Tinjauan Yuridis Hukum Udara Internasional Dalam Kasus Jatuhnya Pesawat Tempur Rusia Akibat Penembakan Turki

(1)

DAFTAR PUSTAKA Buku Literatur:

Abdulkarim, Aim. Pendidikan Kewarganegaraan. Jakarta: Grafindo Media Pratama, 2006.

Abdurrasyid, Priyatna, Kedaulatan Negara di Ruang Udara. Jakarta: Sastra Kentjana, 1972.

Blanchard, Jean Marc, Linking Border Disputes and War: An Institutional-Statist

Theory, Geopolitics, Vol. 10, No. 4, Winter 2005.

Cheng B., The Law of International Air Transport. London: Institute of World Affair, 1982

Greig, D.W., International Law, London: Butterworths, edisi ke 2, 1976.

Jeffrey, L. Dunoff, et.al. International Law: Norms, Actors, Process, A

Problem-oriented Approach. New York: Ashpen Publishers, 2006.

Kusumaatmadja Mochtar & Etty Agoes R., Pengantar Hukum Internasional, Bandung: Alumni, 2003

Martinez, Oscar J. Border People: Life and Society in the U.S.-Mexico Borderlands. The University of Arizona Press, 1994.

Martono, H.K. Pengantar Hukum Udara Internasional. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2007

Martono, H.K & Sudiro, Amad. Hukum Udara Nasional dan Internasional Publik. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2012

Mauna, Boer. Hukum Internasional, Pengertian, Peranan dan Fungsi dalam Era


(2)

Moegandi, Achmad, Mengenal dunia Penerbangan Sipil. Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 1996.

Moodie, A. E., Geography Behind Politics. London: Chinsoun University Library, 1963.

Parthiana, I Wayan. Pengantar Hukum Internasional. Bandung: Mandar Maju, 1990 Soanes, Catherine & Hawker, Sarah, Compact Oxford English Dictionary. Oxford: Oxford University Press, 2005.

Starke, J. G., Pengantar Hukum Internasional. Jakarta: PT. Sinar Grafika, 2007. Weiger, Hans. Principles of Political Geography. New York: Appleton Century, 1957. Whittersley, D., Political Geography: A Contemporary Perspective. New Delhi, 1982.

Sumber Artikel Situs Internet:

“2015 Russian Sukhoi Su-24 Shootdown”

https://en.wikipedia.org/wiki/2015_Russian_Sukhoi_Su-24_shootdown “30 Pengertian Negara Menurut Para Ahli”

http://etnishukum.blogspot.co.id/2011/09/30-pengertian-negara-menurut-para.html “After shooting down Russian jet what’s next for Turkey?”

http://www.al-monitor.com/pulse/originals/2015/11/turkey-russia-syria-best-worse-case-scenarios-russian-jet.html

“An Historical Survey of International Air Law Before the Second World War” http://lawjournal.mcgill.ca/userfiles/other/6355045-sand.pdf

“Iran: Injured general oversaw daring rescue of downed Russian pilot”

http://www.timesofisrael.com/iran-injured-general-oversaw-daring-rescue-of-downed-russian-pilot/


(3)

“Kedaulatan dan Jurisdiksi”

http://mell-benu.blogspot.co.id/2012/05/kedaulatan-dan-jurisdiksi.html “Materi Perkuliahan Hukum Internasional”

https://www.academia.edu/5160895/materi_perkuliahan_hukum_internasional_7 “Negara Sebagai Subjek Hukum Internasional”

http://wwwandymanurung.blogspot.co.id/2012/02/negara-sebagai-subjek-hukum.html

“No man left behind: Dramatic details emerge of downed Su-24 pilot rescue

https://www.rt.com/news/323527-details-su24-pilot-rescue/ “Perbatasan: Sebuah Konsep Mendasar”

https://filsufgaul.wordpress.com/2012/03/14/perbatasan-sebuah-konsep-mendasar/ “Pertarungan Pesawat Tempur Turki Melawan Yunani”

http://pesawattempur.com/read/36/Pertarungan_Pesawat_Tempur_Turki_Melawan_ Yunani\

“Pilot of Russian plane burried with military honours”

http://www.reuters.com/article/us-mideast-crisis-russia-turkey-pilot-idUSKBN0TL1KE20151203

“Russia, Turkey and the Downed Jet: What Really Happened”

http://chersonandmolschky.com/2015/11/25/russia-turkey-downed-jet-happened/ “Syria conflict: Russia violation of Turkish airspace 'no accident”

http://www.bbc.com/news/world-europe-34453739

“Turkey’s F-16 that downed Russian bomber was in Syria for 40 seconds”

http://tass.ru/en/defense/840016


(4)

http://www.dailysabah.com/diplomacy/2015/11/27/turkey-revised-military-engagement-rules-in-2012

“Turkey shoots down Russian jet it says violated its airspace”

http://bigstory.ap.org/article/066bc52167e844bb9f5732d8650b0b35/report-turkey-shoots-down-warplane-over-airspace-intrusion

“Turkey warns Russia over border security”

http://www.hurriyetdailynews.com/turkey-warns-russia-over-border-security.aspx?pageID=238&nID=91568&NewsCatID=510

“Turkish Jet Shoots Down Russian Warplane Near Syria Border”

http://www.buzzfeed.com/franciswhittaker/warplane-crashes-near-turkeys-border-with-syria

“U.S. backs Turkey’s explanation of Russian Air Incursion” http://www.reuters.com/article/us-mideast-crisis-turkey-usa-idUSKBN0TJ1TN20151130#H3dm3ACU45t7oZrh.97


(5)

BAB III

KEDUDUKAN WILAYAH NEGARA MENURUT HUKUM INTERNASIONAL

A. Negara Dalam Hukum Internasional 1. Pengertian Negara

Istilah Negara sudah digunakan sejak zaman dahulu, misalnya pada zaman Yunani Kuno. Aristoteles dalam buku “Politics” sudah mulai merumuskan

pengertian Negara. Saat itu, istilah polis diartikan sebagai Negara kota yang berfungsi sebagai tempat tinggal bersama warga Negara dengan pemerintah dan benteng untuk menjaga keamanan dari serangan musuh. Di dalam buku tersebut ia juga mengemukanan teori zoon politicon yang merupakan pandangan atau pemahaman dari Aristoteles bahwa manusia adalah merupakan makhluk berpolitik yang tidak bisa lepas dari masyarakat dikarenakan memiliki kebutuhan-kebutuhan yang tidak dapat dipenuhi sendiri dan oleh karena itu, manusia tidak dapat hidup sendiri. Oleh karena itu manusia kemudian hidup berkelompok dengan manusia lain. Plato yang merupakan guru Aristoteles, melihat bahwa Negara timbul karena adanya keinginan dan kebutuhan manusia yang beraneka ragam dan mendorong mereka untuk bekerja sama dalam memenuhi kebutuhan. Contoh bentuk polis adalah Sparta dan Athena yang pada saat itu sudah mengenal pemerintahan dengan system demokrasi langsung.

Secara etimologis, istilah “Negara” berasal dari terjemahan bahasa asing, yaitu staat berdasarkan bahasa Belanda dan Jerman dan state dari bahasa Inggris. Kata staat maupun state berasal dari bahasa Latin, yaitu status atau statum yang artinya menempatkan dalam keadaan berdiri, membuat bersiri atau menempatkan.


(6)

Kata status juga dapat diartikan sebagai suatu keadaan yang menunjuk pada tegak dan tetap. Sementara itu, Nicholo Machiavelli memperkenalkan istilah la stato dalam buku II Principe. Ia mengartikan Negara sebagai kekuasaan yang mengajarkan bagaimana raja memerintah dengan sebaik-baiknya.

Kata “Negara” yang lazim digunakan di Indonesia berasal dari bahasa Sansekerta, yaitu nagari atau nagara yang berarti wilayah, kota, atau penguasa. Nama-nama yang memakai kata Negara biasanya hanya khusus untuk kepala Negara atau orang-orang tertentu yang memegang peranan penting dalam penyelenggaraan pemerintah Negara. Hal ini sudah dipraktikan pada masa Kerajaan Majapahit abad XIV. Seperti telah tertulis dalam buku “Nagara Kartagama” karangan Mpu Prapanca pada tahun 1365, dijelaskan tentang pemerintahan Majapahit yang menghormati unsur musyawarah. Di samping itu, dijelaskan pula hubungan antara Majapahit dan Negara-negara tetangga serta hubungan antardaerah dalam wilayah kekuasaan Majapahit.12

Pada dasarnya, tidak ada pengertian negara yang tetap. Menurut para ahli di dunia atau sarjana terkemuka, pengertian daripada negara. Berikut adalah pengertian daripada negara menurut para ahli:

a. Roger F. Soltau: Negara adalah alat atau wewenang yang mengatur atau mengendalikan persoalan bersama atas nama masyarakat.

b. Georg Jellinek: Negara merupakan organisasi kekuasaan dari kelompok manusia yang telah berdiam di suatu wilayah tertentu.

12

Aim Abdulkarim, Pendidikan Kewarganegaraan. Jakarta: Grafindo Media Pratama. 2006. Hal. 14


(7)

c. Prof. R. Djokosoetono: Negara adalah suatu organisasi manusia atau kumpulan manusia yang berada di bawah suatu pemerintahan yang sama. d. Prof. Mr. Kranenburg: Negara adalah suatu organisasi kekuasaan yang

diciptakan oleh sekelompok manusia yang disebut bangsa.

e. Prof.Mr. Soenarko: Negara adalah organisasi masyarakat di wilayah tertentu dengan kekuasaan yang berlaku sepenuhnya sebagai kedaulatan. f. M. Solly Lubis, SH: Negara adalah suatu bentuk pergaulan hidup manusia

yang merupakan suatu community dengan syarat-syarat tertentu: memiliki wilayah, rakyat dan pemerintah.

g. Prof. Miriam Budiardjo: Negara adalah suatu daerah teritorial yang rakyatnya diperintah oleh sejumlah pejabat dan yang berhasil menuntut dari warga negaranya ketaatan pada peraturan perundang-undangannya melalui penguasaan atau kontrol monopolistis dari kekuasaan yang sah. h. Karl Marx: Negara adalah alat kelas yang berkuasa untuk menindas atau

mengeksploitasi kelas yang lain.

i. Aristoteles: Negara adalah perpaduan beberapa keluarga mencakupi beberapa desa, hingga pada akhirnya dapat berdiri sendiri sepenuhnya, dengan tujuan kesenangan dan kehormatan bersama. negara di dalam pandangan Locke dibatasi oleh warga masyarakat yang merupakan pembuatnya.Untuk itu, sistem negara perlu dibangun dengan adanya pembatasan kekuasaan negara, dan bentuk pembatasan kekuasaan tersebut dapat dilakukan dengan dua cara:


(8)

Undang Dasar yang ditentukan oleh Parlemen berdasarkan prinsip mayoritas.

b. Cara kedua adalah adanya pembagian kekuasaan dalam tiga unsur: legistlatif, eksekutif dan federatif.

j. Plato: Negara adalah suatu organisasi kekuasaan manusia/masyarakat dan merupakan sarana untuk tecapainya tujuan bersama.13

Dari sekian banyaknya pengertian diatas, maka dapat disimpulkan bahwa Negara adalah suatu merupakan suatu daerah atau wilayah yang ada di permukaan bumi yang ditempati sekelompok manusia yang secara keseluruhan merupakan sebuah organisasi dimana terdapat pemimpin yang memimpin dengan bantuan orang-orang penting untuk pemerintahan dan dilindungi oleh peraturan hukum yang berdaulat yang mengatur ekonomi, politik, sosial, budaya, pertahanan keamanan dan lain sebagainya.

2. Unsur-Unsur Negara

Sesuai dengan pendapat para ahli mengenai definisi negara, maka dapat disimpulkan bahwa negara harus memiliki rakyat, wilayah dan juga peraturan hukum. Namun tidak hanya itu saja, menurut Pasal 1 Konvensi Montevideo tahun 1933 yang merupakan Konvensi Hukum Internasional, Negara harus mempunyai empat unsur konsititutif, yaitu:

a. Harus ada penduduk tetap atau rakyat, atau warga Negara

Penduduk merupakan kumpulan individu-individu yang terdiri dari dua kelamin tanpa memandang suku, bahasa, agama dan kebudayaan yang

13


(9)

hidup dalam suatu masyarakat dan yang terikat dalam suatu Negara melalui hubungan yuridik dan politik yang diwujudkan dalam bentuk kewarganegaraan. Penduduk merupakan unsure pokok bagi pembentukan suatu Negara. Suatu pulau atau suatu wilayah tanpa penduduk tidak mungkin menjadi suatu Negara. Dalam unsure kependudukan ini harus ada unsur kediaman secara tetap. Penduduk yang tidak mendiami suatu wilayah secara tetap dan selalu berkelana tidak dapat dinamakan penduduk sebagai unsur konstitutif dari pembentukan negara. Sebagaimana telah disinggung di atas, yang mengikat seseorang dengan negaranya ialah kewarganegaraan yang ditetapkan oleh masing-masing hukum nasional. Pada umumnya ada tiga cara penetapan kewarganegaraan sesuai hokum nasional yaitu melalui, Jus Sanguinis yang adalah cara penetapan kewarganegaraan melalui keturunan. Menurut cara ini, kewarganegaraan anak ditentukan oleh kewarganegaraan orang tua mereka. Kemudian Jus

Soli yang menurut sistem ini kewarganegaraan seseorang ditentukan oleh

tempat kelahirannya dan bukan kewarganegaraan orang tuanya. Dan terakhir, Naturalisasi, dimana suatu Negara memberikan kemungkinan bagi warga Negara asing untu memperoleh kewarganegaraan setempat setelah memenuhi syarat-syarat tertentu seperti setelah mendiami Negara tersebut dalam waktu yang cukup lama ataupun melalui perkawinan. b. Harus ada wilayah yang jelas.

Adanya suatu wilayah merupakan syarat mutlak bagi pembentukan suatu Negara, dikarenakan tidaklah mungkin ada suatu Negara tanpa wilayah tempat bermukimnya penduduk Negara tersebut. Hukum


(10)

Internasional tidak menentukan syarat seberapa harusnya luas suatu wilayah untuk dapat dianggap sebagai unsure konstitutuf suatu Negara. Demikian juga wilayah suatu Negara tidak selalu harus merupakan satu kesatuan dan dapat terdiri dari bagian-bagian yang berada di kawasan yang berbeda. Keadaan ini sering terjadi pada Negara-negara yang mempunyai wilayah-wilayah seberang lautan.

c. Harus ada kekuasaan tertinggi atau penguasa yang berdaulat, atau pemerintahan yang berdaulat.

Negara memerlukan sejumlah organ untuk mewakili dan menyalurkan kehendaknya. Bagi hukum internasional, suatu wilayah yang tidak memiliki pemerintahan dianggap bukan negara dalam arti kata yang sebenarnya. Pemerintah adalah badan eksekutif dalam negara yang dibentuk melalui prosedur konstitusional untuk menyelenggarakan kegiatan-kegiatan yang ditugaskan rakyat kepadanya. Pemerintahan adalah syarat utama dan terpenting untuk eksistensi suatu negara. Tatanan organisasi dalam suatu negara diperlukan, yang nantinya akan mengatur dan menjaga eksistensi negara tersebut, maka pemerintahan mutlak harus ada dalam suatu negara. Pemerintahan yang harus ada dalam suatu negara adalah pemerintahan yang stabil, memerintah menurut hukum nasional negaranya dan pemerintah tersebut haruslah terorganisir dengan baik, well

organized government.

d. Kemampuan untuk mengadakan hubungan secara internasional dengan negara-negara lain.


(11)

Menurut hukum internasional dan hubungan internasional, kecakapan negara dalam melakukan hubungan internasional adalah suatu keharusan bagi suatu negara untuk memperoleh keanggotaan masyarakat internasional dan subjek hukum internasional. Hal inilah yang membedakan negara berdaulat dengan negara-negara bagian atau negara protektorat yang hanya mampu mengurus masalah dalam negerinya, tetapi tidak dapat melakukan hubungan-hubungan internasional dan tidak diakui oleh negara-negara lain sebagai subjek hukum internasional yang sepenuhnya mandiri. Negara bukan pula harus identik dengan suatu ras, rumpun, atau bangsa tertentu, meski identitas demikian mungkin juga ada. Hans Kelsen mengemukakan bahwa negara hanyalah pemikiran teknis yang menyatakan bahwa sekumpulan aturan-aturan hukum tertentu yang berdiam di wilayah teritorial tertentu. Negara sebagai subjek hukum internasional merupakan pengemban hak dan kewajiban yang diatur oleh hukum internasional, baik ditinjau secara faktual maupun secara historis, dan hukum internasional itu sendiri adalah sebagaian besar terdiri atas hubungan hukum antara negara dengan negara.

Selain unsur-unsur tersebut harus juga ada pengakuan dari negara lain secara de jure atau de facto untuk dapat berdirinya suatu negara secara sah dan berdaulat di mata dunia internasional.14

3. Hak-Hak dan Kewajiban Negara Menurut Hukum Internasional

14

http://www.seputarpengetahuan.com/2015/03/10-pengertian-negara-menurut-para-ahli-unsurnya.html


(12)

Berdasarkan American Institute of International Law pada tahun 1916, Konvensi Montevideo 1933 mengenai Hak-Hak dan Kewajiban-kewajiban Negara dan dalam Draft Declaration on the Right and Duties of State yang disusun oleh Komisi Hukum lnternasional PBB tahun 1949, Hak-hak dasar suatu negara yang paling sering ditekankan, yaitu:

a. Hak kemerdekaan.

b. Hak persamaan negara-negara atau persamaan derajat. c. Hak yurisdiksi teritorial.

d. Hak membela diri atau hak mempertahankan diri.

e. Kewajiban untuk tidak mengambil jalan kekerasan atau perang.

f. Kewajiban untuk melaksanakan kewajiban-kewajiban traktat dengan itikad baik.

Sementara, kewajiban-kewajiban dasar yang ditekankan kepada suatu negara adalah sebagai berikut:

a. Kewajiban untuk tidak melakukan intervensi terhadap masalah-masalah yang terjadi di negara lain yang terdapat dalam Pasal 3.

b. Kewajiban untuk tidak menggerakan pergolakan sipil di negara lain yang terdapat dalam Pasal 4.

c. Kewajiban untuk memperlakukan semua orang yang ada di wilayahnya dengan memperhatikan hak-hak asasi manusia yang terdapat dalam Pasal 6. d. Kewajiban untuk menjaga wilayahnya agar tidak membahayakan

perdamaian dan keamanan internasional yang terdapat dalam Pasal 7. e. Kewajiban untuk menyelesaikan sengketa secara damai yang terdapat


(13)

f. Kewajiban untuk tidak menggunakan kekuatan atau ancaman senjata yang terdapat dalam Pasal 9.

g. Kewajiban untuk membantu terlaksananya Pasal 9 di atas.

h. Kewajiban untuk tidak mengakui wilayah-wilayah yang diperoleh melalui cara-cara kekerasan yang terdapat dalam Pasal 12.

i. Kewajiban untuk melaksanakan kewajiban internasional dengan itikad baik yang terdapat dalam Pasal 13.

j. Kewajiban untuk mengadakan hubungan dengan negara-negara lain sesuai dengan hukum internasional yang terdapat dalam Pasal 14.15

4. Kedaulatan dan Yurisdiksi Negara dalam Hukum Internasional

Asal kata kedaulatan yang dalam bahasa Inggris dikenal dengan istilah

sovereignity berasal dari kata Latin superanus berarti yang teratas. Negara

dikatakan berdaulat atau sovereign karena kedaulatan merupakan suatu sifat atau ciri hakiki Negara. Bila dikatakan bahwa Negara itu berdaulat, dimaksudkan bahwa Negara itu mempunyai kekuasaan tertinggi. Kedaulatan berarti kekuasaan tertinggi. Negara berdaulat memang berarti bahwa Negara itu tidak mengakui suatu kekuasaan yang lebih tinggi dari pada kekuasaannya sendiri. Ruang berlaku kekuasaan tertinggi ini dibatasi oleh batas wilayah Negara itu, artinya suatu Negara hanya memiliki kekuasaan tertinggi di dalam batas wilayahnya. Jadi pembatasan yang penting ini yang melekat pada pengertian kedaulatan itu sendiri dilupakan oleh orang yang beranggapan bahwa kekuasaan yang dimiliki oleh suatu Negara menurut paham kedaulatan itu tidak terbatas. Bahwa kedaulatan

15


(14)

suatu Negara terbatas dan bahwa batas ini terdapat dalam kedaulatan Negara lain merupakan konsekuensi yang logis dari paham kedaulatan sendiri. Dilihat secara demikian, paham kedaulatan tidak usah bertentangan dengan adanya suatu masyarakat internasional yang terdiri dari Negara-negara yang masing-masing berdiri sendiri-sendiri atau dengan perkataan lain merdeka yang satu dari yang lainnya. Suatu akibat paham kedaulatan dalam arti yang terbatas ini selain kemerdekaan juga paham persamaan derajat. Artinya, bahwa Negara-negara yang berdaulat itu selain masing-masing merdeka, negara-negara tersebut juga sama derajatnya antara satu dengan yang lainnya.

Dalam hukum internasional dikenal juga paham imunitas suatu negara, dimana jelaskan bahwa imunitas negara tersebut berkaitan dengan ketentuan-ketentuan hukum dan prinsip-prinsip hukum yang menentukan kondisi-kondisi dimana suatu negara asing dapat meminta pembebasan yurisdiksi atau wewenang legislatif, yudisial dan administratif dari negara lainnya yang seringkali disebut dengan istilah “forum stat.” Dari sudut istilah, imunitas negara memiliki arti

bahwa terhadap setiap negara berdaulat, yurisdiksi negara lain tidak bisa diperlakukan kepadanya atau dengan kata lain secara khusus pengadilan suatu negara tertentu tidak dapat mengadili negara lain. Hal tersebut dikarenakan menurut hukum internasional setiap negara mempunyai kedaulatan dan persamaan kedudukan. Oleh karena itu adalah tidak sepantasnya atau tidak benar hakim-hakim satu negara mengadili negara lain sebagai tergugat. Kedudukan hakim-hakim lebih tinggi dari tergugat dan hal tersebut bertentangan dengan prinsip persamaan kedudukan tersebut diatas. Selanjutnya dalam hukum internasional dikenal suatu prinsip yang mengatakan “par in parem non hebat yurisdcsionem”, yang artinya


(15)

bahwa setiap Negara mempunyai kedudukan yang sama dan sejajar, tidak ada satu negara yang melaksanakan yurisdiksinya terhadap negara lain tanpa dengan persetujuan negara lain tersebut, dimana secara jelas digambarkan bahwa menurut hukum internasional, kedaulatan daripada suatu Negara hanya dapat dilaksanakan di wilayah atau teritorialnya dan akan berakhir ketika sudah dimulai wilayah atau territorial Negara lain.

Dalam hukum internasional, yurisdiksi merupakan refleksi dari prinsip kedaulatan Negara, perwujudan dari persamaan derajat Negara dan bentuk dari prinsip non intervensi. Menurut hukum internasional, yurisdiksi diartikan sebagai, “the capacity of state under international law to prescribe and enforce a rule of law.” Yurisdiksi secara etimologis berasal dari bahasa latin , yaitu dari kata yuris yang artinya 1 hal kepunyaan hukum, dan dictio yang artinya adalah ucapan atau sabda, atau perkataan. Secara harfiah, yurisdiksi adalah kepunyaan menurut hukum, kewenangan atau hak menurut hukum, atau kekuasaan menurut hukum. Pada prinsipnya yurisdiksi suatu negara, terkait tidak saja dengan ketentuan hukum nasional masing-masing negara, tetapi juga dengan hukum internasional yang berlaku. Bahwa negaralah yang mempunyai wewenang terhadap benda, individu atau melakukan tindakan tertentu dari subyek hukum, dalam kaitannya dengan hal ini, dikenal ada tiga tipe :

a. Yurisdiksi menetapkan norma atau jurisdiction to prescible norms.

b. Yurisdiksi memaksakan aturan yang ada atau jurisdiction to enforce the

norm prescribed.


(16)

Yurisdiksi Negara adalah merupakan suatu hak atau kewenangan atau kekuasaan, atau kompetensi hukum Negara di bawah hukum internasional untuk mengatur individu-individu, peristiwa-peristiwa hukum di bidang pidana maupun perdata atau benda/kekayaan dengan menggunakan hukum nasionalnya. Dalam bahasa yang lebih sederhana Shaw mengemukakan bahwa yurisdiksi adalah kompetensi atau kekuasaan hukum Negara terhadap orang, benda dan peristiwa hukum. Yurisdiksi ini merupakan refleksi dari prinsip dasar kedaulatan Negara, persamaan derajat Negara dan prinsip non intervensi.

Macam-macam Yurisdiksi Negara

a. Yurisdiksi Negara untuk mengatur atau administratif dibagi menjadi: 1) Yurisdiksi legislative, maksudnya adalah kewenangan atau kekuasaan

untuk membuat atau menetapkan peraturan perundang-undangan atau keputusan untuk mengatur suatu masalah atau suatu objek.

2) Yurisdiksi eksekutif, yang maksudnya adalah kewenangan atau kekuasaan dari suatu negara untuk melaksanakan atau menerapkan peraturan perundang-undangan yang telah ditetapkan untuk ditaati. 3) Yurisdiksi yudikatif, yaitu kewenangan atau kekuasaan untuk

mengadili atau menghukum suatu tindak pidana yang terjadi, kejahatan dan pelanggaran, dalam Negara tersebut.

b. Yurisdiksi Negara atas objek yang diatur dibagi menjadi:

1) Yurisdiksi Personal, yaitu yurisdiksi suatu Negara terhadap orang atau badan hukum, baik warga Negaranya sendiri maupun warga Negara asing dan badan hukum nasional atau asing. Yurisdiksi personal ini dibagi menjadi :


(17)

a) Yurisdiksi personal berdasarkan prinsip nasionalitas /kewarganegaraan aktif, maksudnya berdasarkan suatu anggapan bahwa setiap warga Negara dari satu Negara akan membawa hukum negaranya kemanapun ia pergi dan dimanapun ia berada. b) Yurisdiksi personal berdasarkan prinsip nasionalitas/

kewarganegaraan pasif, yaitu suatu Negara mempunyai yurisdiksi untuk mengadili orang asing yang melakukan tindak pidana terhadap warga negaranya di luar Negeri.

c) Yurisdiksi personal berdasarkan prinsip perlindungan atau protected

principle, yaitu suatu Negara dapat melaksanakan yurisdiksinya

terhadap warga negara asing yang melakukan kegiatan di luar negeri dan diduga dapat mengancam kepentingan,keamanan, integritas, kemerdekaan atau kepentingan umum Negara tersebut. Penerapan prinsip ini disertai alasan-alasan:

(1). Akibat kejahatan tersebut sangat besar bagi Negara yang menjadi korban

(2). Bila yurisdiksi tidak dijalankan, maka kejahatan tersebut besar kemungkinan akan lolos dari tuntutan, karena tidak melanggar hokum dari Negara pelaku tersebut dan penyerahan ekstradisi ditolak karena kejahatan tersebut bersifat politik.

2) Kemudian ada Yurisdiksi Kebendaan, dimana persoalan yang muncul adalah Negara manakah yang berhak mengatur dan hukum negara manakah yang berlaku terhadap suatu benda yang berada pada suatu tempat tertentu. Titik beratnya pada benda itu sendiri. Sehubungan


(18)

dengan penggolongan benda bergerak dan tidak bergerak, timbul kemungkinan-kemungkinan :

a) Bahwa untuk selamanya benda tersebut berada dalam wilayah suatu Negara

b) Pada suatu waktu, berada di atas Negara tertentu dan pada waktu yang lain berada di Negara-negara yang berbeda.

c) Sebagian dari benda tersebut berada di suatu Negara dan sebagian lagi berada di wilayah lain.

3) Yurisdiksi Kriminal, yaitu yurisdiksi Negara terhadap peristiwa pidana yang terjadi pada suatu Negara tertentu. Penekanannya pada peristiwa pidana/tindak pidana.

4) Yurisdiksi Sipil, yaitu yurisdiksi Negara atas peristiwa-peristiwa hak sipil/perdata yang terjadi pada suatu tempat tertentu dan di dalamnya tercantum aspek internasional

c. Yurisdiksi Negara atas Tempat atau Terjadinya Objek Yang Diatur

1) Yurisdiksi Teritorial, yaitu kewenangan suatu Negara untuk mengatur, menerapkan dan memaksakan hukum nasionalnya terhadap segala sesuatu yang ada/terjadi dalam batas-batas teritorialnya, tidak mutlak tapi dibatasi oleh hukum internasional sehingga pengecualiannya antara lain:

a) terhadap kepentingan Negara asing yang sedang berada dalam suatu Negara.

b) Perwakilan diplomatik dan konsuler


(19)

d) Angkatan bersenjata Negara asing

e) Organisasi internasional baik terhadap pimpinannya maupun staffnya.

2) Yurisdiksi Kuasi Teritorial, yaitu yurisdiksi territorial yang diterapkan pada wilayah yang bukan merupakan wilayah suatu Negara tapi berdekatan/bersambungan dengan wilayah Negara tersebut.

3) Yurisdiksi Ekstra Teritorial, yaitu kewenangan suatu Negara yang diberikan oleh hukum internasional untuk melaksanakan kedaulatannya diwilayah yang tidak termasuk yurisdiksi teritorial dan yurisdiksi kuasi teritorialnya.

d. Yurisdiksi Universal

Yaitu yurisdiksi kriminal yang dimiliki oleh setiap Negara yang muncul karena peristiwa hukum tertentu. Yurisdiksi ini muncul bila seseorang melakukan tindakan yang termasuk kategori musuh setiap umat manusia. Atas tindakan tersebut setiap Negara mempunyai jurisdiksi untuk menangkap pelakunya, termasuk tindakan pembajakan, pembunuhan masal. Yurisdiksi universal juga merupakan yurisdiksi yang bersifat unik dengan karakteristik sebagai berikut:

1) Setiap Negara berhak untuk melaksanakan yurisdiksi universal. Frase “setiap negara” mengarah hanya padanegara yang merasa bertanggung jawab untuk turut serta secara aktif menyelamatkan masyarakat internasional dari bahaya yang ditimbulkan oleh serious crime, sehingga merasa wajib untuk menghukum pelakunya. Rasa bertanggung jawab


(20)

tersebut harus dibuktikan dengan tidak adanya niat untuk melindungi pelaku dengan memberikan safe heaven dalam wilayah negaranya.

2) Setiap Negara yang ingin melaksanakan yurisdiksi universal tidak perlu mempertimbangkan siapa dan berkewarganegaraan apa pelaku juga korban dan dimana serious crime dilakukan. Dengan kata lain dapat dikatakan tidak diperlukan titik pertautan antara Negara yang akan melaksanakan yurisdiksinya dengan pelaku, korban dan tempat dilakukannya kejahatan itu sendiri. Satu-satunya pertimbangan yang diperlukan adalah apakah pelaku berada di wilayahnya atau tidak? Tidak mungkin suatu Negara bisa melakansakan yurisdiksi universal bia pelaku tidak berada diwilayahnya. Akan merupakan pelanggaran hokum internasional bila Negara memaksa menangkap seseorang yang berada di wilayah Negara lain.

3) Setiap Negara hanya dapat melaksanakan yurisdiksi universalnya terhadap pelaku serious crime atau yang lazim disebut international crime. Dengan demikian, berdasarkan hukum internasional, kedaulatan dan yurisdiksi suatu negara saling berhubungan dan diakui dengan tegas, dimana hukum internasional sangat menjunjung kedaulatan negara dan persamaan kedudukan antar negara. Berdasarkan hal ini, maka setiap wilayah atau Negara hanya berlaku satu macam hukum, yaitu hukum dari negara yang memiliki kedaulatan di wilayahnya tersebut. Hukum itu berlaku baik terhadap orang-orang, benda-benda maupun perbuatan-perbuatan hukum yang dilakukan disana. Bagaimana suatu negara akan mengatur wilayahnya tidak dapat dicampuri oleh negara lain tanpa persetujuannya. Hal ini didasarkan pada prinsip teritorial, yang


(21)

memberikan kepada setiap bangsa atau negara, hak untuk menentukan nasibnya sendiri.

Adapun dasar hukum dari persamaan kedaulatan dan kedudukan Negara dapat ditemukan dalam pasal 1 ayat (2) Piagam Perserikatan Bangsa-Bangsa atau PBB mengenai tujuan organisasi ini yaitu, untuk memajukan hubungan persahabatan antar bangsa-bangsa berdasarkan penghargaan atas asas persamaan hak dan hak bangsa-bangsa untuk menentukan nasibnya sendiri. Pasal 2 ayat (1) nya lebih lanjut menyatakan bahwa organisasi PBB ini berlandaskan pada asas-asas persamaan kedaulatan dari semua anggota-anggotanya. Imunitas negara dari intervensi badan-badan peradilan negara lain pada hakekatnya meliputi imunitas dari yurisdiksi atau immunity from jurisdiction dan imunitas dari eksekusi atau

immunity from execution. Imunitas dari yurisdiksi asing berarti suatu negara yang

berdaulat tidak tunduk ke dalam yurisdiksi negara lain atau kebal terhadap yurisdiksi negara asing. Sementara, yang dimaksud dengan kekebalan dari eksekusi pengadilan negara asing terutama berkenaan dengan hak milik dari negara yang berdaulat yang terletak di luar batas-batas wilayah negaranya. Artinya, hak milik dari suatu negara berdaulat yang berada dalam wilayah negara asing akan kebal dari eksekusi pengadilan negara tersebut. 16

16

Dedi Supriyadi, M.Ag., Hukum Internasional (dari Konsepsi sampai Aplikasi). Bandung: Pustaka Setia. 2011. Hal. 155


(22)

B. Batas dan Wilayah Negara Menurut Hukum Internasional 1. Pengertian Perbatasan

Seperti telah dibahas sebelumnya, menurut Pasal 1 Konvensi Montevideo yang berjudul “Convention on The Right and Duty of The States” tahun 1993 mengatakan bahwa untuk suatu negara dapat dianggap sebagai suatu kesatuan negara, maka negara tersebut harus memenuhi empat unsur atau persyaratan yang telah disebutkan dalam konvensi tersebut. Suatu negara harus memiliki penduduk yang tetap, wilayah yang jelas, pemerintahan yang berdaulat dan kemampuan untuk mengadakan hubungan secara internasional dengan negara-negara lain. Dari persyaratan tersebut dapat dimengerti mengenai salah satu permasalahan penting menyangkut kedaulatan sebuah negara, yaitu mengenai wilayah negara yang dan dimana penegasan batas wilayah negara merupakan hasil serta perwujudan dari kedaulatan sebuah negara. Dalam batas-batas tersebut sebuah negara memiliki hak kedaulatan yang penuh dan eksklusif dalam upaya mewujudkan visi dan tujuan-tujuan yang hendak dicapai oleh suatu negara. Hal inilah yang menjadikan mengapa suatu perbatasan menjadi sangat penting bagi suatu negara, dikarenakan perbatasan tersebut menentukan kejelasan mengenai wilayah dari suatu negara yang berdaulat secara penuh atas wilayahnya.

Pengertian perbatasan secara umum adalah sebuah garis pemisah antara dua negara yang berdaulat. Menurut Roxing Guo, kata border atau perbatasan mengandung pengertian sebagai pembatasan suatu wilayah politik dan wilayah pergerakan. Sedangkan wilayah perbatasan, mengandung pengertian sebagai suatu area yang memegang peranan penting dalam persaingan politik antara dua negara yang berbeda yang saling berdampingan. Maka dari itu, wilayah perbatasan


(23)

sebenarnya tidak hanya terbatas pada dua atau lebih negara yang berbeda, namun dapat pula ditemui dalam suatu negara, seperti kota atau desa yang berada di bawah dua yurisdiksi yang berbeda. Pada dasarnya, wilayah perbatasan merupakan area, baik kota maupun wilayah, yang membatasi antara dua kepentingan yurisdiksi yang saling berbeda.

Perbatasan yang didasari secara politik dapat terbentuk dimana saja, baik dalam negeri manapun dengan negeri lain. Oleh karena itu, wilayah perbatasan dapat digambarkan sebagai suatu faktor pemisahan karena adanya halangan dua sistem kekuasaan politik, sehingga pemerintahan di masing-masing wilayah politik yang berbeda tersebut dapat mengatur dirinya sendiri, seperti terkait dengan ekspor dan impor, apakah yang digunakan instrumen tarif atau non tarif, serta terkait dengan penggunaan visa atau izin imigrasi bagi orang yang ingin memasuki suatu wilayah di perbatasan.

Berdasarkan sejarah, perbatasan sebuah negara atau state’s border, dikenal dengan bersamaan lahirnya suatu negara. Negara dalam pengertian modern sudah mulai dikenal sejak abad ke-18 di Eropa Kontinental. Perbatasan negara merupakan sebuah ruang geografis yang sejak semula merupakan wilayah perebutan kekuasaan antarnegara yang terutama ditandai oleh adanya peperangan antarbangsa yang bertujuan untuk memperluas batas-batas antarnegara. Sebagai bagian dari sejarah dan eksistensi negara, riwayat daerah perbatasan tidak dapat dilepaskan dari sejarah kelahiran dan berakhirnya sebagai negara.

Suatu perbatasan sering didefinisikan sebagai sebuah imaginary line di atas permukaan bumi, yang memisahkan wilayah suatu negara dari negara lain,


(24)

namun menurut pakar perbatasan lainnya yaitu Jones, bahwa suatu perbatasan bukan semata-mata sebuah garis pada suatu tanah perbatasan.

Menurut pendapat ahli geografi politik, pengertian perbatasan dapat dibedakan menjadi dua, yaitu boundaries dan frontier. Kedua pengertian ini mempunyai arti dan makna yang berbeda meskipun keduanya saling melengkapi dan mempunyai nilai yang strategis bagi kedaulatan wilayah negara. Perbatasan disebut frontier karena posisinya yang terletak di depan atau front, atau dibelakang atau hinterland, dari suatu negara. Oleh karena itu, frontier dapat juga disebut dengan istilah foreland, borderland ataupun march. Sedangkan istilah

boundary digunakan karena fungsinya yang mengikat atau membatasi, bounding or limiting, suatu unit politik, dalam hal ini adalah negara. Semua yang terdapat di

dalamnya terikat menjadi satu kesatuan yang bulat dan utuh serta saling terintegrasi satu dengan yang lain. Boundary paling tepat dipakai apabila suatu negara dipandang sebagai unit spasial yang berdaulat.

Beberapa pendapat para ahli geopolitik tentang boundaries dan frontier antara lain sebagai berikut:

a. Menurut A. E. Moodie:

Dalam bahasa Inggris, perbatasan memiliki dua istilah, yaitu

boundaries dan frontier. Dalam bahasa sehari-hari, kedua istilah tersebut

tidak ada bedanya. Tetapi, dalam perspektif geografi politik, kedua istilah tersebut mempunyai perbedaan makna. Menurut A. E. Moodie, boundaries diartikan sebagai garis-garis yang mendemarkasikan batas-batas terluar dari wilayah suatu negara. Sementara frontier merupakan zona atau jalur


(25)

dengan lebar yang berbeda yang berfungsi sebagai pemisah dua wilayah yang berlainan negaranya.

b. Menurut Hans Weiger pada tahun 1951 dalam bukunya yang berjudul

Principles of Political Geography:

Boundaries dapat dibedakan menjadi boundaries zone dan boundaries line. Boundaries line adalah garis yang mendemarkasikan

batas terluar, sedangkan boundaries zone mempunyai pengertian yang tidak jauh berbeda dengan frontier. Boundaries zone diwujudkan dalam bentuk kenampakan ruang yang terletak antara dua wilayah. Ruang tersebut menjadi pemisah kedua wilayah negara dan merupakan wilayah yang bebas. Boundary line diwujudkan dalam bentuk garis, wooden

barrier, a grassy path between field, jalan setapak rumput yang

memisahkan dua atau lebih lapangan, jalan setapak di tengah hutan, dan lain-lain.

Selanjutnya melengkapi pendapat Weiger dan Moodie, Kristof seorang ahli geografi politik dalam tulisannya yang berjudul The Nature of

Frontiers and Boundaries pada tahun 1982, membedakan boundaries dan frontier sebagai berikut:

Frontier mempunyai orientasi keluar, sedangkan boundaries lebih

berorientasi ke dalam. Frontier merupakan sebuah manifestasi dari kekuatan sentrifugal, sedangkan boundaries merupakan manifestasi kekuatan sentripetal. Perbedaan ini bersumber pada perbedaan orientasi antara frontier dan boundaries. Frontier merupakan suatu faktor integrasi antara negara-negara tersebut di satu pihak, sedangkan boundaries


(26)

merupakan suatu faktor pemisah. Boundaries berupa suatu zone transisi antara suasana kehidupan yang berlainan, yang juga mencerminkan kekuatan-kekuatan yang saling berlawanan dari negara yang saling berbatasan. Sedangkan frontier masih memungkinkan terjadinya saling interpenetrasi pengaruh antar dua negara yang berbatasan/bertetangga. c. Sedangkan menurut D. Whittersley:

Boundary adalah batas wilayah negara atau perbatasan dimana

secara demarkasi letak negara dalam rotasi dunia yang telah ditentukan, dan mengikat secara bersama-sama atas rakyatnya di bawah suatu hukum dan pemerintah yang berdaulat. Frontier adalah daerah perbatasan dalam suatu negara yang mempunyai ruang gerak terbatas akan tetapi karena lokasinya berdekatan dengan negara lain, sehingga pengaruh luar dapat masuk ke negara tersebut yang berakibat munculnya masalah pada sektor ekonomi, politik dan sosial budaya setempat yang kemudian berpengaruh pula terhadap kestabilan dan keamanan serta integritas suatu negara. Berdasarkan pendapat para ahli sebagaimana diatas, maka dapat disimpulkan bahwa perbatasan adalah suatu kawasan yang berbatasan dengan wilayah negara lain sebagaimana sebelumnya telah ditetapkan garis batasnya melalui sebuah kesepakatan/perjanjian antar dua atau lebih negara yang bertetangga, dimana kawasan perbatasan tersebut merupakan tanda berakhirnya kedaulatan suatu negara terhadap wilayah yang dikuasainya.


(27)

2. Fungsi Perbatasan

Berdasarkan pengertian perbatasan diatas, dapat ditarik kesimpulan bahwa perbatasan mempunyai beberapa fungsi. Fungsi perbatasan juga mengikuti perkembangan zaman. Pada zaman dahulu fungsi perbatasan umumnya sebagai berikut:

a. Garis pertahanan: Garis pertahanan digunakan untuk mengetahui batas yurisdiksi setiap masing-masing negara. Sehingga negara yang satu dengan negara yang lain tidak mengambil alih atau melanggar yurisdiksi dari suatu wilayah yang bukan merupakan bagian wilayahnya.

b. Batas wilayah kekuasaan negara: Perbatasan sebagai batas wilayah kekuasaan negara agar suatu pemerintahan negara mengetahui sampai dimana kedaulatan wilayahnya dan kewenangannya untuk mengelola wilayahnya.

c. Untuk melindungi industri di dalam wilayah: Hal ini dilakukan agar pemerintah suatu negara dapat mengadakan pajak-pajak tarif tertentu, seperti tarif lintas batas. Hal yang demikian akan mempengaruhi pemasaran bagi hasil-hasil produksi industri tersebut. Jadi perbatasan disini mempunyai fungsi perdagangan.

d. Fungsi legal atau hukum: Perbatasan merupakan batas berlakunya hukum suatu negara. Penduduk yang tinggal di wilayah perbatasan, hendaknya mematuhi hukum-hukum yang berlaku bagi negara dimana mereka tinggal walaupun penduduk tersebut mungkin mempunyai adat istiadat yang sama dengan adat-istiadat penduduk di seberang garis perbatasan negaranya. Akan tetapi dengan timbulnya supranasionalisme yang didasarkan atas


(28)

kepentingan ekonomi dan kebudayaan, beberapa negara mau melepaskan sebagian dari kekuasaannya untuk kepentingan bersama mereka.

Sekarang, fungsi perbatasan secara umum bagi masing-masing negara yaitu:

a. Fungsi pertahanan dan keamanan: Fungsi ini sangat terkait dengan pemahaman perbatasan secara geostrategis yang diyakini sebagai penjelmaan kedaulatan politik suatu negara. Makna yang terkait di dalamnya sangat luas, tidak hanya memberikan kepastian hukum atas yurisdiksi wilayah teritorial Indonesia, akan tetapi juga berkaitan dengan aspek-aspek lain seperti kewenangan administrasi pemerintahan nasional dan lokal, kebebasan navigasi, lalu lintas perdagangan, serta eksplorasi dan eksploitasi sumber daya alam. Sebagai wilayah batas antar negara, perbatasan juga merupakan sabuk pengaman atau security belt, yang berada pada lingkaran prioritas pertama dalam strategi pertahanan keamanan Indonesia terhadap segala bentuk potensi ancaman dari luar, baik dalam bentuk idiologi, politik serta sosial budaya dan pertahanan keamanan. b. Fungsi kesejahteraan: Sebagai pintu gerbang negara, wilayah perbatasan

tentu memiliki keuntungan lokasi geografis yang sangat strategis untuk berhubungan dengan negara tetangga. Dalam konteks ini, wilayah perbatasan dipandang dapat dimanfaatkan sebagai pintu gerbang aktifitas ekonomi perdagangan. Sehingga perbatasan dapat dilihat sebagai daerah kerja sama antar negara bersebelahan dengan tujuan untuk meningkatkan kesejahteraan sosial masyarakat di daerah perbatasan kedua negara. Fungsi ini sangat penting mengingat realitas kondisi sosial ekonomi masyarakat di


(29)

wilayah perbatasan darat masih terbelakang , dengan kondisi wilayah yang umumnya terpencil, tingkat pendidikan dan kesehatan rendah dan seringjkali dijumpai penduduk yang tergolong dalam kategori miskin. Apabila fungsi kesejahteraan dapat diwujudkan akan berdampak positif terhadap berbagai aspek kehidupan masyarakat perbatasan. Terciptanya kesejahteraan masyarakat akan berdampak langsung terhadap daya tangkal terhadap berbagai kegiatan illegal maupun provokasi pihak lawan yang dapat membahayakan kedaulatan negara. Dengan kata lain, terlaksananya fungsi kesejahteraan di wilayah perbatasan dapat secara efektif membantu menciptakan suatu kekuatan pertahanan dan keamanan.

c. Fungsi lingkungan: Fungsi ini terkait dengan karakteristik di wilayah perbatasan sebagai pintu gerbang negara yang mempunyai keterkaitan saling mempengaruhi dengan kegiatan di wilayah lainnya yang berbatasan baik dalam lingkup nasional maupun regional.17

Pada tahun 2005, fungsi perbatasan menurut hukum internasional oleh Jean Marc F. Blanchard dalam bukunya yang berjudul, “Linking Border Disputes and War: An Instutional Statist Theory,” perbatasan memiliki 7 fungsi yaitu:

a. Fungsi militer strategis: Dalam konteks ini perbatasan berfungsi untuk memenuhi kebutuhan militer strategis suatu negara, terutama pembangunan sistem pertahanan laut, darat dan udara untuk menjaga diri dari ancaman eksternal.

b. Fungsi Ekonomis: Perbatasan berfungsi sebagai penetapan wilayah tertentu dimana suatu negara melakukan kontrol terhadap arus modal,

17


(30)

perdagangan antarnegara, investasi asing, pergerakan barang antarnegara. Fungsi ekonomis perbatasan juga memberikan patokan bagi suatu negara untuk melakukan eksplorasi sumber-sumber alam secara legal pada wilayah tertentu.

c. Fungsi Konstitutif: Berdasarkan konsep hukum internasional modern suatu negara berdaulat wajib memiliki wilayah perbatasan yang terdefinisikan dengan jelas. Artinya, perbatasan menetapkan posisi konstitutif negara tertentu di dalam komunitas international. Suatu negara memiliki kedaulatan penuh atas wilayah yang merupakan teritorialnya sebagaimana ditetapkan oleh perbatasan yang ada.

d. Fungsi identitas nasional: Sebagai pembawa identitas nasional, perbatasan memiliki fungsi pengikat secara emosional terhadap komunitas yang ada dalam teritori tertentu. Kesamaan pengalaman dan sejarah, secara langsung maupun tidak langsung telah mengikat masyarakat secara emosional untuk mengklaim identitas dan wilayah tertentu.

e. Fungsi persatuan nasional: Melalui pembentukan identitas nasional perbatasan ikut menjaga persatuan nasional. Untuk menjaga persatuan dan kesatuan nasional, para pemimpin negara biasanya mengombinasikan simbol dan jargon dengan konsep teritori dan perbatasan. Konsep-konsep seperti kekuatan maritim dan kekuatan darat biasanya dipakai untuk mendorong warga agar menjadi persatuan dan kesatuan nasional.

f. Fungsi pembangunan negara bangsa: Perbatasan sangat membantu dalam pembangunan dan pengembangan negara bangsa karena memberikan kekuatan bagi negara untuk menentukan bagaimana sejarah bangsa


(31)

dibentuk, menentukan simbol-simbol apa yang dapat diterima secara luas, dan menentukan identitas bersama secara normatif maupun kultural. g. Fungsi pencapaian kepentingan domestik: Perbatasan berfungsi untuk

memberikan batas geografis bagi upaya negara untuk mencapai kepentingan nasional di bidang politik, sosial, ekonomi, pendidikan, pembangunan infrastruktur, konservasi energi dan sebagainya. Perbatasan juga menetapkan sampai sebatas mana negara dapat melakukan segala upayanya untuk mencapai kepentingan nasionalnya.18

3. Jenis-jenis Perbatasan

Berkaitan dengan fungsi-fungsi perbatasan tersebut, maka setiap negara perlu untuk melakukan tindakan yang dapat menjamin keamanan di wilayah perbatasan. Karena kawasan perbatasan identik dengan kebijakan politik yang berbeda-beda pada dua atau lebih wilayah yang saling berbatasan tersebut, sehingga hal ini sangat penting karena kemampuan negara untuk menjaga keamanan perbatasannya dapat menjamin kelangsungan hidup negara tersebut untuk kedepannya.

Berdasarkan pada jenis interaksi, situasi atau keadaan yang terjadi di suatu wilayah perbatasan negara, pada tahun 1994 Oscar J. Martinez mengkategorikan perbatasan menjadi 4 jenis, dimana setiap jenis perbatasan menggambarkan

18

Jean Marc Blanchard, Linking Border Disputes and War: An Institutional-Statist Theory , Geopolitics, Vol. 10, No. 4, Winter 2005. Hal. 688-711.


(32)

keadaan yang berbeda-beda dan suatu perbatasan umumnya akan berada dalam salah satu keadaan yang digolongkan oleh Martinez.19

a. Alienated borderland

Yaitu suatu perbatasan yang tidak terjadi aktivitas lintas batas karena penutupan perbatasan, sebagai akibat keadaan buruk atau ekstrim di perbatasan tersebut. Di perbatasan tersebut sedang terjadi konflik, dimana konflik tersebut bisa berupa peperangan, dominasi nasionalisme, kebencian ideologis, permusuhan agama, perbedaan kebudayaan, serta persaingan etnik yang mempengaruhi juga kehidupan penduduk, dimana penduduk kedua perbatasan di masing-masing wilayah saling mengasingkan satu sama lain meskipun atau umumnya, mereka berasal dari satu grup etnis atau kesatuan sosial yang sama.

b. Coexistent borderland

Yaitu suatu perbatasan dimana keadaan tidak terlalu panas, dimana kestabilan masih bisa terganggu, namun konflik lintas batas masih bisa ditekan sampai ke tingkat yang bisa dikendalikan. Persoalan yang muncul umumnya berkaitan dengan masalah kepemilikan sumber daya alam yang strategis di perbatasan. Di wilayah perbatasan tersebut kerja sama internasional kedua wilayah masih terbatas dan penduduk masing-masing wilayah masih perlu bantuan untuk berhubungan dengan baik satu dengan yang lain.

c. Interdependent borderland

19

Oscar J. Martinez, Border People: Life and Society in the U.S.-Mexico Borderlands. The University of Arizona Press. 1994. Hal. 6


(33)

Yaitu suatu perbatasan yang umunya berada dalam situasi stabil, dimana kedua sisinya secara simbolik dihubungkan oleh hubungan internasional yang baik. Penduduk di kedua bagian daerah perbatasan, juga di kedua negara terlibat dalam hubungan yang baik secara sosial dan saling bekerja sama, terutama dalam berbagai kegiatan perekonomian yang saling menguntungkan dan kurang lebih dalam tingkat yang setara, dimana perluasan daerah perbatasan memungkinkan dikarenakan hubungan baik kedua belah pihak wilayah perbatasan.

d. Integrated borderland

Yaitu suatu perbatasan dimana stabilitas sangat kuat dan permanen, dimana kegiatan ekonominya merupakan sebuah kesatuan, bergabung secara fungsional dan dimana nasionalisme jauh menyurut pada kedua negara dan keduanya tergabung dalam sebuah persekutuan yang erat, dimana tidak ada larangan untuk saling keluar masuk dan saling berhubungan antara masing-masing penduduk yang mendiami perbatasan tersebut.

Perbatasan negara sangatlah penting karena perbatasan tersebut yang menentukan wilayah suatu negara dan seperti telah dibahas sebelumnya, menentukan dimana Yurisdiksi dari suatu negara akan mulai berlaku dan berakhir, dan juga memberi kejelasan mengenai wilayah dari suatu negara. Untuk mempertahankan kedaulatan dan hak-hak berdaulat antar negara serta menyelesaikan semua persoalan yang berkaitan dengan hubungan internasional, negara perlu menetapkan perbatasan wilayah baik dimensi perbatasan darat maupun perbatasan laut dan udara. Penetapan perbatasan wilayah tersebut dapat


(34)

dilakukan sesuai ketentuan hukum internasional agar dapat memberikan kepastian hukum, kemanfaatan hukum dan keadilan bagi masyarakat yang mendiami wilayah perbatasan suatu negara. Batas wilayah suatu negara menurut hukum internasional dapat ditentukan melalui perjanjian dengan negara yang berbatasan dan keadaan alam suatu negara.

4. Pengertian Wilayah Negara

Daerah atau wilayah adalah tempat berlakunya susunan kekuasaan negara, dimana batas-batas daerah negara ini ditentukan dengan perjanjian. Perjanjian dengan negara-negara tetangganya baik perjanjian yang tertulis maupun yang tidak tertulis Menurut I Wayan Parthiana di dalam bukunya, wilayah negara adalah merupakan suatu ruang dimana orang yang menjadi warga negara atau penduduk negara bersangkutan hidup serta menjalankan segala aktivitasnya. Pengertian wilayah negara menurut Rebecca M.Wallace adalah merupakan atribut yang nyata dari kenegaraan dan dalam wilayah geografis tertentu yang ditempatnya, suatu negara menikmati dan melaksanakan kedaulatan. Dalam Ensiklopedia Umum, yang dimaksud dengan wilayah negara adalah bagian muka bumi daerah tempat tinggal, tempat hidup dan sumber hidup warga negara dari negara tersebut. Wilayah negara terdiri dari tanah, laut dan udara dan pada dasarnya semua sungai dan danau dibagian wilayah tanah suatu negara termasuk wilayah negara. Dari pengertian tersebut maka jelashlah bahwa yang dinamakan wilayah dari suatu negara itu terdiri dari tiga dimensi, yaitu wilayah daratan wilayah perairan dan wilayah udara.20

20


(35)

5. Batas dan Wilayah Negara Menurut Hukum Internasional

Hingga saat ini, belum ada konvensi internasional yang secara khusus mengatur mengenai wilayah suatu negara, namun bukan berarti bahwa wilayah suatu negar tidak diatur menurut hukum internasional. Dapat ditemukan berbagai konvensi yang memuat mengenai pengaturan wilayah suatu negara, seperti Konvensi Paris 1919, Konvensi Chicago 1944, Konvensi Montevideo 1933, Piagam PBB atau UN Charter, Konvensi Havana 1928, Konvensi Jenewa 1958, Konvensi PBB 1982 atau dikenal sebagai UNCLOS dan Konvensi Wina 1961. Menurut hukum internasional, wilayah suatu negara terbagi menjadi 3, yaitu wilayah darat, wilayah laut dan atau perairan dan wilayah udara.21

a. Batas Wilayah Daratan

Dalam hukum internasional, batas wilayah daratan biasanya diatur dalam perjanjian internasional timbal-balik dengan negara tetangga. Berbagai perjanjian perbatasan dibuat dengan negara tetangga karena perbatasan wilayah sering menjadi sumber sengketa, misalnya perjanjian perbatasan antara Indonesia dengan Australia mengenai Garis-Garis Batas Tertentu Antara Indonesia dengan Papua Nugini, kemudian perjanjian antara Amerika dengan Kanada. Batas wilayah dapat dibatasi secara alamiah dengan menggunakan Sungai Niagara atau batas buatan yang berupa garis yang menghubungkan antara satu titik dengan titik yang lain. Batas tersebut berlaku ke atas secara vertikal ke udara atau ke bawah

21

Prof. Dr. H. K. Martono, S.H., LLM., Dr. Amad Sudiro S.H. M.H., M.M., Hukum Udara Nasional dan Internasional Publik. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada. 2012. Hal. 55.


(36)

sampai sumber-sumber mineral di bawah tanah negara tersebut. Penentuan batas suatu negara semula diatur dalam dokumen, kemudian diikuti dengan titik atau spot. Penentuan dalam dokumen disebut delimitation termasuk uraian tanda-tanda batas, garis-garis batas dan tanda-tanda dalam peta, sedangkan penandaan batas pada titik di lokasi disebut demarcation. b. Batas Wilayah Perairan

Dalam hukum internasional, batas wilayah perairan terdapat dalam Bagian 2 dari Pasal 3 sampai Pasal 16 Konvensi PBB tentang Hukum Laut atau UNCLOS 1982. Menurut Pasal 3 tersebut, setiap negara berhak menetapkan lebar laut teritorialnya hingga suatu batas yang tidak melebihi ndua belas mil laut, diukur dari garis air rendah sepanjang pantai sebagaimana terlihat pada peta skala besar yang diakui resmi oleh negara pantai yang ditentukan sesuai dengan Konvensi PBB, sedangkan batas luar laut teritorial adalah garis yang jarak setiap titiknya dari titik yang terdekat garis pangkal, sama dengan lebar laut teritorial. Dalam bagian tersebut juga diatur garis pangkal biasa, karang, garis pangkal lurus, perairan pedalaman, mulut sungai, teluk, pelabuhan tempat berlabuh di tengah laut, elevasi surut, kombinasi cara-cara penetapan garis pangkal, penetapan garis batas laut teritorial antara negara-negara yang pantainya berhadapan atau berdampingan dan peta daftar kordinat geografis.

c. Batas Wilayah Udara

Ada dua batas wilayah udara yang dikenal menurut hukum internasional, batas wilayah udara secara horizontal dan secara vertikal. Batas wilayah udara secara horizontal mengacu pada Pasal 2 Konvensi


(37)

Chicago 1944 lebih menjelaskan lagi bahwa untuk keperluan Konvensi Chicago 1944 yang dimaksudkan wilayah adalah batas wilayah negara, walaupun tidak secara tegas disebutkan, semua negara mengakui bahwa tidak ada negara mana pun yang berdaulat di laut lepas atau high seas, demikian dapat meminjam penafsiran Mahkamah Internasional atau

Permanent Court of International Justice dalam kasus sengketa Eastern

Greenland. Dalam kasus tersebut ditafsirkan “The Natural meaning of the term is its geographical meaning,” yaitu ruang di aman terdapat udara atau air. Lingkup yurisdiksi teritorial suatu negara diakui dan diterima oleh

negara anggota Konvensi Chicago 1944 terus ke atas sampai tidak terbatas.

Dalam hubungannya dengan kedaulatan laut teritorial, masih banyak negara-negara yang menuntut lebar laut teritorial ke arah laut lepas. Mereka menutut lebar laut teritorial sampai 200 mil laut ke arah laut lepas seperti Inggris. Tuntutan lebar laut teritorial ke arah laut lepas demikian dapat dimengerti karena adanya tuntutan negara pantai terhadap Zona Ekonomi Eksklusif atau ZEE untuk memperoleh hak berdaulat atas sumber daya alam hayati maupun nonhayati, apalagi dengan adanya praktik secara sepihak Amerika Serikat untuk menetapkan jalur tambahan di ruang udara yang dikenal dengan Zona Identifikasi Pertahanan Udara atau Air Defense Identification Zone yang dikenal sebaga ADIZ yang kemudian diikuti oleh Kanada melalui konsep Canada Air Defense Identification

Zone atau CADIZ.

Amerika Serikat dalam ADIZ menyatakan bahwa setiap pesawat udara yang terbang ke Amerika Serikat, dalam jarak 200 mil laut sebelum memasuki


(38)

wilayah Amerika Serikat harus memberi tahu mengenati jati dirinya. Mengenai tindakan sepihak oleh Amerika Serikat dan Kanada berbagai penulis berpendapat tindakan tersebut tidak ada jaminan dan merupakan pelanggaran hukum internasional, sedangkan penulis lain berpendapat bahwa tindakan sepihak oleh Amerika Serikat dan Kanada tersebut merupakan “precedent” berdasarkan teori

dan perlindungan yang sejalan dengan konsep jalur tambahan atau contiguous

zone dalam hukum laut internasional.

Walaupun tindakan sepihak oleh Amerika Serikat dan Kanada tersebut masih dipertanyakan legalitasnyam kedua negara tersebut tetap mempertahankan jalur tambahan di ruang udara tersebut meskipun tidak berdaulat secara penuh dan utuh di jalur tambahan tersebut. Mengenai wilayah udara Amerika Serikat juga diatur dalam Section 101 federal Aviation Act of 1958, dimana dikandung bahwa wilayah udara Amerika Serikat terdiri atas beberapa negara, district Kolombia dan beberapa wilayah di bawah otoritas Amerika Serikat termasuk laut teritorial beserta ruang udara diatasnya.

Batas wilayah udara secara vertikal tidak diatur dalam Konvensi Chicago 1944, meskipun berbagai pengaturan mengenai masalah penerbangan terdapat didalamnya, seperti ketentuan-ketentuan mengenai cabotage, pengawasan pesawat udara tanpa awak pesawat udara, kewenangan menetapkan daerah terlarang, penetapan bandar udara yang boleh didarati oleh penerbangan internasional, regulasi navigasi penerbangan, lalu lintas udara, izin masuk negara anggota, pencarian dan pertolongan pesawat udara serta pendaratan dan tinggal landas, bantuan dalam hal pesawat udara menghadapi bahaya, investigasi kecelakaan pesawat udara, pengunaan peralatan radio, pengangkutan amunisi atau


(39)

peralatan perang atau barang-barang berbahaya lainnya, pengunaan peralatan foto dan penerbangan dengan pesawat udara dan awak pesawat udara beserta sertifikat-sertifikat dan dokumen yang diperlukan sebagai persyaratannya. Kewenangan negara atas wilayah udaranya bersumber pada Pasal 1 Konvensi Chicago 1944 yang mengakui bahwa setiap negara mempunyai kedaulatan yang utuh dan penuh atas wilayah udara di atas wilayahnya.

Dalam rangka penegakan hukum suatu negara perlu mengetahui seberapa tinggi kedaulatan wilayah udara secara vertikal. Hal ini menjadi masalah karena rezim hukum yang berlaku dalam hukum udara berbeda dengan rezim hukum yang berlaku dalam hukum angkasa. Dalam Pasal II The Outer Space Treaty of

196, dinyatakan bahwa tidak ada suatu negara pun yang berhak menuntut

kedaulatan di ruang angkasa. Sampai saat ini, belum ada kata sepakat secara internasional dimana hukum udara berakhir dan dimana hukum angkasa diawali.

Masalah penentuan batas kedaulatan wilayah udara secara vertikal tersebut sebenarnya sejak awal telah diantisipasi oleh United Nation’s Committee on the Peaceful Uses of Outer Space, tetapi pada saat itu dianggap tidak memerlukan

solusi yang mendesak. Masalah penentuan batas antara udara dengan angkasa semakin mendesak setelah negara-negara katulistiwa menuntut kedaulatan di Geo

Stationary Orbit atau GSO. Pada tahun 1967, terdapat delapan negara-negara

katulistiwa mengklaim GSO merupakan bagian dari wilayah kedaulatan mereka. Tuntutan kedaulatan negara-negara tersebut jelas ditentang oleh negara-negara maju yang berpendapat bahwa GSO berada di angkasa yang tunduk pada hukum angkasa atau space law. Para peserta Deklarasi Bogota 1976 berpendapat bahwa GSO merupakan fenomena alam langka dan spesifik yang tidak dapat dikatakan


(40)

merupakan bagian dari angkasa, karena itu harus diatur secara khusus yang memberi kesempatan yang adil dan berimbang antara negara-negara maju dengan negara-negara berkembang, terutama sekali bagi negara-negara katulistiwa.

Penentuan batas udara dengan angkasa diusulkan berbagai negara dengan kriteria yang berbeda-beda antara lain atas dasar adanya atmosfer, pembagian berdasarkan lapisan-lapisan atmosfer, garis von Karman, orbit satelit terendah, efektivitas pengawasan, pembagian zona angkasa dan udara, teori fungsional, teori gravitasi bumi, ketinggian kemampuan pesawat udara sipil yang dapat melakukan penerbangan. Uni Soviet mengusulkan pada ketinggian 100 km diatas permukaan bumi, Perancis mengusulkan antara 50 mil sampai 80 mil, sedangkan Kanada mengusulkan berdasarkan formula matematika antara 64 hingga 100 km. Menurut teori gravitasi, wilayah kedaulatan udara suatu negara sampai ketinggian tertentu dimana sudah tidak ada daya tarik bumi, sedangkan menurut garis von Karman menyatakan bahwa batas kedaulatan udara suatu negara sampai suatu titik dimana peralatan penerbangan sudah tidak mendapatkan daya aerodinamika. Semua usul tersebut sampai saat ini belum ada kata sepakat secara internasional. Mengingat semua usul tidak dapat diterima secara internasional, maka saat ini berlaku hukum kebiasaan internasional sesuai dengan kemampuan negara tersebut mempertahankan kedaulatannya.22

C. Kedudukan Wilayah Negara Berdasarkan Hukum Internasional

Sesuai dengan Konvensi Montevideo 1933, wilayah negara merupakan salah satu unsur penting dari suatu negara, oleh karena itu tanpa adanya wilayah,

22


(41)

maka tidak akan berdiri suatu negara. Tanpa adanya wilayah, maka tidak akan ada tempat bagi masyarakat suatu negara untuk tinggal. Seperti yang telah dibahas sebelumnya wilayah negara sangatlah penting dan hukum internasional menyadari hal tersebut. Hal ini dapat dilihat dari berbagai konvensi internasional yang di dalamnya terdapat pengaturan-pengaturan mengenai wilayah negara dan juga kedaulatan negara atas wilayahnya sendiri. Dari konvensi-konvensi tersebut, dapat dimengerti bahwa hukum internasional mengakui akan adanya kedaulatan teritorial, dimana suatu negara memiliki kedaulatan penuh atas wilayahnya sendiri beserta hak eksklusif bagi suatu negara untuk menjalankan yurisdiksinya di dalam wilayahnya sendiri. Bahkan telah dibahas sebelumnya, melalui kedaulatan, suatu negara dapat mendapatkan dan atau memperluas wilayahnya. Menurut D.P O’Connell, kedaulatan dan wilayah berkaitan erat karena pelaksanaan kedaulatan didasarkan pada wilayah, sementara S.T. Bernardez, berpendapat bahwa wilayah adalah prasyarat fisik untuk adanya kedaulatan territorial. Dari pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa tanpa adanya wilayah, maka tidak akan ada kedaulatan teritorial yang merupakan salah satu hak negara, sesuai dengan yang tercantum di dalam Konvensi Montevideo 1933.

Untuk melihat bagaimana hukum internasional mengakui dan melindungi kedaulatan teritorial atau kedaulatan suatu negara atas wilayah-wilayahnya, dapat dilihat dari bagaimana kedaulatan suatu negara dalam wilayah udaranya diakui oleh Pasal 1 Konvensi Chicago 1944 yang menyatakan, “The Contracitng States recognize that every state has complete and exclusive sovereignty over the

airspace above its territory,” kemudian bagaimana negara pantai maupun negara yang menyatakan dirinya adalah negara kepulauan dapat melaksanakan


(42)

yurisdiksinya sesuai dengan ketentuan yang sudah diatur di dalam UNCLOS 1982, dimana disebutkan juga land-locked states, yaitu negara-negara tanpa wilayah perairan atau laut. Hukum internasional melarang suatu negara untuk ikut campur terhadap permasalahan yang terjadi dalam suatu wilayah negara lain, dikarenakan kedaulatan eksklusif negara tersebut di dalam wilayahnya sendiri. Oleh karena pengakuan hukum internasional terhadap kedaulatan teritoral, hukum internasional juga cenderung mengatur dan melindungi wilayah negara dikarenakan di dalam wilayah suatu negara terdapat kedaulatan teritorial tersebut yang dimiliki suatu negara. Wilayah negara adalah merupakan batasan dari berlakunya hukum nasional dan internasional. Hukum atau yurisdiksi daripada suatu negara akan dimulai dan harus berakhir di wilayahnya sendiri, kecuali ada kesepakatan-kesepakatan tertentu dengan negara lain. Di luar wilayah suatu negara, akan berlaku hukum nasional daripada negara lain dan hukum internasional. Kejelasan wilayah suatu negara sangatlah penting juga untuk menghindari terjadinya sengketa-sengketa antarnegara yang saling berdekatan atau berbatasan. Hukum internasional tidak menentukan syarat seberapa harus luasnya wilayah suatu negara untuk dapat dianggap sebagai unsur konstitutif suatu negara.23

23

Prof. Dr. Boer Mauna, Hukum Internasional, Pengertian, Peranan dan Fungsi dalam Era Dinamika Global. Bandung: P.T. Alumni. 2011. Hal. 20


(43)

BAB IV

TINJAUAN YURIDIS HUKUM UDARA INTERNASIONAL DALAM KASUS JATUHNYA PESAWAT TEMPUR RUSIA AKIBAT

PENEMBAKAN TURKI

A. Pelanggaran-Pelanggaran Wilayah Udara

Dalam dunia internasional, sering terjadi pelanggaran terhadap kedaulatan di wilayah udara yang terjadi karena berbagai alasan. Kasus pelanggaran udara internasional yang pernah terjadi, misalnya yang pernah dialami oleh pesawat udara EL AL Constellation pada tahun 1955, DC-7 Red Cross pada tahun 1969, DC-8 Alitalia pada tahun 1970, Boeing 727 Libya pada tahun 1973 dan kasus-kasus lain yang terjadi di Congo, Kuba, Angola, Vietnam, Kamboja, Mozambik dan Chad, Boeing 707 Korean Airlines pada tahun 1983 serta Air France pada tahun 1952. Dalam Hukum Udara Internasional, ketentuan yang menyangkut pelanggaran wilayah terdapat di dalam Konvensi Chicago 1944. Menurut Pasal 1 dan Pasal 6 Konvensi Chicago 1944, setiap negara mempunyai kedaulatan penuh atas dan eksklusif atas atas wilayah udara di atasnya. Tidak ada penerbangan berjadwal maupun penerbangan lainnya dapat dilakukan tanpa mendapat izin terlebih dahulu. Pasal lainnya yang berkenaan dengan dengan pelanggaran wilayah udara terdapat dalam Pasal 3 dan 9 Konvensi Chicago 1944.24

Pelanggaran wilayah udara dilakukan oleh berbagai jenis pesawat udara, baik oleh pesawat udara sipil maupun oleh pesawat udara militer. Dalam kasus terjadinya pelanggaran wilayah udara yang dilakukan pesawat sipil pernah

24

Prof. Dr. H. K. Martono, S.H., LLM., Dr. Amad Sudiro S.H. M.H., M.M., Hukum Udara Nasional dan Internasional Publik. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada. 2012. Hal. 71


(44)

dilakukan oleh Korean Airlines. Pada 1 September 1983, pesawat Korean Airlines, dengan nomor penerbangan KL007 ditembak jatuh oleh pesawat udara penyergap Uni Soviet yang menelan korban 269 orang termasuk awak pesawat udaranya meninggal dunia. Kasus penembakan tersebut menimbulkan gelombang kemarahan masyarakat internasional baik dari sisi hukum, ekonomi, maupun kemanusiaan dikemukakan sebagai argumentasi. ICAO juga segera melakukan langkah-langkah yang diperlukan untuk mencegah terulangnya penembakan tersebut dan merekomendasikan negara anggota ICAO untuk menahan diri dari pengunaan senjata terhadap pesawat udara sipil. Penyergapan pesawat udara sipil tetap harus memperhatikan keselamatan penumpang, awak pesawat udara, barang-barang yang diangkut, dan pesawat udaranya.

Sebagai negara berdaulat yang wilayah udaranya dilanggar oleh pesawat udara tanpa izin atau persetujuan terlebih dahulu, negara tersebut wajib memberi peringatan adanya pelanggaran pesawat udara tersebut, memerintahkan agar pesawat udara kembali atau meninggalkan wilayah udara tersebut atau memerintahkan untuk mendarat. Bilamana terjadi pelanggaran wilayah, negara tersebut dapat melakukan proses melalui saluran resmi, supaya negara pendaftar pesawat udara menyampaikan permintaan maaf dan bilamana menimbulkan kerugian dapat menuntut kompensasi atas kerugian yang diderita oleh warga negaranya, tetapi bilamana negara tersebut menggunakan senjata untuk memaksa pesawat udara yang melakukan pelanggaran wilayah, tanpa memberi kesempatan kepada pesawat udara yang melakukan pelanggaran wilayah, tanpa memberi kesempatan kepada pesawat udara kembali ke jalur seharusnya atau untuk mendarat, jelas tindakan negara tersebut melanggar hukum internasional.


(45)

Menurut ajaran atau doktrin hukum tentang bela diri, pengunaan senjata untuk memaksa pesawat udara yang melakukan pelanggaran di wilayah adalah berlebihan dan tidak seimbang dengan ancaman yang dihadapi. Lebih lanjut, tindakan negara tersebut dapat dikatakan menyalahgunakan kekuasaan atau merupakan abuse of power sehingga negara tersebut dapat dituntut oleh negara pendaftar pesawat udara, untuk mengganti kerugian yang diderita oleh penumpang, untuk dan atas nama korban. Dalam kasus demikian, tindakan negara yang menembak pesawat udara sipil, juga bertentangan dengan hukum internasional, khususnya hak-hak asasi manusia, karena penumpang yang tidak bersalah menjadi korban. Di samping itu, penggunaan senjata untuk memaksa pesawat udara sipil tersebut tidak sesuai dengan prinsip “safety first” dari hukum

udara internasional yang tersirat maupun tersurat di dalam Pasal 44 huruf (a) Konvensi Chicago 1944. Negara pendaftar pesawat udara dapat menuntut kerugian yang diderita oleh korban kepada negara yang menyergap dan menembak pesawat udara. Sebenarnya tata cara penyergapan pesawat sipil telah diatur dalam Annex 2 Konvensi Chicago 1944 tanpa menggunakan senjata, tetapi dalam pelaksanaannya sering ditembak oleh pesawat udara militer di udara maupun penembakan dari darat.

Korea saat itu tidak mempunyai hubungan diplomatik dengan Uni Soviet, karena itu Korea menuntut melalui Dewan Keamanan PBB agar Uni Soviet mengadakan investigasi penembakan pesawat udara Boeing 747 dengan nomor penerbangan KL007, Uni Soviet menyampaikan pernyataan maaf kepada Korea, Uni Soviet wajib memberi ganti kerugian, pelaku penembakan harus dipidana dan harus dicegah agar jangan sampai terulang kembali. Jepang juga menuntut Uni


(46)

Soviet untuk dan atas nama 25 warga negara Jepang yang menjadi korban, mengirim surat kepada Uni Soviet yang isinya mengatakan bahwa tindakan penembakan pesawat udara KL007 merupakan tindakan agresi bersenjata tanpa perikemanusiaan, karena itu Uni Soviet harus bertanggung jawab, pemerintah Uni Soviet harus meminta maaf kepada Jepang dan melarang warga negara Jepang terbang ke Uni Soviet. Gelombang protes juga datang dari negara-negara barat seperti Amerika Serikat, Kanada, negara-negara Anggota North Atlantic Treaty

Organization atau NATO, seperti Jerman, Italia, Belgia, Luxemburgo, Spanyol,

serta Denmark yang membatalkan hubungan udara dengan Uni Soviet dan melarang pesawat Aeroflot terbang melalui wilayah udara mereka. Namun demikian, Uni Soviet tutup telinga, bahkan Uni Soviet mengatakan bahwa tindakannya sesuai dengan ketentuan hukum internasional yang dijamin dalam Konvensi Chicago 1944, karena itu berhak mempertahankan wilayahnya terhadap pelanggaran tanpa izin atau persetujuan lebih dahulu, bilamana menuntut ganti rugi, Rusia menyatakan bahwa penuntut seharusnya meminta kepada Korea dan Amerika Serikat karena kedua negara tersebut sengaja melakukan kegiatan mata-mata di atas wilayah udara Turki.25

Pada tahun 1952, pesawat udara milik Air France dalam penerbangannya dari Frankfurt ke Berlin, Jerman dituduh oleh Uni Soviet menyimpang dari rutenya dan melanggar wilayah Jerman timur.dan pada tahun 1955 pesawat udara EL AL Constellation dalam penerbangannya dari London ke Israel melanggar wilayah Bulgaria dan ditembak jatuh oleh pesawat militer MIG-15 Bulgaria. Pada tahun 1962 telah terjadi empat kali penembakan pesawat udara sipil oleh pesawat


(47)

udara Alitalia DC-8 ditembak dengan peluru kendali dekat Damaskus, tetapi pesawat udara dapat mendarat dengan selamat. Pada bulan Februari 1973, pesawat udara Libya Boeing 727 dipaksa mendarat oleh oleh pesawat udara militer Israel karena tidak mematuhi pesawat udara yang menyergap. Pada bulan April 1978, pesawat udara Boeing 707 ditembak oleh Uni Soviet dan terpaksa mendarat di Murmanks dan dua penumpang meninggal dunia. Penembakan pesawat udara sipil yang melanggar wilayah juga dapat dilakukan dari darat seperti terjadi pada 1978-1979 dua pesawat udara jenis Viscount dan HS 748 ditembak oleh gerilya di darat, dan semua penumpangnya meninggal dunia. Selama 21 tahun telah terjadi penembakan pesawat udara dari darat ke udara seperti yang pernah terjadi di Kongo, Kuba, Angola, Vietnam, Kamboja, Mozambik dan Chad.26

Masih sekitar tahun 1950-an, juga terajdi pelanggaran yang dilakukan oleh pesawat militer yang dianggap sebagai state aircraft yang berhubungan dengan Rusia yang dulu masih bernama Uni Soviet. Kala itu, sebuah pesawat udara mata-mata RB-47 jenis Dakota, DC-3 atau C-46 milik Amerika Serikat yang sedang melakukan penerbangan mata-mata di laut lepas Sachalin, digiring oleh pesawat udara militer milik Uni Soviet. Setelah masuk wilayah Uni Soviet, pesawat udara tersebut ditembak jatuh dan penerbangnya diadili menurut hukum Uni Soviet. Pada saat itu Amerika Serikat protes keras terhadap tindakan Uni Soviet karena pesawat tersebut melakukan penerbangan di atas laut lepas dan digiring masuk wilayah Uni Soviet. Hal ini berbeda dengan kasus U-2 pada tahun 1960-an. Pesawat udara mata-mata jenis U-2 milik Amerika Serikat melakukan penerbangan mata-mata di atas wilayah udara Uni Soviet. Pesawat udara yang

26


(48)

mampu terbang pada ketinggian 76.000 kaki tersebut dapat ditembak jatuh oleh militer Uni Soviet dan penerbangnya diadili menurut hukum nasional Uni Soviet. Sikap Amerika Serikat terhadap kasus penembakan U-2 dan RB-47 sangat berbeda. Dalam kasus U-2 Amerika Serikat bungkam karena pengakuan mereka akan kemampuan Uni Soviet untuk mempertahankan kedaulatannya.27

Selanjutnya, juga ada pelanggaran udara yang dilakukan oleh Turki. Tepatnya pada tanggal 8 Oktober 1996, satu unit pesawat tempur F-16 D Block 40 Turki ditembak jatuh oleh rudal R.550 Magic II yang dilepaskan oleh pesawat tempur Mirage 2000 Yunani. Pesawat tempur F-16 Turki yang tertembak jatuh ini adalah bagian dari 4 unit F-4 dan 2 unit F-16 Turki yang sedang sedang berlatih didekat perbatasan dengan wilayah Yunani dan sempat melanggar wilayah udara Yunani. Yunani yang mengirimkan 2 unit pesawat tempur Mirage 2000 untuk mengusir ke-enam unit pesawat tempur Turki ini. Dua unit pesawat tempur F-16 Block 40 Turki ini mengambil sikap melawan terhadap 2 unit pesawat tempur Mirage 2000 Yunani. Dalam pertarungan tersebut, sebuah pesawat tempur Mirage 2000 Yunani yang dipiloti Lt. Grivas menembakkan sebuah rudal Magic IR yang menyebabkan satu dari dua unit F-16 D Block 40 Turki tersebut jatuh. Satu dari dua pilot dalam pesawat tempur ini meninggal dan satu lagi berhasil menyelamatkan diri dengan kursi lontar dan diselamatkan oleh pasukan militer Yunani. Satu unit pesawat tempur F-16 Turki lainnya segera meninggalkan arena pertarungan dan memasuki wilayah udara Internasional.

Peristiwa tertembaknya satu unit pesawat tempur F-16 D Block 40 Turki oleh pesawat tempur Mirage 2000 Yunani membuat ketegangan antar kedua

27


(49)

negara semakin meningkat. Namun kedua negara sepakat untuk merahasiakan kejadian ini dan menyebutkan bahwa penyebab jatuhnya adalah karena masalah Mechanical failure. Tahun 2003, Pemerintah Yunani menyebutkan bahwa pesawat tempur tersebut jatuh sebagai tindakan tegas Yunani atas pelanggaran wilayah udaranya oleh pesawat tempur Turki tersebut. Selanjutnya tahun 2012 yang lalu, pemerintah Turki mengakui bahwa pesawat tempur tersebut jatuh setelah ditembak pesawat tempur Yunani. Selanjutnya pada tanggal 23 Mei 2006, dua unit pesawat tempur F-16 C Block 52 Yunani dikerahkan untuk menghalau satu unit pesawat mata-mata RF-4 dan 2 unit F-16 C Block 52 Turki yang masuk kedalam wilayah FIR Athena, Yunani. Kedua kubu pesawat tempur ini akhirnya saling berhadap-hadapan diatas wilayah Laut Aegean sehingga kedua kubu membuat manuver berbahaya untuk mengusir lawannya. Dalam manuver berbahaya antara kedua kubu ini, terjadi tabrakan maut yang melibatkan 1 unit F-16 C Block 52 Turki dengan 1 unit F-F-16 C Block 52 Yunani. Kedua pesawat tempur ini akhirnya jatuh kelaut. Pilot pesawat tempur F-16 Turki, seorang Letnan yang bernama Halil Ibrahim Ozdemir berhasil menyelamatkan diri menggunakan kursi pelontar dan akhirnya diselamatkan oleh pasukan militer Yunani. Sedangkan pilot pesawat tempur F-16 Yunani dikabarkan gugur akibat tabrakan ini. Turki dan Yunani memang adalah dua negara bertetangga yang memiliki konflik perbatasan yang cukup panjang dan menegangkan. Tidak jarang konflik kepentingan dan klaim wilayah menyebabkan militer kedua negara harus berhadapan meski dalam skala yang tidak besar. Cukup sering terjadi pelanggaran wilayah udara Yunani yang dilakukan pesawat tempur Turki dan sebaliknya.28

28


(50)

B. Kasus Jatuhnya Pesawat Tempur Rusia Akibat Penembakan Turki

Pada tanggal 22 Juni 2012, pesawat militer phantom RF-4E Turki yang kala itu sedang melakukan latihan penerbangan dan uji radar ditembak jatuh oleh Suriah tanpa adanya peringatan terlebih dahulu. Kedua pilot yang menerbangkan pesawat tersebut terbunuh dan kemudian dikembalikan jenazahnya kepada Turki. Presiden Turki yang kala itu masih menjabat sebagai Perdana Menteri, Recep Tayyip Erdogan, sebagai tanggapan atas kejadian yang menimpa Turki tersebut, menyatakan bahwa Suriah telah menjadi ancaman terbuka bagi Turki dan lebih jauh lagi mengungkapkan juga bahwa Turki tidak menembak helikopter Suriah yang menyasar masuk ke wilayah udara Turki. Erdogan kemudian menyatakan bahwa Turki merubah rules of

engagement mereka yang menyangkut ancaman perbatasan, baik perbatasan darat

dan udara. Erdogan menyatakan bahwa Turki akan menganggap semua hal yang bersangkutan dengan militer yang datang dari wilayah Suriah sebagai ancaman terhadap keamanan Turki. Sebagai hasilnya, hubungan Suriah dan Turki pun memanas. Suriah sendiri kini sedang dilanda perang saudara antar kelompok pemberontak dengan pemerintah Suriah dan Rusia adalah merupakan salah satu negara yang terlibat secara langsung dalam konflik tersebut.29

Pada tanggal 30 September 2015, Rusia memulai serangan udara mereka terhadap the Islamic State of Iraq and the Levant atau ISIL dan pasukan-pasukan anti pemerintahan lain. Pada awal bulan Oktober, Turki dan NATO menyatakan keberatan mereka mengenai perlakuan Rusia yang melanggar wilayah udara mereka. Dewan Keamanan Rusia mengakui bahwa pesawat Su-30 Rusia telah

http://pesawattempur.com/read/36/Pertarungan_Pesawat_Tempur_Turki_Melawan_Yunani

29


(1)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa, karena atas berkat dan karunia-Nya, penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi yang berjudul ini “Tinjauan Yuridis Hukum Udara Internasional Dalam Kasus Jatuhnya Pesawat Tempur Rusia Akibat Penembakan Turki” sesuai dengan harapan. Latar belakang penulisan skripsi ini tidaklah semata-mata demi kelulusan kegiatan akademik saja, bukan hanya demi mendapatkan gelar Sarjana Hukum semata, tetapi juga dikarenakan penulis juga ingin mengkaji dan memberikan pemikiran-pemikiran dan gagasan penulis tentang perkembangan penghormatan kedaulatan dari suatu negara yang mendapat sorotan dalam masyarakat internasional serta mengenai pelanggaran terhadap wilayah udara suatu negara yang dilakukan oleh pesawat udara negara yakni, pesawat udara militer dan pelanggaran yang dilakukan oleh Rusia terhadap Turki. Penulis sadar bahwa dalam penyusunan skripsi ini masih ada banyak kesalahan dan ketidaksempurnaan, baik yang disebabkan oleh keterbatasan kemampuan penulis maupun oleh perkembangan hukum internasional yang pesat dan luas mengenai isu pesawat siluman tersebut sehingga suatu karya tulis yang statis sering menemui kesulitan untuk menggambarkan perkembangan yang sebegitu dinamis secara lengkap dan akurat. Oleh karena itu, kritik dan saran yang bersifat membangun dari pihak mana pun sangat diharapkan oleh penulis demi kesempurnaan isi skripsi ini. Dengan penuh rasa hormat, penulis juga berterima kasih kepada semua pihak yang telah memberikan banyak bantuan dan dukungan-dukungan selama proses penulisan skripsi dan dalam kehidupan penulis, yakni:


(2)

1. Prof. Dr. Runtung Sitepu, S.H., M.Hum, selaku Dekan Universitas Sumatera Utara (USU) Medan;

2. Prof. Dr. Budiman Ginting, S.H., M.Hum. selaku Dekan Fakultas Hukum USU, beserta seluruh jajaran pimpinan Fakultas Hukum USU;

3. Ibu Chairul Bhariah, S.H., M.Hum selaku Ketua Departemen Hukum Internasional Fakultas Hukum USU dan Dosen Pembimbing I penulis;

4. Bapak Dr.Jelly Leviza, S.H., M.Hum selaku Sekretaris Departemen Hukum Internasional;

5. Bapak Sutiarnoto, S.H., M.Hum selaku Dosen Pembimbing II penulis; 7. Prof. Dr. Tan Kamello, S.H., M.S. selaku dosen wali penulis;

8. Seluruh civitas Fakultas Hukum USU: jajaran staf administrasi dan seluruh pegawai Fakultas Hukum USU lainnya;

9. Kedua orang tua penulis yang tercinta, ayah saya tercinta, W. Hutagalung dan ibu saya tercinta, M. Widjajakusuma, serta juga kepada adik-adik, Fania Hutagalung, Gabriella Hutagalung dan adik bungsu penulis yang tersayang, Hosea Hutagalung;

10. Teman-teman seangkatan dan seperjuangan 2010 di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, Adi Satrio, Arif Budiman, Dandy Rizkian Tarigan, Davin Suranta Ginting, Fadli Kurnia Silalahi, Farel Dave Novrendo, Hizkia Tongam Purba, Mirza Hutajulu, Ozui Telaumbanua, Rendi Utama Sembiring, Rendy Maulana Fawzi, Syaid Mustafa Siregar, Tengku Juanda, Tengku Mahmood Al-Rasjid, Yogi Agussalam, beserta juga teman-teman seangkatan 2010 lain, terutama semua teman-teman grup F 2010 yang belum disebutkan namanya disini atas kebersamaan yang telah diberikan yang membuat waktu penulis selama


(3)

menuntut ilmu di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara menjadi lebih bermakna;

11. Teman-teman satu departemen, Ahmad Soraya, Arko Tarigan, Paul Brena Tarigan, Sakafa Guraba beserta juga seluruh keluarga besar International Law Students Association atau ILSA 2010 dari Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara dimana pun mereka berada yang juga telah banyak membantu penulis dalam menambah wawasan penulis, beserta juga kebersamaan yang diberikan semasa masih bersama-sama menuntut ilmu di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara tercinta ini;

12. Teman-teman dari tempat penulis menetap untuk sementara selama di Medan, Alvin Hogan Situmorang, Bayu Oryan Hasibuan, Brian Abel, Goklas Reinhard Purba, Josua Gordon, Krisna Buana, Muhammad Iqbal Muslim, Pasaribu Putra Octian, Yohanes Dwi Nugroho serta semua teman-teman indekost yang belum disebutkan namanya disini yang semuanya sama-sama meninggalkan tempat tinggal masing-masing untuk merajut pendidikan di Medan yang juga telah memberi penulis semangat dan dukungan, dalam menyelesaikan penulisan skripsi ini dan menuntaskan pendidikan di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara yang tercinta ini;

13. Teman-teman penulis, Dimas Fajar Prasetyo, Gian Valderama, Haruka Okawa, Kenneth Murwanto, Luthfi Subekti dan Raihan Soemiatno di Jakarta dan dimana pun mereka berada atas semangat dan dukungan yang diberikan selama penulis menuntut ilmu di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara;

14. Serta pihak-pihak lain yang telah membantu penulisan skripsi ini yang belum dan tidak mungkin dapat disebutkan satu per satu;


(4)

Akhir kata, semoga karya tulis ini dapat memberikan manfaat seluas-luasnya bagi kita semua. Terima Kasih.

Medan, 23 April 2016 Hormat Penulis,


(5)

DAFTAR ISI Halaman Judul

Halaman Pengesahan Abstraksi

Kata Pengantar Daftar Isi

Bab I: Pendahuluan

A. Latar Belakang Masalah...1

B. Rumusan Masalah...5

C. Tujuan Penilitian...5

D. Manfaat Penulisan...6

E. Metode Penelitian...7

F. Sistematika Penulisan...8

Bab II: Tinjauan Umum Hukum Udara Internasional Menurut Konvensi Chicago 1944 A. Sejarah Hukum Udara Internasional...11

B. Sumber-Sumber Hukum Udara Internasional...30

C. Instrumen Hukum Udara Internasional...35

Bab III: Kedudukan Wilayah Negara Menurut Hukum Internasional A. Negara Dalam Hukum Internasional...40

B. Batas dan Wilayah Negara Menurut Hukum Internasional...57

C. Kedudukan Wilayah Negara Menurut Hukum Internasional...75

Bab IV: Tinjauan Yuridis Hukum Udara Internasional Dalam Kasus Jatuhnya Pesawat Tempur Rusia Akibat Penembakan Turki


(6)

A. Pelanggaran-Pelanggaran Wilayah Udara...78 B. Kasus Jatuhnya Pesawat Tempur Rusia Akibat Penembakan

Turki...85 C. Tinjauan Yuridis Hukum Udara Internasional Dalam Kasus Jatuhnya

Pesawat Tempur Rusia Akibat Penembakan Turki...93

Bab V: Penutup

A. Kesimpulan...100 B. Saran...102