Alat-Alat Bahan-Bahan KESIMPULAN Sintesis Basa Schiff Dari Hasil Kondensasi Etilendiamin Dan Anilina Dengan Senyawa Aldehida Hasil Ozonolisis Metil Oleat Serta Pemanfaatannya Sebagai inhibitor Korosi Pada Logam Seng

BAB 3 METODE PENELITIAN

3.1. Alat-Alat

Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah : - Ozonisator AOSN - Gelas Erlenmeyer 1000 ml Pyrex - Labu leher tiga 1000 ml Pyrex - Labu leher tiga 250 ml Pyrex - Gelas ukur 100 ml Pyrex - Gelas ukur 10 ml Pyrex - Labu takar1000 ml Pyrex - Labu takar 250 ml Pyrex - Labu takar 50 ml Pyrex - Kondensor bola Pyrex - Alat vakum Fison - Botol Akuades - Statif dan klem - Neraca analitis Shimadzu - Hotplate stirrer Fisons - Spektrofotometer FT-IR Shimadzu - Rotarievaporator Heidolph - Tabung reaksi Pyrex - Termometer 210 o C Fisons - Corong Pyrex - Corong Penetes Pyrex - Stopper Pyrex - Tabung CaCl 2 Pyrex - Spatula Universitas Sumatera Utara - Pipet tetes - Desikator - Kertas saring - Teflon - Bola karet

3.2. Bahan-Bahan

Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah : - Asam oleat Teknis - N-heksana p.a E’merck - Na 2 SO 4 anhidrous p.a E’merck - Benzena p.a E’merck - Asam Sulfat p.a E’merck - Kalium Iodida p.a E’merck - Metanol p.a E’merck - Etilendiamina p.a E’merck - Anilina p.a E’merck - Serbuk Zn - Asam Asetat p.a E’merck - Asam Klorida p.a E’merck - CaCl 2 Anhidrous p.aE’merck - Akuades - Asam Klorida p.aE’merck - Es Batu - Pereaksi Fehling - Pereaksi Tollens Universitas Sumatera Utara

3.3. Prosedur Penelitian

3.3.1. Pembuatan Reagen

3.3.1.1. Pembuatan Larutan KI 5

Ditimbang KI sebanyak 5 gram dan dilarutkan dengan akuades dalam labu takar 100 ml sampai garis batas.

3.3.1.2. Pembuatan Larutan K

2 Cr 2 O 7 0,1 N Ditimbang 14,7 gram kristal K 2 Cr 2 O 7 dilarutkan dengan akuades dan diencerkan dalam labu takar 500 ml sampai garis batas.

3.3.1.3. Pembuatan Larutan Na

2 S 2 O 3 0,1 N Ditimbang 6,25 gram kristal Na 2 S 2 O 3 .5H 2 O dilarutkan dengan akuades dan diencerkan dalam labu takar 250 ml sampai garis tanda lalu distandarisasi dengan larutan K 2 Cr 2 O 7 0,1 N menggunakan indikator amilum mengikuti titrasi iodometri.

3.3.1.4. Pembuatan CH

3 COOH 20 Sebanyak 20 ml CH 3 COOH glasial dilarutkan dengan akuades dalam labu takar 100 ml sampai garis batas. Universitas Sumatera Utara

3.3.1.5. Pembuatan Indikator Amilum

Ditimbang 1 gram serbuk amilum dan dilarutkan dengan 100 ml akuades dan dipanaskan sambil diaduk diatas pemanas hingga mendidih dan disaring dalam keadaan panas.

3.3.2. Pembuatan Metil Oleat Campuran dari Asam Oleat Campuran

Sebanyak 100 ml asam oleat campuran dimasukkan kedalam labu leher dua 1000 ml, kemudian ditambahkan 120 ml metanol absolut dan 120 ml benzena. Dirangkai alat refluks yang dilengkapi dengan tabung CaCl 2 . Kemudian sambil diaduk diteteskan 2 ml H 2 SO 4p secara perlahan-lahan melalui corong penetes dalam keadaan dingin, campuran direfluks pada suhu 80-90 ⁰C selama 5 jam. Kemudian didinginkan hingga mencapai suhu kamar. Kemudian diuapkan kelebihan metanol dan pelarut melalui rotarievaporator. Residunya diekstraksi dengan 100 ml n-heksan, dicuci dengan 10 ml aquadest sebanyak 2 kali. Lapisan atas dikeringkan dengan CaCl 2 anhidrous selama 1 jam kemudian disaring, filtrat dilanjutkan pengeringan dengan Na 2 SO 4 anhidrous kemudian disaring. Filtrat yang diperoleh diuapkan dengan menggunakan rotarievaporator. Metil ester yang diperoleh dianalisis melalui Kromatografi Gas, spektrofotometer FT-IR dan penentuan nilai bilangan iodin.

3.3.3. Ozonolisis Metil Oleat Campuran membentuk Campuran Aldehida Turunan Metil Oleat.

Sebanyak 200 ml metil oleat campuran dimasukkan kedalam gelas Erlenmeyer 1000 ml yang berisi pelarut metanol. Ditambahkan 100 ml KI 5 kedalam metil oleat campuran tersebut, kemudian diaduk. Dimasukkan selang alat ozonolisis kedalam gelas Erlenmeyer tersebut. Diozonolisis pada suhu ≤10 o C selama 20 jam hingga diperoleh ozonida. Direduksi dengan 5 g Zn dalam 200 ml asam asetat Universitas Sumatera Utara encer , kemudian diaduk selama ±15 menit. Dipisahkan Zn dengan cara penyaringan dan asam asetat dicuci dengan akuades kemudian diuapkan dengan destilasi vakum sehingga diperoleh aldehida turunan metil oleat, kemudian diuji dengan pereaksi Fehling, pereaksi Tollens, dan dilanjutkan dianalisis dengan Spektroskopi FT-IR serta penentuan nilai bilangan iodin. 3.3.4. Sintesis Basa Schiff dari Campuran Aldehida Turunan Metil Oleat yang diikuti Kondensasi dengan Etilendiamin Basa Schiff I Basa Schiff dipersiapkan dengan kondensasi campuran aldehida turunan metil oleat sebanyak 10 g 0,0838 mol dilarutkan dengan 20 ml toulena, dimasukkan kedalam labu leher dua ukuran 250 ml. Dirangkai alat refluks yang dilengkapi dengan magnetik bar, termometer, dan perangkap air. Selanjutnya diteteskan etilendiamin sebanyak 4 g 0,0666 mol melalui corong penetes secara perlahan- lahan kedalam campuran tersebut. Kemudian direfluks pada suhu 115-120 o C selama 4 jam sambil diaduk. Selanjutnya pelarut dan kelebihan etilendiamin diuapkan dengan destilasi vakum. Hasil yang diperoleh dianalisis dengan menggunakan Spektroskopi FT-IR dan penentuan nilai bilangan iodin. 3.3.5. Sintesis Basa Schiff dari Campuran Aldehida Turunan Metil Oleat yang diikuti Kondensasi dengan Anilina Basa Schiff II Basa Schiff dipersiapkan dengan kondensasi campuran aldehida turunan metil oleat 10 g 0,0838 mol dilarutkan dengan 20 ml toulena, dimasukkan kedalam labu leher dua ukuran 250 ml. Dirangkai alat refluks yang dilengkapi dengan magnetik bar, termometer, dan perangkap air. Selanjutnya diteteskan anilina sebanyak 11 g 0,1182 mol melalui corong penetes secara perlahan-lahan kedalam campuran tersebut. Kemudian direfluks pada suhu 115-120 o C selama 4 jam sambil diaduk. Selanjutnya pelarut dan kelebihan anilina diuapkan dengan destilasi vakum. Hasil yang diperoleh dianalisis dengan menggunakan Spektroskopi FT-IR dan penentuan nilai bilangan iodin. Universitas Sumatera Utara

3.3.6. Analisa Bilangan Iodin

Analisis ini dilakukan terhadap asam oleat campuran, metil oleat campuran, campuran aldehida turunan metil oleat , Basa Schiff hasil kondensasi campuran aldehida turunan metil oleat dengan etilendiamin Basa Schiff I, dan Basa Schiff hasil kondensasi campuran aldehida turunan metil oleat dengan anilina Basa Schiff II.Ditimbang sampel sebanyak ± 0,2 gram kedalam gelas Erlenmeyer 250 ml yang bertutup lalu ditambahkan 20 ml sikloheksana kemudian dikocokdiguncang untuk memastikan sampel telah benar-benar larut. Ditambahkan larutan Wijs kedalam gelas Erlenmeyer sebanyak 25 ml kemudian ditutup dan dikocok agar campuran telah benar-benar bercampur dan disimpan bahan tersebut dalam ruang gelap selama ± 30 menit. Diambil bahan tersebut dari tempat penyimpanan dan ditambahkan 25 ml larutan KI 10 dan 150 ml air suling. Dititrasi dengan larutan Na 2 S 2 O 3 0,1 N sampai warna kuning hampir hilang kuning pucat. Ditambahkan 1-2 ml indikator amilum kedalamnya dan dititrasi kembali sampai warna biru hilang. Dilakukan hal yang sama terhadap larutan blanko dan dihitung dengan : Bilangan iodin = B-S x N x 12,69 Massa sampel gram Dimana : B= Volume titrasi blanko ml S= Volume titrasi sampel ml N= Normalitas Na 2 S 2 O 3 Universitas Sumatera Utara

3.3.7. Penentuan Efisiensi Inhibitor

3.3.7.1. Persiapan Spesimen

Spesimen atau sampel seng dibuat dengan panjang 5 cm dan lebar 1,5 cm dihaluskan permukaannya dengan menggunakan ampelas besi. Permukaaan yang telah halus ini dicuci dengan akuades dan dikeringkan kemudian ditimbang beratnya.

3.3.7.2. Pembuatan Larutan Induk Media Korosif

Larutan media korosi HCl 0,1 N dibuat dengan cara mengencerkan 8,3 mL HCl 37 dalam labu takar ukuran 1000 mL sampai tanda batas dengan aquadest.

3.3.7.3. Pembuatan Larutan Induk Inhibitor

Larutan inhibitor korosi Basa Schiff 10.000 ppm dengan pelarut larutan HCl 0,1 M. Larutan tersebut dibuat dengan cara melarutkan 1 g Basa Schiff turunan etilendiamin dengan HCl 0,1 M dalam labu takar 100 ml sampai garis batas. Larutan inhibitor yang diinginkan dibuat dengan cara mengencerkan larutan induk 10.000 ppm menggunakan larutan HCl 0,1M dengan variasi larutan inhibitor 1000 ppm, 3000 ppm, 5000 ppm, dan 7000 ppm. 3.3.7.4.Uji Efisiensi Inhibitor Larutan perendaman lempeng seng diambil dari larutan inhibitor 1000 ppm sebanyak 50 ml dimasukkan kedalam wadah kaca. Lempeng seng yang telah diamplas direndam dalam larutan tersebut selama 24 jam. Lempeng seng diangkat Universitas Sumatera Utara dari media korosi, dicuci secara hati-hati dengan menggunakan sikat halus dan lembut, kemudian dibiarkan kering selama 5 menit dan ditimbang berat akhirnya. Dan efisiensi inhibitor dihitung dengan persamaan : EI = W0 – W1 W0 X 100 Dimana, EI = Efisiensi Inhibitor W = kehilangan berat tanpa menggunakan inhibitor W 1 = Kehilangan berat menggunakan inhibitor Sebagai pembanding kontrol digunakan larutan tanpa penambahan inhibitor. Dengan prosedur yang sama seperti diatas dilakukan untuk variasi konsentrasi larutan 3000 ppm, 5000 ppm dan 7000 ppm dan waktu perendaman 48, 72, 96, dan 120 jam demikian juga uji effisiensi inhibitor untuk asam oleat campuran, metil oleat campuran, campuran aldehida turunan metil oleat, etilendiamin, anilina, Basa Schiff I dan Basa Schiff II.

3.3.8. Analisis dengan Spektroskopi FT- IR

Untuk masing-masing sampel yaitu asam oleat campuran, metil oleat campuran, campuran aldehida turunan metil oleat, etilendiamin, anilina, Basa Schiff I dan Basa Schiff II yang berwujud cair dioleskan pada plat NaCl hingga terbentuk lapisan tipis yang kemudian diukur absorbansinya dengan alat spektrofotometer FT-IR. Universitas Sumatera Utara 3.4. Bagan Penelitian 3.4.1. Pembuatan Metil Oleat Campuran 100 ml asam oleat campuran Dimasukkan kedalam labu leher dua ukuran 1000 ml Ditambahkan 120 ml Metanol absolut Ditambahkan 120 ml benzena Dirangkai alat refluks yang dilengkapi dengan tabung CaCl 2 Ditambahkan 1,5 ml H 2 SO 4p secara perlahan-lahan melalui corong penetes Direfluks selama 5 jam sambil diaduk Campuran Didinginkan pada suhu kamar Diuapkan kelebihan metanol dan pelarut dengan rotarievavorator Residu Diekstraksi dengan 100 ml n-Heksan Dicuci dengan akuades sebanyak dua kali masing-masing 10 ml Lapisan n-Heksan Dikeringkan dengan CaCl 2 anhidrous selama 1 jam Disaring Lapisan n-Heksan Dikeringkan dengan Na 2 SO 4 anhidrous selama 1 jam Disaring Lapisan n-Heksan Dirotarievavorasi hingga pelarutnya habis Analisa FT-IR Residu Residu Destilat Residu Metil oleat campuran Penentuan nilai bilangan iodin Analisis Kromatografi Gas diukur volume akhir diuji Universitas Sumatera Utara

3.4.2. Ozonolisis Metil Oleat Campuran Membentuk Campuran Aldehida Turunan Metil Oleat

200 mL metil oleat campuran dimasukkan kedalam gelas Erlenmeyer 500 mL ditambahkan 100 mL KI 5 diaduk hingga merata dimasukkan selang alat Ozonolisis kedalam gelas Erlenmeyer tersebut ditutup sampai rapat diozonolisis pada suhu ± 10 o C selama 20 jam Campuran ditambahkan 5 g serbuk Zn ditambahkan 200 mL asam asetat encer diaduk selama ±15 menit disaring dengan corong vakum Filtrat Residu diuapkan asam asetat dengan destilasi vakum Hasil diuji Pereaksi Fehling Pereaksi Tollens Analisa FT-IR dicuci dengan akuades bilangan iodin ditambahkan 50 ml metanol diukur volume endapan merah bata + cermin perak + Universitas Sumatera Utara 3.4.3. Sintesis Basa Schiff dari Campuran Aldehida Turunan Metil Oleat yang diikuti Kondensasi dengan Etilendiamin Basa Schiff I 10 g 0,0838 mol campuran aldehida turunan metil oleat dilarutkan dengan 20 ml toluena dimasukkan kedalam labu leher dua ukuran 250 ml dirangkai alat refluks yang dilengkapi dengan magnetik bar, termometer, tabung CaCl 2 , dan perangkap air ditambahakan 4 g 0,0666 mol etilendiamin melalui corong penetes secara perlahan-lahan sambil diaduk direfluks selama 4 jam pada suhu 115-120 o C Campuran diuapkan pelarut dan kelebihan etilendiamin dengan destilasi vakum Residu Destilat FT-IR uji bilangan iodin efisiensi inhibitor korosi ditimbang hasil diuji Universitas Sumatera Utara 3.4.4. Sintesis Basa Schiff dari Campuran aldehida metil oleat yang diikuti kondensasi dengan anilina Basa Schiff II 10 g 0,0838 mol campuran aldehida turunan metil oleat dilarutkan dengan 20 ml toluena dimasukkan kedalam labu leher dua ukuran 250 ml dirangkai alat refluks yang dilengkapi dengan magnetik bar, termometer, tabung CaCl 2 , dan perangkap air ditambahakan 11 g 0,1182 mol anilina melalui corong penetes secara perlahan-lahan sambil diaduk direfluks selama 4 jam pada suhu 115-120 o C Campuran diuapkan pelarut dan kelebihan anilina dengan destilasi vakum Residu Destilat FT-IR uji bilangan iodin efisiensi inhibitor korosi ditimbang hasil diuji Universitas Sumatera Utara 3.4.5. Pembuatan variasi konsentrasi campuran larutan induk inhibitor dan larutan korosif sebagai media perendaman 1 g Basa Schiff dimasukkan kedalam labu takar 100 ml ditambahkan HCl 0,1 N sampai tanda batas dihomogenkan Basa Schiff 10.000 ppm diencerkan kembali dengan HCl 0,1 N dalam labu takar 50 ml untuk membuat variasi konsentrasi 1.000 ppm gelas I 3.000 ppm gelas II 5.000 ppm gelas III 7.000 ppm gelas IV Universitas Sumatera Utara

3.4.6. Penentuan Effisiensi Inhibitor korosi

Lempeng Seng ukuran 5 cm x 1,5 cm dihaluskan permukaannya dengan ampelas besi dicuci dengan akuades dan dikeringkan pada suhu kamar ditimbang beratnya berat awal dimasukkan kedalam wadah yang berisi media perendaman Basa Schiff 1000 ppm dibiarkan lempeng seng terendam selama 24 jam diangkat dan dicuci secara hati-hati dengan menggunakan sikat halus dan lembut dikeringkan pada suhu kamar ditimbang berat akhirnya dihitung efisiensi inhibitor korosinya Hasil Sebagai kontrol pembanding dilakukan juga perendaman lempengan seng dalam larutan korosif tanpa penambahan larutan inhibitor dengan variasi waktu yang sama yaitu 24, 48, 72, 96 dan 120 jam. Dilakukan prosedur yang sama untuk variasi konsentrasi 3000, 5000 dan 7000 ppm dan variasi waktu perendaman 24, 48, 72, 96 dan 120 jam demikian juga untuk penentuan efisiensi inhibitor korosi untuk asam oleat campuran, metil oleat campuran, campuran aldehida turunan metil oleat, etilendiamin, anilina, Basa Schiff I dan Basa Schiff II. Universitas Sumatera Utara BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1.Hasil Penelitian

4.1.1. Pembuatan Metil Oleat Campuran melalui Reaksi Esterifikasi

Metil oleat campuran diperoleh dari hasil esterifikasi antara asam oleat campuran dengan metanol absolut dalam pelarut benzena menggunakan katalis asam sulfat pekat pada suhu 80-90 o C. Volume rata-rata metil oleat campuran yang diperoleh yaitu 93,2 ml. Spektrum FT-IR dari campuran metil oleat campuran memberikan puncak-puncak serapan kimia pada bilangan gelombang 3010 cm -1 , 2924,09 cm -1 , 2854,65 cm -1 , 2681,91 cm -1 , 2345,44 cm -1 , 1743,65 cm -1 , 1651,07 cm -1 , 1442,75 cm -1 , 1365,6 cm -1 , 1242,16 cm -1 , 1172,72 cm -1 , 1018,41 cm -1 , 848,68 cm -1 , 725,23 cm -1 , 617,22 cm -1 Gambar 4.1. Gambar 4.1. Spektrum FT-IR Metil Oleat Campuran Universitas Sumatera Utara Asam oleat yang digunakan masih tercampur dengan asam lemak lainnya dengan komposisi kemurnian berdasarkan hasil analisis kromatografi gas terhadap metil oleat campuran memberikan kromatogram Lampiran 1 kandungan asam lemak seperti pada Tabel 4.1. Tabel 4.1. Komposisi asam lemak pada asam oleat campuran. Asam lemak Rantai karbon Kandungan Asam lemak jenuh Asam heptanoat C 8:0 0.0272 Asam dekanoat C 10:0 1.3361 Asam laurat C 12:0 1.2191 Asam miristat C 14:0 0.5739 Asam pentadekanoat C 15:0 0.0126 Asam palmitat C 16:0 4.8758 Asam heptadekanoat C 17:0 0.0361 Asam stearat C 18:0 2.3515 Asam eikosanoat C 20:0 0.1913 Asam dokosanoat C 22:0 0.0362 Asam tetrakosanoat C 24:0 0.1841 Asam lemak tak jenuh Asam palmitoleat C 16:1 0.3523 Asam cis-10-heptadekanoat C 17:1 0.0270 Asam oleat C 18:1 74.4861 Asam linoleat C 18:2 13.5787 Asam linolenat C 18:3 0.8428 Asam -9-eikosenoat C 20:1 0.3767 Asam erukat C 22:1 0.1499

4.1.2. Ozonolisis Metil Oleat Campuran membentuk Campuran Adehida

Turunan Metil Oleat Senyawa aldehida turunan metil oleat diperoleh dari hasil ozonolisis metil oleat campuran dengan adanya ozon yang bereaksi terhadap gugus alkena pada suhu Universitas Sumatera Utara ≤ 10 o C kemudian dihidrolisis dengan menggunakan serbuk Zn dalam asam asetat. Dari 200 ml metil oleat campuran yang digunakan diperoleh aldehida turunan metil oleat sebanyak 137 ml. Hasil aldehida kemudian diuji dengan pereaksi Fehling yang akan menghasilkan endapan berwarna merah bata Cu 2 O s . Uji lainnya terhadap senyawa aldehida yaitu uji dengan pereaksi Tollens yang akan menghasilkan endapan berupa cermin perak Ag s . Spektrum FT-IR dari campuran aldehida turunan metil oleat memberikan puncak-puncak serapan kimia pada bilangan gelombang 3464,15 cm -1 , 2924,09 cm -1 , 2854,65 cm -1 , 2677,2 cm -1 , 2337,72 cm -1 , 2090,84 cm -1 , 1975,11 cm -1 , 1743,65 cm -1 , 1604,77 cm -1 , 1442,75 cm -1 , 1365,6 cm -1 , 1172,72 cm -1 , 1111 cm -1 , 1018,41 cm -1 , 840,96 cm -1 , 725,23 cm -1 , 370,33 cm -1 , 339,47 cm -1 , 308,61 cm -1 Gambar 4.2 Gambar 4.2. Spektrum FT-IR Campuran Aldehida Turunan Metil Oleat Campuran 4.1.3. Sintesis Basa Schiff dari Campuran Aldehida Turunan Metil Oleat dengan Etilendiamin Basa Schiff I. Basa Schiff ini dihasilkan dari reaksi kondensasi antara campuran aldehida turunan metil oleat dengan etilendiamin sebagai sumber amina primer dalam pelarut toluena yang direfluks pada suhu 115- 120 o C selama 4 jam. Hasil dari reaksi ini kemudian dimurnikan dengan cara pemisahan kelebihan etilendiamin dan pelarut yang berlebih melalui destilasi vakum sehingga diperoleh Basa Schiff Universitas Sumatera Utara campuran. Dari hasil analisa Basa Schiff menggunakan Spektroskopi FT-IR diperoleh spektrum dengan puncak-puncak daerah serapan pada bilangan gelombang 3302,13 cm -1 , 3070,68 cm -1 , 2924,09 cm -1 , 2854,65 cm -1 , 2684,91 cm - 1 , 2337,72 cm -1 , 2175,7 cm -1 , 2075,41 cm -1 , 1743,65 cm -1 , 1635,64 cm -1 , 1442,75 cm -1 , 1242,16 cm -1 , 1172,72 cm -1 , 1111 cm -1 , 1018,41 cm -1 , 848,68 cm -1 , 725,23 cm -1 , 594,08 cm -1 Gambar 4.3.. Gambar 4.3. Spektrum FT-IR Basa Schiff I. 4.1.4. Sintesis Basa Schiff dari Campuran Aldehida Turunan Metil Oleat dengan Anilina Basa Schiff II. Basa Schiff ini dihasilkan dari reaksi kondensasi antara campuran aldehida turunan metil oleat dengan anilina sebagai sumber amina primer dalam pelarut toluena yang direfluks pada suhu 115- 120 o C selama 4 jam. Hasil dari reaksi ini kemudian dimurnikan dengan cara pemisahan kelebihan anilina dan pelarut yang berlebih melalui destilasi vakum sehingga diperoleh Basa Schiff campuran. Dari hasil analisa Basa Schiff menggunakan Spektroskopi FT-IR diperoleh spektrum dengan puncak-puncak daerah serapan pada bilangan gelombang 3379,29 cm -1 , 2924,09 cm -1 , 2854,65 cm -1 , 2731,2 cm -1 , 2677,2 cm -1 , 2337,72 cm -1 , 2175,7 cm - 1 , 2067,69 cm -1 , 1944,25 cm -1 ,1743,65 cm -1 , 1651,07 cm -1 , 1597,06 cm -1 , 1442,75 cm -1 , 1365,6 cm -1 , 1242,16 cm -1 , 1172,72 cm -1 , 1018,41 cm -1 , 848,68 cm -1 , 725,23 cm -1 , 601,79 cm -1 , 501,49 cm -1 Gambar 4.4.. Universitas Sumatera Utara Gambar 4.4. Spektrum FT-IR Basa Schiff II.

4.1.5. Penentuan Bilangan Iodin.

Penentuan bilangan iodin dilakukan terhadap asam oleat campuran, metil oleat campuran, campuran aldehida turunan metil oleat, Basa Schiff I dan Basa Schiff II yang diperoleh, masing-masing nilai bilangan iodin untuk senyawa ini ditunjukkan pada tabel 4.2. Universitas Sumatera Utara Tabel 4.2. Hasil uji bilangan iodin pada asam oleat campuran, metil oleat campuran, campuran aldehida turunan metil oleat, Basa Schiff I dan Basa Schiff II. Sampel Bilangan Iodin Asam oleat campuran 115,78 Metil oleat campuran 110,85 Campuran aldehida turunan metil oleat 88.03 Basa Schiff I 109.98 Basa Schiff II 168.71

4.1.6. Penentuaan Efisiensi Inhibitor Korosi.

Pengujian efisiensi inhibitor korosi dilakukan dengan perendaman lempeng seng dalam larutan media korosi HCl 0,1 N dengan penggunaan inhibitor yaitu asam oleat campuran, metil oleat campuran, campuran aldehida turunan metil oleat, etilendiamin, anilina, Basa Schiff I, Basa Schiff II dan tanpa penggunaan inhibitor. Variasi inhibitor yang digunakan yaitu 1000 ppm, 3000 ppm, 5000 ppm, 7000 ppm, dan variasi waktu yang digunakan yaitu 24 jam, 48 jam, 72 jam, 96 jam dan 120 jam. Adapun nilai efisiensi inhibitor rata-rata dari berbagai sampel dapat dilihat pada tabel 4.3. dibawah ini, sedangkan perhitungan untuk nilai efisiensi dapat dilihat pada lampiran 4. Universitas Sumatera Utara Tabel 4.3. Nilai Efisiensi Inhibitor Rata-Rata dari Asam Oleat Campuran, Metil Oleat Campuran, Campuran Aldehida Turunan Metil Oleat, Etilendiamin, Anilina, Basa Schiff I dan Basa Schiff II dalam Larutan Media Korosif HCl 0,1 N. Senyawa Inhibitor Nilai Efisiensi Inhibitor Rata-Rata Asam Oleat Campuran 1000 ppm 17,435 Asam Oleat Campuran 3000 ppm 21,091 Asam Oleat Campuran 5000 ppm 23,846 Asam Oleat Campuran 7000 ppm 26,874 Metil Oleat Campuran 1000 ppm 27,298 Metil Oleat Campuran 3000 ppm 29,997 Metil Oleat Campuran 5000 ppm 32,946 Metil Oleat Campuran 7000 ppm 36,195 Aldehida Turunan Metil Oleat 1000 ppm 38,589 Aldehida Turunan Metil Oleat 3000 ppm 42,121 Aldehida Turunan Metil Oleat 5000 ppm 46,386 Aldehida Turunan Metil Oleat 7000 ppm 49,097 Etilendiamin 1000 ppm 35,452 Etilendiamin 3000 ppm 38,120 Etilendiamin 5000 ppm 40,142 Etilendiamin 7000 ppm 45,190 Anilina 1000 ppm 49,104 Anilina 3000 ppm 53,418 Anilina 5000 ppm 62,849 Anilina 7000 ppm 70,365 Basa Schiff I 1000 ppm 51,489 Basa Schiff I 3000 ppm 61,807 Basa Schiff I 5000 ppm 67,601 Basa Schiff I 7000 ppm 73,301 Basa Schiff II 1000 ppm 63,985 Basa Schiff II 3000 ppm 68,412 Basa Schiff II 5000 ppm 75,640 Basa Schiff II 7000 ppm 80,094 4.2.Pembahasan Universitas Sumatera Utara

4.2.1. Pembentukan Metil Oleat Campuran melalui Reaksi Esterifikasi

Metil oleat campuran diperoleh melalui reaksi antara asam oleat campuran dengan metanol absolut menggunakan katalis H 2 SO 4 . Dalam hal ini asam lemak yang diutamakan adalah asam lemak tak jenuh yaitu asam oleat 74,48 , asam linoleat 13,57 , asam linolenat 0.84 . Reaksi yang terjadi sebagai berikut : H 3 C CH 2 4 C H CHCH 2 CH C H CH 2 7 C OH O CH 3 CH 2 CH CHCH 2 CH CHCH 2 CH C H CH 2 7 C OH O + CH 3 OH 3 H 2 SO 4 Benzena H 3 C CH 2 7 H C C H CH 2 7 C O OH H 3 C CH 2 4 C H CHCH 2 CH C H CH 2 7 C OCH 3 O CH 3 CH 2 CH CHCH 2 CH CHCH 2 CH C H CH 2 7 C OCH 3 O H 3 C CH 2 7 H C C H CH 2 7 C O OCH 3 + H 2 O 3 asam oleat asam linoleat asam linolenat metanol metil oleat metil linoleat metil linolenat Gambar 4.5. Reaksi Pembentukan Metil Oleat Campuran. Hasil analisa dengan menggunakan Spektroskopi FT-IR memberikan puncak serapan pada daerah bilangan gelombang 3010 cm -1 merupakan puncak serapan untuk –C-H sp 2 dari gugus –CH=CH- dan didukung dengan serapan pada bilangan gelombang 1651,07 cm -1 yang merupakan serapan khas dari ikatan C=C. Pada bilangan gelombang 1743,65 cm -1 merupakan serapan khas dari gugus karbonil C=O dari ester dan didukung dengan puncak vibrasi C-O-C pada daerah bilangan gelombang 1172,72 cm -1 , sehingga dapat disimpulkan adanya Universitas Sumatera Utara gugus ester. Serapan pada daerah bilangan gelombang 2924,09-2854,65 cm -1 menunjukkan adanya vibrasi vibrasi streching dari C-H sp 3 yang didukung vibrasi bending C-H sp 3 pada bilangan gelombang 1365,6 cm -1 . Pada daerah bilangan gelombang 725,23 cm -1 merupakan vibrasi CH 2 pada –CH 2 n - dimana n ≥ 4 Gambar 4.1.

4.2.2. Ozonolisis Metil Oleat Campuran membentuk Campuran Aldehida Turunan Metil Oleat.

Senyawa aldehida dapat dihasilkan dari hasil ozonolisis metil oleat campuran dengan adanya KI 5 pada suhu ± 10 o C dimana penambahan KI dalam proses ozonolisis bertujuan untuk memerangkap ozon berlebih atau menghapus tingkat ambient ozone ozon bebas dalam proses ozonolisis Fick, 2003. Akhir dari proses ozonolisis dihasilkan perubahan warna dari kuning kecoklatan menjadi warna kuning pucat selama 20 jam yang mana menunjukkan reaksi ozonolisis telah selesai dan dilanjutkan dengan penambahan serbuk Zn dalam larutan asam asetat encer CH 3 COOH 20 yang akan mereduksi ozonida membentuk campuran aldehida turunan metil oleat. Uji senyawa aldehida dengan 2 pereaksi dapat dilihat pada tabel 4.3. Tabel 4.3. Hasil Uji Aldehida Terhadap Pereaksi Tertentu Sampel Pereaksi dalam Uji Hasil Aldehida Turunan Metil Pereaksi Fehling Endapan merah bata positif Oleat Pereaksi Tollens Cermin perak positif Gambar dari uji pereaksi dapat dilihat pada Lampiran 5. Dari hasil uji bilangan iodin yaitu sebesar 88,86 sedangkan bilangan iodin metil oleat 110,88 menunjukkan bahwa telah terjadi pemutusan ikatan π dari asam lemak tak jenuh pada metil oleat campuran Tabel 4.2. Universitas Sumatera Utara Dari analisis spektroskopi FT-IR memberikan dukungan spektrum pada daerah bilangan gelombang 2677,2 cm -1 menunjukkan uluran C-H yang khas pada aldehida, didukung oleh puncak serapan pada daerah bilangan gelombang 2924,09-2854,65 cm -1 yang menunjukkan vibrasi streching C-H sp 3 yang didukung oleh vibrasi bending pada daerah 1442,75 cm -1 . Puncak serapan pada daerah bilangan gelombang 1743,65 cm -1 menunjukkan uluran C=O aldehidaester didukung oleh vibrasi CH 2 n dimana n ≥4 dengan munculnya puncak serapan pada daerah panjang gelombang 725,23 cm -1 . Puncak serapan C=O aldehida berada pada daerah 1740-1720 cm -1 sehingga tertutupi oleh puncak serapan C=O ester Silverstain et al, 1981 Gambar 4.2.. Adapun reaksi ozonolisis dari metil oleat, metil linoleat dan metil linolenat yang berlangsung secara hipotesis dalam pembuatan campuran aldehida yaitu : H 3 C CH 2 4 C H CHCH 2 CH C H CH 2 7 C OCH 3 O CH 3 CH 2 CH CHCH 2 CH CHCH 2 CH C H CH 2 7 C OCH 3 O H 3 C CH 2 7 H C C H CH 2 7 C O OCH 3 metil oleat metil linoleat metil linolenat Ozon O 3 KI 5 H 3 C CH 2 4 C H CHCH 2 CH C H CH 2 7 C OCH 3 O CH 3 CH 2 CH CHCH 2 CH CHCH 2 CH C H CH 2 7 C OCH 3 O H 3 C CH 2 7 CH C H CH 2 7 C O OCH 3 O O O O O O O O O O O O O O O O O O molozonida Universitas Sumatera Utara H 3 C CH 2 4 CH CHCH 2 CH CH CH 2 7 C OCH 3 O CH 3 CH 2 CH CHCH 2 CH CHCH 2 CH CH CH 2 7 C OCH 3 O H 3 C CH 2 7 CH CH CH 2 7 C O OCH 3 O O O O O O O O O O O O O O O O O O Zn CH 3 COOH H 3 C CH 2 4 C CCH 2 C CH 3 CH 2 C H 3 C CH 2 7 C C CH 2 7 C O OCH 3 O H + H O 3 O O O H H H + 3 O H + Senyawa ozonida heksanal + ZnCH 3 COO 2 + H 2 O nonanal propanal 9-metoksi-1-nonanal 1,3-dipropanal Gambar 4.6. Reaksi ozonolisis metil oleat campuran membentuk campuran aldehida turunan metil oleat. 4.2.3. Hasil Sintesis Basa Schiff melalui Reaksi Kondensasi Campuran Aldehida turunan Metil Oleat dengan Etilendiamina Basa Schiff I Basa Schiff dihasilkan dari hasil reaksi kondensasi campuran aldehida turunan metil oleat dengan etilendiamina dilakukan dengan cara direfluks pada suhu 115-120 o C dalam pelarut toluena selama 4 jam. Terjadinya peningkatan bilangan iodin dari 88,86 terhadap campuran aldehida turunan metil oleat menjadi 109,99 terhadap basa Schiff I menunjukkan bahwa telah terbentuknya ikatan rangkap pada C=N. Analisa dengan spektroskopi FT-IR munculnya uluran C=N pada puncak serapan daerah bilangan gelombang 1635,64 cm -1 yang tajam menunjukkan serapan khas basa Schiff, didukung gugus C=O ester pada bilangan gelombang 1743,65 cm -1 , serapan khas vibrasi streching C-H sp 3 pada bilangan geolmbang 2924,09 cm -1 dan serapan khas vibrasi bending C-H sp 3 pada bilangan gelombang 1442,75 cm -1 Gambar 4.3.. Universitas Sumatera Utara Dari hasil yang diperoleh dapat dibuat hipotesa reaksi sebagai berikut: H 3 C CH 2 4 C CCH 2 C CH 3 CH 2 C H 3 C CH 2 7 C C CH 2 7 C O OCH 3 O H + H O 6 O O O H H H + 6 O H + 2 2 2 + 12 NH 2 CH 2 CH 2 NH 2 CH 2 7 C H NCH 2 CH 2 N C H CH 2 7 CH 3 H 3 C H C CH 2 7 C O H 3 CO NCH 2 CH 2 N H C CH 2 7 C O OCH 3 H 3 C CH 2 4 H C NCH 2 CH 2 N C H CH 2 4 CH 3 H 3 C CH 2 H C NCH 2 CH 2 N C H CH 2 CH 3 HC NCH 2 CH 2 N H 2 C CH 3 6 + + + + campuran aldehida etilendiamin Basa Schiff I + 12 H 2 O Gambar 4.7. Reaksi pembuatan Basa Schiff I. Reaksi yang dikemukakan pada gambar 4.7. terjadi jika masing-masing aldehida yang bereaksi dalam bentuk tunggal, tetapi karena etilendiamin memiliki 2 gugus amina maka dapat terjadi reaksi secara acak dari senyawa aldehida sebagai gugus alkil dalam reaksi. Demikian juga dari hasil Spektrum FT-IR, pada bilangan gelombang 3302,13 cm -1 menunjukkan vibrasi khas amina primer NH 2 dimana terdapat gugus amina primer yang tidak bereaksi dengan senyawa aldehida membentuk senyawa imina. 4.2.4. Hasil SintesisBasa Schiff melalui Reaksi Kondensasi Campuran Aldehida Turunan Metil Oleat dengan Anilina Basa Schiff II Basa Schiff dihasilkan dari hasil reaksi kondensasi campuran aldehida turunan metil oleat dengan anilina dilakukan dengan cara direfluks pada suhu 115-120 o C dalam pelarut toluena selama 4 jam. Terjadinya peningkatan bilangan Universitas Sumatera Utara iodin dari 88,86 terhadap campuran aldehida turunan metil oleat menjadi 168,74 terhadap basa Schiff II menunjukkan bahwa adanya penambahan ikatan π dalam senyawa Basa Schiff tersebut dari anilina. Analisa dengan spektroskopi FT-IR munculnya uluran C=N pada puncak serapan daerah bilangan gelombang 1651,07cm -1 menunjukan vibrasi C=N dan didukung dengan serapan ulur C-N pada bilangan gelombang 1242,07 cm -1 . Serapan pada bilangan gelombang 3008 cm -1 didukung dengan serapan ulur 1597,06 cm -1 menunjukkan adanya vibrasi C=C dari senyawa aromatis. Hal ini juga dukung oleh puncak vibrasi pada daerah bilangan gelombang 2924,09 cm -1 dan 2854,65 cm -1 menunjukkan serapan khas vibrasi stretching C-H sp 3 yang didukung dengan vibrasi bending C-H sp 3 pada daerah bilangan gelombang 1365,60 cm -1 . Serapan pada daerah bilangan gelombang 1743,65 cm -1 adalah vibrasi stretching gugus karbonil C=O dari ester pada senyawa tersebut dan didukung dengan vibrasi bending C-O-C ester pada daerah bilangan gelombang 1172,72 cm -1 Gambar 4.4.. Dari hasil tersebut, adapun reaksi pembentukan Basa Schiff secara hipotesa yang diperoleh adalah sebagai berikut: H 3 C CH 2 4 C CCH 2 C CH 3 CH 2 C H 3 C CH 2 7 C C CH 2 7 C O OCH 3 O H + H O 3 O O O H H H + 3 O H + + campuran aldehida 12 NH 2 refluks 115-120 o C H 3 C CH 2 4 C H CHCH 2 CH CH 3 CH 2 CH H 3 C CH 2 7 C H C H CH 2 7 C N + N N N N + 3 N + Basa Schiff II 3 O OCH 3 + 12 H 2 O Gambar 4.8. Reaksi pembuatan Basa Schiff II Universitas Sumatera Utara

4.2.5. Hasil Penentuan Efisiensi Inhibitor Korosi.

Penentuan efisiensi inhibitor korosi dilakukan dalam media korosi HCl 0,1 N selama selang waktu 24, 48, 72, 96 dan 120 jam dengan variasi konsentrasi inhibitor 1000 ppm, 3000ppm, 5000ppm dan 7000 ppm. Dalam hal ini, logam yang digunakan yaitu logam seng. Lempeng seng digunakan karena logam seng adalah suatu logam aktif dengan banyak aplikasi industri dan sebagian besar digunakan untuk perlindungan korosi terhadap baja Shah et al, 2011. Lempeng seng bersifat melapisi material baja untuk memberikan ketahanan yang lebih baik terhadap korosi, namun ketika berada pada udara yang lembab, seng cepat berkarat dengan membentuk suatu produk korosi yang dikenal sebagai karat putih. Hal serupa juga terjadi pada pembersihan seng dengan menggunakan larutan asam menyebabkan seng lebih mudah berkarat. Oleh karena itu proteksi terhadap logam seng bersifat sangat penting Eddy et al, 2010. Komponen logam seng yaitu terdiri dari 45 Zn dan 55 logam Al. logam tersebut akan mengalami reaksi reduksi oksidasi dengan reaksi sebagai berikut: b. Al 2H + + 2e - Al 3+ + 3e - oksidasi H 2 reduksi x 2 x 3 2Al + 6H + 2 Al 3+ + 3H 2 Dalam hal ini dapat diketahui bahwa semakin tinggi konsentrasi asam klorida yang digunakan maka semakin banyak atom-atom yang terlepas dari logam tersebut sehingga korosi semakin meningkat Riegher,1992. Adapun kemungkinan mekanisme terjadinya proses korosi pada logam yang dikemukakan oleh Trethewey clan Chamberlain, 1991, sebagai berikut : pertama, zat agresif seperti sulfat diperkirakan akan mengurangi kekuatan ikatan antar logam dengan adanya zat agresif tersebut, sehingga energi yang digunakan dalam mengikat ion- ion agresif oleh atom-atom logam akan mengurangi energi ikatan antara atom- atom. Kedua, korosi logam disebabkan oleh reduksi ion hidrogen yang berlangsung dalam larutan. Molekul-molekul hidrogen yang terbentuk diadsorpsi oleh logam menyebabkan ikatan-ikatan antar logam pada lempeng seng Zn Zn 2+ + 2e 2H + + 2e H 2 oksidasi reduksi Zn + 2H + Zn 2+ + H 2 a. Universitas Sumatera Utara mengalami pelemahan atau perapuhan. Dari mekanisme tersebut dapat dijelaskan bahwa semakin besar konsentrasi ion-ion agresif seperti klorida dan ion hidrogen dalam larutan maka ikatan antara atom-atom logam dalam lempeng seng akan semakin lemah, sehingga korosi akan semakin meningkat. Pada pengujian efisiensi inhibitor korosi metode yang digunakan adalah metode kehilangan berat. Dimana prinsip pada metode kehilangan berat yaitu semakin kecil selisih berat kehilangan lempeng seng tanpa penambahan inhibitor dengan berat kehilangan lempeng seng dengan adanya penambahan inhibitor maka nilai efisiensi inhibitor akan semakin besar Chitra et al, 2010. Dalam hal ini,dapat dilihat bahwa pada penambahan inhibitor korosi maka kehilangan berat pada seng pun berkurang juga. Dalam hal ini penambahan konsentrasi inhibitor berbanding terbalik dengan kehilangan berat logam seng. Namun pengaruh waktu perendaman seng berbanding lurus terhadap kehilangan berat lempeng seng. Hal ini dikarenakan Basa Schiff tidak mampu membentuk membran teradsorpsi pada permukaan logam seng sehingga difusi antara ion-ion agresif dan O 2 terhadap logam tidak dapat dibatasi sehingga korosi masih dapat berlangsung. Menurut Trethewey dan Chamberlain 1991 molekul-molekul organik dapat bertindak sebagai inhibitor dengan cara teradsorpsi pada permukaan logam sehingga dapat membatasi difusi oksigen kepermukaan logam, memerangkap ion- ion logam pada permukaan, memantapkan lapisan ganda dan dapat mereduksi laju pelarutan logam. Kemudian Hayakawa 1980 telah melakukan percobaan dengan menggunakan senyawa organik sebagai inhibitor, dimana senyawa tersebut akan membentuk senyawa kelat yang dapat mereduksi laju. Untuk kondisi dari Basa schiff ini, prinsip interaksi antara inhibitor dengan permukaan logam adalah adsorpsi kimia Ashraf et al, 2011. Universitas Sumatera Utara Basa Schiff yang disintesa pada penelitian ini terdiri dari 2 jenis yaitu: 1. Basa Schiff reaksi antara aldehida metil ester asam lemak dengan senyawa amina primer alifatis Basa Schiff I 2. Basa Schiff reaksi antara aldehida metil ester asam lemak dengan senyawa amina primer aromatis Basa Schiff II Dari kedua pengujian inhibitor tersebut, diperoleh data bahwa penggunaan inhibitor yaitu Basa Schiff II memiliki nilai efisiensi inhibisi korosi yang lebih tinggi. Hal ini dikarenakan pada Basa Schiff II lebih banyak terdapat pasangan elektron bebas yang dapat membatasi difusi O 2 pada permukaan logam. Sumber elektron bebas pada Basa Schiff II yaitu ikatan rangkap ikatan π pada benzena dan ikatan π pada C=N. Sedangkan pada Basa Schiff I sumber elektron bebas hanya terdapat pada dua atom N dari etilendiamin. Hal ini menyebabkan kemampuan Basa Schiff I dalam menghambat korosi pada logam seng lebih rendah. Pernyatan diatas sejalan dengan pernyataan Munir bahwa Basa Schiff yang memiliki cincin aromatis dalam strukturnya memiliki sistem konjugasi yang lebih efektif karena bersifat lebih stabil. Hal ini didukung oleh penelitian yang dilakukan oleh Yayan Sunarya pada tahun 2004. Pada penelitian ini dilakukan pengujian efisiensi inhibisi terhadap senyawa 2-aminobenzotriazol dan 3-amino- 1,2,4-triazol dengan metode polarisasi elektrokimia. Dari hasil penelitian diperoleh data bahwa persen inhibisi dari senyawa 2-aminobenzotriazol sebesar 93 sedangkan persen inhibisi untuk senyawa 3-amino-1,2,4-triazol hanya sebesar 50 . Hal ini dikarenakan senyawa 2-aminobenzotriazol mengandung cincin aromatik dan memiliki karakter lebih basa empat atom N berdampingan, juga strukturnya lebih planar sehingga dapat menutupi permukaan logam lebih efisien. Sedangkan pada senyawa 3-amino-1,2,4-triazol tidak mengandung cincin aromatik tetapi memiliki empat atom nitrogen yang berdampingan. Grafik pada pengujian efisiensi inhibitor dapat dilihat pada Gambar 4.9. dan 4.10. Universitas Sumatera Utara Gambar 4.9. Grafik Pengaruh Waktu Perendaman dan Variasi Konsentrasi Inhibitor Korosi terhadap Kehilangan Berat Lempeng Seng. 0,01 0,02 0,03 0,04 0,05 0,06 0,07 0,08 0,09 0,1 24 48 72 96 120 24 48 72 96 120 24 48 72 96 120 24 48 72 96 120 1000 ppm 3000 ppm 5000 ppm 7000 ppm B er a t K eh il a n g a n L em p en g Sen g g Waktu Perendaman jam dan Konsentrasi Inhibitor Korosi ppm Tanpa Inhibitor Asam Oleat Campuran metil oleat campuran Aldehida Metil Oleat Campuran Etilendiamin Anilina Basa Schiff I Basa Schiff II Universitas Sumatera Utara Gambar 4.10. Grafik Pengaruh Waktu Perendaman dan Variasi Konsentrasi Inhibitor Korosi terhadap Efisiensi Inhibito 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100 24 48 72 96 120 24 48 72 96 120 24 48 72 96 120 24 48 72 96 120 1000 ppm 3000 ppm 5000 ppm 7000 ppm E fis ie n si I n h ib ito r Waktu Perendaman jam dan Konsentrasi Inhibitor Korosi ppm Asam Oleat Campuran metil oleat campuran Aldehida Metil Oleat Campuran Etilendiamin Anilina Basa Schiff I Basa Schiff II Universitas Sumatera Utara Dari kedua grafik tersebut, dapat ditentukan nilai rata-rata efisiensi inhibitor korosinya. Pada grafik dapat dilihat bahwa konsentrasi inhibitor berbanding lurus dengan nilai efisiensi inhibitor. Peningkatan konsentrasi inhibitor dapat meningkatkan nilai efisiensi inhibitor terutama pada nilai efisiensi inhibitor Basa Schiff I dan Basa Schiff II Gambar 4.11.. Gambar 4.11. Grafik pengaruh konsentrasi inhibitor terhadap rata-rata efisiensi inhibitor. 10 20 30 40 50 60 70 80 90 1000 ppm 3000 ppm 5000 ppm 7000 ppm Ra ta -R a ta E fis ie n si I n h ib ito r Konsentrasi Inhibitor ppm Asam Oleat Campuran metil oleat campuran Aldehida Metil Oleat Campuran Etilendiamin Anilina Basa Schiff I Basa Schiff II Universitas Sumatera Utara BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. KESIMPULAN

Berdasarkan hasil penelitian dan analisis data yang telah dilakukan dapat disimpulkan sebagai berikut : 1. Reaksi kondensasi antara 10 g campuran aldehida turunan metil oleat dengan 4g etilendiamina menghasilkan Basa Schiff I sebanyak 9,3 g 74,73 . Sedangkan reaksi kondensasi antara 10 g campuran aldehida turunan metil oleat dengan 11 g anilina menghasilkan Basa Schiff II sebanyak 9 g 48,966 . 2. Uji efisiensi inhibitor korosi kedua Basa Schiff yang dihasilkan terhadap logam seng dalam larutan korosif HCl 0,1 N memberikan nilai efisiensi rata- rata yang semakin besar, dimana pada konsentrasi 7000 ppm Basa Schiff II mmberikan nilai efisiensi rata-rata sebesar 80,094 sedangkan nilai efisiensi rata-rata untuk asam oleat campuran, metil oleat campuran, campuran aldehida turunan metil oleat, etilendiamin, anilina dan Basa Schiff I masing-masing hanya sebesar 26.874 , 36.195 , 49.097 , 45.190, 70.365 dan 73,301. Dengan demikian maka penggunaan inhibitor yang paling baik digunakan sebagai penghambat korosi terhadap logam seng yaitu Basa Schiff II.

5.2. Saran

Dokumen yang terkait

Sintesis Basa Schiff Dari Hasil Kondensasi Sinamaldehida Dengan Etilendiamin dan Fenilhidrazin Serta Pemanfaatannya Sebagai Inhibitor Korosi Pada Logam Seng

31 156 80

Sintesis Basa Schiff Dari Hasil Kondensasi Sinamaldehida Dengan Etilendiamin dan Fenilhidrazin Serta Pemanfaatannya Sebagai Inhibitor Korosi Pada Logam Seng

0 0 12

Sintesis Basa Schiff Dari Hasil Kondensasi Sinamaldehida Dengan Etilendiamin dan Fenilhidrazin Serta Pemanfaatannya Sebagai Inhibitor Korosi Pada Logam Seng

0 0 2

Sintesis Basa Schiff Dari Hasil Kondensasi Sinamaldehida Dengan Etilendiamin dan Fenilhidrazin Serta Pemanfaatannya Sebagai Inhibitor Korosi Pada Logam Seng

0 0 5

Sintesis Basa Schiff Dari Hasil Kondensasi Sinamaldehida Dengan Etilendiamin dan Fenilhidrazin Serta Pemanfaatannya Sebagai Inhibitor Korosi Pada Logam Seng

0 2 18

Sintesis Basa Schiff Dari Hasil Kondensasi Sinamaldehida Dengan Etilendiamin dan Fenilhidrazin Serta Pemanfaatannya Sebagai Inhibitor Korosi Pada Logam Seng

0 1 5

Sintesis Basa Schiff Dari Hasil Kondensasi Etilendiamin Dan Anilina Dengan Senyawa Aldehida Hasil Ozonolisis Metil Oleat Serta Pemanfaatannya Sebagai inhibitor Korosi Pada Logam Seng

0 0 13

Sintesis Basa Schiff Dari Hasil Kondensasi Etilendiamin Dan Anilina Dengan Senyawa Aldehida Hasil Ozonolisis Metil Oleat Serta Pemanfaatannya Sebagai inhibitor Korosi Pada Logam Seng

0 0 20

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Oleokimia - Sintesis Basa Schiff Dari Hasil Kondensasi Etilendiamin Dan Anilina Dengan Senyawa Aldehida Hasil Ozonolisis Metil Oleat Serta Pemanfaatannya Sebagai inhibitor Korosi Pada Logam Seng

0 0 23

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang - Sintesis Basa Schiff Dari Hasil Kondensasi Etilendiamin Dan Anilina Dengan Senyawa Aldehida Hasil Ozonolisis Metil Oleat Serta Pemanfaatannya Sebagai inhibitor Korosi Pada Logam Seng

0 9 7