. Teori koneksionisme disebut juga “S-R Psychology of Learning” dan “Trial and Error Learning” Syah, 2003, h. 93. Berdasarkan eksperimennya, Thorndike kemudian membuat tiga prinsip belajar yang cukup terkenal, yaitu law of effect, law of readiness, dan law of exercise. Maksud dari law of effect atau hukum efek adalah jika sebuah respon menghasilkan efek yang memuaskan, maka hubungan antara stimulus-respon akan semakin kuat, dan begitu juga sebaliknya Syah, 2003, h. 94. Berdasarkan penelitiannya di kemudian hari, diperoleh hasil bahwa efek negatif dari respon tidak selalu efektif dalam membuat hubungan stimulus- respon menjadi lemah. Tapi, Thorndike masih tetap meyakini bahwa adanya ganjaran positif akan membuat seseorang untuk belajar sehingga mengulang perilakunya di kesempatan lain Anderson, 2000, h. 15. Hukum efek ini sesuai dengan konsep Thorndike mengenai trial and error, yaitu individu akan terus mencoba cara-cara baru sampai menemukan solusinya. Adanya error selama masa belajar akan membuat individu mencari cara lain sehingga masalahnya terselesaikan. 53 53 Hukum yang kedua adalah law of readiness atau hukum kesiagaankesiapan yang menyatakan bahwa tingkat kesiapan seseorang untuk mempelajari sesuatu akan sangat mempengaruhi hasil belajarnya. Hukum ini pada prinsipnya merupakan asumsi bahwa kepuasan organisme itu berasal dari pendayagunaan conduction units satuan perantara. Unit-unit ini menimbulkan kecenderungan yang mendorong individu untuk berbuat atau tidak berbuat sesuatu Syah, 2003, h. 94. Law of exercise hukum latihan mempunyai prinsip bahwa jika perilkau semakin sering dilatih atau digunakan maka eksistensi perilaku tersebut akan semakin kuat. Tapi, jika perilkau tidak sering dilatih atau tidak digunakan maka ia akan terlupakan atau menurun intensitasnya untuk muncul Hilgard Bower dikutip dalam Syah, 2003, h. 15. 2. Proses belajar kebudayaan Perkembangan manusia dalam hidupnya tidak lepas dari pengaruh biologisgenetis dan lingkungan di sekitarnya. Super Harkness dikutip dalam Dayakisni Yuniardi, 2004, h. 134 menyatakan bahwa perkembangan manusia tidak dapat dilepaskan dari konteks sosiokultural. Wacana perkembangan ini memilki tiga komponen, yaitu: konteks fisik dan lingkungan sosial dimana anak itu hidup dan tinggal, praktik pendidikan dan pengasuhan anak, karakteristik psikologis orangtua. Toomela 1996, h. 300 – 301 menyebutkan bahwa secara indivual maupun kelompok, perkembangan manusia dipengaruhi oleh lingkungan budayanya, dimana proses ini harus meliputi dua hal, yaitu: individu dengan proses internal alami dan hubungan 54 54 sosial antara individu dan kebudayaan itu sendiri. Berdasarkan wacana di atas, maka dapat disimpulkan bahwa salah satu faktor yang penting dalam perkembangan manusia adalah faktor sosiokultural yang dianut dalam suatu keluarga. Setiap keluarga mempunyai aturan-aturan dan nilai-nilai yang pada dasarnya sama, tetapi tetap ada perbedaan nilai antar keluarga dan itu dipengaruhi oleh budaya yang berlaku di keluarga tersebut. Di dalam proses belajar kebudayaan sendiri, ada tiga hal yang penting, yaitu internalisasi, sosialisasi, dan enkulturasi. Internalisasi Koentjaranigrat, 1990, h. 228 – 229 adalah proses panjang sejak individu dilahirkan sampai ia hampir meninggal dimana ia belajar menanamkan dalam kepribadiannya segala perasaan, hasrat, nafsu, serta emosi yang diperlukannya sepanjang hidupnya. Manusia dilahirkan dengan bakat yang telah terkandung di dalam gennya tapi wujud dan pengaktifan dari isi kepribadiannya sangat dipengaruhi oleh stimuli yang ada di lingkungan alam, sosial, dan budayanya. Setiap hari, individu bertambah pengalamannya tentang banyak hal karena dipelajari melalui proses internalisasi sehingga menjadi milik kepribadian individu itu sendiri. Aaro Toomela melakukan penelitian tentang internalisasi. Menurut Toomela, pengertian internalisasi perlu untuk diperjelas sehingga benar-benar mencakup arti sebenarnya. Vygotsky dalam Toomela, 19996, h. 285 pada awalnya menyebut internalisasi dengan nama “interiorasi” dan dia memberi pengertian interiorasi sebagai proses perubahan radikal dari aktivitas pada mayoritas fungsi psikologis menjadi rekonstruksi aktivitas psikologis yang 55 55 berdasarkan operasi simbol-simbol. Toomela 1996, h. 295 memberikan definisi internalisasi sebagai dimana dua mekanisme yang berbeda dari proses informasi, yaitu berpikir non-verbal sensori dan bahasa konvensional, yang berbeda dalam proses alami perkembangan kemudian disatukan dengan struktur mental yang baru. Hasil dari internalisasi adalah perkembangan mediasi semiotical, operasi dari mental “kebudayaan”. Proses belajar yang kedua adalah proses sosialisasi yang berkaitan belajar kebudayaan dalam hubungannya dengan sistem sosial. Di dalam proses sosialisasi, individu akan belajar pola-pola tindakan dalam interaksi dengan banyak individu lain di sekelilingnya yang mempunyai peran sosial yang berbeda-beda Koentjaraningrat, 1990, h. 229. Berry, dkk 1999, h. 34 menyatakan bahwa proses sosialisasi adalah proses pembentukan individu dengan cara sengaja melalui cara-cara pembelajaran. Proses enkulturasi adalah sebuah pelingkupan budaya terhadap individu yang melibatkan orangtua, orang dewasa lain, dan teman sebaya, dimana pengaruhnya dapat membatasi, membentuk, atau mengarahkan individu yang sedang berkembang Berry, dkk, 1999, h. 34. Individu mempelajari dan menye-suaikan dirinya dengan adat istiadat, sistem, norma, dan peraturan- peraturan yang hidup dalam kebudayaannya Koentjaraningrat, 1990, h. 229. Individu mempelajari perilaku di lingkungannya kemudian dia menginternalisasi apa yang didapatkannya ke dalam dirinya. Norma, sikap, atau ada istiadat tersebut ada yang secara tidak sengaja diajarkan di lingkungan keluarga, sekolah, atau lingkungan luar lainnya. 56 56 Proses sosialisasi dan enkulturasi erat kaitannya dengan pewarisan budaya yang dikemukakan Cavalli-Sforza Feldman dalam Berry, dkk, 1999, h. 32. Pewarisan budaya yang melibatkan sosialisasi dan enkulturasi adalah pewarisan budaya tegak dan mendatar. Pewarisan budaya tegak melibatkan pewarisan nilai, ketrampilan, keyakinan, motif budaya dari orangtua kepada anak-anaknya. Pewarisan mendatar melibatkan pengaruh teman sebaya semasa perkembangan individu. Pewarisan budaya yang lain adalah pewarisan budaya miring yang melibatkan peran orang dewasa lain dan lembaga-lembaga lain Berry, dkk, 1999, h. 33.

C. Teori Perkembangan Karir John Holland